Friday, May 11, 2012

NovelCorner : MASIH ADAKAH RUANG DI HATIMU

EPISODE 2 (1) ADA CINTA DI RUANG HAMPA Di ruang HPLC sore itu aku baru saja menyalin beberapa data dari bank data file yang ada di sana. Beberapa waktu yang lalu di ruang ini aku bersama Listya berbincang tentang Diana Faria. “Kita sebenarnya tidak pernah memiliki apapun maka oleh sebab itu kita tidak pernah kehilangan apapun. Hanya Allah Yang Maha Memiliki!”. Kutipan kata-kata Listya yang sangat menyentuh hatiku. Aku seperti terbangun dari mimpi. Ya gadis itu yang telah membangunkan mimpi burukku. Daisy Listya seakan mau berkata bahwa Diana Faria bukan milikku tapi semata-mata hanya milik ALLAH. Oh Tuhan 20 tahun sudah aku telah menyia-nyiakan waktu. Ampuni hambaMU yang telah menganiaya diri sendiri. Ampuni hambaMU yang sudah tidak tahu diri merasa memiliki yang bukan haknya padahal segala seuatu hanya Engkaulah yang berhak. Ya didepan komputer itu aku sebenarnya lebih banyak termenung dari pada memperhatikan data peneltian yang mau kujadikan bahan Simposium Farmakologi di ITB. Siapa lagi yang membuat aku lebih banyak termenung selain Daisy Listya. Dua minggu yang lalu aku terakhir bertemu Listya di hari Wisuda. Padahal baru dua minggu yang lalu tapi rasanya seperti sudah dua tahun yang lalu. Mungkin karena aku sangat merindukannya...entahlah. Kini selalu terngiang-ngiang ucapan Daisy Listya : “Kita sebenarnya tidak pernah memiliki apapun maka oleh sebab itu kita tidak pernah kehilangan apapun. Hanya Allah Yang Maha Memiliki!”. Aku sangat bersyukur kepada ALLAH sudah berkenalan dan merasa dekat dengan Daisy Listya. Sekarang paling tidak hatiku sudah terbuka walaupun sebenarnya harapanku adalah gadis itu. Aku benar-benar merindukannya. Kadang-kadang aku merasa tergoda untuk menghubungi nomor hp nya tapi selalu kuurungkan. Bahkan pernah terpikir agar nomor hp Listya di delete saja agar aku bisa melupakannya. Namun hal itu juga tidak kulakukan. Saat aku merindukan Listya pernah aku berharap tiba-tiba ada sms darinya mungkin hanya mengatakan ‘Pak bagaimana kabar?’ tapi ternyata tidak pernah ada. Listya sudah benar-benar menghilang. Belum pernah aku merasakan kehampaan seperti ini. Mungkin Listya sekarang sudah kembali ke Malang ke rumah orang tuanya. Sebenarnya Malang hanya 90 km dari Surabaya. Aku sendiri kalau sedang bosan di Surabaya sekali-kali rekreasi di Kota Malang yang sejuk. Aku sebenarnya bisa ke Malang untuk bertemu Listya tapi aku tidak tahu alamatnya. Andaikata tahu alamatnyapun lalu sebenarnya apa keperluanku menemuinya?. Tidak ada alasan satupun yang kutemukan jika aku menemui gadis itu. Sudahlah Alan...Listya rupanya dikirim ALLAH hanya untuk dikenang. Gadis itu dikirim ALLAH untuk menggugah hatimu agar kamu mulai terbuka lagi untuk menerima uluran calon teman hidupmu. Suara hatiku seakan memberontak. Aku harus merelakan Listya. Maka sore itu dari Laboratorium HPLC itu aku hanya mendapatkan kehampaan yang amat sangat walaupun disana sebenarnya sudah ada cinta. Hari sudah semakin sore dan hujan baru saja reda ketika aku meninggalkan Laboratorium HPLC menuju ruang kerjaku di Gedung Fakultas Farmasi. Memang pada bulan Januari ini kota Surabaya sedang diguyur hujan hampir setiap sore. Aku menyusuri trotoar jalan dalam Kampus tiba-tiba terdengar seseorang memanggilku. Suara perempuan. Oh ternyata Amelia, sobatnya Listya. ”Mel wah kamu rupanya masih betah di sini saya kira sudah hilang kemana kerja dimana atau diboyong suamimu...!”, kataku bercanda. ”Pak Alan bisa saja. Tadi saya baru ngurus legalisir ijazah dan ada keperluan administrasi dengan Fakultas. Oh ya pak ada salam dari Listya...!”, kata Amelia. Mendengar ini bagaikan ada badai dari Surga bukan angin lagi. Ya hanya salam dari Listya telah membuat aku sangat bahagia. ”Terima kasih sampaikan salam kembali kalau ketemu...!”, kataku berusaha menyembunyikan rasa bahagiaku. ”Dua hari yang lalu saya ketemu Listya di Kampus. Waktu itu dia juga ingin ketemu Bapak tapi katanya Bapak sedang ke Bandung ”, kata Amelia. ”Dua hari yang lalu?. Oh ya saya pulang menjenguk Ibu yang sakit tapi alhamdulillah sekarang sudah sembuh. Kok Listya tidak sms saya atau telpon?”, tanyaku. ”Kata Listya tidak apa-apa, dia hanya ingin ketemu saja!”, Amelia menjelaskan. Oh Tuhan dia ingin ketemu denganku apakah artinya dia juga rindu padaku. Kembali aku merasakan kebahagiaan karena harapan itu kembali muncul. Tapi nanti dulu laki-laki yang dulu waktu wisuda itu kan calon suaminya. Tidak Alan, kau tidak boleh berharap terlalu tinggi biar kalau jatuh tidak lebih sakit. ”Mel ngomong-ngomong kapan saya terima undangan dari Listya tolong kalau ketemu tanyakan ya...oh iya juga dari kamu kapan nih undangan pernikahan!”, tanyaku. ”Wah kalau saya masih lama pak. Kepingin kerja dulu dong..tapi kalau Listya mungkin bulan depan tapi kemarin calon suaminya baru saja masuk rumah sakit namun tidak cerita sakit apa!”, kata Amelia. ”Oh begitu...apakah sekarang masih dirumah sakit? Amel tahu dirawat di rumah sakit mana di Malangnya...!”, tanyaku penasaran. ”Rumah sakit Saiful Anwar Kamar 2 Pavilliun Anggrek, kemarin saya dan teman-teman baru saja menjenguk dan juga ketemu dengan Listya...!”, kata Amelia. ”Saya ingin menjenguk calon suami Listya...bagaimana kalau Amel menemani saya besok Minggu jika Amel tidak punya acara?”, tanyaku. ”Okey Pak saya Minggu tidak ada acara...kita janjian ketemu di Kampus saja bagaimana Pak?” , usul Amelia. ”Okey kita ketemu pk 7.00 ya!”, kataku. Minggu pagi itu aku dan Amelia sudah meluncur di atas jalan Tol menuju Malang. Sampai di Porong yang terkenal dengan Lumpur Lapindonya kendaraan mulai merayap pelan-pelan tidak sampai macet total tapi volume kendaraan cukup padat terutama yang menuju arah Malang. Hari Minggu biasanya orang-orang Surabaya banyak yang rekreasi ke Malang. Ternyata tidak sampai satu jam kemacetan di Porong bisa dilalui dengan lancar. Akhirnya kami sampai di RS Saiful Anwar sudah hampir pk 10.00. Memang perjalanan yang panjang karena macet di Porong, Singosari dan kota Malang sendiri sekarang sudah terlalu padat dengan kendaraan bermotor sehingga kemacetanpun terjadi dimana-mana. (BERSAMBUNG)

Tuesday, April 10, 2012

NovelCorner MASIH ADAKAH RUANG DI HATIMU

EPISODE 1 (4) DAISY LISTYA

Sore itu kami meninggalkan laboratorium HPLC dan seperti permintaan Listya mobilku berhenti didepan gang lalu Listya pun pamit padaku tersenyum sambil melambaikan tangan. Mobil Kijang Kapsulku kembali meluncur di jalan kota Surabaya yang padat kendaraan sore hari itu. Dari arah Kertajaya aku meluncur lurus menuju jalan Dr Sutomo tidak berbelok ke arah Darmo. Sengaja aku menggunakan Tol Dalam Kota sehingga langsung bisa masuk akses Mesjid Al-Akbar bisa lebih cepat dan menghemat waktu untuk menuju Menanggal. Hari itupun terasa begitu panjang namun ada rasa lega ketika aku ingat bahwa Daisy Listya sudah tahu semuanya tentang Diana Faria.
Sejak pertemuan di Laboratorium HPLC itu aku hampir dua pekan tidak bertemu dengan Daisy Listya. Oh tidak dua hari yang lalu Daisy Listya menyerahkan draft Skripsi yang terakhir untuk kutanda tangani dan saat itu juga aku menyetujui skripsinya untuk diajukan dalam Ujian Akhir pada awal Nopember ini. Rasa rindu melanda jiwaku tidak bertemu dengan Daisy Listya. Aku ingin menghubungi hand phonenya tapi tidak kulakukan karena aku fikir Daisy Listya sedang sibuk mempersiapkan Ujian Akhir namun paling tidak pada awal Nopember itu aku jelas akan bertemu Daisy Listya di Ruang Sidang Ujian Skripsi.
Ada tiga Profesor termasuk aku dan dua orang Doktor yang menguji Daisy Listya. Namun gadis cantik ini begitu tenang menjawab semua pertanyaan para Penguji. Ruang ujian skripsipun tidak membuat gadis itu menjadi gugup dan tegang. Semua para Penguji sangat terkesan dengan semua jawaban Daisy Listya. Aku sendiri merasa lega ketika hasil ujian skripsi Listya mendapat nilai A. Ada rasa bangga sebagai pembimbingnya lalu aku menyalaminya sambil mengucapkan selamat.
“Lis..selamat perjuanganmu sudah membawa hasil, saya turut gembira dan bahagia..!”, kataku dan Listya mengucapkan terima kasih sambil tersenyum manis. Sejak bertemu di Ruang Ujian skripsi itu aku sama sekali tidak pernah lagi bertemu Daisy Listya. Entah kemana gadis itu seolah menghilang. Hari ini adalah hari yang ke 13 aku tidak bertemu dengannya. Aku memang tidak berusaha untuk menghubungi hand phone nya karena pernah suatu hari aku menghubunginya melalui hp ternyata tidak pernah aktif atau kalau aktif tidak pernah diangkat. Aku tidak tahu mengapa begitu. Hari berganti hari minggu berganti minggu dan tanpa terasa hari wisudapun sudah didepan mata. Aku berharap bisa bertemu Daisy Listya di hari wisuda itu. Acara wisuda itupun berjalan lancar sejak dimulai pk 8 tadi pagi sampai siang ini. Para mahasiswa begitu gembira merayakan kelulusan mereka bersama orang-orang tercinta. Di halaman Aula itu aku berusaha mencari sosok yang selama ini kurindukan yaitu Daisy Listya. Tiba-tiba aku mendengar seseorang memanggilku. Aku menoleh kearah suara panggilan itu. Oh Tuhan ya dia Daisy Listya bersama kedua orang tuanya dan ada seorang lelaki disampingnya. Siapa dia?
“Listya selamat sudah lulus ya !”, kataku sambil menjabat tangannya.
“Terima kasih pak Alan atas bimbingan bapak saya bisa lulus !”, kata Listya.
“Oh tidak Lis...semua itu hasil jerih payahmu dan perjuangan yang tidak kenal lelah dan Listya pantas lulus karena hanya orang yang cerdas yang bisa berprestasi!”, kataku.
“Terima kasih pak. Oh ya perkenalkan ini Ayah dan Ibu saya dan ini calon suami saya !”, kata Listya sambil memperkenalkan orang-orang yang ada disampingnya. Aku menyambut jabatan tangan mereka. Ketika mendengar kata calon suami, maka tiba-tiba saja rasa hatiku seperti hancur berkeping-keping. Oh tidak jangan sampai seperti itu. Aku harus tegar. Mereka berpamitan dan Listya masih sempat berkata padaku :
“Pak Alan kalau nanti menikah dengan gadis yang telah menggugah hati bapak jangan lupa saya diundang ya pak!”, kata Listya sambil tersenyum manis. Oh Tuhan kata-katanya ini justru menambah kepedihanku. Daisy Listya pun pamit meninggalkan senyumnya dihatiku.
Sejak pertemuan terakhir itu aku benar-benar mengisi hari-hariku dengan kehampaan. Oh padahal aku harus tegar. Teringat apa yang pernah dikatakan Listya bahwa “Kita sebenarnya tidak pernah memiliki apapun maka oleh sebab itu kita tidak pernah kehilangan apapun. Hanya Allah Yang Maha Memiliki!”. Sungguh benar apa yang dikatakan gadis itu. Ya ALLAH berilah aku kekuatan. Aku harus bangun dari mimpi.
Sore itu diberanda depan rumahku aku duduk termenung sambil memperhatikan tetes tetes hujan bulan Desember ini jatuh kebumi. Ditanganku sebuah buku harian usang aku buka lembar demi lembar. Aku sudah tidak pernah mengisi buku harianku lagi dan ini adalah lembaran pertama buku harianku setelah hampir 20 tahun tidak pernah kusentuh. Aku menulis tentang Daisy Listya untuk mengabadikan perasaanku padanya :
Sejak pertama kali aku memandang wajahnya rasanya wajah itu seperti sudah kukenal jauh lebih lama. Saat itu aku sempat tertegun tak percaya. Wajah ini sangat akrab dengan hatiku. Entah berapa puluh tahun yang lalu rasanya aku pernah mengenal wajah cantik ini. Wajah teduh yang dapat membuat hati menjadi tentram. Berkali-kali aku berbincang dengannya. Banyak yang tidak dapat aku ungkapkan betapa lembutnya dia dalam bicara. Setiap katanya mengandung kelembutan hatinya. Setiap aku berbincang dengannya setiap itu pula aku seperti pernah merasakan perasaan seperti ini entah berapa puluh tahun yang lalu. Candanya, senyumnya dan tawanya rasanya seperti pernah akrab dalam hidupku. Sapaannya pada saat aku menelpon melalui HP sangat menyenangkan dan ramah.
Aku pernah mengatakan kepadanya, bahwa aku sangat mengagumi kepribadiannya. Mendengar ini, dia hanya tersenyum manis. Dia tetap rendah hati. Bahkan dia mengatakan bahwa aku terlalu berlebihan dan sambil bercanda dia berkata bahwa aku hanya menebar fitnah. He he he menfitnah bahwa dia cantik. Sungguh aku sangat terkesan dengan sikap gadis ini menghadapi pujian. Memang hanya ALLAH yang berhak menerima pujian.
Aku adalah orang yang tidak dapat berpura-pura. Aku adalah orang yang selalu mengatakan sesuatu sesuai dengan isi hatiku. Wajar setiap orang memiliki masa lalu. Namun jika masa lalu itu ada didepan mata mengapa aku harus diam saja. Aku adalah orang yang ingin selalu mengatakan sesuatu sesuai dengan isi hatiku.
Dimataku dia adalah gadis yang berbeda dibandingkan gadis remaja seusianya. Dia sangat sederhana dan bersahaja. Senangnya hatiku setiap hari bertemu dikoridor laboratorium itu karena pasti dia akan tersenyum padaku dan aku bisa merasakan kebahagiaan. Namun sayang sekali kebahagiaan itu ternyata hanya datang beberapa saat saja.
Aku tentu saja harus membiarkan dia dapat meraih masa depannya sendiri. Dia sudah mendapatkan kekasih hatinya yang terbaik yang sebanding dengan kebaikan hatinya, kesetiaan cintanya. Aku juga yakin dia sangat berbahagia dengan teman hidup yang setia. Gadis ini memiliki aura kecantikan yang sempurna maka sudah pasti teman hidupnya juga harus memiliki ahlakul karimah yang sempurna, taat kepada Allah.
Kini diakhir Desember ini dia sudah pergi hanya dengan meninggalkan senyum ramahnya. Kini disini tak ada lagi canda ria, tawa renyah dan senyum ramah. Dia kini sudah pergi. Entah kapan aku bisa bertemu lagi dengannya. Entah kapan, aku tidak tahu. Dia pergi seakan membawa separuh jiwaku. Cinta masalaluku ada disana. Aku akan setia untuk mengenangnya.
Saat ini aku hanya bisa memohon kepadaMU kabulkanlah doaku : Ya ALLAH Lindungilah dia dari kejahatan penghianatan dan karuniakanlah dia cinta, kasih sayang dan kesetiaan. Maha Besar ALLAH Yang Maha Pengasih dan Penyayang, kutitipkan dia padaMU.

(Bersambung).