Wednesday, March 21, 2012

Novel Corner MASIH ADAKAH RUANG DI HATIMU

EPISODE 1 (3) DAISY LISTYA

Hari ini hari Jumat berarti Listya sudah tiga hari mengerjakan sampel-sampel penelitiannya dengan HPLC. Sehabis memberikan kuliah untuk mahasiswa semester 6, aku menyempatkan diri berkunjung ke Laboratorium HPLC di Gedung sebelah Timur. Laboratorium ini ada di lantai 2 khusus untuk kegiatan praktikum mahasiswa dengan menggunakan instrumen laboratorium yang mutakhir seperti HPLC, GC, TLC-Densitometer,IR-Spectrophotometer, GC-Mass Spectrophotometer. Sore itu hampir semua kegiatan praktikum sudah selesai sekitar pk 15 tadi dan aku baru memiliki waktu untuk mengunjungi Listya walaupun sudah sesore ini mudah-mudahan Listya masih berada disana. Aku menaiki tangga satu demi satu untuk menuju ke lantai 2 dan dari koridor setelah pintu masuk aku dapat melihat melalui jendela berkaca lebar Bidadari itu sedang asyik dengan HPLC nya. Balutan jilbab di wajahnya justru menambah aura kecantikannya. Beberapa saat aku berdiri disitu menikmati wajah Bidadari itu. Ya ALLAH aku belum habis mengerti apa dibalik maksudMu mengirimkan dia padaku?. Apakah Kau juga mau mengizinkanku untuk memilikinya?. Ataukah ini hanya ujian bagiku agar aku segera tergugah untuk mengikuti sunah nabiMU. Menikah walaupun ternyata bukan dengan Daisy Listya. Lalu denga siapa?. Audray? Oh no. Aku hanya berpasrah diri kepadaMU. Entah berapa lama aku berdiri disitu dan memang Laboratorium di lantai 2 itu sudah tutup kecuali Laboratorium HPLC. Aku dikejutkan suara yang memanggilku.
“Hayoo Pak Alan lagi ngintip ya!”, suara seorang gadis mengagetkanku. Ternyata Amelia, teman akrabnya Daisy Listya.
“Amel bikin kaget saja kamu ini...mau jemput Listya ya!”, tanyaku.
“Bukan !, saya mau pulang duluan oh ya pak Alan mau ketemu Listya? Kebetulan pak tolong ditemani Listya ya soalnya saya ada janjian..!”, Si Amel tiba-tiba saja masuk ke dalam. Mereka kelihatan berbincang-bincang. Apa boleh buat akupun akhirnya masuk menemui mereka.
“Terima kasih Pak mau menemani saya !”, kata Listya.
“Lis tadi pak Alan ngintip kamu lho...he he he!”, kata Amelia. Busyet kurang ajar Si Amel. Memang anak ini ceplas ceplos. Selama ini dia memang sering menyindir-nyindir seperti ini dan nampaknya Amelia tahu gelagat bahwa aku menyukai Daisy Listya. Bidadari itu hanya tersenyum manis mendengar selorohan Amelia.
“Tak usah didengar Lis omongannya Amel. Masa saya ngintip kamu melalui kaca jendela sebesar ini padahal kalau mengintip kan harus melalui lobang yang kecil misalnya lobang kunci.....!”, kataku sambil ketawa agak gugup sedikit. Akhirnya kami tertawa maka Ameliapun pergi pamit meninggalkan kami berdua. Masih ada lima sampel lagi yang belum di inject kan. Sambil menunggu running kami mulai mengobrol. Tadinya aku bingung dari mana aku mulai bercerita tapi akhirnya cerita tentang Diana Fariapun usai juga. Ada rasa lega dalam dadaku ketika cerita itu bisa juga diucapkan didepan Daisy Listya. Aku melihat wajah Listya sedikit sedih mendengar ceritaku.
“Saya turut berduka pak walaupun sekarang sudah terlambat 20 tahun yang lalu..tentu bapak sangat mencintai mbak Diana Faria?”, tanya Listya.
“Ya begitulah tapi ternyata Allahlah yang memilikinya. Saya sendiri kadang-kadang heran mengapa kita harus saling memiliki kalau pada akhirnya harus kehilangan?”, kataku. Daisy Listya masih terdiam kutunggu tutur kata apa yang nanti keluar dari bibir yang indah itu.
“Kita sebenarnya tidak pernah memiliki apapun maka oleh sebab itu kita tidak pernah kehilangan apapun. Hanya Allah Yang Maha Memiliki!”, kata Listya.
Oh Allah gadis semacam apa yang sedang berhadapan denganku ini. Apakah dia BidadariMU. Kata-katanya sangat bijak dan dalam. Aku benar-benar terdiam dan terpaku dalam ketermenunganku. Ya betul aku tidak pernah memiliki apapun maka akupun tidak pernah kehilangan apapun. Aku telah membuang waktu 20 tahun hanya karena merasa kehilangan Diana Faria. Padahal hanya Allah yang memiliki dia. Allah Maha Memiliki. Aku benar-benar tertunduk syahdu mendengar ucapan Daisy Listya. Entah berapa lama aku terdiam ketika suara lembut Listya kembali menyapaku.
“Pak sudahlah lupakanlah yang telah lalu. Lebih baik melihat hari esok!”, kata Listya. Justru ini Listya, aku ingin melangkah menuju hari esok bersamamu tapi aku belum boleh mengatakan hal ini pada saat ini.
“Okey Lis terima kasih kata-katamu tadi benar-benar sangat menyentuh kalbu terdalamku. Rasanya aku seperti bari tersadar dari mimpi berkepanjangan. Mimpi adalah mimpi yang tetap menjadi sia-sia karena bukan alam nyata. Betul apa katamu aku harus membuka lembaran baru. Sebenarnya beberapa bulan ini ada seseorang yang telah mampu mencairkan kebekuan hatiku selama 20 tahun ya seseorang gadis yang sangat aku kagumi. Dia memang bukan Diana Faria tapi dia adalah orang yang telah kembali membuat hidupku menjadi hidup. Dia yang telah mampu menyentuh hatiku seperti Diana Faria dulu....wah wah wah sorry Lis kok jadinya aku jadi sentimentil begini....sorry sorry Lis! aku terlalu banyak bicara”, kataku mengakhiri kata-kataku yang terlalu emosional.
“Tidak apa apa Pak Alan. Sebaiknya bapak harus mengeluarkan seluruh perasaan bapak jangan didiamkan saja. Saya bersedia mendengarkan dan saya bersyukur jika bapak sekarang sudah menemukan orang yang kembali membuat bapak merasa hidup kembali!”, kata Daisy Listya.
“Ya Lis terima kasih okey tidak terasa hari sudah sore begini dan sampel sampel HPLC kelihatannya sudah habis..!”, kataku.
“Betul pak kita harus segera pulang!”, kata Daisy Listya.
“Sebaiknya Listya pulang bareng saya. Kostnya dimana?”, tanyaku.
“Karang Menjangan pak tapi masuk gang. Saya nanti diturunkan di depan gang saja. Terima kasih pak!”, kata Listya.
(BERSAMBUNG)

Thursday, February 23, 2012

NOVEL CORNER

EPISODE 1(2) DAISY LISTYA

Suara ketukan dipintu ruang kerjaku membangunkan lamunanku. Entah sudah berapa lama aku melamun tentang Daisy Listya dan Diana Faria sementara jari-jariku masih terpaku tak bergerak di atas keyboard Laptop merk Jepang itu. Ya sebenarnya aku sedang membuat makalah untuk Simposium di ITB.
“Assalaamu alaikum....!” suara lembut seorang gadis yang sangat akrab ditelingaku. Di depan pintu berdiri Listya sambil tersenyum manis. Oh Tuhan gadis ini cantik sekali, bukan kecantikan yang biasa. Apakah seperti ini wujud Bidadari yang ada di Surga?. Aku tidak tahu.
“Assalaamu alaikum...pak Prof kok terbengong!”, kata gadis itu.
“Wa alaikumussalaam warohmatullahi wabarokaatuh...wah jangan panggil Prof gitu...panggil saja Alan Erlangga !”, aku menjawab salam Listya dengan gugup. He he he gara-gara terpesona jadi aja tergagap gagap.
“Bagaimana kabarnya Lis?”, tanyaku.
“Alhamdulillah baik pak Alan....mohon maaf saya tidak telepon dulu langsung menuju kesini. Soalnya perbaikan skripsi hasil revisi sudah terlambat diserahkan seharusnya kemarin pak!”, kata Listya.
“Oh tak apa apa hanya terlambat satu hari saja. Bagaimana ada kesulitan mengolah data hasil analisis HPLC nya?!”, tanyaku. HPLC (High Performance Liquid Chromatography adalah piranti laboratorium canggih untuk analisis komponen individu suatu zat).
“Alhamdulillah semua sudah saya selesaikan perhitungannya pak hanya saya tidak tahu apakah sudah betul. Juga tentang pengolahan data statistiknya...!”,kata Listya.
“Baik Lis nanti saya periksa data data itu, kira-kira dua hari lagi bisa diambil hasil koreksian dari saya okey!”, kataku menegaskan.
“Iya pak terima kasih.....dan kalau begitu saya mohon pamit dulu pak takut mengganggu bapak sepertinya sedang bekerja serius...!”, kata Listya sambil bergegas meninggalkan ruanganku.
“Lho kok buru buru Lis....Tidak, Listya tidak mengganggu kok..okey!”, kataku meyakinkan Listya agar tetap tinggal untuk mengobrol. Namun gadis itu tetap bergegas sambil mengucapkan salam hilang dibalik pintu ruanganku. Begitu cepat bidadari itu berlalu meninggalkanku di ruangan itu kesepian. Maha Besar Engkau Ya Allah aku telah dipertemukan dengannya. Ya hanya dipertemukan saja entahlah selanjutnya aku tidak tahu karena selama ini hanya berhubungan sebatas antara Dosen Pembimbing dengan mahasiswi yang sedang menyusun skripsinya. Ya harus cepat disadari bahwa Daisy Listya bukan Diana Faria. Tentu saja. Hanya saja aku tak mampu menghadapi kenyataan setiap bersama dengannya pesonanya benar-benar membuatku tak berdaya. Perasaan perasaan indah bersama Diana Faria seolah kembali tumbuh padahal Daisy bukan Diana. Termenung di depan Laptop yang masih terbuka telah membuatku tersenyum sendiri. Aku seperti menjadi anak remaja tujuh belasan lagi atau paling tidak mahasiswa dua puluh satuan. Akhirnya Laptop itupun aku tutup dan pekerjaan membuat makalah kembali terbengkalai. Tidak terasa jam sudah menunjukkan pk 5 sore dan aku harus bergegas bersiap untuk pulang. Kijang Kapsul berwarna biru tua itu meluncur ditengah-tengah deru sepeda motor yang membanjiri jalan-jalan di kota Surabaya. Apalagi setelah memasuki Jalan Ahmad Yani, sepeda motor semakin padat memenuhi jalan utama keluar kota yang semakin sempit saja rasanya. Aku berputar di Bundaran Waru menuju arah Menanggal ya memang rumahku disana disekitar Masjid Al-Akbar kira-kira 200 meter ke arah Timur Masjid megah kebanggaan masyarakat Surabaya itu.
Malam itu juga skripsi Daisy Listya aku koreksi sampai detail. Memang sengaja aku harus lebih cepat mengoreksi skripsi itu agar bisa lebih cepat pula bertemu dengan Daisy Listya. Selesai merevisi skripsi itu waktu masih menunjukkan jam 21, belum terlalu malam mungkin lebih baik aku menelpon hp nya Daisy Listya. Di seberang sana suara Listya menyambut salamku.
“Wa alaikum salaam pak...!”, suaranya merdu dan lembut sekali, gadis ini memiliki hati yang lembut.
“Lis..maaf belum tidur kan?”, tanyaku basa-basi.
“Lho Bapak ini bagaimana ya belum kan ini lagi ngomong sama Bapak!”, suara tawanya riang dan aku hanya tersenyum mendengar canda seperti ini.
“Iya ya...begini Lis skripsi sudah saya koreksi termasuk data HPLC nampaknya ada beberapa sampel hasilnya masih kurang akurat. Listya harus meluangkan waktu untuk mengulang analisa HPLC paling tidak minggu ini agar bulan depan sudah bisa masuk agenda ujian akhir skripsi. Bagaimana Lis?”, kataku menjelaskan.
“Ya Pak kalau begitu besok saja saya booking HPLC dulu. Mudah-mudahan sedang kosong sehingga minggu ini sudah bisa saya kerjakan analisanya!”, kata Listya. Terus terang selama dia ngomong di hp tidak lagi kuperhatikan apa yang dia omongkan tapi aku begitu menikmati suara lembutnya seakan-akan suara hatinya bisa langsung aku dengar.
“Hallo Pak...kok diam saja!”, suara Daisy Listya mengagetkanku. Rupanya aku malah melamun.
“Oh ya ya sorry Lis aku tadi ngelamun sebentar he he he!”, kataku.
“Wah inget sama pacar ya Pak!”, kata Listya. Busyet dia bisa nebak rek.
“Bukan Lis, kamu itu ada ada saja. Okey kalau begitu mulai besok Listya mulai bikin program dan jadwal sesuai saran saya ya..!”, kataku mengalihkan pembicaraan.
“Ya Pak secepatnya nanti saya segera mengambil hasil revisi Bapak. Apakah besok boleh. Bapak punya waktu?”, tanyanya. Untukmu waktu selalu ada Listya.
“Okey saya tunggu di Kantor saya pagi-pagi saja Lis sampai ketemu besok. Assalaamu alaikum !”, kataku.
“Terima kasih Pak. Wa alaikum salaam.!”, suara Daisy Listya menutup pembicaraan. Oh Tuhan besok aku ketemu dia lagi rasanya sudah tidak sabar namun waktu baru menunjukkan pk 21 lewat seperempat. He he he aku harus mengarungi malam yang panjang.
Pagi itu mungkin si Mbok yang sudah ikut aku bertahun-tahun pasti heran kok tidak biasanya aku tidak menyentuh sarapan favoritku, nasi goreng?. Ya betul sebelum pk 6 aku sudah bergegas menuju Kampus Dharmawangsa Dalam, Kijang Kapsul biru tua itupun meluncur di jalan Tol dalam kota. Tidak sampai setengah jam sudah sampai di Jalan Kertajaya dan tinggal satu perempatan lagi belok kiri lurus kemudian memutar sampailah di Jalan Dharmawangsa Dalam dimana Fakultas Farmasi berada. Kuparkir mobil di halaman Fakultas. Tepat pk 7 kurang lima menit aku sudah duduk di meja kerjaku. Seperti biasa aku lihat terlebih dulu agenda hari ini. Ada waktu 1 jam sebelum nanti pk 8 mengisi kuliah mahasiswa semester 6. Setelah itu rapat panitia simposium farmakologi. Terdengar suara pintu diketuk. Daisy Listya. Ya dia berdiri didepan pintu dengan senyum yang sangat manis. Ya ALLAH kenapa Kau pertemukan aku dengannya jika nantinya Kau pisahkan aku darinya.
“Lis silahkan duduk!”, kataku mempersilahkan Listya duduk.
“Hari ini Bapak nampak segar sekali!!”, kata Listya. Mendengar ini aku tertawa kecil. Ya iyalah Lis wong aku mau ketemu kamu kan harus segar.
“Biasa kalau masih pagi begini pasti segar nanti sudah siang pasti kusut karena kerjaan makin numpuk he he he!”, kataku bercanda. Listya hanya tersenyum.
“Oh ya Lis ini skripsimu sudah saya koreksi coba dibaca ulang jika ada yang belum jelas bisa tanya saya sekarang!”, kataku sambil menyerahkan draft skripsi yang cukup tebal. Kulihat Listya membaca dengan seksama lembar demi lembar sementara aku dengan penuh hidmat juga mengagumi wajah cantik didepanku. Matanya sangat teduh sangat menyejukkan bila memandang, bibirnya terukir tipis dimana tutur kata santun dan senyum manis berasal darinya sementara hidung mancung dan wajah oval berkulit putih dalam balutan jilbab menambah keanggunan gadis ini. Ketika dia diam ada wibawa yang dalam ketika dia bicara ada pesona pada tutur katanya. Oh Tuhan dia seperti Diana Faria. Tapi tidak tidak tidak dia adalah Daisy Listya. Entah berapa lama aku dapat dengan leluasa memandang kecantikan bidadari didepan mataku ini ketika suara merdu itu memecah kesunyian yang ada.
“Terima kasih pak. Semuanya sudah mengerti segera akan saya perbaiki koreksian bapak. Hari ini juga saya akan booking HPLC agar besok sudah bisa mulai kerja!”, kata Listya.
“Okey Lis...semoga semua berjalan lancar dan sukses biar cepat wisuda!”, kataku. Mendengar kata wisuda artinya dia selesai sudah jadi mahasiswiku akankah aku masih bisa bertemu dengannya?. Jawabannya tidak tahu.
“Ya pak doa dan bimbingan bapak yang membuat saya bersemangat menyelesaikan skripsi ini segera. Kalau begitu saya pamit dulu Pak Alan!”, kata Listya dan aku mengangguk tersenyum sambil bersalaman. Hari ini berjalan begitu lambat rasanya walaupun agenda kegiatanku sudah rampung semua. Apakah karena aku bertemu Listya hanya sebentar saja. Suatu hari aku ingin mengajaknya berbincang lebih lama. Ya suatu hari aku harus bercerita tentang Diana Faria. Suatu hari aku harus mengatakan bagaimana perasaanku kepadanya. Ya suatu hari. Maka sore itu rutinitasku kembali terjebak kemacetan di Jalan Ahmad Yani ketika aku pulang kerja menuju rumah di Menanggal. Sekitar satu jam kemacetan yang terjadi di sana sehingga aku baru sampai rumah sudah menjelang Isya. Besok tidak boleh terjadi lagi seperti ini lebih baik lewat Tol dalam kota saja. Sebentar di halaman rumahku ada Honda Jazz parkir sepertinya aku mengenal mobil itu. Wow Audray Lin. Dia adalah mahasiswi bimbinganku asal Malaysia sudah lulus dua tahun yang lalu. Ada kejutan apa nih Audray.
“Hallo Pak Profesor apa kabar?”, suara Audray menyambutku di ruang tamu dengan tawanya yang renyah.
“Hallo juga Di lama tidak bertemu pasti bawa kabar baik ya sudah lama menunggu?”, tanyaku.
“Tidak juga Pak..baru kira kira lima menit lebih sedikit!”, jawab Audray.
“Sejak kapan tiba di Surabaya?”, tanyaku.
“Minggu sore pak!”, kata Audray. “Malam Minggu besok sepupuku mau menikah mangkanya aku ke Surabaya. And so pasti mampir ketempat Profesorku!”, kata Audray sambil tertawa renyah. Audray mempunyai Tante yang menikah dengan Pria Tionghoa kelahiran Surabaya. Selama kuliah di Fakultas Farmasi, Audray tinggal dengan Tantenya.
“Wah pak boleh nih aku tanya kok tidak-ada tanda-tanda ada Nyonya rumah apa bapak masih betah jomblo terus?”, tanya Audray. Memang gadis ini sangat ceplas-ceplos dan agresif. Logat Malaysianya memang sudah hilang karena tinggal di Surabaya paling tidak sudah 4 tahun. Sebenarnya aku paling risi menghadapi Audray ini sejak dia masih mahasiswa dulu maupun sekarang. Dalam 2 bulan terakhir ini sudah tiga kali gadis ini berkunjung ke rumah.
“Siapa bilang....sudah ada calon nyonya Profesor Alan Erlangga hanya sekarang belum saatnya diperkenalkan!”, kataku menjawab pertanyaannya Audray.
“Wow siapa gadis yang berbahagia itu? Atau bapak cuma bercanda?”, suara Audray mulai kelihatan panik. Aku tersenyum melihat tingkah Audray.
“Tidak bercanda Di...okey nanti jika saatnya tiba aku perkenalkan..lho sampai lupa, kau mau minum apa Audray?”, kataku mengalihkan pembicaraan.
“Terima kasih pak aku akan segera pamit tapi besok aku ingin mampir ke Kampus tentu kalau bapak punya waktu kita bisa berbincang di sana..okey..”, kata Audray. Akhirnya gadis itu menuju halaman rumahku, menghidupkan Honda Jazz pink itu dan meluncur meninggalkanku. Audray, Audray dari dulu kamu itu bikin aku merinding dan takut he he he. Untung aku lelaki baik jika tidak entahlah ketemu gadis seperti Audray yang agresif dan ceplas ceplos tentu saja seperti kucing garong dapat ikan gurih. Audray Lin dan Daisy Listya ooooh bagai langit dan bumi.
(BERSAMBUNG)