Tuesday, April 10, 2012

NovelCorner MASIH ADAKAH RUANG DI HATIMU

EPISODE 1 (4) DAISY LISTYA

Sore itu kami meninggalkan laboratorium HPLC dan seperti permintaan Listya mobilku berhenti didepan gang lalu Listya pun pamit padaku tersenyum sambil melambaikan tangan. Mobil Kijang Kapsulku kembali meluncur di jalan kota Surabaya yang padat kendaraan sore hari itu. Dari arah Kertajaya aku meluncur lurus menuju jalan Dr Sutomo tidak berbelok ke arah Darmo. Sengaja aku menggunakan Tol Dalam Kota sehingga langsung bisa masuk akses Mesjid Al-Akbar bisa lebih cepat dan menghemat waktu untuk menuju Menanggal. Hari itupun terasa begitu panjang namun ada rasa lega ketika aku ingat bahwa Daisy Listya sudah tahu semuanya tentang Diana Faria.
Sejak pertemuan di Laboratorium HPLC itu aku hampir dua pekan tidak bertemu dengan Daisy Listya. Oh tidak dua hari yang lalu Daisy Listya menyerahkan draft Skripsi yang terakhir untuk kutanda tangani dan saat itu juga aku menyetujui skripsinya untuk diajukan dalam Ujian Akhir pada awal Nopember ini. Rasa rindu melanda jiwaku tidak bertemu dengan Daisy Listya. Aku ingin menghubungi hand phonenya tapi tidak kulakukan karena aku fikir Daisy Listya sedang sibuk mempersiapkan Ujian Akhir namun paling tidak pada awal Nopember itu aku jelas akan bertemu Daisy Listya di Ruang Sidang Ujian Skripsi.
Ada tiga Profesor termasuk aku dan dua orang Doktor yang menguji Daisy Listya. Namun gadis cantik ini begitu tenang menjawab semua pertanyaan para Penguji. Ruang ujian skripsipun tidak membuat gadis itu menjadi gugup dan tegang. Semua para Penguji sangat terkesan dengan semua jawaban Daisy Listya. Aku sendiri merasa lega ketika hasil ujian skripsi Listya mendapat nilai A. Ada rasa bangga sebagai pembimbingnya lalu aku menyalaminya sambil mengucapkan selamat.
“Lis..selamat perjuanganmu sudah membawa hasil, saya turut gembira dan bahagia..!”, kataku dan Listya mengucapkan terima kasih sambil tersenyum manis. Sejak bertemu di Ruang Ujian skripsi itu aku sama sekali tidak pernah lagi bertemu Daisy Listya. Entah kemana gadis itu seolah menghilang. Hari ini adalah hari yang ke 13 aku tidak bertemu dengannya. Aku memang tidak berusaha untuk menghubungi hand phone nya karena pernah suatu hari aku menghubunginya melalui hp ternyata tidak pernah aktif atau kalau aktif tidak pernah diangkat. Aku tidak tahu mengapa begitu. Hari berganti hari minggu berganti minggu dan tanpa terasa hari wisudapun sudah didepan mata. Aku berharap bisa bertemu Daisy Listya di hari wisuda itu. Acara wisuda itupun berjalan lancar sejak dimulai pk 8 tadi pagi sampai siang ini. Para mahasiswa begitu gembira merayakan kelulusan mereka bersama orang-orang tercinta. Di halaman Aula itu aku berusaha mencari sosok yang selama ini kurindukan yaitu Daisy Listya. Tiba-tiba aku mendengar seseorang memanggilku. Aku menoleh kearah suara panggilan itu. Oh Tuhan ya dia Daisy Listya bersama kedua orang tuanya dan ada seorang lelaki disampingnya. Siapa dia?
“Listya selamat sudah lulus ya !”, kataku sambil menjabat tangannya.
“Terima kasih pak Alan atas bimbingan bapak saya bisa lulus !”, kata Listya.
“Oh tidak Lis...semua itu hasil jerih payahmu dan perjuangan yang tidak kenal lelah dan Listya pantas lulus karena hanya orang yang cerdas yang bisa berprestasi!”, kataku.
“Terima kasih pak. Oh ya perkenalkan ini Ayah dan Ibu saya dan ini calon suami saya !”, kata Listya sambil memperkenalkan orang-orang yang ada disampingnya. Aku menyambut jabatan tangan mereka. Ketika mendengar kata calon suami, maka tiba-tiba saja rasa hatiku seperti hancur berkeping-keping. Oh tidak jangan sampai seperti itu. Aku harus tegar. Mereka berpamitan dan Listya masih sempat berkata padaku :
“Pak Alan kalau nanti menikah dengan gadis yang telah menggugah hati bapak jangan lupa saya diundang ya pak!”, kata Listya sambil tersenyum manis. Oh Tuhan kata-katanya ini justru menambah kepedihanku. Daisy Listya pun pamit meninggalkan senyumnya dihatiku.
Sejak pertemuan terakhir itu aku benar-benar mengisi hari-hariku dengan kehampaan. Oh padahal aku harus tegar. Teringat apa yang pernah dikatakan Listya bahwa “Kita sebenarnya tidak pernah memiliki apapun maka oleh sebab itu kita tidak pernah kehilangan apapun. Hanya Allah Yang Maha Memiliki!”. Sungguh benar apa yang dikatakan gadis itu. Ya ALLAH berilah aku kekuatan. Aku harus bangun dari mimpi.
Sore itu diberanda depan rumahku aku duduk termenung sambil memperhatikan tetes tetes hujan bulan Desember ini jatuh kebumi. Ditanganku sebuah buku harian usang aku buka lembar demi lembar. Aku sudah tidak pernah mengisi buku harianku lagi dan ini adalah lembaran pertama buku harianku setelah hampir 20 tahun tidak pernah kusentuh. Aku menulis tentang Daisy Listya untuk mengabadikan perasaanku padanya :
Sejak pertama kali aku memandang wajahnya rasanya wajah itu seperti sudah kukenal jauh lebih lama. Saat itu aku sempat tertegun tak percaya. Wajah ini sangat akrab dengan hatiku. Entah berapa puluh tahun yang lalu rasanya aku pernah mengenal wajah cantik ini. Wajah teduh yang dapat membuat hati menjadi tentram. Berkali-kali aku berbincang dengannya. Banyak yang tidak dapat aku ungkapkan betapa lembutnya dia dalam bicara. Setiap katanya mengandung kelembutan hatinya. Setiap aku berbincang dengannya setiap itu pula aku seperti pernah merasakan perasaan seperti ini entah berapa puluh tahun yang lalu. Candanya, senyumnya dan tawanya rasanya seperti pernah akrab dalam hidupku. Sapaannya pada saat aku menelpon melalui HP sangat menyenangkan dan ramah.
Aku pernah mengatakan kepadanya, bahwa aku sangat mengagumi kepribadiannya. Mendengar ini, dia hanya tersenyum manis. Dia tetap rendah hati. Bahkan dia mengatakan bahwa aku terlalu berlebihan dan sambil bercanda dia berkata bahwa aku hanya menebar fitnah. He he he menfitnah bahwa dia cantik. Sungguh aku sangat terkesan dengan sikap gadis ini menghadapi pujian. Memang hanya ALLAH yang berhak menerima pujian.
Aku adalah orang yang tidak dapat berpura-pura. Aku adalah orang yang selalu mengatakan sesuatu sesuai dengan isi hatiku. Wajar setiap orang memiliki masa lalu. Namun jika masa lalu itu ada didepan mata mengapa aku harus diam saja. Aku adalah orang yang ingin selalu mengatakan sesuatu sesuai dengan isi hatiku.
Dimataku dia adalah gadis yang berbeda dibandingkan gadis remaja seusianya. Dia sangat sederhana dan bersahaja. Senangnya hatiku setiap hari bertemu dikoridor laboratorium itu karena pasti dia akan tersenyum padaku dan aku bisa merasakan kebahagiaan. Namun sayang sekali kebahagiaan itu ternyata hanya datang beberapa saat saja.
Aku tentu saja harus membiarkan dia dapat meraih masa depannya sendiri. Dia sudah mendapatkan kekasih hatinya yang terbaik yang sebanding dengan kebaikan hatinya, kesetiaan cintanya. Aku juga yakin dia sangat berbahagia dengan teman hidup yang setia. Gadis ini memiliki aura kecantikan yang sempurna maka sudah pasti teman hidupnya juga harus memiliki ahlakul karimah yang sempurna, taat kepada Allah.
Kini diakhir Desember ini dia sudah pergi hanya dengan meninggalkan senyum ramahnya. Kini disini tak ada lagi canda ria, tawa renyah dan senyum ramah. Dia kini sudah pergi. Entah kapan aku bisa bertemu lagi dengannya. Entah kapan, aku tidak tahu. Dia pergi seakan membawa separuh jiwaku. Cinta masalaluku ada disana. Aku akan setia untuk mengenangnya.
Saat ini aku hanya bisa memohon kepadaMU kabulkanlah doaku : Ya ALLAH Lindungilah dia dari kejahatan penghianatan dan karuniakanlah dia cinta, kasih sayang dan kesetiaan. Maha Besar ALLAH Yang Maha Pengasih dan Penyayang, kutitipkan dia padaMU.

(Bersambung).

Wednesday, March 21, 2012

Novel Corner MASIH ADAKAH RUANG DI HATIMU

EPISODE 1 (3) DAISY LISTYA

Hari ini hari Jumat berarti Listya sudah tiga hari mengerjakan sampel-sampel penelitiannya dengan HPLC. Sehabis memberikan kuliah untuk mahasiswa semester 6, aku menyempatkan diri berkunjung ke Laboratorium HPLC di Gedung sebelah Timur. Laboratorium ini ada di lantai 2 khusus untuk kegiatan praktikum mahasiswa dengan menggunakan instrumen laboratorium yang mutakhir seperti HPLC, GC, TLC-Densitometer,IR-Spectrophotometer, GC-Mass Spectrophotometer. Sore itu hampir semua kegiatan praktikum sudah selesai sekitar pk 15 tadi dan aku baru memiliki waktu untuk mengunjungi Listya walaupun sudah sesore ini mudah-mudahan Listya masih berada disana. Aku menaiki tangga satu demi satu untuk menuju ke lantai 2 dan dari koridor setelah pintu masuk aku dapat melihat melalui jendela berkaca lebar Bidadari itu sedang asyik dengan HPLC nya. Balutan jilbab di wajahnya justru menambah aura kecantikannya. Beberapa saat aku berdiri disitu menikmati wajah Bidadari itu. Ya ALLAH aku belum habis mengerti apa dibalik maksudMu mengirimkan dia padaku?. Apakah Kau juga mau mengizinkanku untuk memilikinya?. Ataukah ini hanya ujian bagiku agar aku segera tergugah untuk mengikuti sunah nabiMU. Menikah walaupun ternyata bukan dengan Daisy Listya. Lalu denga siapa?. Audray? Oh no. Aku hanya berpasrah diri kepadaMU. Entah berapa lama aku berdiri disitu dan memang Laboratorium di lantai 2 itu sudah tutup kecuali Laboratorium HPLC. Aku dikejutkan suara yang memanggilku.
“Hayoo Pak Alan lagi ngintip ya!”, suara seorang gadis mengagetkanku. Ternyata Amelia, teman akrabnya Daisy Listya.
“Amel bikin kaget saja kamu ini...mau jemput Listya ya!”, tanyaku.
“Bukan !, saya mau pulang duluan oh ya pak Alan mau ketemu Listya? Kebetulan pak tolong ditemani Listya ya soalnya saya ada janjian..!”, Si Amel tiba-tiba saja masuk ke dalam. Mereka kelihatan berbincang-bincang. Apa boleh buat akupun akhirnya masuk menemui mereka.
“Terima kasih Pak mau menemani saya !”, kata Listya.
“Lis tadi pak Alan ngintip kamu lho...he he he!”, kata Amelia. Busyet kurang ajar Si Amel. Memang anak ini ceplas ceplos. Selama ini dia memang sering menyindir-nyindir seperti ini dan nampaknya Amelia tahu gelagat bahwa aku menyukai Daisy Listya. Bidadari itu hanya tersenyum manis mendengar selorohan Amelia.
“Tak usah didengar Lis omongannya Amel. Masa saya ngintip kamu melalui kaca jendela sebesar ini padahal kalau mengintip kan harus melalui lobang yang kecil misalnya lobang kunci.....!”, kataku sambil ketawa agak gugup sedikit. Akhirnya kami tertawa maka Ameliapun pergi pamit meninggalkan kami berdua. Masih ada lima sampel lagi yang belum di inject kan. Sambil menunggu running kami mulai mengobrol. Tadinya aku bingung dari mana aku mulai bercerita tapi akhirnya cerita tentang Diana Fariapun usai juga. Ada rasa lega dalam dadaku ketika cerita itu bisa juga diucapkan didepan Daisy Listya. Aku melihat wajah Listya sedikit sedih mendengar ceritaku.
“Saya turut berduka pak walaupun sekarang sudah terlambat 20 tahun yang lalu..tentu bapak sangat mencintai mbak Diana Faria?”, tanya Listya.
“Ya begitulah tapi ternyata Allahlah yang memilikinya. Saya sendiri kadang-kadang heran mengapa kita harus saling memiliki kalau pada akhirnya harus kehilangan?”, kataku. Daisy Listya masih terdiam kutunggu tutur kata apa yang nanti keluar dari bibir yang indah itu.
“Kita sebenarnya tidak pernah memiliki apapun maka oleh sebab itu kita tidak pernah kehilangan apapun. Hanya Allah Yang Maha Memiliki!”, kata Listya.
Oh Allah gadis semacam apa yang sedang berhadapan denganku ini. Apakah dia BidadariMU. Kata-katanya sangat bijak dan dalam. Aku benar-benar terdiam dan terpaku dalam ketermenunganku. Ya betul aku tidak pernah memiliki apapun maka akupun tidak pernah kehilangan apapun. Aku telah membuang waktu 20 tahun hanya karena merasa kehilangan Diana Faria. Padahal hanya Allah yang memiliki dia. Allah Maha Memiliki. Aku benar-benar tertunduk syahdu mendengar ucapan Daisy Listya. Entah berapa lama aku terdiam ketika suara lembut Listya kembali menyapaku.
“Pak sudahlah lupakanlah yang telah lalu. Lebih baik melihat hari esok!”, kata Listya. Justru ini Listya, aku ingin melangkah menuju hari esok bersamamu tapi aku belum boleh mengatakan hal ini pada saat ini.
“Okey Lis terima kasih kata-katamu tadi benar-benar sangat menyentuh kalbu terdalamku. Rasanya aku seperti bari tersadar dari mimpi berkepanjangan. Mimpi adalah mimpi yang tetap menjadi sia-sia karena bukan alam nyata. Betul apa katamu aku harus membuka lembaran baru. Sebenarnya beberapa bulan ini ada seseorang yang telah mampu mencairkan kebekuan hatiku selama 20 tahun ya seseorang gadis yang sangat aku kagumi. Dia memang bukan Diana Faria tapi dia adalah orang yang telah kembali membuat hidupku menjadi hidup. Dia yang telah mampu menyentuh hatiku seperti Diana Faria dulu....wah wah wah sorry Lis kok jadinya aku jadi sentimentil begini....sorry sorry Lis! aku terlalu banyak bicara”, kataku mengakhiri kata-kataku yang terlalu emosional.
“Tidak apa apa Pak Alan. Sebaiknya bapak harus mengeluarkan seluruh perasaan bapak jangan didiamkan saja. Saya bersedia mendengarkan dan saya bersyukur jika bapak sekarang sudah menemukan orang yang kembali membuat bapak merasa hidup kembali!”, kata Daisy Listya.
“Ya Lis terima kasih okey tidak terasa hari sudah sore begini dan sampel sampel HPLC kelihatannya sudah habis..!”, kataku.
“Betul pak kita harus segera pulang!”, kata Daisy Listya.
“Sebaiknya Listya pulang bareng saya. Kostnya dimana?”, tanyaku.
“Karang Menjangan pak tapi masuk gang. Saya nanti diturunkan di depan gang saja. Terima kasih pak!”, kata Listya.
(BERSAMBUNG)