Thursday, May 29, 2014

Novel Hensa : BUNGA MUTIARA Episode 18

Foto : Hensa/koleksi pribadi

EPISODE 18
 MENIKMATI RASA GELISAH
Sepagi ini aku sudah berdiskusi serius dengan dokter Wim tentang pengobatan Antiretroviral. Terapi antiretroviral itu berarti mengobati infeksi HIV dengan beberapa obat. Karena HIV adalah retrovirus maka obatnya juga biasa disebut sebagai obat antiretroviral (ARV). Seniorku dokter Wim sangat berpengalaman menangani Pasien penderita HIV. Aku sangat beruntung berkesempatan magang bersama beliau. Dokter Wim berdiskusi mengenai obat-obat ARV ini. Salah satu obat anti-HIV adalah golongan nucleoside reverse transcriptase inhibitor atau NRTI, juga disebut analog nukleosida. Obat golongan ini menghambat perubahan bahan genetik HIV dari bentuk RNA menjadi bentuk DNA. ARV dinilai dapat  menekan replikasi HIV.
He he he sangat mengasyikkan juga diskusi bersama beliau ini dan catatan dalam buku kecilku semakin penuh dan padat saja dengan istilah-istilah yang terdengar begitu rumit. Paling tidak bagiku hari ini adalah hari-hari yang penuh dengan topik mengenai HIV. Semakin sering aku mendengar topik ini maka aku semakin teringat kepada Mutiara yang saat ini sedang terbaring sakit.  Teringat Mutiara maka ada rasa rindu menyapaku. Teringat saat Mutiara terbaring sakit maka ada rasa khawatir yang tak bisa aku ungkapkan. Tadi pagi aku menelpon Mutiara. Berbincang serius mengenai keluhan sakitnya. Aku selalu membesarkan hatinya dengan kata-kata bahwa Mutiara hanya butuh istirahat. Sebenarnya itu hanya kata-kata untuk menghibur, padahal aku menyembunyikan sesuatu yang jauh lebih serius dari hanya sekedar butuh istirahat.
Saat istirahat makan siang, Bunga menelponku menanyakan Mutiara. Terus terang aku sangat gembira menerima telpon Bunga ini.
“Mutiara belum bisa kembali ke Surabaya. Saat ini harus rawat inap di Rumah Sakit!”, kataku menjawab pertanyaan Bunga.
“Berarti Mutiara sakitnya cukup serius nih?”, tanya Bunga.
“Demamnya masih belum turun normal. Sekarang ini sedang menunggu hasil tes gejala typus!”.
“Belum ada kabar hasil uji labnya?”.
“Belum. Mudah-mudahan tidak terjadi apa apa dengan Mutiara. Hai ngomong ngomong kamu sekarang di Kampus atau di Rumah?”, tanyaku kepada Bunga.
“Aku masih di Perpustakaan Kampus!”.
“Pasti kamu sama Arman ya!”, aku mulai menggoda Bunga.
“Herman jangan bicarakan soal Arman. Dia hanya teman biasa. Perkara dia ada hati denganku itu bukan urusanku!”, kata Bunga ketus.
“Waduh Bunga bisa galak juga ya!. Okey aku tidak lagi membicarakan soal Arman !”, kataku.
“Nah gitu dong. Her, aku ini kepingin ke Pasuruan, kapan kamu punya waktu menemaniku. Pergi sendirian malas!”, kata Bunga mengalihkan pembicaraan.
“Kalau Minggu ini aku lagi disibukkan oleh pasien istimewa!”.
“Pasien istimewa apa maksudnya?”.
“Pasien yang terjangkit HIV!”, kataku. Beberapa saat Bunga tidak bereaksi dengan penjelasanku. Bunga nampaknya sedang berfikir.
“Hallo, hallo Bunga. Apakah masih di sana?”.
“Ya ya Herman. Aku masih di sini. Mendengar HIV aku jadi teringat Mutiara. Masa lalunya yang kelam penuh dengan risiko tinggi!”, kata Bunga. Kali ini aku yang terdiam membisu memikirkan kata-kata Bunga.
“Herman mudah-mudahan tidak terjadi terhadap Mutiara. Kita berdoa yang terbaik untuknya. Namun aku benar-benar merasa khawatir!”, suara Bunga penuh haru.
“Ya Bunga, segala sesuatunya  biar kita serahkan se-penuhnya kepada Allah!”.
Rasa khawatir itu ternyata bukan dirasakan olehku saja ternyata Bunga pun merasakan hal yang sama. Puncaknya adalah ketika malam itu aku dikejutkan oleh kedatangan Om Franky ke tempat Kostku. Pasti beliau membawa kabar penting tentang Mutiara. Sebenarnya ini adalah kunjungan Om Franky yang kedua. Dulu saat pertama kali berkunjung bersama sama dengan Mutiara.
“Herman maaf mengganggu waktu istirahatmu!”, kata Om Franky.
“Tidak apa apa. Ini Om tadi dari Kantor langsung ke sini?”.
“Iya Herman. Tadinya mau bicara lewat handphone namun rasanya lebih baik langsung berdiskusi denganmu!”.
“Diskusi tentang apa Om?”.
“Tentang kesehatan Mutiara!”.
“Oh bagaimana kabar terakhir mengenai hasil uji Laboratoriumnya. Tadi pagi saya sempat telpon dia tapi belum bercerita tentang hasil uji itu!”.
“Hasil laboratorium negatif untuk uji typus namun heran demamnya sampai saat ini masih sering kambuh!”.
Ya Allah inilah puncak rasa khawatirku. Mendengar berita ini aku benar-benar merasa takut kalau hal ini akan  terjadi pada Mutiara. Gejala-gejala yang sekarang sedang dialami Mutiara mirip dengan gejala-gejala orang yang terinveksi HIV. Dalam ilmu kedokteran disebut Sindrom Retroviral Akut ( Acute Retroviral Syndrom-ARS). Ya Allah betapa rasa takut ini menyelimutiku terutama saat aku harus menyebutkan kata-kata HIV.
“Herman apakah diperlukan test untuk HIV?”, suara dari pertanyaan Om Franky ini seperti petir di siang bolong. Apalagi disaat yang sama aku sedang merasa khawatir terhadap kesehatan Mutiara. Aku beberapa saat hanya bisa terdiam membisu.
“Om Franky untuk alasan medis memang ada baiknya dilakukan test itu !”, kataku dengan rasa lesu.
“Saya sendiri mempertimbangkan bahwa Mutiara memiliki riwayat yang berisiko tinggi saat ada dalam dunia yang kelam itu!”, kata Om Franky bijak.
“Iya Om. Inilah yang selama ini saya khawatirkan!”.
“Bagaimana menurutmu apakah riwayat kelam Mutiara perlu diinformasikan kepada dokter di Manado?”,tanya Om Franky. Aku terdiam sejenak, karena ini menyangkut kehormatan keluarga.
“Sebaiknya Om bisa bicarakan dengan keluarga besar karena hal ini menyangkut kehormatan keluarga!”.
“Baik Herman. Bagi saya sendiri lebih baik dokter diberitahu tentang riwayat kelam Mutiara bagi kepentingan tes HIV itu !”, kata Om Franky.
“Iya Om karena untuk kepentingan kesehatan Mutiara juga akhirnya !”.
“Secepatnya saya akan komunikasikan dengan Mutiara dan Mamanya. Agar secepatnya pula dilakukan test HIV !”, kata Om Franky.
Saat ini ada beberapa jenis uji laboratorium yang dapat digunakan untuk mengetahui seseorang terjangkit HIV atau tidak, yaitu uji  anti-HIV, antigen P24 dan polymerase chain reaction (PCR). Dari ketiga uji tersebut maka uji anti-HIV merupakan jenis uji HIV yang banyak digunakan untuk memastikan apakah seseorang terinfeksi HIV atau tidak. Uji  anti-HIV ini dinilai paling mudah untuk dilakukan dan relative akurat jika dibandingkan dengan jenis uji HIV lainnya. Uji anti-HIV dapat dilakukan dengan cara mendeteksi antibodi yang dihasilkan oleh sistem kekebalan tubuh dalam melawan HIV. Antibodi HIV pada umumnya terbentuk antara 3 - 6 minggu setelah terinfeksi, atau pada seseorang yang pembentukan antibodinya relatif  lambat maka terbentuknya antara 3 - 6 bulan setelah yang bersangkutan melakukan tindakan berisiko tertular HIV. Melihat kondisi Mutiara saat ini aku mencoba menghitung hari hari ke belakang disaat Mutiara berhenti dari kegiatan yang sangat berrisiko tertular HIV itu sekitar 3 – 4 bulan yang lalu. Bukankah sekarang gejala itu sudah mulai kelihatan dan untuk memastikan apakah terinfeksi atau tidak memang diperlukan tes HIV. Ya Allah berikan perlindungan kepada Mutiara.
Setelah bertemu dengan Om Franky malam itu aku seakan  sedang menunggu sesuatu yang aku khawatirkan selama ini. Mutiara sekarang memiliki resiko tinggi karena lingkungannya dulu adalah komunitas yang bisa me-nyebarkan virus HIV. Selama ini justru inilah yang aku paling takutkan. Akupun jadi kembali teringat apa yang dikatakan Bapakku bahwa aku harus berani menghadapi tantangan di depan. Ya Allah berilah aku kekuatan untuk menghadapi segala rintangan dan cobaan. Aku yakin Engkau tidak akan mengujiku diluar batas kemampuanku.
Besok Om Franky terbang ke Manado. Selain ada urusan bisnis juga sekaligus akan bertemu dengan Mutiara dan Mamanya untuk membicarakan tentang test HIV itu. Aku berharap semua berjalan sesuai dengan harapan. Malam ini sebenarnya aku ingin menelpon Mutiara namun aku urungkan mengingat waktu sudah hampir tengah malam. Walaupun waktu sudah larut malam namun aku begitu sulit untuk memejamkan mata. Selalu terbayang apa yang nanti terjadi dengan Mutiara.  Aku tahu, selama ini dalam masyarakat kita, penderita HIV/AIDS selalu dianggap sebagai sosok yang berdosa dengan kata lain orang tersebut sedang dihukum oleh Tuhan. Sungguh sangat menyedihkan sampai saat ini masih  ada sebagian orang  dalam masyarakat kita yang menggeneralisasi anggapan seperti ini. Padahal semua tahu bahwa seseorang yang terjangkit virus HIV/ AIDS itu disebabkan oleh  banyak faktor, antara lain misalnya karena penggunaan narkoba, seks bebas, transfusi darah, dan kelahiran/masa perinatal. Pada kasus kelahiran dan transfusi darah, penderita merupakan korban yang selayaknya dirangkul kembali agar tidak mengalami depresi berat. Untuk penderita karena faktor seks bebas dan penggunaan narkoba, walaupun hal tersebut merupakan konsekuensi dari masing-masing orang yang berbuat, namun dari segi moral, kita harus tetap  bersikap humanis, karena aku yakin bagi Tuhan, manusia adalah sama. Mereka bisa dirangkul untuk berbenah kembali menata kehidupannya.

Memikirkan hal tersebut entah apa yang akan terjadi nanti dengan Mutiara. Aku hanya pasrah kepada keputusan Allah. Semua sudah berupaya. Mutiara sudah keluar dari dunia kelamnya. Mutiara sudah kembali ke tengah-tengah keluarganya. Selayaknya Mutiara sudah seharusnya  menemukan kebahagiannya yang dulu pernah hilang. Namun entah apa nanti yang akan terjadi. Aku benar-benar menikmati rasa gelisah ini sendirian.

BERSAMBUNG 

Sunday, May 25, 2014

Novel Hensa : BUNGA MUTIARA Episode 17

Foto : Hensa

EPISODE 17
 MENATA ASA DALAM SEPI

Baru sehari jauh dari Mutiara namun terasa sepi seakan menyelimuti seluruh ruang hatiku. Padahal  baru tadi pagi Mutiara pulang ke Manado namun rasanya sudah seperti bertahun-tahun tidak bertemu. Oh betapa cintaku kepadanya entah sebesar apa sehingga aku harus menanggung rindu seperti ini. Siang tadi aku juga sudah menerima telpon darinya bahwa Mutiara sudah tiba di rumah dengan selamat. Mutiarapun bercerita betapa bahagianya kembali berada ditengah-tengah keluarganya. Terutama saat bertemu Mamanya rasa haru yang tiada terkata dan tangis bahagia tertumpah ruah. Mamanya begitu erat memeluk Mutiara dengan tangisan kepedihan saat mengingat peristiwa tragis yang harus menimpa Mutiara. Aku tidak bisa membayangkan suasana pertemuan mereka, namun dari cerita Mutiara melalui telepon itu betapa mereka begitu bahagia bisa kembali berkumpul.
Menghadapi hari Senin ini aku tidak begitu bersemangat seperti biasanya mungkin sama seperti Senin Senin yang telah lalu bagi sebagian orang yang akan selalu dihadapi dengan kata kata I don’t like Monday. Saat ini sebagian dari orang-orang itu adalah aku. Ini pasti ada hubungannya dengan Mutiara. Ya sungguh aku merasa aneh seakan Mutiara selalu hadir disetiap gerak langkahku. Masalahnya sekarang dia tidak ada di sampingku.
Pagi tadi aku sudah berdialog dengannya melalu telpon seluler untuk sekedar melepas rindu, namun itu tidak cukup menghilangkan keinginanku untuk bertemu dengannya. Ah Hermansyah sekarang sudah mulai lebaaayyyy. Ayo jangan cengeng seperti itu. Tetap fokus pada program-program yang harus dihadapi agar studi bisa cepat selesai. Ayo Hermansyah Al-Buchori. Aku memang hanya bisa tersenyum mendengarkan bisikan hatiku sendiri.
Sore itu pulang dari Rumah Sakit aku sengaja meluncur ke Rumah Bunga sekedar ingin berbincang dan mengisi sepinya hari-hari tanpa Mutiara. Aku juga tidak tahu kenapa harus Bunga tempatku untuk berlabuh. Mungkin karena Bunga selama ini kurasakan sebagai sahabat hatiku. Sepeda motorku meluncur ke kawasan Kertajaya Indah. Tidak begitu lama dari Jalan Dharmawangsa menuju Kertajaya apalagi menggunakan Sepeda motor bisa lebih cepat. Di depan Rumah Tantenya Bunga, aku melihat sebuag Jeep parkir di sana, ya itu milik Arman. Rupanya sekarang sedang ada Arman. Ketika aku mau memparkir motor tiba-tiba Arman keluar bersama Bunga.
“Hei Herman!”, sapa Arman sambil menyodorkan tangan kanannya kemudian kami bersalaman.
“Arman mau kemana?”, tanyaku basa-basi.
“Sory aku pulang duluan tadi baru pulang dari Kampus bersama Bunga!”, kata Arman.
“Oke Arman!”.
Arman pun segera meninggalkan aku dan Bunga. Kulihat Bunga sikapnya biasa saja terhadap Arman, namun aku merasakan bahwa Arman sedang melakukan pendekatan kepada Bunga. Kami duduk di Beranda yang seperti biasanya dan Bunga bersikap seperti wajar saja seolah tidak menganggap suatu hal yang perlu dibicarakan tentang pertemuanku dengan Arman saat itu.
“Tadi siang ada kuliah, aku dijemput Arman dan saat pulangpun dia mengantarku sampai rumah!”, kata Bunga memberikan penjelasan seakan Bunga tahu apa yang aku rasakan.
“Bunga, aku lihat Arman rupanya menaruh hati kepadamu!”, kataku mulai menggoda.
“Ah kamu ngawur saja Herman. Dia Cuma teman biasa!”, suara Bunga dengan mimik wajah cemberut. Aku benar-benar menikmati kecantikan Bunga saat gadis ini cemberut. SubhanAllah.
“Lho kan nggak apa-apa kalau Arman suka padamu apalagi Arman orangnya juga ganteng!”, kataku tambah menggoda.
“Sudahlah jangan membahas Arman!”, kata Bunga dengan rasa kesal. Aku tersenyum. Sebenarnya aku senang dengan penjelasan Bunga tersebut. Entah kenapa aku kok malah senang kalau Arman bukan cowok yang dicintai oleh Bunga. Ah dasar aneh, kok masih ada rasa cemburu jika ada cowok yang sedang mendekati Bunga.
“Oke oke tapi nanti dulu aku suka melihat kamu cemberut seperti itu, malah tambah cantik!”, kataku sambil tersenyum.
“Herman mulai gombal!”, kata Bunga masih sambil cemberut memandangku. Aku hanya tertawa.
Sungguh aneh memang saat ada di samping Bunga aku bisa kembali ceria dan penuh gembira. Saat aku sendiri malah rasa rindu kepada Mutiara mendera relung hatiku. Ya di samping Bunga ini sementara bisa sedikit bergembira. Memang Bunga bagaimanapun juga adalah gadis yang istimewa dalam hidupku.
“Herman bagaimana kabar Mutiara?. Terakhir dia menelponku dua hari yang lalu saat dia mengabari terkena flu berat!”, kata Bunga.
“Iya namun sekarang sudah berangsur membaik!”, kataku.
“Kapan Mutiara kembali ke Surabaya?”, Tanya Bunga.
“Minggu besok rencananya!”.
Namun aku meragukan Mutiara besok Minggu sudah kembali ke Surabaya karena walaupun sakit flunya sudah membaik tapi demamnya masih belum membaik. Berita ini aku dapatkan tadi malam saat aku menelpon Mutiara dan bahkan sempat pula berbincang dengan Mamanya. Apalagi mamanya masih sangat kangen kepada Mutiara. Aku merasakan begitu sepi tanpa Mutiara terutama saat aku sedang sendiri. Aku hanya bisa sedikit terhibur saat bersama Bunga.
“Herman. Saat Mutiara menelponku ada satu hal yang dia sampaikan kepadaku tentangmu!”.
“Apa itu Bunga?”.
“Mutiara merasakan kembali ketidak pantasannya mendampingimu!. Aku katakan padanya. Tiara harus tetap mendampingi Mas Herman karena Mas Herman sangat mencintaimu!”, kata Bunga.
“Ya Bunga. Diapun selalu mengatakan hal itu. Aku selalu memberikan kepastian bahwa aku sangat mencintai apa adanya!”.
Mutiara selalu bilang bahwa dia tidak pantas menerima cintaku karena beban masa lalunya harus juga aku rasakan. Setiap aku mendengar Mutiara meragukan cintanya sendiri seperti itu kepadaku, aku merasakan  seperti akan kehilangan dia.
“Terima kasih Bunga sudah memberikan dukungan kepada Mutiara!”.
“Iya Herman no problem Bos!”, kata Bunga.
“Oh ya aku juga mendukungmu andai Arman bisa jadian denganmu!”, kembali aku menggoda Mutiara.
“Mulai lagi Herman. Okey aku memang sudah punya calon tapi bukan Arman!”, kata Bunga kelihatannya mulai serius.
“Alhamdulillah kenalkan kepadaku dong!”, kataku.
“Tunggu hari yang baik nanti!”, kata Bunga dengan wajah serius. Aku agak menyesal juga dengan godaan tadi. Bunga kelihatannya serius dan ini justru membuatku jadi gusar. Akhirnya Bunga punya kekasih juga, pikirku. Seharusnya aku lega dong. Namun anehnya kenapa aku harus gusar. Pertemuan sore itu dengan Bunga memiliki arti tersendiri bagiku. Bunga adalah gadis yang sangat istimewa bagiku terbukti di sampingnya aku merasakan kegembiraan sehingga sejenak bisa mengurangi rasa kangenku kepada Mutiara.
Firasatku ternyata benar, Mutiara tidak bisa pulang hari Minggu ini. Aku mendapat kabar langsung darinya. Kesehatannya kembali memburuk. Demamnya kembali kambuh dan hari ini Mutiara disarankan untuk diperiksa di Rumah Sakit. Sehari sebelumnya aku sempat menerima telpon dari Om Franky yang mengabarkan Mutiara akan dibawa ke Rumah Sakit untuk rawat inap. Gejala demamnya dikuatirkan ada hubungannya dengan penyakit Thypus atau Demam berdarah. Aku hanya berharap saja semoga Mutiara segera sembuh dan kembali secepatnya ke Surabaya.
Berita ini tentu saja sedikit banyak mengganggu fokusnya pikiranku terhadap pekerjaanku di Rumah Sakit. Apalagi hari ini ada Pasien istimewa yaitu seseorang yang positif terkena HIV. Baru saja aku dikabari dokter Wim tentang hasil test laboratorium yang menunjukkan bahwa pasien tersebut positif terinveksi HIV. Pasien ini adalah seorang Ibu Rumah Tangga yang diduga tertular HIV dari suaminya yang memang hobi ‘jajan di luar’. Kejadian yang sangat memprihatinkan. Gejala awal Ibu Rumah Tangga ini hanya demam biasa, namun demam ini tidak sembuh. Hingga akhirnya semakin parah tumbuhnya penyakit kulit seperti bisul. Untuk pasien tersebut, tentu saja harus dilakukan tindakan medis lanjut. Saat ini memang ada obat untuk menghambat perkembangan virus HIV dalam tubuh Pasien yang terinveksi. Pengobatan ini dikenal dengan sebutan Terapi Antiretroviral (ARV). ARV ini tidak membunuh virus, namun dapat melambatkan pertumbuhan virus. Waktu pertumbuhan virus dihambat sehingga bisa mengurangi jumlah virus yang menggerogoti system kekebalan tubuh. Hal ini berarti dapat memperpanjang harapan hidup Si Pasien. Mengalami kejadian ini aku jadi teringat saat penyuluhan tentang HIV di sebuah Puskesmas yang pesertanya adalah para PSK sebuah Lokalisasi. Di sana pula aku berkenalan dengan Mutiara.
Oh Tuhan kembali lagi aku jadi teringat Mutiara yang sedang sakit demam. Mudah-mudahan hasil test laboratoriumnya negative untuk penyakit thypusnya. Namun tiba-tiba saja aku merasakan kekhawatiran yang sangat terhadap kesehatan Mutiara. Semoga saja kekhawatiranku hanya sekedar rasa khawatir. Segeralah sembuh Mutiara aku sangat rindu untuk bertemu denganmu. Setiap hari aku selalu menata asa ini sehingga suatu hari menjadi nyata.



 BERSAMBUNG