Saturday, October 6, 2012

NovelCorner Episode 3 (4) : MASIH ADAKAH RUANG DI HATIMU

EPISODE 3 SELAMAT BERBAHAGIA BIDADARIKU Di ruang kerja itu aku tidak banyak berbuat apa-apa dan diatas meja itu ada dua proposal skripsi untuk penelitian yang segera saja kutanda tangani tanpa sempat lagi aku baca. Sungguh hari ini penuh dengan gundah penuh dengan resah penuh dengan gelisah penuh dengan sesuatu yang tidak jelas sehingga aku sempat bertanya tanya dimana gerangan keikhlasan yang selama ini ada seakan sirna beberapa saat. Segera tersadar dari kegundahan dan keresahan, kubuka buku harianku untuk aku catatkan sesuatu yang terjadi hari ini. Kututup hari itu dengan kalimat pendek disudut kanan buku harianku. Pagi itu aku terburu buru menuju stasiun Gubeng Surabaya Kota karena aku berjanji mau menjemput Kinanti. Sekarang hari Kamis 25 Februari Kinanti selama dua hari ini berada di Kampusku untuk mengikuti Workshop tentang tanaman obat. Memang begitu cepat hari berlalu dan dua hari lagi dari hari ini Listya akan melangsungkan pernikahannya. Pagi itu kesibukan Stasiun Kereta Api Gubeng semakin ramai karena keberangkatan beberapa Kereta Api diantaranya Argo Wilis menuju ke Bandung, Sancaka pagi menuju Yogyakarta dan Penataran ke Blitar. Selain itu keramaian dan kesibukan di sana juga karena banyak para penjemput masih menunggu kedatangan KA Turangga dari Bandung dan Bima dari Jakarta. Terdengar pengumuman bahwa pada jalur 6 KA Bima dari Jakarta akan segera masuk. Aku masih duduk di teras jalur 6 sementara beberapa penjemput mulai berdiri menunggu kedatangan KA Bima. Menurut jadwal setelah Bima ini adalah Turangga dari Bandung. Tiba-tiba suara hp ku berdering. Ternyata Kinanti. “Alan apakah sekarang sudah di stasiun?”, tanya Kinanti. “Ya Kinan aku menunggumu sebentar lagi keretamu tiba di Gubeng!”, kataku. “Okey Al terima kasih!”, kata Kinanti. Beberapa saat kemudian akhirnya Turangga berhenti di jalur 6 untuk menurunkan para penumpangnya. Dari jauh aku melihat Kinanti sosok yang aku kenal. Aku melambaikan tanganku. Kinanti langsung melihat lambaian tanganku. “Assalaamu alaikum Profesor Alan!”, sapa Kinanti. “Wa alaikum salaam....ha ha ha mulai bercanda!”, kataku. Kami tertawa kemudian bergegas menuju tempat dimana mobilku di parkir. Kinanti minta diantar ke rumah pamannya yaitu adik kandung ibunya di kawasan jalan Sulawesi. Kamipun menuju ke sana. Selama di Surabaya Kinan akan menginap disana. Setelah Kinanti mandi, ganti baju dan sarapan akhirnya kami kembali menuju Kampus dimana Workshop diselenggarakan. Aku sendiri tidak mengikuti acara itu namun berjanji sorenya aku akan menjemput Kinanti. Hari itu agenda kerjaku sangat padat sekali. Sorenya setelah mengisi kuliah aku segera bergegas menuju tempat Workshop dan disana kulihat Kinanti sudah menungguku. “Bagaimana Kinan acara workshopnya?”, tanyaku. “Cukup menarik tapi aku ngantuk sekali soalnya semalaman di Turangga tidak bisa tidur. Oh ya Alan untuk kembali ke Bandung aku sudah dapat tiket Lion Air aku mohon kau mau antar aku ke Bandara Juanda!”, kata Kinanti. “Dengan senang hati Bu Kinan, hamba siap mengantar kemana saja selama di Surabaya ini he he he. Lho Kin kapan kembali ke Bandung?”, tanyaku. “Minggu pagi pukul 9.00 sudah harus check in di Juanda...!”, jawab Kinanti. Sore itu kami segera meninggalkan Kampus. Kuantar terlebih dulu Kinanti menuju jalan Sulawesi dimana ia menginap selama di Surabaya. “Malam ini sebenarnya aku ingin mengajakmu makan malam tapi kamu pasti masih lelah butuh balas dendam untuk tidur ya Kin!”,kataku sambil tertawa. “Besok malam saja Al !”, kata Kinanti. “Okey...aku cabut dulu ya...Assalaamu alaikum!”, kataku berpamitan. Esok malamnya kami berada di sebuah Rumah Makan di Kompleks Manyar Megah Indah dengan menu ikan mas bakar kesukaannya Kinanti. Aku sengaja memang mengajak Kinanti untuk bersantap ikan bakar. Makan malam yang benar-benar santai sambil berbincang masa-masa SMA yang tidak pernah bosan-bosannya. Perbincanganpun akhirnya sampai juga pada topik Diana Faria dan Daisy Listya. Kisah yang sekarang sedang aku alami di Surabaya ini. “Kisah yang mengharukan Alan. Aku memang tidak kenal Diana Faria maupun Daisy Listya tapi aku bisa merasakan dua wanita ini sangat istimewa dihatimu. Wanita-wanita yang penuh dengan pesona !”, kata Kinanti. “Ya Kinan dan besok Sabtu 27 Februari Listya akan melangsungkan pernikahannya. Aku hanya bisa berdoa untuk kebahagiaan Listya. Aku benar-benar harus mencoba tetap tegar..!”, kataku dengan perasaan tak menentu. “Alan, Allah itu sebaik-baik perencana dan Dia juga Maha Mengetahui apa-apa dan siapa yang terbaik bagimu !”, suara Kinanti mengingatkanku. “Ya Kinan terima kasih. Aku sangat yakin itu karena rasanya tidak mungkin Allah mendatangkan Listya padaku jika Dia tidak memiliki rencana yang baik untukku. Aku selalu yakin dengan Allah hanya saja begitu sulitnya untuk memahami rahasiaNya. Hanya melalui petunjukNya kita mampu memahami segala keputusanNya !” kataku. “Betul Al dan manusia tidak pernah berhak untuk memutuskan. Kita hanya pelaku kehidupan yang dikendalikan oleh yang Maha Punya kehidupan!”, kata Kinanti. “Subhanullah. Bersyukurlah kita yang tetap selalu ingat kepadaNya..!”,kataku. Sungguh hanya hamba-hambaNya yang mendapat hidayah yang selalu ingat kepadaNya disaat suka maupun duka. Ya ALLAH hanya Engkaulah yang bisa memberikan ketabahan kepadaku. Aku benar-benar tidak berdaya menghadapi ujian ini tanpa pertolonganMu. Aku hanya pasrah kepadaMU. Aku menyerahkan semua daya dan upayaku hanya padaMU. “Alan aku ingin sekali bertemu dan berkenalan dengan Daisy Listya. Gadis ini adalah pilihanmu dan aku yakin Listya adalah seorang gadis yang istimewa !”, suara Kinanti mengagetkanku dari lamunanku. Kinanti ingin sekali kenal dengan Listya?. Ya memang Listya bukan gadis sembarangan. Listya mempunyai kedudukan yang sangat istimewa dalam hatiku. “Kalau begitu besok kau mau menemaniku datang ke Resepsi pernikahan Daisy Listya. Kinan kembali ke Bandung baru hari Minggu kan?”, kataku memberi usul untuk menemaniku pergi ke Resepsi Pernikahan Listya. Kinanti setuju atas usul yang kuberikan. Rupanya Kinanti penasaran dengan ceritaku tentang Daisy Listya. Sabtu pagi 27 Februari kami menuju kota Malang untuk menghadiri pernikahan Daisy Listya. Alhamdulillah perjalanan cukup lancar sampai di kota Malang walaupun kemacetan kawasan Porong dan Singosari masih juga seperti hari-hari sebelumnya. Kami menuju Gedung Al-Hikam di jalan Kalpataru ke arah Cengger ayam, tempat dimana resepsi pernikahan Listya berlangsung. Gedung yang tidak terlalu besar ini sudah dipenuhi para undangan untuk mengucapkan selamat kepada mempelai berdua. Dari jauh kulihat Listya dengan ramah menyambut para undangan yang menyampaikan ucapan selamat mereka. Listya sangat cantik sekali dengan pakaian pengantinnya. Tidak bosan-bosannya aku memandang gadis idamanku ini yang sekarang sudah menjadi istri orang lain. Setelah ikut antrian yang panjang, kini tibalah saatnya giliranku menyampaikan ucapan selamat kepada Listya. Ya kini didepanku adalah Listya istrinya Rizal, suami yang berdiri disampingnya. “Pak Alan!”, Listya menyapaku lebih dulu sambil menatapku tajam. Oh Tuhan ini adalah tatapan Diana Faria. Ya di depan gadis ini aku seperti melihat Diana Faria. Aku dapat merasakan cinta pada tatapan mata Listya seperti cintanya Diana Faria. Sejenak aku terdiam sambil menatap Listya. Berilah aku kekuatan ya Allah. “Listya selamat !”, kataku perlahan hampir tak terdengar. Hampir saja aku lupa memperkenalkan Kinanti karena aku tidak dapat meredam perasaanku. “Oh ya Listya, ini Bu Kinanti....!”, kataku sambil memperkenalkan Kinanti padanya. Listya malah kembali menatapku penuh arti. “Bu terima kasih !”, suara Listya sambil tersenyum ramah menyambut uluran tangan Kinanti. Aku melihat bagaimana tatapan Listya ketika kuperkenalkan Kinanti. Tatapan yang seolah mengatakan : “Pak Alan inikah wanita itu?”. Listya seolah ingin mengatakan itu. Ya Allah hanya Engkau yang Maha Pemberi Petunjuk. Aku akan tetap berdoa untuk kebahagiaan Listya. Berikanlah aku kekuatan ya Allah untuk mencintainya hanya karena aku mencintaiMu semata. Selamat Berbahagia Bidadariku. (Bersambung)

Thursday, August 9, 2012

NovelCorner Episode 3 (3) : MASIH ADAKAH RUANG DI HATIMU

Episode 3(3) Selamat Berbahagia Bidadariku : Malam itu setelah menerima telpon dari Kinanti aku tidak bisa tidur entah apa yang kupikirkan. Di meja kecil sebelah tempat tidurku aku melihat Undangan Pernikahan Listya. Memang aku sengaja menaruhnya di sana. Listya sedang apa kau disana?. Sabtu pekan depan Listya akan melangsungkan pernikahannya. Apakah ini yang membuatku tidak bisa tidur ?. Aku selalu teringat Listya, gadis kembarannya Diana Faria. Kadang-kadang ada rasa putus asa ketika aku harus menyadari bahwa sebentar lagi Listya sudah menjadi istri orang lain namun hal itu tidak boleh terjadi. Aku harus tetap berfikir baik kepada Allah. Aku harus kenali diri ini yang ternyata hanya seonggok daging dan sebatang tulang plus segaris rambut yang semakin rapuh dan beruban. Jika ada darah mengalir dan air mata yang tumpah itu hanya sebagian kecil saja dari ketidak berdayaan diri ini. Betapa rapuh dan ringkih diri ini sudah seharusnya aku tahu diri. Allah aku bersimpuh bersimbah peluh, berlutut bertekuk takut, aku hanya membawa sepatah dua patah doa. Akhirnya malam itu aku bersujud beralas sajadah tahajudku dan membiarkan diriku tertidur dalam haribaanNya. Aku selalu ingat FirmanNya : “Karena itu ingatlah kamu kepadaKu niscaya Aku ingat pula kepadaMu dan bersyukurlah kepadaKu dan janganlah kamu mengingkari nikmatKu!”. Maka pada malam itu aku benar-benar menikmati ketidak berdayaanku sampai malampun menyentuh waktu subuh. Di ruang kerjaku pagi itu aku sudah menghadapi dua mahasiswa untuk konsultasi bimbingan skripsi. Satu seorang mahasiswi dan satunya seorang mahasiswa. Mereka baru saja selesai menyusun proposal penelitian revisi yang mau diajukan untuk seminar proposal Minggu depan. Aku sebenarnya tinggal tanda tangan tapi kepalaku masih terasa penat karena tadi malam tidak bisa tidur maka aku mengusir kedua mahasiswa tersebut dengan halus. “Okey proposal kalian akan saya baca dulu nanti siang kembali kesini !”, kataku dan mahasiswa tersebut berpamitan. Melihat mereka bimbingan skripsi aku teringat ketika pertama kali bertemu Listya. Waktu itu Listya bersama Amelia sahabatnya, mengajukan proposal penelitian. Aku benar-benar terperangah ketika berbincang atau mendengarkan tutur katanya. Ketika dia tersenyum atau tertawa kecil. Gadis ini sangat lembut hatinya. Aku merasakan aura kecantikan hatinya. Hatiku terasa damai tentram karena mendengar tutur kata lembut gadis ini begitu mempesona. Kesan pertamaku tentang Listya selalu terpatri dalam hatiku. “Pak Alan bagaimana kalau metode spektrofotometri saja yang digunakan?”, tanya Listya suatu hari ketika kami berdiskusi tentang metode analisis instrumen yang akan dipakai dalam skripsinya. “Ya Listya bisa dengan spektrofotometri tapi jauh lebih selektif jika menggunakan HPLC!”, kataku menjelaskan. “Baik pak memang HPLC lebih akurat pemisahannya untuk komponen-komponen penting ini. Tapi pak saya belum begitu familiar dengan alat HPLC karena dulu praktikumnya berkelompok!”, kata Listya ragu. “Jangan kuatir Lis nanti bisa kursus kilat sama Profesor Alan Erlangga..!”, kataku bercanda sambil tertawa. Listyapun tertawa. Oh begitu manisnya dia tertawa. Sebaris gigi-giginya jauh lebih rapi dari model iklan pasta gigi apapun di Televisi. Dialog-dialog ringan ditengah-tengah diskusi tentang skripsi yang serius membuat kami begitu akrab. Gadis ini kecerdasannya tidak diragukan lagi. Kursus kilat HPLC benar-benar kursus kilat betulan, karena cukup hanya satu hari Listya sudah mampu menguasai alat canggih itu. “Lis sekarang saya sudah lega melepasmu untuk bercengkrama dengan HPLC ini jangan kuatir berteman dengan alat ini sangat menyenangkan pokoknya bisa lupa waktu!. Bagiku HPLC sudah seperti istri keduaku”, kataku kembali berseloroh ketika saat itu aku memberikan kursus kilat HPLC. “Lho Pak lalu istri pertamanya kok belum pernah dikenalkan kepada saya!?”, kata Listya juga bercanda karena Listya memang tahu aku belum beristri. “Lis jangan begitu ah. Istri pertamanya masih entah dimana mungkin cewek-cewek tidak ada yang berminat menjadi istriku maka kalau begitu berarti HPLC adalah istri pertamaku...!”, kataku sambil tertawa. Kami bersenda gurau ditengah-tengah keseriusan menganalisis sampel-sampel penelitiannya Listya. Aku juga teringat ketika kami berbincang mengenai hoby. “Membaca buku adalah hoby saya. Buku-buku ilmu pengetahuan atau novel!”, jawab Listya ketika aku bertanya tentang hobinya. “Buku apa yang paling berkesan yang pernah kau baca Lis?”, tanyaku. “Buku buku karya Al-Ghazali sangat bagus untuk menjadi renungan. Kalau buku ilmu pengetahuan yang ada hubungannya dengan kimia farmasi!”, kata Listya. “Kalau Novel?”, tanyaku. “Novel yang bersifat religi lebih aku sukai. Oh ya Pak, saya juga ingin mencoba bikin novel. Nanti kalau sudah jadi Bapak mau baca ya...!”, kata Listya. “Wah bagus Lis..aku tunggu novelmu tapi sekarang selesaikan dulu saja skripsimu..!”, kataku mengingatkan. “Okey beres Pak Profesor!”, jawab Listya sambil tertawa. Ternyata Listya memang sedang menulis novel. Aku mengetahui hal ini ketika draft terakhir skripsinya diserahkan padaku. “Pak rasanya lega sekarang skripsi akhirnya ditandatangani Bapak dan saya siap untuk ujian sidang skripsi. Setelah itu saya mau melanjutkan menulis novel saya...!”, kata Listya tersenyum. Aku menyukai senyumnya karena begitu mirip senyum Diana Faria. “Lis novelnya sudah berapa halaman dan judulnya apa?”, tanyaku. “Episode pertama baru saja saya selesaikan tadi malam. Oh ya judulnya adalah “Masih adakah ruang di hatimu”....bagus ya pak?”, tanya Listya meminta pendapatku. “Masih adakah ruang dihatimu. Judul yang membuat penasaran pembacanya. Lis kok kamu pintar memilih judul?”, aku mengomentari judul novel itu. Listya hanya tertawa kecil. “Rupanya calon sarjana Farmasi juga berbakat menjadi seorang novelis. Berikan dong bocoran sinopsis ceritanya !”, kataku penasaran. “Jangan dulu dong, nanti Bapak tidak penasaran lagi...!”, kata gadis itu. Masa-masa gembira bersama Listya yang mungkin tak akan pernah terulang lagi. Mengingat ingat saat itu ada rasa bahagia namun kembali aku harus realistis karena Minggu depan Listya sudah menjadi istri Rizal Anugerah. Ya Allah aku berdoa semoga mereka bahagia menjadi keluarga yang sakinah, mawaddah warohmaah. Entah seperti apa perasaanku saat ini. Namun aku tidak boleh mengotori ketulusan hati ini dengan hal-hal yang akan merusak jalan untuk datangnya Ridho ALLAH padaku. Saat ini aku seolah merasakan getaran hati Listya ketika aku ingat bagaimana tatapan matanya memandangku sambil berkata : “Sungguh saya sangat terharu kalau ingat cerita Mbak Diana Faria. Bapak harus mulai mendapatkan teman hidup yang menjadi cahaya mata hati bapak sehingga bapak merasa tentram kepadanya. Saya akan bahagia jika bapak segera menemukan gadis tersebut…!”. Suara Listya masih terngiang ditelingaku. Gadis itu berdoa untukku dengan tulus. Aku seperti mampu membaca sesuatu dalam tatapan matanya. Tatapan mata yang pernah aku kenal dalam suatu masa. Tatapan mata ketulusan penuh dengan kasih sayang yang pernah aku dapati dari Diana Faria. Benarkah Daisy Listya?. Jawabannya hanya dia yang tahu. (BERSAMBUNG)