Friday, March 25, 2016

EPISODE CINTA DAISY LISTYA (4)


Foto : Fiksiana Community

Tantangan 100 Hari Menulis Novel FC
EPISODE CINTA DAISY LISTYA
Oleh Hendro Santoso (Peserta Nomor 27)
Sinopsis
Alan Erlangga adalah sosok yang selama 20 tahun merasa kehilangan Diana Faria, kekasihnya yang harus dipanggil oleh Yang Maha Punya hanya seminggu sebelum hari perkawinan mereka. Merasa kehilangan selama 20 tahun adalah waktu yang lama. Ternyata ALLAH telah mengirim seorang gadis bernama Daisy Listya untuk menggugah hati Alan Erlangga. Daisy Listya adalah seorang gadis cantik, cerdas, berkepribadian luhur, memiliki prinsip hidup, berhasil membuka dan mencairkan kebekuan hati seorang Alan Erlangga. Listya ini yang telah menyadarkannya dari mimpi buruk panjang. Mungkin saja Daisy Listya memang nantinya bukan menjadi teman hidupnya karena seusai Wisuda Sarjana, Listya akhirnya bertunangan dengan pria yang mencintainya bahkan sampai menuju jenjang pernikahan. Menghadapi kenyataan ini Alan Erlangga tidak mampu berbuat apa-apa. Alan hanya pasrah. Cukup baginya bahwa Daisy Listya adalah gadis yang telah mampu membuka hatinya menjadi merasa hidup kembali. Ada pepatah bahwa mencintai itu tidak harus memiliki. Benarkah cinta itu menjadi sangat tinggi nilainya ketika harus mencintai tapi tidak harus memiliki?. Ditengah-tengah kegalauannya tiba-tiba hadir sahabat lamanya bernama Kinanti Puspitasari. Seakan hadir untuk menentramkan hatinya. Saat ini Kinanti memiliki seorang putri yang sedang beranjak remaja. Wanita ini membesarkan putri semata wayangnya sendirian karena suaminya sudah lama meninggal dunia. Kinanti adalah teman Alan sewaktu mereka SMA dan diusia yang sudah tidak muda lagi mereka kembali bertemu. Bagi Alan masa-masa SMA bersama Kinanti begitu indah untuk dikenang karena Alan waktu itu pernah juga jatuh cinta kepada Kinanti walaupun ternyata Kinanti hanya menganggapnya seorang sahabat.
Kepada siapa akhirnya Alan Erlangga melabuhkan hatinya?. Apakah kepada Daisy Listya seperti harapan cintanya selama ini?. Apakah kepada Kinanti?. Simak saja cerita episode demi episode dari Episode Cinta Daisy Listya.





Episode 4
ASA YANG TERSISA

Dihamparan sajadah tahajudku,
Kau besarkan hatiku.
Kau tentramkan gundahku.
Kau punahkan resahku.
Aku sungguh terlena saat berlama-lama denganMu.

Dihamparan sajadah tahajudku
Disitu aku termangu memungut satu demi satu
rinduku padaMu
Disitu aku terpaku terdiam membisu
sehingga tak ada kata dan doa di ruang hatiku
seakan hilang ditelan asaku yang tersisa


Dihamparan sajadah tahajudku,
Kau lucuti kelambi batinku
Kau telanjangi jiwaku
Disitu aku terpaku terbelenggu sejuta pilu
terduduk bertekuk lutut memujaMu
disitu aku bersujud khusyu
berserah jiwa yang tanpa daya dengan seribu malu

Dihamparan sajadah tahajudku,
Kau lepaskan lelah  hatiku
Kau tumbuhkan lagi kembang rinduku
Kau wujudkan lagi asa hidupku
Kau sucikan lagi batin jiwaku
Kau kobarkan lagi iman dadaku
Kau nyalakan lagi taqwa hatiku
izinkan hamba berlama lama terlena di haribaanMU

Minggu pagi seusai sholat Subuh itu aku benar-benar merasa segar ketika langkahku berayun meninggalkan Mesjid Al-Akbar, walaupun sehabis sholat tahajud malam itu aku tidak tidur hingga waktu Subuh tiba. Pagi sudah mulai meremang terang dan denyut nadi Kota Surabaya pun mulai berdetak teratur. Minggu pagi jalan Tol menuju Bandara Juanda tidak begitu padat mungkin karena hari masih pagi. Aku sepagi itu sudah meluncur disana menuju ke Bandara Juanda karena mengejar waktu untuk Kinanti yang akan kembali ke Bandung. Selama perjalanan menuju Bandara Juanda tidak habis-habisnya Kinanti membicarakan Daisy Listya.
“Daisy Listya seorang gadis yang sangat mempesona. Kesan pertama berkenalan dengannya, aku sudah terkesan alangkah ramah dan lembut sapaannya. Aku yakin hatinya juga seramah dan selembut itu. Wajar jika seorang Alan Erlangga harus jatuh hati padanya...,” suara Kinanti memecah kesunyian ketika kami masih meluncur di jalan Tol menuju Bandara Juanda. Mendengar kata-kata Kinanti, aku hanya bisa tersenyum kecut. Tersenyum dengan rasa perih karena kini harapan hanya tinggal harapan.
“Ya Kinan. Rasanya aku seperti bermimpi bertemu dan berkenalan dengan Listya yang telah membuka hati agar aku jangan hidup di masa lalu. Hiduplah di masa kini. Listya adalah gadis yang telah membangunkanku dari tidur yang panjang. Rasanya tidak percaya dia menikah dengan orang lain. Aku sebenarnya tidak kuasa melihat Listya bersanding dengan pria lain !”  kataku. Kinanti hanya menepuk punggungku sambil mengatakan agar aku tabah. Aku hanya bisa berterima kasih atas dukungan Kinanti.
“Kau harus mengerti apa dibalik kejadian ini pasti ada hikmahnya...!” kembali suara lembut Kinanti.
“Ya Kinan kita tidak boleh berhenti berharap kita harus terus menerus memelihara setiap harapan yang ada dalam hati kita karena kita yakin selalu ada Allah yang akan mewujudkan setiap harapan hambaNya..!” kataku yakin tapi sebenarnya kata-kata itu hanya untuk menghibur diri.
“Jika kita kehilangan satu harapan biarkan kita tumbuhkan seribu lagi harapan jika seribu harapan juga hilang maka kita tumbuhkan lagi sejuta harapan...tiada harapan yang boleh padam dari hati kita....!” kata Kinanti.
Aku hanya termenung. Benarkah aku kehilangan harapan?. Bukankah harapanku masih tetap ada?. Ya harapan itu adalah Cinta Allah. Sungguh kini aku benar-benar tersenyum lega dan rasa hati ini menjadi lapang. Allah itu sebaik-baik perencana oleh karena itu mari kita sikapi setiap ujian Allah dengan hati yang lapang. Aku akan ingat selalu kata-kata Kinanti yang pernah dia ucapkan.
Tiba di Bandara Juanda waktu masih menunjukkan pk 8.00 sedangkan check in pk.9.00 berarti masih ada 1 jam berbincang dengan Kinanti. Kami duduk santai di Ruang tunggu Keberangkatan sambil menikmati segelas es juice apokat dan makanan kecil.
“Alan bukankah kau pernah bilang mencintai tidak harus memiliki. Cinta itu menjadi sangat tinggi nilainya karena kita mencintai dengan tulus semata hanya untuk kebahagiaan orang yg kita cintai. Kebahagiaan itu ada dalam hati kita sendiri. Tinggal kita mau atau tidak untuk mengambilnya....!” kata Kinanti
”Ya Kinan. Sekarang aku hanya butuh waktu saja untuk secepatnya melupakan perasaan hati ini kepada Listya. Aku harus berani menghadapi kenyataan ini!” kataku meyakinkan padahal perasaan hati ini masih rapuh dan lelah. Rupanya Listya dalam perasaan Kinanti masih terkesan lembut,ramah dan akrab.
”Listya menyapaku seperti sudah lama kenal denganku. Aku sangat terkesan dengan gadis itu. Ketika kau memperkenalkannya kepadaku, dia malah menatapmu dan aku bisa merasakan tatapan Listya seperti ingin bertanya, inikah calon istri Alan Erlangga?” kata Kinanti menceritakan kembali saat kami mengucapkan selamat kepada Listya pada Resepsi pernikahannya waktu itu.
”Aku juga bisa merasakan itu. Bahkan aku bisa merasakan bahwa tatapan itu adalah tatapan Diana Faria. Ah entahlah aku terlalu emosional Kinan !” kataku. Kinanti terdiam sambil menatapku kemudian dia tersenyum.
”Sudahlah Alan. Listya adalah gadis yang mungkin ditakdirkan untuk menggugah perasaanmu agar kau tidak terbelenggu dengan masa lalumu. Jika Allah berkehendak tak ada satupun kekuatan yang dapat menghalangiNya. TakdirNya adalah yang terbaik untuk kita...!” kata Kinanti.
Memang benar takdir Allah pasti yang terbaik karena Allah sebaik-baik Penentu. Aku hanyalah hambaNya yang dapat memperoleh sesuatu sesuai dengan yang diupayakan sedangkan tidak ada daya dan upaya selain kekuatan Allah yang Maha Berkuasa atas segala sesuatu.
”Okey Alan ini saatnya aku harus segera menuju pesawat. Tabahkan dirimu sobat jangan lupa Kinanti akan selalu menemanimu dengan doa. Assalaamu alaikum!” kata Kinanti sambil tersenyum.
”Wa alaikum salaam. Okey Kinan terima kasih. Insya Allah aku akan tabah. Jangan lupa kabari aku kalau kau sudah tiba di Bandung...!” kataku sambil menjabat tangan Kinanti. Aku menatap  kepergian Kinanti yang bergegas menuju pintu dimana para penumpang memasuki pesawat. Sebelum masuk pintu Kinanti masih sempat melambaikan tangannya.
Kinanti adalah sahabat karib dimasa remaja dulu namun sampai saat inipun kesetiaannya terhadap persahabatan tidak pernah berubah. Aku bisa merasakan ketulusan hatinya.  Persahabatan yang tulus akan kekal sepanjang hayat. Kinanti salah satu dari sahabat-sahabat wanitaku yang kukagumi karena kepribadiannya yang istimewa. Dua lainnya adalah Erika Amelia Mawardini dan Aini Mardiyah. Wanita-wanita yang memiliki karakter luhur selalu menjunjung tinggi harga dirinya yang terhormat. Wanita adalah mahluk Allah yang diciptakan untuk membuat hati lelaki menjadi tenteram. Listya adalah wanita yang diciptakanNya untuk menentramkan hatiku. Ya berada disisinya memang kurasakan ketentraman itu. Aku tidak dapat membayangkan bagaimana jika aku berada disisi Sang Pencipta Listya yaitu Allah Yang Maha Pencipta. Aku akan mendapatkan ketentraman yang sempurna. Maha Suci Allah.
Aku segera saja kembali menuju tempat dimana mobilku diparkir. Tiba-tiba saja sebuah mobil Honda Jazz berwarna biru berhenti tepat disamping mobilku. Aku mengenal mobil dan pengemudinya. Audray Lin.
”Hallo pak Profesor ! pagi-pagi sudah di Bandara mau jemput siapa?” tanya Audray yang dandanannya aduhay. Gadis cantik beretnis Tionghoa ini selalu berpakaian seksi seolah ingin memamerkan kemolekan tubuhnya. Berbicara mengenai fisik, Listya tidak kalah dengan Audray namun Listya mensyukurinya dengan memelihara dan menjaganya dengan jilbab dan busana yang sopan dan tertutup sesuai ajaran agamanya. Aku bersyukur saat ini jiwa petualanganku seperti sewaktu zaman SMA dulu sudah tidak pernah lagi menggodaku. Jika aku ketemu Audray semasa SMA dulu entah sudah diapakan gadis ini. Astagfirullah.
”Hallo Di rupanya mau mengantar atau mau menjemput siapa?” kataku.
”Saya mengantar Tante dan Om mau pergi ke Jakarta...!” kata Audray sambil memperkenalkan Tante dan Om nya. Aku menjabat tangan mereka. Mereka pun menyambut perkenalan ini dengan hangat.
”Pak Prof nanti boleh aku mampir ke rumah ya!” kata Audray. Aku tidak bisa menolak permintaan Audray apalagi hal itu dikatakan dihadapan Om dan Tantenya rasanya aneh jika aku menolak. Aku hanya mengangguk.
”Maaf lho Pak memang keponakan saya ini manjanya minta ampun pasti sering merepotkan Bapak ya!” suara Tantenya Audray. Mendengar ini aku hanya tersenyum. Aku sangat terkesan dengan keramahan mereka. Setelah berbincang sebentar akhirnya Audray bersama Om dan Tantenya berpamitan untuk menuju ruang tunggu keberangkatan. Akupun segera men starter mobilku dan kembali meluncur di Tol Bandara menuju arah Waru kemudian memutar ke arah Menanggal melalui Bundaran Waru. Sampai di rumah aku sudah ditunggu dengan agenda hari Minggu ini yang sebenarnya cukup padat dengan pekerjaan yang harus aku selesaikan. Ada 8 proposal skripsi yang numpuk masih juga belum kusentuh dan satu Thesis untuk S3. Aku memang sengaja pada hari Minggupun selalu menyibukkan diri hanya sekedar untuk melupakan ingatanku terhadap Daisy Listya. Hanya sekitar setengah jam kemudian Audray sudah tiba di rumah sesuai janjinya mau mampir. Kami duduk diteras depan rumah sambil mencicipi makanan ringan dan segelas orange dingin.
”Pak kemungkinan aku mau mengambil program Apoteker tahun ini. Aku harus memenuhi keinginan Tante di sini agar aku bisa mengurus Apoteknya!” kata Audray membuka pembicaraan.
”Wah bagus Di. Saya baru tahu Tantemu mempunyai Apotek. Saya dukung rencanamu mengambil program Apoteker!.  Berarti setelah menjadi Apoteker, Audray tinggal di Surabaya dong lalu nanti bagaimana cowoknya yang di Malaysia ” kataku.
”Biarlah aku tinggalkan cowok yang di Malaysia. Aku suka dengan cowok Indonesia yang seperti Profesor Alan yang ganteng ini” kata Audray sambil tertawa renyah. Audray adalah gambaran gadis masa  kini yang terbuka dan agresif.
Gadis Tionghoa ini memang cantik dengan fisik yang sangat menawan bagi lelaki manapun. Apalagi gadis ini pandai memilih pakaian seolah tahu mana yang harus dipamerkan dari kemolekan tubuhnya. Sebagai lelaki normal, aku suka dengan fisik Audray. Namun Aku harus bersyukur karena Alan Erlangga yang sekarang adalah lelaki yang mempunyai sistem nilai yang berbeda dengan Alan Erlangga pada zaman SMA dulu. Sejak aku mengenal Daisy Listya aku dapat merasakan kecantikan seorang gadis bukan dari fisik yang vulgar tapi kecantikan yang nyata kurasakan namun begitu sulit jika harus diungkapkan dengan kata-kata.  
”Minggu depan aku akan kembali dulu ke Malaysia. Pendaftaran program Apoteker baru dibuka pada bulan Mei maka aku akan segera mendaftar. Pak Alan memberi kuliah pada program Apoteker?” kata Audray.
 ”Ya Di!. Saya memberi kuliah pada semester tahun pertama!” jawabku.
Tiba-tiba HP ku memberi sinyal ada sms masuk. Mungkin sms dari Kinan. Ketika ku buka HP ku. Oh Tuhan ternyata sms dari Listya. Aku membaca huruf demi huruf, kalimat demi kalimat sms tersebut :
”Pak Alan...saya senang bisa berkenalan dengan Bu Kinan. Saya juga sekarang ikut bahagia ternyata akhirnya Bapak mengenalkan juga orang yang telah menggugah hati Bapak. Bu Kinan orangnya cantik dan ramah, saya yakin hatinya juga cantik. Bu Kinan calon istri yang ideal untuk Bapak. Sekali lagi selamat Pak jangan lupa undangan pernikahannya nanti. (Listya)”

Membaca sms dari Listya aku hanya termenung membisu. Hatiku merasakan kepedihan yang teramat sangat. Betapa Listya tidak tahu siapa sebenarnya gadis yang menggugah hidupku. Listya, kamulah orang yang telah membuka ketertutupan hatiku. Aku hanya menulis dalam sms balasanku dengan kata-kata : ”Terima kasih Listya”. 
Beberapa saat kemudian Kinanti mengirim sms juga yang mengabarkan bahwa ia kini sudah di tiba di Jakarta dan sekarang sedang dalam perjalanan menuju ke Bandung dengan Bus Primajasa.  Aku bersyukur Kinanti sudah tiba dengan selamat walaupun belum sampai kota Bandung. Teringat apa yang dikatakan Kinanti bahwa “Jika kita kehilangan satu harapan maka biarkan kita tumbuhkan seribu lagi harapan jika seribu harapan juga hilang maka kita tumbuhkan lagi sejuta harapan...tiada harapan yang boleh padam dari hati kita!”. Aku tidak boleh kehilangan harapan?.
Harapanku adalah mendapatkan cinta Listya. Apakah masih ada harapan?. Bukankah Listya sekarang sudah resmi menjadi seorang istri dari seorang suami?. Harapan mana yang harus kudapatkan?. Ya Allah harapanku ternyata hanya Engkau. Tidak ada cinta yang paling aku dambakan selain dari cinta dariMu. Andai Listya memberikan cintanya kepadaku maka aku mau cinta Listya adalah cinta yang berasal dariMu. Jika aku mencintai Listya maka aku mau cintaku padanya adalah karena aku mencintaiMu. Subhanallah. Maha Suci Allah.
“Hai Pak profesor kok malah melamun!” suara Audray menyadarkanku dari lamunan sesaat.
“Sorry Di he he he!” kataku sambil tertawa.
“Pasti tadi sms yang bikin bapak melamun. Sms dari siapa Pak?” tanya Audray penasaran.
“Rahasia dong kamu gak boleh tahu...!” kataku bercanda.
“Okey..okey aku tahu pasti sms dari calon istri ya!” kata Audray masih juga penasaran. Kembali aku tertawa dan ini telah membuat Audray merasa kesal.
“Benar Di. Tadi itu sms dari calon istriku !. Namanya Kinanti Puspitasari!” kataku sekenanya. Maksudku hanya bercanda tapi setelah sadar aku kaget  juga.
“Gadis dari mana pak?. Mahasiswi Farmasi?. Namanya cantik sekali!” pertanyaan beruntun Audray kembali membuat aku tersenyum.
“Ya Kinanti Puspitasari adalah bukan mahasiswa Farmasi disini tapi Dosen Farmasi ITB. Dia dulu adalah teman SMA saya. Kalau Kinanti namanya cantik, tentu dong orangnya juga cantik!” kataku. Audray terdiam membisu beberapa saat.
“Apakah aku sudah kehilangan harapan?” kata Audray seolah-olah bertanya kepada diri sendiri.
“Harapan apa Di?” tanyaku pura-pura bego.
“Dari dulu aku pengagum Prof Alan. Bapak juga tahu kan?. Kalau sudah ada Kinanti di hati Bapak berarti aku kehilangan harapan dong!” kata Audray ceplas ceplos. Aku hanya diam saja tidak mau menanggapi ucapannya.
“Tapi Pak dalam hidup ini kita tidak boleh kehilangan harapan. Jika kita tidak punya harapan lebih baik mati saja. Ayo Audray tetap semangat harapan masih tetap ada karena kamu masih ingin hidup,” suara Audray memberi semangat untuk dirinya sendiri.
Mendengar ini aku tertegun juga terutama kata-kata Audray bahwa kita tidak boleh kehilangan harapan apalagi tidak punya harapan lebih baik mati saja.
“Dosen? Apa dulu teman kuliah Bapak?”  tanya Audray. Wah arek iki karepe opo sih. Aku  jelaskan semua tentang Kinanti kepada Audray. Setelah itu gadis ini mulai mengerti dan yang membuat aku kagum tidak sedikitpun ada perubahan sikap dari Audray. Gadis ini tetap ceplas ceplos dan cair seperti air mengalir. Salah satu sifat yang aku sukai adalah orang yang punya pendirian seperti Audray ini. Bahkan ketika dia pamit masih sempat dia bercanda bahwa dia siap bersaing dengan Kinanti. Bukan main bisa membuat aku besar kepala.
Bagaimanapun aku menilai orang seperti Audray ini dari sisi positifnya adalah luar biasa. Semangatnya patut ditiru untuk mendapatkan apa yang menjadi  cita cita dan harapan.  Dulu ketika aku kehilangan Diana Faria aku benar-benar tidak mempunyai harapan itu artinya selama 20 tahun aku sudah mati. Daisy Listya yang membangunkanku dari tidur panjang. Ya Listya adalah harapanku, impianku, cintaku yang hilang. Aku tidak boleh melepaskan harapanku. Aku harus tetap berharap untuk cintaku. Terus berharap, terus berharap, terus berharap terhadap Daisy Listya. Satu hal yang paling penting aku tidak akan pernah berhenti berharap terhadap cinta Allah.

Di Surabaya pada akhir bulan Maret ini masih juga sering hujan. Padahal menurut orang tua dulu bulan Maret adalah sudah mulai seret hujan. Rupanya sekarang hal itu sudah tidak berlaku karena adanya perubahan iklim yang tidak terkendali. Seperti pada siang hari itu hujan deras mengguyur kota Surabaya. Aku memandang tetesan air  hujan dari jendela kamar kerjaku di lantai dua. Pelataran parkir di bawah sudah mulai tergenang air hujan yang tidak tertampung saluran drainase. Di Indonesia ini bukan saja di Surabaya bahkan di Jakarta jika hujan turun dengan deras maka jalan-jalan protokol sekalipun akan digenangi air hujan yang tidak bisa ditampung saluran drainase karena penuh dengan sampah. Jika sudah demikian maka kemacetan lalu lintas terjadi dimana-mana. Kondisi ini sebenarnya sangat memprihatinkan karena sebenarnya kita banyak memiliki pakar-pakar sipil yang handal untuk jalan raya. Terdengar ketukan pelan di pintu dan suara assalaamu alaikum. Aku membukakan pintu.
“Assalaamu alaikum pak Profesor !” suara lembut dari seseorang yang setiap saat ini selalu kurindukan. Ya Listya sekarang berdiri didepanku. Dia bertambah cantik tapi kelihatan lebih pucat seperti kurang tidur. Aku benar-benar terkejut tak percaya kalau yang ada didepanku ini adalah Listya.
“Listya?”
“Ya Pak Alan!” katanya sambil tersenyum. Oh senyum ini adalah senyum khas Listya yang artistik sangat mendamaikan hati.
“Rasanya seperti mimpi...tunggu aku mau mencubit tanganku dulu terasa enggak oh ternyata terasa berarti bukan mimpi !” kataku tertawa.
“Ah Bapak bisa saja!” kata Listya tertawa kecil. Aku mempersilahkan Listya duduk di sofa.
“Mas Rizal kok tidak ikut sekalian! Mungkin sibuk dengan pekerjaannya ya!” kataku membuka pembicaraan.
“Ya Pak, dia sekarang ada diluar kota jadi tidak bisa mengantarku. Oh ya sebenarnya saya ingin mencari informasi untuk pendaftaran program Apoteker sudah dibuka belum Pak?” tanya Listya.
“Listya mau ikut program Apoteker? Bulan Mei baru dibuka untuk pendaftaran persyaratan adminitrasinya bisa ditanyakan kepada bagian akademik tanya sama Bu Yuli pasti Listya kenal yang selama ini ngurusi soal administrasi akademik..!” kataku.
“Ya Pak rencananya saya mau ikut program Apoteker. Mas Rizal juga sudah setuju. Okey kalau begitu saya mau menemui Bu Yuli. Bagaimana kabarnya Bu Kinanti Pak?” tanya Listya. Pertanyaan ini bagaikan petir penyambar perasaan ha ha ha. Aku tidak tahu harus menjelaskan bagaimana.
“Oh ya Bu Kinan. Listya belum kenal betul siapa dia. Bu Kinan adalah teman SMA dulu. Sekarang dia tenaga pengajar di Farmasi ITB.  Waktu itu dia ada di Surabaya untuk mengikuti Workshop tentang tanaman obat. Kebetulan bersamaan dengan Undangan Pernikahan Listya maka sekalian saja saya ajak ke Resepsi itu!” aku menjelaskan kepada Listya.
“Saya baru kenal satu menit saja rasanya seperti sudah akrab bertahun-tahun seperti pernah mengenal orang secantik Bu Kinan. Sungguh saya sangat bahagia akhirnya Bapak mau mengenalkan Bu Kinan kepada saya. Kalau Bu Kinan ke Surabaya singgah ke Malang jangan lupa ya Pak salam dari saya kalau  bapak kontak Bu Kinan !” kata Listya.
“Ya Listya terima kasih nanti salamnya akan saya sampaikan!”  kataku.
“Oh ya Pak Alan saya nanti selama mengikuti program Apoteker mohon bimbingan Bapak dan mau merepotkan Bapak lagi he he he!” kata Listya.
“Insya Allah Lis. Untuk mahasiswi secerdas Daisy Listya pasti Si Profesor dengan senang hati mau membimbing dan direpotkan he he he!” kataku. Kami sama-sama tertawa. Di luar hujan sudah mulai reda.
“Terima kasih pak sudah memberi waktu untuk saya!” kata Listya.
“Ya sama-sama Bu Rizal!” kataku sengaja memanggil Listya dengan Bu Rizal.
“Jangan panggil Bu Rizal dong Pak!” kata Listya cemberut. Aku tersenyum melihat Listya cemberut.
“Okey Listya jangan marah gitu dong nanti malah tambah cantik!” kataku bercanda tapi serius. Wanita cantik walaupun lagi marah  memang tetap saja cantik. Akhirnya istri Rizal Anugerah ini berpamitan. Aku mengantarnya sampai di pintu.
Entah kenapa hari ini ada rasa bahagia menyelinap direlung hatiku. Apakah karena Listya mau melanjutkan ke program Apoteker sehingga aku bisa setiap hari bertemu dengannya. Entahlah. Aku juga melihat Listya sangat bahagia dan bersemangat untuk mengikuti program Apoteker. Lepas dari semua pertanyaan-pertanyaan aneh itu, aku harus berani menghadapi kenyataan bahwa Listya sekarang adalah istri Rizal Anugerah. Tapi apakah masih ada kenyataan yang lain?. Ada. Aku tidak boleh melepaskan harapanku. Aku harus tetap berharap untuk cintaku. Terus berharap, terus berharap, terus berharap kepada Daisy Listya. Walaupun itu adalah mungkin asa yang tersisa.

BERSAMBUNG EPISODE 5  




Tuesday, March 22, 2016

EPISODE CINTA DAISY LISTYA (3)


Foto : Hensa

Tantangan 100 Hari Menulis Novel FC
EPISODE CINTA DAISY LISTYA
Oleh Hendro Santoso (Peserta Nomor 27)
Sinopsis
Alan Erlangga adalah sosok yang selama 20 tahun merasa kehilangan Diana Faria, kekasihnya yang harus dipanggil oleh Yang Maha Punya hanya seminggu sebelum hari perkawinan mereka. Merasa kehilangan selama 20 tahun adalah waktu yang lama. Ternyata ALLAH telah mengirim seorang gadis bernama Daisy Listya untuk menggugah hati Alan Erlangga. Daisy Listya adalah seorang gadis cantik, cerdas, berkepribadian luhur, memiliki prinsip hidup, berhasil membuka dan mencairkan kebekuan hati seorang Alan Erlangga. Listya ini yang telah menyadarkannya dari mimpi buruk panjang. Mungkin saja Daisy Listya memang nantinya bukan menjadi teman hidupnya karena seusai Wisuda Sarjana, Listya akhirnya bertunangan dengan pria yang mencintainya bahkan sampai menuju jenjang pernikahan. Menghadapi kenyataan ini Alan Erlangga tidak mampu berbuat apa-apa. Alan hanya pasrah. Cukup baginya bahwa Daisy Listya adalah gadis yang telah mampu membuka hatinya menjadi merasa hidup kembali. Ada pepatah bahwa mencintai itu tidak harus memiliki. Benarkah cinta itu menjadi sangat tinggi nilainya ketika harus mencintai tapi tidak harus memiliki?. Ditengah-tengah kegalauannya tiba-tiba hadir sahabat lamanya bernama Kinanti Puspitasari. Seakan hadir untuk menentramkan hatinya. Saat ini Kinanti memiliki seorang putri yang sedang beranjak remaja. Wanita ini membesarkan putri semata wayangnya sendirian karena suaminya sudah lama meninggal dunia. Kinanti adalah teman Alan sewaktu mereka SMA dan diusia yang sudah tidak muda lagi mereka kembali bertemu. Bagi Alan masa-masa SMA bersama Kinanti begitu indah untuk dikenang karena Alan waktu itu pernah juga jatuh cinta kepada Kinanti walaupun ternyata Kinanti hanya menganggapnya seorang sahabat.
Kepada siapa akhirnya Alan Erlangga melabuhkan hatinya?. Apakah kepada Daisy Listya seperti harapan cintanya selama ini?. Apakah kepada Kinanti?. Simak saja cerita episode demi episode dari Episode Cinta Daisy Listya.





Episode 3
SELAMAT BERBAHAGIA BIDADARIKU
Simposium Farmakologi di ITB berlangsung di Aula Barat dengan peserta yang cukup lumayan banyak. Pada siang itu sehabis rehat aku baru saja selesai menyampaikan presentasi makalahku. Dalam acara diskusi yang cukup hangat, banyak pertanyaan dan pendapat teman-teman sejawat yang menanggapi makalahku. Mereka hampir sebagian besar adalah teman-teman dosen yang sudah aku kenal. Ketika ada seorang peserta wanita bertanya aku memperhatikan dia seperti bukan teman-teman dosen yang selama ini aku kenal. Tapi nanti dulu ketika kusimak bagaimana caranya dia bicara, warna suaranya dan profil wajahnya terutama ketika kuperhatikan matanya yang bagus itu sepertinya aku pernah mengenalnya. Lalu ketika dia menutup pertanyaannya dengan senyum, aku seakan-akan masih ingat senyum itu. Oh benarkah dia?. Maka pada acara rehat sore itu aku berusaha mencari wanita tersebut. Akhirnya diantara kerumunan para peserta yang sedang rehat, aku melihat wanita itu berdiri di dekat pintu keluar.
Sejenak kuperhatikan wanita itu. Oh Tuhan semakin aku perhatikan maka semakin aku mengenalnya. Ternyata aku yakin sekarang, dia adalah Kinanti Puspitasari sahabatku sewaktu SMA dulu.
Aku agak pangling karena sekarang Kinanti mengenakan jilbab, tapi justru Kinanti semakin cantik dan anggun walaupun memang awalnya dia sudah cantik dan anggun. Segera saja aku bergegas menghampirinya.
“Apakah betul penglihatan saya kalau ibu bernama Kinanti Puspitasari ?” aku sengaja menyapanya  dengan nama lengkapnya.
“Alan, syukurlah ternyata kamu masih ingat aku. Lucu juga kamu panggil aku ibu!” katanya tersenyum. Kinanti memang cantik dan anggun dan dulu aku sangat mengaguminya.
“Kejutan bisa bertemu Kinanti Puspitasari di kota Bandung ini!” kataku sambil tertawa.
“Alan padahal Minggu depan aku mau ke Surabaya ke Kampusmu tapi ternyata takdir mempertemukan denganmu lebih cepat. Aku sebelumnya tidak tahu kamu Dosen di sana. Tentu kalau ketemu di sana bisa lebih lucu lagi..,” kata Kinanti tertawa renyah.
“Oh ya Kinan rencana ke Surabaya tanggal berapa? Biar aku atur jadwalku sehingga aku bisa menemanimu selama di Surabaya!” tanyaku.
“Hari Kamis 25 Februari. Wah Alan mau menemaniku selama di Surabaya asyiiik dong!”  kata Kinanti. Akhirnya kami berbincang akrab maklum sudah 25 tahun tidak bertemu ya sejak lulus SMA Kinanti sebagai anak tunggal ikut orang tuanya ke Malaysia karena ayahnya ditugaskan menjadi staf Kedubes di sana. Kinanti melanjutkan kuliah di Malaysia sampai dengan S3. Saat ini bekerja sebagai tenaga dosen ITB. Kinanti sewaktu SMA memang termasuk siswa yang cerdas. Saat itu tiga gadis cantik yang otaknya cemerlang adalah Erika, Aini dan Kinanti. Tidak ada yang bisa menyaingi mereka bertiga. Paling-paling aku dan Indra baru pada urutan berikutnya.
Ternyata di Bandung ini aku bertemu teman lama dan bercerita banyak tentang masa-masa yang sudah lewat. Masa remaja SMA yang penuh dengan nostalgia.
“Kinan kamu sekarang pakai jilbab tapi aku tidak pernah lupa sama suaramu, mata dan senyummu, mangkanya tadi waktu kamu bertanya dalam presentasiku aku seperti mengenal ibu ini ha ha ha!”  kataku bercanda. Kinanti hanya tertawa renyah.
“Alan jangan berlebihan ah, tapi  Al kamu juga tidak banyak berubah dari dulu tetap ganteng. Tentunya sekarang cintamu sudah kau berikan kepada seorang wanita saja. Dulu waktu SMA cewekmu  kan banyak cuma aku yang tidak jadi korbanmu ha ha ha ha..!”  kata Kinanti. Aku tertawa mendengar apa yang dia katakan.
“Kinan zaman SMA dulu hanya tinggal nostalgia jangan kuatir sekarang Alan sudah menjadi orang yang hanya punya satu wanita, tapi poligami  kan dibolehkan oleh agama !” kataku. Kami kembali tertawa dan tidak memperpanjang pembicaraan apalagi beralih menjadi diskusi tentang poligami wah bisa berdebat dengan Kinanti satu hari sendiri.
“Al aku sekarang sudah punya anak satu, seorang gadis masih kelas 3 SMA tapi ayahnya sudah meninggal. Ngomong-ngomong kamu jadinya sama siapa?. Arinta, Rina, Jesica, Eva, Dian, Linda, Ana...ha ha ha cewek-cewekmu masih ada dalam daftarku. Buntutmu sudah berapa?. Dulu pernah bilang mau bikin anak yang banyak, ” kembali suara Kinanti bercanda. Kembali aku tertawa ketika Kinanti menyebut nama-nama gadis yang pernah menjadi pacarku. Ah masa-masa SMA yang penuh dengan keindahan. Namun aku lebih terkejut ketika Kinan mengatakan suaminya sudah meninggal.
“Oh Kinan, aku turut berduka cita ya. Kapan suamimu meninggal?”  tanyaku.
“Terima kasih Al. Suamiku meninggal 3 tahun yang lalu karena terkena kanker pencernaan. Mungkin itu yang terbaik untuknya untukku dan anakku harus menerima dengan ikhlas keputusunNya. Oh ya kamu belum jawab pertanyaanku?” kata Kinanti membelokkan arah pembicaraan.
“Pertanyaan yang mana?!” tanyaku pura-pura lupa.
“Anakmu berapa?” tanya Kinanti.
“Aku belum menikah he he he!” kataku mantap.
“Apa?  Tidak dapat aku percayai playboy sepertimu tidak bisa memilih satu wanitapun untuk menjadi seorang istri. Kamu jangan bercanda Alan !” kata Kinanti seolah tidak percaya. Aku tertawa terkekeh terutama mendengar kata playboy yang sudah lama kata tersebut tidak pernah terdengar.
“Awas ya Kinan sekali lagi bilang aku playboy. Aku memang belum menikah dan ceritanya panjang.... yang jelas calon istriku meninggal seminggu sebelum hari pernikahan kami, ” kataku.
“Oh Alan maafkan aku. Sungguh aku tidak tahu. Turut berduka ya Al. Kapan itu terjadi?” tanya Kinanti.
“Dua puluh tahun yang lalu. Calon istriku adalah teman kuliahku. Okeylah tapi sekarang aku juga sudah ikhlas seperti kamu mengikhlaskan suamimu...!” kataku.
“Ya Al ternyata kita ini  tidak pernah punya apa-apa dan seharusnya tidak pernah kehilangan apapun. Kita sendiri saja bukan milik kita, ” kata Kinanti.
Mendengar ini aku teringat Listya. Kata-kata Listya yang tidak pernah aku lupakan karena kata-kata itu yang telah membuat aku tersadar. Andai kata-kata tersebut bukan Listya yang mengucapkan, apakah hatiku akan tergugah?. Ya hanya Allah yang dapat membuka hati seseorang hanya kebetulan hal itu terjadi melalui Listya.
“Hai Al...kok malah melamun. Oh ya aku sekarang tinggal sama Bapak dan Ibu di Arca Manik.  Aku sengaja menemani mereka karena aku kan anak satu-satunya. Kamu masih ingatkan rumahku?”  kata Kinanti.
“Ya tentu dong mana mungkin lupa rumahmu dulu kan markas grup kita!” kataku. Waktu SMA dulu rumah Kinanti biasa digunakan untuk kumpul dengan sahabat-sahabat. Indra, Erika, Aini dan aku kerap juga belajar bersama di rumah Kinanti.
“Oh Alan bagaimana khabar Indra Susanto? Apakah dia jadi menikah dengan Erika?” tanya Kinanti.
“Kinan ternyata waktu begitu cepat berubah. Inilah kehidupan. Erika dijodohkan orang tuanya dengan orang lain. Indra bukan jodohnya Erika. Ternyata jodohnya Indra adalah Aini....!” kataku. Kinanti terperangah tidak percaya.
“Mereka bertiga bersahabat hanya karena Allah. Erika dan Aini dua sahabat seperti saudara kandung. Ketika Indra dan Aini menikah Erikapun hadir merestui pernikahan itu. Betapa indah hidup ini jika cinta hanya berdasarkan cinta ALLAH, ” kataku menjelaskan. Sekarang kulihat Kinanti termenung.
“Ya betul Alan. Aku kenal Aini dan Erika dua gadis cantik terhormat, pandai dan cerdas serta berhati mulia.  Sekarang aku juga semakin yakin bahwa Allah itu sebaik-baik perencana oleh karena itu mari kita sikapi setiap ujian Allah dengan hati yang lapang, ” kata Kinanti.
Kulihat diwajahnya ada rasa muram dan kesedihan yang dalam. Mungkin Kinanti teringat mendiang suaminya. Sementara aku juga hanyut dengan kata-kata Kinanti yang terakhir ini karena tiba-tiba saja aku teringat Listya yang sebentar lagi akan melangsungkan pernikahannya. Allah itu sebaik-baik perencana oleh karena itu mari kita sikapi setiap ujian Allah dengan hati yang lapang.  Sebuah rangkaian kalimat yang perlu direnungkan dalam dalam.
Kota Bandung kota kelahiranku kembali menorehkan kenangan ketika aku harus bertemu lagi dengan Kinanti. Teringat masa SMA dulu betapa aku suka gonta ganti pacar dan waktu itu Kinanti adalah salah satu gadis yang tidak mampu aku tundukkan. Kinanti adalah gadis yang selalu mengingatkanku untuk tidak bermain-main dengan cinta. Cinta itu sangat luhur dan terhormat jangan dikotori dengan nafsu. Aku masih ingat kata-katanya. Kinanti adalah gadis terhormat berwibawa seperti Erika dan Aini yang mampu menjaga harga dirinya dengan amanah. Mereka adalah gadis-gadis cantik lahir batin waktu itu dan kalau sekarang, mereka adalah wanita-wanita cantik lahir batin. Teringat masa lalu ketika aku sering mempermainkan cinta dan ketika akhirnya cinta itu berlabuh di hati seorang Diana Faria. Betapa kami saling mencintai dengan tulus.  Betapa kami punya rencana hidup bersama untuk mengabdi kepadaNya. Namun apa boleh dikata ternyata cinta sejati itu harus diambil oleh yang Maha Memiliki.
Memang Dia adalah Pemilik cinta itu. Barangkali inilah mungkin balasan yang setimpal yang harus diterima oleh seorang Alan Erlangga, Si Playboy kurang ajar yang telah banyak menyakiti hati wanita. Bertemu dengan Kinanti seakan masa-masa SMA dulu kembali terbayang. Aku harus banyak istighfar memohon ampun padaMU ya Allah. Mungkin juga ketika aku mengharapkan cintaku berlabuh di hati seorang Daisy Listya ternyata Allah menentukan lain.  Listya akan menikah dengan laki-laki lain. Ampunilah diri hamba ya Allah karena kepada siapa lagi aku memohon ampunan selain kepadaMu yang Maha Pengampun. Berikan pula padaku keikhlasan untuk selalu menerima setiap ujianMu dengan lapang dada. Aku mencintai Listya karena itu aku akan bahagia melihat Listya bahagia. Aku mencintainya hanya karena aku mencintaiMu. Mencintai tidak harus memiliki. Aku memang tidak pernah punya apapun yang harus kumiliki.
Sejak pertemuan pada simposium itu, aku dan Kinanti sering berhubungan walau hanya melalui hand phone. Hampir setiap hari selalu saja ada sms dari Kinanti bahkan malamnya kadang-kadang Kinanti menelpon hanya untuk sekedar ngobrol dan tertawa-tawa mengenang masa SMA dulu. Seperti pada malam itu Kinanti menelpon menceritakan kebahagiaan bersama suaminya dan sering kali dia merasa rindu bertemu mendiang suaminya. Jika sudah demikian maka Kinanti bercerita sambil terisak.
“Kinan sabar dan ikhlas adalah jalan terbaik untukmu, ” kataku menghibur.
“Ya terima kasih Alan. Aku bertemu denganmu saat ini merasa seperti bertemu dengan malaikat. Selama ini aku tidak bisa bercerita seperti ini. Al mudah-mudahan kamu tidak bosan mendengar cerita-ceritaku ini!” kata Kinanti.
“Ya Kinan dengan senang hati aku setia mendengarkan cerita-ceritamu, ” kataku membesarkan hatinya.
Kinanti pada usia yang sama denganku ternyata masih memiliki kecantikan yang alami. Wanita berdarah sunda tulen berkulit kuning langsat ini pesonanya masih menebar. Kinanti. Kinanti. Kinanti Puspitasari.  Aku juga merasa heran mengapa Kinanti belum menikah lagi. Rasanya tidak percaya jika tidak ada laki-laki yang berusaha mendekatinya.
Malam itu setelah menerima telpon dari Kinanti aku tidak bisa tidur entah apa yang kupikirkan. Di meja kecil sebelah tempat tidurku aku melihat Undangan Pernikahan Listya. Memang aku sengaja menaruhnya di sana. Listya sedang apa kau disana?. Sabtu pekan depan Listya akan melangsungkan pernikahannya. Apakah ini yang membuatku tidak bisa tidur ?. Aku selalu teringat Listya, gadis kembarannya Diana Faria. Kadang-kadang ada rasa putus asa ketika aku harus menyadari bahwa sebentar lagi Listya sudah menjadi istri orang lain namun hal itu tidak boleh terjadi. Aku harus tetap berfikir baik kepada Allah. Aku harus kenali diri ini yang ternyata hanya seonggok daging dan sebatang tulang plus segaris rambut yang semakin rapuh dan beruban. Jika ada darah mengalir dan air mata yang tumpah itu hanya sebagian kecil saja dari ketidak berdayaan diri ini. Betapa rapuh dan ringkih diri ini sudah seharusnya aku tahu diri. Allah aku bersimpuh bersimbah peluh, berlutut bertekuk takut, aku hanya membawa sepatah dua patah doa. Akhirnya malam itu aku bersujud beralas sajadah tahajudku dan membiarkan diriku tertidur dalam haribaanNya. Aku selalu ingat FirmanNya : “Karena itu ingatlah kamu kepadaKu niscaya Aku ingat pula kepadaMu dan bersyukurlah kepadaKu dan janganlah kamu mengingkari nikmatKu!”. Maka pada malam itu aku benar-benar menikmati ketidak berdayaanku sampai malampun menyentuh waktu subuh.
Di ruang kerjaku pagi itu aku sudah menghadapi dua mahasiswa untuk konsultasi bimbingan skripsi. Satu seorang mahasiswi dan satunya seorang mahasiswa. Mereka baru saja selesai menyusun proposal penelitian revisi yang mau diajukan untuk seminar proposal Minggu depan. Aku sebenarnya tinggal tanda tangan tapi kepalaku masih terasa penat karena tadi malam tidak bisa tidur maka aku mengusir kedua mahasiswa tersebut dengan halus.
“Okey proposal kalian akan saya baca dulu nanti siang kembali kesini, ” kataku dan mahasiswa tersebut berpamitan. Melihat mereka bimbingan skripsi aku jadi teringat ketika pertama kali bertemu Listya. Waktu itu Listya bersama Amelia sahabatnya, mengajukan proposal penelitian. Aku benar-benar terperangah ketika berbincang atau mendengarkan tutur katanya. Ketika dia tersenyum atau tertawa kecil. Gadis ini sangat lembut hatinya. Aku merasakan aura kecantikan hatinya. Hatiku terasa damai tentram karena mendengar tutur kata lembut gadis ini begitu mempesona. Kesan pertamaku tentang Listya selalu terpatri dalam hatiku.
“Pak Alan bagaimana kalau metode spektrofotometri saja yang digunakan?” tanya Listya suatu hari ketika kami berdiskusi tentang metode analisis instrumen yang akan dipakai dalam skripsinya.
“Ya Listya bisa dengan Spektrofotometri tapi jauh lebih selektif jika menggunakan HPLC !” kataku menjelaskan.
“Baik pak memang HPLC lebih akurat pemisahannya untuk komponen-komponen penting ini. Tapi pak saya belum begitu familiar dengan alat HPLC karena dulu praktikumnya berkelompok!” kata Listya ragu.
“Jangan kuatir Lis nanti bisa kursus kilat sama Profesor Alan Erlangga..!” kataku bercanda sambil tertawa. Listyapun tertawa. Oh begitu manisnya dia tertawa. Sebaris gigi-giginya jauh lebih rapi dari model iklan pasta gigi apapun di Televisi. Dialog-dialog ringan ditengah-tengah diskusi tentang skripsi yang serius membuat kami begitu akrab. Gadis ini kecerdasannya tidak diragukan lagi. Kursus kilat HPLC benar-benar kursus kilat betulan, karena cukup hanya satu hari Listya sudah mampu menguasai alat canggih itu.
“Lis sekarang saya sudah lega melepasmu untuk bercengkrama dengan HPLC ini jangan kuatir berteman dengan alat ini sangat menyenangkan pokoknya bisa lupa waktu. Bagiku HPLC sudah seperti istri keduaku, ” kataku kembali berseloroh ketika saat itu aku memberikan kursus kilat HPLC.
“Lho Pak lalu istri pertamanya kok  belum pernah dikenalkan kepada saya!?”, kata Listya juga bercanda karena Listya memang tahu aku belum beristri.
“Lis jangan begitu ah. Istri pertamanya masih entah dimana mungkin cewek-cewek tidak ada yang berminat menjadi istriku maka kalau begitu berarti HPLC adalah istri pertamaku, ” kataku sambil tertawa. Kami bersenda gurau ditengah-tengah keseriusan menganalisis sampel-sampel penelitiannya Listya.
Aku juga teringat ketika kami berbincang mengenai hoby. “Membaca buku adalah hoby saya. Buku-buku ilmu pengetahuan atau novel, ” jawab Listya ketika aku bertanya tentang hobinya.
“Buku apa yang paling berkesan yang pernah kau baca Lis?” tanyaku.
“Buku buku karya Al-Ghazali sangat bagus untuk menjadi renungan. Kalau buku ilmu pengetahuan yang ada hubungannya dengan kimia farmasi!” kata Listya.
“Kalau Novel?” tanyaku.
“Novel yang bersifat religi lebih aku sukai. Oh ya Pak, saya juga ingin mencoba bikin novel. Nanti kalau sudah jadi Bapak mau baca ya !” kata Listya.
“Wah bagus Lis nanti aku tunggu novelmu tapi sekarang selesaikan dulu saja skripsimu, ” kataku mengingatkan.
“Okey beres Pak Profesor!” jawab Listya sambil tertawa.
Ternyata Listya memang sedang menulis novel. Aku mengetahui hal ini ketika draft terakhir skripsinya diserahkan padaku. “Pak rasanya lega sekarang skripsi akhirnya ditandatangani Bapak dan saya siap untuk  ujian sidang skripsi. Setelah itu saya mau melanjutkan menulis novel saya, ” kata Listya tersenyum. Aku menyukai senyumnya karena begitu mirip senyum Diana Faria.
“Lis novelnya sudah berapa halaman dan judulnya apa?” tanyaku.
“Episode pertama baru saja saya selesaikan tadi malam. Oh ya judulnya adalah Masih adakah ruang di hatimu, bagus ya pak?” tanya Listya meminta pendapatku.
“Masih adakah ruang dihatimu. Judul yang membuat penasaran pembacanya. Lis kok kamu pintar memilih judul, ”  aku mengomentari judul novel itu. Listya hanya tertawa kecil.
“Rupanya calon sarjana Farmasi juga berbakat menjadi seorang novelis. Berikan dong bocoran sinopsis ceritanya !” kataku penasaran.
“Jangan dulu dong, nanti Bapak tidak penasaran lagi...!” kata gadis itu. 
Masa-masa gembira bersama Listya yang mungkin tak akan pernah terulang lagi. Mengingat ingat saat itu ada rasa bahagia namun kembali aku harus realistis karena Minggu depan Listya sudah  menjadi istri Rizal Anugerah. Ya Allah aku berdoa semoga mereka bahagia menjadi keluarga yang sakinah, mawaddah warohmaah. Entah seperti apa perasaanku saat ini. Namun aku tidak boleh mengotori ketulusan hati ini dengan hal-hal yang akan merusak jalan untuk datangnya Ridho ALLAH padaku. Saat ini aku seolah merasakan getaran hati Listya ketika aku ingat bagaimana tatapan matanya memandangku sambil berkata : “Sungguh saya sangat  terharu kalau ingat cerita Mbak Diana Faria. Bapak harus mulai mendapatkan teman hidup yang menjadi cahaya mata hati bapak sehingga bapak merasa tentram kepadanya. Saya akan bahagia jika bapak segera menemukan gadis tersebut…!”
Suara Listya masih terngiang ditelingaku. Gadis itu berdoa untukku dengan tulus. Aku seperti mampu membaca sesuatu dalam tatapan matanya. Tatapan mata yang pernah aku kenal dalam suatu masa. Tatapan mata ketulusan penuh dengan kasih sayang yang pernah aku dapati dari Diana Faria. Benarkah Daisy Listya?. Jawabannya hanya dia yang tahu.
Di ruang kerja itu aku tidak banyak berbuat apa-apa dan diatas meja itu ada dua proposal skripsi untuk penelitian yang segera saja kutanda tangani tanpa sempat lagi aku baca. Sungguh hari ini penuh dengan gundah penuh dengan resah penuh dengan gelisah penuh dengan sesuatu yang tidak jelas sehingga aku sempat bertanya tanya dimana gerangan keikhlasan yang selama ini ada seakan sirna beberapa saat.  Segera tersadar dari kegundahan dan keresahan, kubuka buku harianku untuk aku catatkan sesuatu yang terjadi hari ini. Kututup hari itu dengan kalimat pendek disudut kanan buku harianku.
Pagi itu aku terburu buru menuju stasiun Gubeng Surabaya Kota karena aku berjanji mau menjemput Kinanti. Sekarang hari Kamis 25 Februari Kinanti selama dua hari ini berada di Kampusku untuk mengikuti Workshop tentang tanaman obat. Memang begitu cepat hari berlalu dan dua hari lagi dari hari ini Listya akan melangsungkan pernikahannya. Pagi itu kesibukan Stasiun Kereta Api Gubeng semakin ramai karena keberangkatan beberapa Kereta Api diantaranya Argo Wilis menuju ke Bandung, Sancaka pagi menuju Yogyakarta dan Penataran ke Blitar. Selain itu keramaian dan kesibukan di sana juga karena banyak para penjemput masih menunggu kedatangan KA Turangga dari Bandung dan Bima dari Jakarta. Terdengar pengumuman bahwa pada jalur 6 KA Bima dari Jakarta akan segera masuk. Aku masih duduk di teras jalur 6 sementara beberapa penjemput mulai berdiri menunggu kedatangan KA Bima. Menurut jadwal setelah Bima ini adalah Turangga dari Bandung. Tiba-tiba suara hp ku berdering. Ternyata Kinanti.
“Alan apakah sekarang sudah di stasiun?” tanya Kinanti.
“Ya Kinan aku menunggumu sebentar lagi keretamu tiba di Gubeng!” kataku.
“Okey Al terima kasih!” kata Kinanti.
Beberapa saat kemudian akhirnya Turangga berhenti di jalur 6 untuk menurunkan para penumpangnya. Dari jauh aku melihat Kinanti sosok yang aku kenal. Aku melambaikan tanganku. Kinanti langsung melihat lambaian tanganku.
“Assalaamu alaikum Profesor Alan!” sapa Kinanti.
“Wa alaikum salaam....ha ha ha mulai bercanda!” kataku. Kami tertawa kemudian bergegas menuju tempat dimana mobilku di parkir. Kinanti minta diantar ke rumah pamannya yaitu adik kandung ibunya di kawasan jalan Sulawesi. Kamipun menuju ke sana. Selama di Surabaya Kinan akan menginap disana. Setelah Kinanti mandi, ganti baju dan sarapan akhirnya kami kembali menuju Kampus dimana Workshop diselenggarakan. Aku sendiri tidak mengikuti acara itu namun berjanji sorenya aku akan menjemput Kinanti. Hari itu agenda kerjaku sangat padat sekali. Sorenya setelah mengisi kuliah aku segera bergegas menuju tempat Workshop dan disana kulihat Kinanti sudah menungguku.
“Bagaimana Kinan acara workshopnya?” tanyaku.
“Cukup menarik tapi aku ngantuk sekali soalnya semalaman di Turangga tidak bisa tidur. Oh ya Alan untuk kembali ke Bandung aku sudah dapat tiket Lion Air aku mohon kau mau antar aku ke Bandara Juanda!” kata Kinanti.
“Dengan senang hati Bu Kinan, hamba siap mengantar kemana saja selama di Surabaya ini he he he. Lho Kinan kapan kembali ke Bandung?” tanyaku.
“Minggu pagi pukul 9.00 sudah harus check in di Juanda. Terpaksa dapat tiket ke Jakarta karena yang ke Bandung sudah habis !” jawab Kinanti. Sore itu kami segera meninggalkan Kampus. Kuantar terlebih dulu Kinanti menuju jalan Sulawesi dimana ia menginap selama di Surabaya.
“Malam ini sebenarnya aku ingin mengajakmu makan malam tapi kamu pasti masih lelah butuh balas dendam untuk tidur ya Kinan !” kataku sambil tertawa.
“Besok malam saja Al !” kata Kinanti.
“Okey...aku cabut  dulu ya...Assalaamu alaikum!” kataku berpamitan.
Esok malamnya kami berada di sebuah Rumah Makan di Kompleks Manyar Megah Indah dengan menu ikan mas bakar kesukaannya Kinanti. Aku sengaja memang mengajak Kinanti untuk bersantap ikan bakar. Makan malam yang benar-benar santai sambil berbincang masa-masa SMA yang tidak pernah bosan-bosannya. Perbincanganpun akhirnya sampai juga pada topik Diana Faria dan Daisy Listya. Kisah yang sekarang sedang aku alami di Surabaya ini.
“Kisah yang mengharukan Alan. Aku memang tidak kenal Diana Faria maupun Daisy Listya tapi aku bisa merasakan dua wanita ini sangat istimewa dihatimu. Wanita-wanita yang penuh dengan pesona !” kata Kinanti.
“Ya Kinan dan besok Sabtu 27 Februari Listya akan melangsungkan pernikahannya. Aku hanya bisa berdoa untuk kebahagiaan Listya. Aku benar-benar harus mencoba tetap tegar..!” kataku dengan perasaan tak menentu.
“Alan, Allah itu sebaik-baik perencana dan Dia juga Maha Mengetahui apa-apa dan siapa yang terbaik bagimu, ” suara Kinanti mengingatkanku.
“Ya Kinan terima kasih. Aku sangat yakin itu karena rasanya tidak mungkin Allah mendatangkan Listya padaku jika Dia tidak memiliki rencana yang baik untukku. Aku selalu yakin dengan Allah hanya saja begitu sulitnya untuk memahami rahasiaNya. Hanya melalui petunjukNya kita mampu memahami segala keputusanNya !” kataku.
“Betul Al dan manusia tidak pernah berhak untuk memutuskan. Kita hanya pelaku kehidupan yang dikendalikan oleh yang Maha Punya kehidupan!” kata Kinanti.
“Subhanullah. Bersyukurlah kita yang tetap selalu ingat kepadaNya..!” kataku.
Sungguh hanya hamba-hambaNya yang mendapat hidayah yang selalu ingat kepadaNya disaat suka maupun duka. Ya ALLAH hanya Engkaulah yang bisa memberikan ketabahan kepadaku. Aku benar-benar tidak berdaya menghadapi ujian ini tanpa pertolonganMu. Aku hanya pasrah kepadaMU. Aku menyerahkan semua daya dan upayaku hanya padaMU.
“Alan aku ingin sekali bertemu dan berkenalan dengan Daisy Listya. Gadis ini adalah pilihanmu dan aku yakin Listya adalah seorang gadis yang istimewa !” suara Kinanti mengagetkanku dari lamunanku.  Kinanti ingin sekali kenal dengan Listya?. Ya memang Listya bukan gadis sembarangan. Listya mempunyai kedudukan yang sangat istimewa dalam hatiku.
“Kalau begitu besok kau mau menemaniku datang ke Resepsi pernikahan Daisy Listya. Kinan kembali ke Bandung baru hari Minggu kan?” kataku memberi usul untuk menemaniku pergi ke Resepsi Pernikahan Listya.  Kinanti setuju atas usul yang kuberikan.  Rupanya Kinanti penasaran dengan ceritaku tentang Daisy Listya.
Sabtu pagi 27 Februari kami menuju kota Malang untuk menghadiri pernikahan Daisy Listya. Alhamdulillah perjalanan cukup lancar sampai di kota Malang walaupun kemacetan kawasan Porong dan Singosari masih juga seperti hari-hari sebelumnya. Kami menuju Gedung Al-Hikam di jalan Kalpataru ke arah Cengger ayam, tempat dimana resepsi pernikahan Listya berlangsung. Gedung yang tidak terlalu besar ini sudah dipenuhi para undangan untuk mengucapkan selamat kepada mempelai berdua. Dari jauh kulihat Listya dengan ramah menyambut para undangan yang menyampaikan ucapan selamat mereka. Listya sangat cantik sekali dengan pakaian pengantinnya. Tidak bosan-bosannya aku memandang gadis idamanku ini yang sekarang sudah menjadi istri orang lain.
Setelah ikut antrian yang panjang, kini tibalah saatnya giliranku menyampaikan ucapan selamat kepada Listya. Ya kini didepanku adalah Listya istrinya Rizal, suami yang berdiri disampingnya.
“Pak Alan ! ” Listya menyapaku lebih dulu sambil menatapku tajam. Oh Tuhan ini adalah tatapan Diana Faria. Ya di depan gadis ini aku seperti melihat Diana Faria. Aku dapat merasakan cinta pada tatapan mata Listya seperti cintanya Diana Faria. Sejenak aku terdiam sambil menatap Listya.  Berilah aku kekuatan ya Allah.
“Listya selamat !” kataku perlahan hampir tak terdengar. Hampir saja aku lupa memperkenalkan Kinanti karena aku tidak dapat meredam perasaanku.
“Oh ya Listya, ini Bu Kinanti!” kataku sambil memperkenalkan Kinanti padanya. Listya malah kembali menatapku penuh arti.
“Bu terima kasih !” suara Listya sambil tersenyum ramah menyambut uluran tangan Kinanti.
Aku melihat bagaimana tatapan Listya ketika Kinanti kuperkenalkan kepadanya. Tatapan yang seolah mengatakan : “Pak Alan inikah  wanita itu?”. Listya seolah ingin mengatakan itu.
Ya Allah hanya Engkau yang Maha Pemberi Petunjuk. Aku akan tetap berdoa untuk kebahagiaan Listya. Berikanlah aku kekuatan ya Allah untuk mencintainya hanya karena aku  mencintaiMu semata.  Selamat Berbahagia Bidadariku.
 
BERSAMBUNG EPISODE 4.