Tuesday, May 15, 2012

NovelCorner MASIH ADAKAH RUANG DI HATIMU

EPISODE 2 Ada Cinta Di Ruang Hampa (2) Amelia mengajakku ke Ruang Paviliun Anggrek yang ada di lantai 3. Sesampai di sana ada beberapa Perawat yang sedang piket di Loby Ruangan Masuk. Di depan kamar pasien, Amelia mengetuk pintu perlahan. Seseorang membukakan pintu. Seorang lelaki yang rasanya pernah ketemu ya ini adalah Pak Sofyan, Bapaknya Listya. ”Oh Amel...sama Pak Alan!”, katanya ramah. Rupanya beliau masih ingat namaku. ”Mari silahkan masuk pak!”, sambil membukakan pintu. Aku baru saja memperhatikan Pak Sofyan ya kira-kira usianya sama denganku sekitar 45 tahun. Nanti dulu di ruangan ini tidak nampak Listya. Ya tidak ada Listya di situ hanya ada Rizal ya Rizal nama tunangannya Listya, sedang terbaring dengan infus semntara disampingnya ada seorang gadis seusia Listya mungkin adiknya. Melihat aku datang, Rizal kelihatan sangat senang. ”Terima kasih Pak Alan mau menjenguk saya....!”, kata Rizal. ”Ya Mas Rizal..saya baru tahu dari Amel kemarin mangkanya baru sekarang bisa menjenguk..oh ya bagaimana diagnosa terakhir dari dokter Ahli disini?”, tanyaku. ”Sudah diketahui ada batu ginjal yang harus diambil dan kemungkinan adanya infeksi yang cukup serius. Tahap awal ini batu ginjal harus segera di operasi setelah itu baru penyembuhan infeksi ginjal !”, kata Rizal. ”Syukurlah kalau sudah ketahuan penyakitnya. Rencana operasinya kapan?”. ”Insya Allah Rabu pekan depan. Mohon doa restunya Pak!”, kata Rizal. ”Ya Mas Rizal semoga semuanya berjalan lancar dan operasinya sukses..!”. ”Oh iya...Tya baru saja tadi pagi gantian jaga dengan adik saya. Perkenalkan Pak Alan ini adik saya....Risa!”, kata Rizal sambil memperkenalkan adiknya yang berdiri disampingnya. Aku menjabat uluran tangannya. Rizal mengatakan adiknya baru masuk Perguruan Tinggi di Malang. Gadis manis ini agak pendiam kesan itu terlihat waktu Risa mengucapkan namanya demikian pelan nyaris tidak terdengar namun gadis ini masih sempat tersenyum malu. Ya Risa disamping pendiam juga nampaknya pemalu. ”Risa anak bungsu ya !”, tanyaku. Dia hanya tersenyum mengangguk. He he he gadis bungsu pendiam dan pemalu. ”Ya Pak kami hanya dua bersaudara. Saya sendiri anak sulung dan Risa ini satu-satunya adik saya..!”, kata Rizal menjelaskan. Ya kami mengobrol cukup akrab tidak terasa hari sudah siang. Akhirnya aku dan Amel berpamitan sambil mengharapkan Rizal segera sembuh dan operasi batu ginjalnya lancar. Pak Sofyan mengantar sampai pintu. ”Terima kasih pak Alan sudah berkunjung, sayang sekali tidak ketemu dengan Tya!”, kata Pak Sofyan. Semua orang disitu memang memanggil Listya dengan Tya. Teman-teman Kampusnya dulu seperti Amel memanggil Listya dengan Lis atau Listya. ”Tidak apa-apa Pak kan sudah bertemu dengan Rizal yang penting segera sembuh. Titip salam saja untuk Listya mudah-mudahan tabah menghadapi cobaan ini...”, kataku mencoba menghibur Bapaknya Listya. ”Ya Pak terima kasih...nanti salamnya saya sampaikan kepada Tya. Aku dan Amelia akhirnya meninggalkan RS Saiful Anwar Malang. Setelah mampir makan siang terlebih dulu di sebuah Cafe Jalan Soekarno-Hatta, tempat langgananku jika aku berkunjung ke Malang, akhirnya kami kembali meluncur menuju Surabaya. Sepanjang perjalanan hujan turun menemani kami. Aku melihat Amel sudah kelihatan ngantuk dan tertidur dalam alunan musik dari tape mobil yang mengalunkan lagu For You To remember nya Leon Haines Band dan Good bye nya Air Supplay. Selesai lagu itu disambung dengan lagu Richard Marx :”……If I see you next to never, how can we say forever …..Wherever you go, whatever you do . I will be right here waiting for you . Whatever it takes or how my heart breaks . I will be right here waiting for you…….” Lagu-lagu itu memang akan selalu mengingatkanku kepada Listya. Ya I will be right here waiting for you. Saat saat aku masih biasa bertemu dengannya di jalan trotoar Kampus atau di koridor Laboratorium atau di Ruang HPLC atau di Ruang kerjaku sambil diskusi tentang skripsinya. Ya Daisy Listya mengapa aku tidak dapat menghapus bayanganmu dari dalam anganku. Mengapa aku tidak bisa memindahkan dirimu dari ruang hatiku karena sekarang seolah dirimu sudah mengisi ruang dimana dulu Diana Faria berada. Listya padahal sebentar lagi kau akan melengsungkan pernikahan dengan orang yang kau cintai yaitu Rizal. Mengapa dirimu begitu kuat mencengkram perasaanku seperti halnya dulu Diana Faria membelengguku dalam jebakan masa lalu. Aku benar-benar tidak mengerti apa yang sedang Engkau rencanakan untukku ya ALLAH. (BERSAMBUNG)

Friday, May 11, 2012

NovelCorner : MASIH ADAKAH RUANG DI HATIMU

EPISODE 2 (1) ADA CINTA DI RUANG HAMPA Di ruang HPLC sore itu aku baru saja menyalin beberapa data dari bank data file yang ada di sana. Beberapa waktu yang lalu di ruang ini aku bersama Listya berbincang tentang Diana Faria. “Kita sebenarnya tidak pernah memiliki apapun maka oleh sebab itu kita tidak pernah kehilangan apapun. Hanya Allah Yang Maha Memiliki!”. Kutipan kata-kata Listya yang sangat menyentuh hatiku. Aku seperti terbangun dari mimpi. Ya gadis itu yang telah membangunkan mimpi burukku. Daisy Listya seakan mau berkata bahwa Diana Faria bukan milikku tapi semata-mata hanya milik ALLAH. Oh Tuhan 20 tahun sudah aku telah menyia-nyiakan waktu. Ampuni hambaMU yang telah menganiaya diri sendiri. Ampuni hambaMU yang sudah tidak tahu diri merasa memiliki yang bukan haknya padahal segala seuatu hanya Engkaulah yang berhak. Ya didepan komputer itu aku sebenarnya lebih banyak termenung dari pada memperhatikan data peneltian yang mau kujadikan bahan Simposium Farmakologi di ITB. Siapa lagi yang membuat aku lebih banyak termenung selain Daisy Listya. Dua minggu yang lalu aku terakhir bertemu Listya di hari Wisuda. Padahal baru dua minggu yang lalu tapi rasanya seperti sudah dua tahun yang lalu. Mungkin karena aku sangat merindukannya...entahlah. Kini selalu terngiang-ngiang ucapan Daisy Listya : “Kita sebenarnya tidak pernah memiliki apapun maka oleh sebab itu kita tidak pernah kehilangan apapun. Hanya Allah Yang Maha Memiliki!”. Aku sangat bersyukur kepada ALLAH sudah berkenalan dan merasa dekat dengan Daisy Listya. Sekarang paling tidak hatiku sudah terbuka walaupun sebenarnya harapanku adalah gadis itu. Aku benar-benar merindukannya. Kadang-kadang aku merasa tergoda untuk menghubungi nomor hp nya tapi selalu kuurungkan. Bahkan pernah terpikir agar nomor hp Listya di delete saja agar aku bisa melupakannya. Namun hal itu juga tidak kulakukan. Saat aku merindukan Listya pernah aku berharap tiba-tiba ada sms darinya mungkin hanya mengatakan ‘Pak bagaimana kabar?’ tapi ternyata tidak pernah ada. Listya sudah benar-benar menghilang. Belum pernah aku merasakan kehampaan seperti ini. Mungkin Listya sekarang sudah kembali ke Malang ke rumah orang tuanya. Sebenarnya Malang hanya 90 km dari Surabaya. Aku sendiri kalau sedang bosan di Surabaya sekali-kali rekreasi di Kota Malang yang sejuk. Aku sebenarnya bisa ke Malang untuk bertemu Listya tapi aku tidak tahu alamatnya. Andaikata tahu alamatnyapun lalu sebenarnya apa keperluanku menemuinya?. Tidak ada alasan satupun yang kutemukan jika aku menemui gadis itu. Sudahlah Alan...Listya rupanya dikirim ALLAH hanya untuk dikenang. Gadis itu dikirim ALLAH untuk menggugah hatimu agar kamu mulai terbuka lagi untuk menerima uluran calon teman hidupmu. Suara hatiku seakan memberontak. Aku harus merelakan Listya. Maka sore itu dari Laboratorium HPLC itu aku hanya mendapatkan kehampaan yang amat sangat walaupun disana sebenarnya sudah ada cinta. Hari sudah semakin sore dan hujan baru saja reda ketika aku meninggalkan Laboratorium HPLC menuju ruang kerjaku di Gedung Fakultas Farmasi. Memang pada bulan Januari ini kota Surabaya sedang diguyur hujan hampir setiap sore. Aku menyusuri trotoar jalan dalam Kampus tiba-tiba terdengar seseorang memanggilku. Suara perempuan. Oh ternyata Amelia, sobatnya Listya. ”Mel wah kamu rupanya masih betah di sini saya kira sudah hilang kemana kerja dimana atau diboyong suamimu...!”, kataku bercanda. ”Pak Alan bisa saja. Tadi saya baru ngurus legalisir ijazah dan ada keperluan administrasi dengan Fakultas. Oh ya pak ada salam dari Listya...!”, kata Amelia. Mendengar ini bagaikan ada badai dari Surga bukan angin lagi. Ya hanya salam dari Listya telah membuat aku sangat bahagia. ”Terima kasih sampaikan salam kembali kalau ketemu...!”, kataku berusaha menyembunyikan rasa bahagiaku. ”Dua hari yang lalu saya ketemu Listya di Kampus. Waktu itu dia juga ingin ketemu Bapak tapi katanya Bapak sedang ke Bandung ”, kata Amelia. ”Dua hari yang lalu?. Oh ya saya pulang menjenguk Ibu yang sakit tapi alhamdulillah sekarang sudah sembuh. Kok Listya tidak sms saya atau telpon?”, tanyaku. ”Kata Listya tidak apa-apa, dia hanya ingin ketemu saja!”, Amelia menjelaskan. Oh Tuhan dia ingin ketemu denganku apakah artinya dia juga rindu padaku. Kembali aku merasakan kebahagiaan karena harapan itu kembali muncul. Tapi nanti dulu laki-laki yang dulu waktu wisuda itu kan calon suaminya. Tidak Alan, kau tidak boleh berharap terlalu tinggi biar kalau jatuh tidak lebih sakit. ”Mel ngomong-ngomong kapan saya terima undangan dari Listya tolong kalau ketemu tanyakan ya...oh iya juga dari kamu kapan nih undangan pernikahan!”, tanyaku. ”Wah kalau saya masih lama pak. Kepingin kerja dulu dong..tapi kalau Listya mungkin bulan depan tapi kemarin calon suaminya baru saja masuk rumah sakit namun tidak cerita sakit apa!”, kata Amelia. ”Oh begitu...apakah sekarang masih dirumah sakit? Amel tahu dirawat di rumah sakit mana di Malangnya...!”, tanyaku penasaran. ”Rumah sakit Saiful Anwar Kamar 2 Pavilliun Anggrek, kemarin saya dan teman-teman baru saja menjenguk dan juga ketemu dengan Listya...!”, kata Amelia. ”Saya ingin menjenguk calon suami Listya...bagaimana kalau Amel menemani saya besok Minggu jika Amel tidak punya acara?”, tanyaku. ”Okey Pak saya Minggu tidak ada acara...kita janjian ketemu di Kampus saja bagaimana Pak?” , usul Amelia. ”Okey kita ketemu pk 7.00 ya!”, kataku. Minggu pagi itu aku dan Amelia sudah meluncur di atas jalan Tol menuju Malang. Sampai di Porong yang terkenal dengan Lumpur Lapindonya kendaraan mulai merayap pelan-pelan tidak sampai macet total tapi volume kendaraan cukup padat terutama yang menuju arah Malang. Hari Minggu biasanya orang-orang Surabaya banyak yang rekreasi ke Malang. Ternyata tidak sampai satu jam kemacetan di Porong bisa dilalui dengan lancar. Akhirnya kami sampai di RS Saiful Anwar sudah hampir pk 10.00. Memang perjalanan yang panjang karena macet di Porong, Singosari dan kota Malang sendiri sekarang sudah terlalu padat dengan kendaraan bermotor sehingga kemacetanpun terjadi dimana-mana. (BERSAMBUNG)