Saturday, March 26, 2016

EPISODE CINTA DAISY LISTYA (5)



Tantangan 100 Hari Menulis Novel FC
EPISODE CINTA DAISY LISTYA
Oleh Hendro Santoso (Peserta Nomor 27)
Sinopsis
Alan Erlangga adalah sosok yang selama 20 tahun merasa kehilangan Diana Faria, kekasihnya yang harus dipanggil oleh Yang Maha Punya hanya seminggu sebelum hari perkawinan mereka. Merasa kehilangan selama 20 tahun adalah waktu yang lama. Ternyata ALLAH telah mengirim seorang gadis bernama Daisy Listya untuk menggugah hati Alan Erlangga. Daisy Listya adalah seorang gadis cantik, cerdas, berkepribadian luhur, memiliki prinsip hidup, berhasil membuka dan mencairkan kebekuan hati seorang Alan Erlangga. Listya ini yang telah menyadarkannya dari mimpi buruk panjang. Mungkin saja Daisy Listya memang nantinya bukan menjadi teman hidupnya karena seusai Wisuda Sarjana, Listya akhirnya bertunangan dengan pria yang mencintainya bahkan sampai menuju jenjang pernikahan. Menghadapi kenyataan ini Alan Erlangga tidak mampu berbuat apa-apa. Alan hanya pasrah. Cukup baginya bahwa Daisy Listya adalah gadis yang telah mampu membuka hatinya menjadi merasa hidup kembali. Ada pepatah bahwa mencintai itu tidak harus memiliki. Benarkah cinta itu menjadi sangat tinggi nilainya ketika harus mencintai tapi tidak harus memiliki?. Ditengah-tengah kegalauannya tiba-tiba hadir sahabat lamanya bernama Kinanti Puspitasari. Seakan hadir untuk menentramkan hatinya. Saat ini Kinanti memiliki seorang putri yang sedang beranjak remaja. Wanita ini membesarkan putri semata wayangnya sendirian karena suaminya sudah lama meninggal dunia. Kinanti adalah teman Alan sewaktu mereka SMA dan diusia yang sudah tidak muda lagi mereka kembali bertemu. Bagi Alan masa-masa SMA bersama Kinanti begitu indah untuk dikenang karena Alan waktu itu pernah juga jatuh cinta kepada Kinanti walaupun ternyata Kinanti hanya menganggapnya seorang sahabat.
Kepada siapa akhirnya Alan Erlangga melabuhkan hatinya?. Apakah kepada Daisy Listya seperti harapan cintanya selama ini?. Apakah kepada Kinanti?. Simak saja cerita episode demi episode dari Episode Cinta Daisy Listya.





Episode 5
CERITA DI BERANDA RUMAH KINANTI

Menghadiri Rapat Kerja di Jakarta pada hari Kamis dan Jumat adalah hal yang sangat menguntungkan karena Sabtu dan Minggunya aku bisa sowan menjenguk Ibu di Bandung sekalian kangen pulang kampung. Ada satu hal lagi yaitu aku ingin bertemu Kinanti. Aku sengaja tidak memberi kabar kepada Kinanti kalau Sabtu akhir bulan April ini akan ke Bandung sekedar membuat kejutan kecil. Benar saja, Kinanti terkesima  ketika tiba-tiba saja aku sudah berdiri di depan pintu beranda rumahnya.
“Hai Alan wah kejutan.  Kamu kok tidak memberi khabar terlebih dulu!”  kata Kinanti terlihat senang sambil memandangku tak berkedip. Mata yang indah itu seolah berbicara rasa bahagia. Ya Kinanti memiliki mata yang indah.
Memang sewaktu SMA dulu aku sangat mengagumi kecantikan Kinanti dan kepribadiannya yang lembut. Padahal dulu sewaktu SMA aku mencoba mendekati Kinanti bukan untuk main-main seperti terhadap gadis-gadis lainnya. Kinanti adalah gadis yang istimewa bagiku. Cap playboy Alan Erlangga saat itu yang telah merusak pendekatanku kepada Kinanti. Aku benar-benar ditolak oleh  Kinanti.
“Alan lebih baik kita bersahabat seperti selama ini!” kata Kinanti saat itu. Aku pikir benar apa katanya lebih baik bersahabat. Hubungan yang tulus tanpa pamrih adalah persahabatan. Hubungan yang tidak pernah berujung pada kebencian adalah persahabatan. Cinta dan benci perbedaannya hanya tipis sekali dalam hubungan kekasih seperti sebuah kata bijak  "Cintailah apa yg kau cintai sewajarnya,mungkin suatu hari ia akan menjadi sesuatu yang kau benci. Bencilah apa yang kau benci sewajarnya,mungkin suatu hari ia akan menjadi sesuatu yang kau cintai"
Kejadian penolakkan cintaku oleh Kinanti yang telah membuka mata hatiku. Aku tidak sakit hati padanya. Justru Kinanti yang telah menyadarkanku dari petualangan cinta yang tidak sesuai ajaran agama. Kinanti selalu mengingatkanku bahwa cinta itu sangat luhur dan terhormat jangan dikotori dengan nafsu.
“Ayo masuk Alan. Sorry rumah masih berantakan. Oh ya Bapak dan Ibu kemarin ke Jakarta dan anak putriku masih belum pulang sekolah. Kalau hari Sabtu kegiatanku ya jadi PRT (Pembantu Rumah Tangga) he he he kebetulan jadwal Fakultas kosong.  Ngomong-ngomong ada acara apa nih ke Bandung?” tanya Kinanti.
“Aku ada Raker di Jakarta Kamis dan Jumat kemarin ya sekalian saja ke Bandung sekalian bernostalgia! He he he!” kataku menjelaskan. Kinanti pun tertawa.
“Bagaimana khabar tentang Listya?” tanya Kinanti.
“Oh ya bulan yang lalu dia ke Kampus untuk mengurus rencana program spesialisasi Apoteker dan waktu itu juga bertemu denganku. Listya menyampaikan salam untuk Bu Kinan. Katanya Bu Kinan sangat cantik berbahagialah Pak Alan dapat teman hidup Bu Kinan...!” kataku. Kulihat Kinanti tertawa renyah. Sesungguhnya aku merasakan kesedihan ketika Listya mengatakan bahwa Kinanti adalah seseorang yang selama ini telah menggugah hatiku. 
“Alan menurutku Listya itu mencintaimu seperti halnya kamu mencintainya. Aku bisa merasakan bagaimana perasaan hati seorang wanita. Aku masih ingat waktu itu bagaimana tatapannya ketika kau memperkenalkanku padanya. Sebenarnya Listya sangat mengharapkanmu...!” kata Kinanti.
Aku termenung mencerna kata-kata Kinanti. Memang aku juga bisa merasakan cinta Listya. Semakin lama semakin kuat justru malah setelah dan menjelang dia menikah. Berarti apa yang dikatakan Amel itu benar bahwa Listya menikah dengan Rizal bukan karena cinta tapi karena hutang budi orang tua Listya kepada keluarga Rizal. Untuk memastikan hal ini aku harus bertanya kepada Listya. Nanti dulu jika itu harus dilakukan maka dibutuhkan keberanian ekstra. Apakah aku cukup berani bertanya tentang hal yang sangat sensitif itu kepada Listya. Entahlah aku belum mau mencobanya. Namun tentang hal ini sementara tidak boleh diketahui dulu oleh Kinanti biar aku saja yang tahu.
“Hei kok malah melamun?” suara Kinanti menyadarkanku dari lamunan sesaat. Maka aku dan Kinanti tertawa ketika aku terkaget karena teguran Kinanti.
“Kinan sementara kita tidak bahas dulu soal Listya. Bagiku dia sudah bahagia dengan suaminya.!” kataku.
“Ya yang penting kamu juga tidak boleh kembali menutup diri. Buka hatimu untuk menerima cinta seseorang. Diana Faria sudah ada di masa lalu mungkin juga Daisy Listya. Apakah Listya kamu masukkan kategori masa lalu?” tanya Kinanti. Aku tidak menjawab pertanyaan Kinanti tapi Listya belum menjadi masa laluku.
“Kinan sebenarnya aku ingin jujur kalau aku masih berharap kepada Listya. Aku tidak tahu mengapa  begitu. Cintaku semakin bersemi. Harapan itu semakin tumbuh ketika Listya mau melanjutkan ke program Apoteker. Tentu aku akan sering bertemu dengannya. Aku sangat bahagia ketika dia menginginkan aku kembali membimbingnya. Sungguh Kinan aku tidak tahu mengapa perasaanku seperti itu..!” kataku.
Sungguh aku membayangkan setiap hari selalu bertemu Listya karena Listya kembali menjadi mahasiswi bimbinganku. Berbincang berdiskusi bercanda seperti dulu lagi ah alangkah bahagianya walaupun realitanya Listya sudah menjadi milik Rizal suaminya.

Mendengar perkataanku tadi kulihat Kinanti terdiam membisu. Aku melihat wajahnya muram tapi hanya beberapa saat lalu Kinanti terlihat kembali ceria. Pada usia  yang ke 45 ini Kinanti masih tetap cantik walaupun kini sudah memiliki putri yang berusia remaja. Memiliki wajah khas Sunda dengan kulit kuning langsat. Matanya yang indah dan senyumnya yang ramah menambah karakter kecantikannya semakin sempurna. Wanita diciptakan Allah untuk cantik dan kecantikan yang sejati adalah kecantikan yang bisa dirasakan dengan hati. Wanita tidak boleh menyalahi kodratnya untuk cantik. Nah pagi ini Kinanti benar-benar alami dengan pakaian rumah seadanya tapi tetap sopan, wajah ovalnya tanpa make up terbalut jilbab. Aku teringat saat Kinanti remaja SMA dulu. Gadis ceria yang cerdas, cantik, ramah penuh dengan pesona. Rasanya tidak percaya dalam situasi seperti ini aku kembali bertemu dengannya.
“Aku kan pernah bilang jika kita kehilangan satu harapan maka biarkan kita tumbuhkan seribu lagi harapan jika seribu harapan juga hilang maka kita tumbuhkan lagi sejuta harapan...tiada harapan yang boleh padam dari hati kita!” kata Kinanti.
“Ya Kinan aku tidak pernah lupa kata-katamu. Manusia harus terus memiliki harapan..!” kataku.
“Namun tetap kita harus berpijak pada realita. Kita tetap jalani hidup ini apa adanya. Rasa ikhlas dalam hati untuk selalu menerima takdirNya adalah kesempurnaan manusia sebagai hambaNya,” kembali Kinanti berfilosofi.  Mendengar ini aku kembali termenung teringat masa-masa SMA dulu. Hanya Kinanti yang selalu memberi pencerahan seperti ini.
“Ya Kinan aku sangat bersyukur memiliki sahabat sepertimu. Sejak dulu kau adalah satu-satunya teman wanitaku yang selalu mengingatkanku. Aku juga akan selalu teringat bahwa Kinanti adalah satu-satunya gadis yang berani menolak cinta seorang playboy urakan seperti Alan Erlangga ini. Satu-satunya gadis yang telah menyadarkanku dari petualangan yang menyesatkan!” kataku sungguh-sungguh.
“Ah Alan sudahlah. Masa lalu masa SMA dulu sudah ada dibelakang sana. Aku hanya seorang sahabat yang mencoba mengingatkan kekeliruan jalan yang kau tempuh. Aku bersyukur ternyata Alan Erlangga mau mendengar dan mengikuti apa yang ku katakan.” kata Kinanti.
“Terima kasih Kinan. Kejadian waktu itu telah membuat mataku terbuka. Wanita adalah mahluk Allah yang harus dicintai bukan disakiti. Ketika aku mencintai Diana Faria sepenuh hati ternyata Allah mengambilnya mungkin untuk memberi pelajaran padaku. Wah wah wah kok jadi serius begini?” kataku mencairkan suasana.  Kulihat Kinanti tersenyum.
“Alan sampai aku lupa menawarkan minum. Mau minum apa?” kata Kinanti  menawarkan.
“Apa saja Bu Kinanti, yang penting tidak pakai gula!” kataku.
“Alan sedang diet ya?” tanya Kinanti.
“Tidak juga hanya mengurangi konsumsi gula saja. Kata dokter pada usia kita ini harus mengurangi konsumsi gula..!” kataku.
“Oh kalau begitu aku juga harus mengurangi konsumsi gula!” kata Kinanti.
“Kalau Kinanti memang tidak perlu gula sama sekali. Tidak apa-apa, tanpa gula masih tetap manis !” kataku bercanda.
“Nah mulai kelihatan lagi sisa-sisa SMA dulu!” kata Kinanti sambil pura pura cemberut. Mendengar yang dikatakan Kinanti aku tertawa tergelak.
Kinanti berpamitan untuk menyiapkan minuman untukku. Beberapa saat kemudian secangkir teh panas dan makanan kecil sudah tersedia di depanku.
Dulu sewaktu SMA sebenarnya aku mengutarakan cintaku pada Kinanti benar-benar keluar dari lubuk hati ini. Aku juga memaklumi saat Kinanti menolak dengan halus karena memang reputasiku yang membuat Kinanti tidak percaya padaku.
 “Alan kau melamun lagi. Sudahlah masa-masa SMA sudah lewat jauh dibelakang. Dulu aku hanya tidak menyukai perbuatanmu bukan tidak menyukai dirimu. Kau tetap sahabatku. Dulu juga hal ini aku sudah pernah mengatakan padamu!” kata Kinanti.
“Ya Kinan dari dulu aku sudah menyadarinya dan aku sangat berterima kasih padamu. Aku tidak tahu apa jadinya aku sekarang andai saja waktu itu kau tidak menyadarkanku dari ketersesatanku!” kataku.
“Al sudah jangan berlebih-lebihan. Kita cerita yang lain saja. Oh ya kau belum kenal putri Si Mata Wayangku ya. Namanya Intan Permatasari. Dia sekarang masih di sekolah baru siang nanti pulangnya..” kata Kinanti sambil mengambil foto di atas meja kecil yang penuh dengan hiasan. Aku menerima foto itu. Intan Permatasari cantik seperti ibunya. Benar-benar Intan penuh pesona. Gadis yang sedang tumbuh beranjak dewasa.
“Intan Permatasari nama yang sesuai dengan orangnya. Cantik seperti ibunya dan aku yakin Intan juga cerdas...!” kataku memuji tulus. Kinanti tertawa kecil senang mendengar pujian untuk anak putrinya.
“Anak putriku ini sangat protektif sekali. Aku selalu dilindungi secara berlebihan. Setiap ada laki-laki yang datang ke rumahku, Intan selalu bertanya apakah laki-laki itu pacar Ibu. Memang ada teman-teman dosen yang masih jomblo yang mencoba mendekatiku. Paling tidak sudah tiga orang dan aku selalu meminta pendapat putriku. Ternyata Intan tidak merestui....!” kata Kinanti.
“Lalu kau sendiri bagaimana? Apakah ada yang sudah menawan hatimu?” tanyaku serius. He he he aku tidak tahu kok ada rasa cemburu dari nada pertanyaanku itu.
“Entahlah Al. Bagiku semuanya aku serahkan kepada Intan. Kebahagiaanku adalah kebahagiaan Intan. Saat ini aku hanya mengharapkan kedamaian dan  ketenteraman hati. Kadang-kadang saat aku sendiri dan teringat mendiang suamiku saat itu aku merasa sendiri. Lho Alan sekarang malah aku yang jadi sensitif begini he he he sorry!” kata Kinanti mencoba tersenyum tapi aku melihat ada setitik air mata di sudut matanya.
“Tidak apa-apa Kinan. Kita adalah orang-orang yang sedang diuji olehNya sebagai hamba yang harus merasakan kehilangan orang yang dicintainya..!” kataku.
Mengobrol di Rumah Kinanti memang mengasyikkan sampai tidak terasa hari semakin siang. Ketika terdengar suara deru sepeda motor berhenti dan aku melihat seorang gadis memarkir sepeda motor di teras depan rumah itu. Aku mencoba menebak inilah Intan Permatasari. Gadis yang cantik tinggi semampai ibarat bunga sedang tumbuh ranum yang akan menjadi rebutan kumbang disekitarnya.
“Nah ini Intan !” kata Kinanti mengenalkannya padaku.
“Oh ini Intan wah  ternyata lebih cantik orangnya daripada fotonya!” kataku bercanda. Intan tersenyum manis sambil menjabat tanganku.
“Ternyata Om Alan juga ganteng lho seperti dibilang Ibu!” kata Intan polos.
“Hah Ibumu bilang begitu?” kataku pura-pura kaget.
“Iya Om Ibu sering cerita punya sahabat baik namanya Om Alan. Orangnya baik dan ganteng nanti suatu hari aku akan dikenalkan Ibu!” kata Intan. Maka kamipun tertawa sehingga ruang tamu itu penuh dengan canda ria. Perkenalan yang sangat mengesankan. Intan berpamitan meninggalkan kami berdua di ruang tamu.
“Alan! Anakku naksir kamu lho ha ha ha ! Kamu itu masih digandrungi anak-anak ABG mangkanya aku yakin Listya itu cinta sama kamu ” kata Kinanti sambil tertawa.
“Kinan ngawur ae sampean iki ” kataku pakai bahasa Suroboyoan yang artinya ngawur saja kamu ini. Kinanti malah tertawa. Listya, nama itu terdengar lagi dalam perbincangan ini. Kinanti begitu yakin kalau Listya mencintaiku. Apakah ini harapan?  Aku tidak akan menyimpannya di tempat yang tinggi agar nanti jika jatuh tidak bertambah sakit. Namun aku harus mengakui bahwa Listya akan selalu di hatiku.
“Alan aku mau ngomong jujur ya. Kamu itu masih kelihatan seperti pemuda dua puluhan. Bagaimana tadi aku melihat Intan begitu terpesona memandangmu he he he!” kembali suara tawa Kinanti.
“Sudahlah Kinan. Kamu jangan mengolok-olokku seperti itu..!” kataku.
“Okey Boss. Tapi aku mau tanya di Kampusmu pasti bukan Listya saja yang naksir kamu!” tanya Kinanti.
“Mana aku tahu yang kutahu aku yang cinta sama Listya he he he!” kataku.
Sebenarnya pertanyaan Kinanti itu mengingatkanku kepada Audray yang sangat agresif minta ampun. Menghadapi gadis Tionghoa ini aku benar-benar harus kuat mental dan iman jangan sampai sifat bejadku sewaktu SMA dulu muncul ke permukaan. Bahaya. Hanya Allah yang dapat melindungiku.
Rumah Kinanti di Arcamanik itu bukan rumah yang asing namun bagiku Sabtu itu  pertemuanku dengan Kinanti di beranda rumahnya  meninggalkan kesan yang sangat indah. Walaupun hanya sebentar berbincang tapi telah membuka lagi lembar-lembar cerita lama bersama Kinanti. Bagaimanapun juga Kinanti adalah bagian dari masa laluku selain Diana Faria. Bagaimana dengan Daisy Listya?. Dia belum merupakan bagian masa laluku dan aku berharap semoga saja Listya menjadi bagian dari masa depanku.
Aku meninggalkan Bandung kembali ke Surabaya pada hari Minggu pagi dengan KA Argowillis dan tiba di Surabaya Gubeng Minggu malam sekitar pk 20.30. Perjalanan yang sangat melelahkan namun sangat mengesankan. Malam itu juga aku kirim sms untuk Kinanti mengabarkan kalau aku sudah tiba dirumah. Kinanti membalas sms ku :”Okey Alan selamat istirahat...salam dari Intan!”. Aku hanya tersenyum membaca sms pendek Kinanti. Terutama kata-kata salam dari Intan mengandung makna yang dalam karena Intan adalah restunya Kinanti. Intan Permatasari yang cantik seperti ibunya.
Senin pagi itu kegiatan rutinku menuju Kampus Dharmawangsa Dalam kembali harus kujalani. Teringat Kinanti, ada rasa kangen karena di Bandung waktu itu bertemu hanya sebentar. Dalam perjalanan menuju Kampus itu sebuah lagu yang dinyanyikan oleh Gya mengalun merdu dari sebuah Radio FM di mobil yang kukendarai. Mendengar syair lagu ini aku teringat  masa SMA dulu ketika Kinanti selalu ingin menjadikanku hanya seorang sahabat.  Inilah lagu Gya :
Sekian lama bersamamu
Kau selalu menyenangkan
Kuberikan perhatian
Dalam setiap kesempatan
Kurasakan ada sesuatu
Yang kubaca dari setiap tatap matamu


Jangan kau pernah menduga
Aku mengharapkan kau jadi milikku
Itu tak mungkin terjadi
Sungguh aku tak menginginkan
Yang kuinginkan kau jadi sahabatku
Semoga kau mengerti

Perhatian yang kau beri
Tak kan pernah kulupakan
Tapi jangan kau artikan
Kuinginkan sesuatu yang lebih
Kurasakan ada sesuatu
Yang kubaca dari setiap tatapan matamu

Jangan engkau pernah menduga
Aku mengharapkan kau jadi milikku
Itu tak mungkin terjadi
Sungguh aku tak menginginkan
Yang kuinginkan kau jadi sahabatku
Semoga kau mengerti

Menduga....
Itu tak mungkin terjadi..
Sungguh aku tak menginginkan
Yang kuinginkan engkau jadi sahabatku
Semoga kau mengerti
BERSAMBUNG Episode 6

Friday, March 25, 2016

EPISODE CINTA DAISY LISTYA (4)


Foto : Fiksiana Community

Tantangan 100 Hari Menulis Novel FC
EPISODE CINTA DAISY LISTYA
Oleh Hendro Santoso (Peserta Nomor 27)
Sinopsis
Alan Erlangga adalah sosok yang selama 20 tahun merasa kehilangan Diana Faria, kekasihnya yang harus dipanggil oleh Yang Maha Punya hanya seminggu sebelum hari perkawinan mereka. Merasa kehilangan selama 20 tahun adalah waktu yang lama. Ternyata ALLAH telah mengirim seorang gadis bernama Daisy Listya untuk menggugah hati Alan Erlangga. Daisy Listya adalah seorang gadis cantik, cerdas, berkepribadian luhur, memiliki prinsip hidup, berhasil membuka dan mencairkan kebekuan hati seorang Alan Erlangga. Listya ini yang telah menyadarkannya dari mimpi buruk panjang. Mungkin saja Daisy Listya memang nantinya bukan menjadi teman hidupnya karena seusai Wisuda Sarjana, Listya akhirnya bertunangan dengan pria yang mencintainya bahkan sampai menuju jenjang pernikahan. Menghadapi kenyataan ini Alan Erlangga tidak mampu berbuat apa-apa. Alan hanya pasrah. Cukup baginya bahwa Daisy Listya adalah gadis yang telah mampu membuka hatinya menjadi merasa hidup kembali. Ada pepatah bahwa mencintai itu tidak harus memiliki. Benarkah cinta itu menjadi sangat tinggi nilainya ketika harus mencintai tapi tidak harus memiliki?. Ditengah-tengah kegalauannya tiba-tiba hadir sahabat lamanya bernama Kinanti Puspitasari. Seakan hadir untuk menentramkan hatinya. Saat ini Kinanti memiliki seorang putri yang sedang beranjak remaja. Wanita ini membesarkan putri semata wayangnya sendirian karena suaminya sudah lama meninggal dunia. Kinanti adalah teman Alan sewaktu mereka SMA dan diusia yang sudah tidak muda lagi mereka kembali bertemu. Bagi Alan masa-masa SMA bersama Kinanti begitu indah untuk dikenang karena Alan waktu itu pernah juga jatuh cinta kepada Kinanti walaupun ternyata Kinanti hanya menganggapnya seorang sahabat.
Kepada siapa akhirnya Alan Erlangga melabuhkan hatinya?. Apakah kepada Daisy Listya seperti harapan cintanya selama ini?. Apakah kepada Kinanti?. Simak saja cerita episode demi episode dari Episode Cinta Daisy Listya.





Episode 4
ASA YANG TERSISA

Dihamparan sajadah tahajudku,
Kau besarkan hatiku.
Kau tentramkan gundahku.
Kau punahkan resahku.
Aku sungguh terlena saat berlama-lama denganMu.

Dihamparan sajadah tahajudku
Disitu aku termangu memungut satu demi satu
rinduku padaMu
Disitu aku terpaku terdiam membisu
sehingga tak ada kata dan doa di ruang hatiku
seakan hilang ditelan asaku yang tersisa


Dihamparan sajadah tahajudku,
Kau lucuti kelambi batinku
Kau telanjangi jiwaku
Disitu aku terpaku terbelenggu sejuta pilu
terduduk bertekuk lutut memujaMu
disitu aku bersujud khusyu
berserah jiwa yang tanpa daya dengan seribu malu

Dihamparan sajadah tahajudku,
Kau lepaskan lelah  hatiku
Kau tumbuhkan lagi kembang rinduku
Kau wujudkan lagi asa hidupku
Kau sucikan lagi batin jiwaku
Kau kobarkan lagi iman dadaku
Kau nyalakan lagi taqwa hatiku
izinkan hamba berlama lama terlena di haribaanMU

Minggu pagi seusai sholat Subuh itu aku benar-benar merasa segar ketika langkahku berayun meninggalkan Mesjid Al-Akbar, walaupun sehabis sholat tahajud malam itu aku tidak tidur hingga waktu Subuh tiba. Pagi sudah mulai meremang terang dan denyut nadi Kota Surabaya pun mulai berdetak teratur. Minggu pagi jalan Tol menuju Bandara Juanda tidak begitu padat mungkin karena hari masih pagi. Aku sepagi itu sudah meluncur disana menuju ke Bandara Juanda karena mengejar waktu untuk Kinanti yang akan kembali ke Bandung. Selama perjalanan menuju Bandara Juanda tidak habis-habisnya Kinanti membicarakan Daisy Listya.
“Daisy Listya seorang gadis yang sangat mempesona. Kesan pertama berkenalan dengannya, aku sudah terkesan alangkah ramah dan lembut sapaannya. Aku yakin hatinya juga seramah dan selembut itu. Wajar jika seorang Alan Erlangga harus jatuh hati padanya...,” suara Kinanti memecah kesunyian ketika kami masih meluncur di jalan Tol menuju Bandara Juanda. Mendengar kata-kata Kinanti, aku hanya bisa tersenyum kecut. Tersenyum dengan rasa perih karena kini harapan hanya tinggal harapan.
“Ya Kinan. Rasanya aku seperti bermimpi bertemu dan berkenalan dengan Listya yang telah membuka hati agar aku jangan hidup di masa lalu. Hiduplah di masa kini. Listya adalah gadis yang telah membangunkanku dari tidur yang panjang. Rasanya tidak percaya dia menikah dengan orang lain. Aku sebenarnya tidak kuasa melihat Listya bersanding dengan pria lain !”  kataku. Kinanti hanya menepuk punggungku sambil mengatakan agar aku tabah. Aku hanya bisa berterima kasih atas dukungan Kinanti.
“Kau harus mengerti apa dibalik kejadian ini pasti ada hikmahnya...!” kembali suara lembut Kinanti.
“Ya Kinan kita tidak boleh berhenti berharap kita harus terus menerus memelihara setiap harapan yang ada dalam hati kita karena kita yakin selalu ada Allah yang akan mewujudkan setiap harapan hambaNya..!” kataku yakin tapi sebenarnya kata-kata itu hanya untuk menghibur diri.
“Jika kita kehilangan satu harapan biarkan kita tumbuhkan seribu lagi harapan jika seribu harapan juga hilang maka kita tumbuhkan lagi sejuta harapan...tiada harapan yang boleh padam dari hati kita....!” kata Kinanti.
Aku hanya termenung. Benarkah aku kehilangan harapan?. Bukankah harapanku masih tetap ada?. Ya harapan itu adalah Cinta Allah. Sungguh kini aku benar-benar tersenyum lega dan rasa hati ini menjadi lapang. Allah itu sebaik-baik perencana oleh karena itu mari kita sikapi setiap ujian Allah dengan hati yang lapang. Aku akan ingat selalu kata-kata Kinanti yang pernah dia ucapkan.
Tiba di Bandara Juanda waktu masih menunjukkan pk 8.00 sedangkan check in pk.9.00 berarti masih ada 1 jam berbincang dengan Kinanti. Kami duduk santai di Ruang tunggu Keberangkatan sambil menikmati segelas es juice apokat dan makanan kecil.
“Alan bukankah kau pernah bilang mencintai tidak harus memiliki. Cinta itu menjadi sangat tinggi nilainya karena kita mencintai dengan tulus semata hanya untuk kebahagiaan orang yg kita cintai. Kebahagiaan itu ada dalam hati kita sendiri. Tinggal kita mau atau tidak untuk mengambilnya....!” kata Kinanti
”Ya Kinan. Sekarang aku hanya butuh waktu saja untuk secepatnya melupakan perasaan hati ini kepada Listya. Aku harus berani menghadapi kenyataan ini!” kataku meyakinkan padahal perasaan hati ini masih rapuh dan lelah. Rupanya Listya dalam perasaan Kinanti masih terkesan lembut,ramah dan akrab.
”Listya menyapaku seperti sudah lama kenal denganku. Aku sangat terkesan dengan gadis itu. Ketika kau memperkenalkannya kepadaku, dia malah menatapmu dan aku bisa merasakan tatapan Listya seperti ingin bertanya, inikah calon istri Alan Erlangga?” kata Kinanti menceritakan kembali saat kami mengucapkan selamat kepada Listya pada Resepsi pernikahannya waktu itu.
”Aku juga bisa merasakan itu. Bahkan aku bisa merasakan bahwa tatapan itu adalah tatapan Diana Faria. Ah entahlah aku terlalu emosional Kinan !” kataku. Kinanti terdiam sambil menatapku kemudian dia tersenyum.
”Sudahlah Alan. Listya adalah gadis yang mungkin ditakdirkan untuk menggugah perasaanmu agar kau tidak terbelenggu dengan masa lalumu. Jika Allah berkehendak tak ada satupun kekuatan yang dapat menghalangiNya. TakdirNya adalah yang terbaik untuk kita...!” kata Kinanti.
Memang benar takdir Allah pasti yang terbaik karena Allah sebaik-baik Penentu. Aku hanyalah hambaNya yang dapat memperoleh sesuatu sesuai dengan yang diupayakan sedangkan tidak ada daya dan upaya selain kekuatan Allah yang Maha Berkuasa atas segala sesuatu.
”Okey Alan ini saatnya aku harus segera menuju pesawat. Tabahkan dirimu sobat jangan lupa Kinanti akan selalu menemanimu dengan doa. Assalaamu alaikum!” kata Kinanti sambil tersenyum.
”Wa alaikum salaam. Okey Kinan terima kasih. Insya Allah aku akan tabah. Jangan lupa kabari aku kalau kau sudah tiba di Bandung...!” kataku sambil menjabat tangan Kinanti. Aku menatap  kepergian Kinanti yang bergegas menuju pintu dimana para penumpang memasuki pesawat. Sebelum masuk pintu Kinanti masih sempat melambaikan tangannya.
Kinanti adalah sahabat karib dimasa remaja dulu namun sampai saat inipun kesetiaannya terhadap persahabatan tidak pernah berubah. Aku bisa merasakan ketulusan hatinya.  Persahabatan yang tulus akan kekal sepanjang hayat. Kinanti salah satu dari sahabat-sahabat wanitaku yang kukagumi karena kepribadiannya yang istimewa. Dua lainnya adalah Erika Amelia Mawardini dan Aini Mardiyah. Wanita-wanita yang memiliki karakter luhur selalu menjunjung tinggi harga dirinya yang terhormat. Wanita adalah mahluk Allah yang diciptakan untuk membuat hati lelaki menjadi tenteram. Listya adalah wanita yang diciptakanNya untuk menentramkan hatiku. Ya berada disisinya memang kurasakan ketentraman itu. Aku tidak dapat membayangkan bagaimana jika aku berada disisi Sang Pencipta Listya yaitu Allah Yang Maha Pencipta. Aku akan mendapatkan ketentraman yang sempurna. Maha Suci Allah.
Aku segera saja kembali menuju tempat dimana mobilku diparkir. Tiba-tiba saja sebuah mobil Honda Jazz berwarna biru berhenti tepat disamping mobilku. Aku mengenal mobil dan pengemudinya. Audray Lin.
”Hallo pak Profesor ! pagi-pagi sudah di Bandara mau jemput siapa?” tanya Audray yang dandanannya aduhay. Gadis cantik beretnis Tionghoa ini selalu berpakaian seksi seolah ingin memamerkan kemolekan tubuhnya. Berbicara mengenai fisik, Listya tidak kalah dengan Audray namun Listya mensyukurinya dengan memelihara dan menjaganya dengan jilbab dan busana yang sopan dan tertutup sesuai ajaran agamanya. Aku bersyukur saat ini jiwa petualanganku seperti sewaktu zaman SMA dulu sudah tidak pernah lagi menggodaku. Jika aku ketemu Audray semasa SMA dulu entah sudah diapakan gadis ini. Astagfirullah.
”Hallo Di rupanya mau mengantar atau mau menjemput siapa?” kataku.
”Saya mengantar Tante dan Om mau pergi ke Jakarta...!” kata Audray sambil memperkenalkan Tante dan Om nya. Aku menjabat tangan mereka. Mereka pun menyambut perkenalan ini dengan hangat.
”Pak Prof nanti boleh aku mampir ke rumah ya!” kata Audray. Aku tidak bisa menolak permintaan Audray apalagi hal itu dikatakan dihadapan Om dan Tantenya rasanya aneh jika aku menolak. Aku hanya mengangguk.
”Maaf lho Pak memang keponakan saya ini manjanya minta ampun pasti sering merepotkan Bapak ya!” suara Tantenya Audray. Mendengar ini aku hanya tersenyum. Aku sangat terkesan dengan keramahan mereka. Setelah berbincang sebentar akhirnya Audray bersama Om dan Tantenya berpamitan untuk menuju ruang tunggu keberangkatan. Akupun segera men starter mobilku dan kembali meluncur di Tol Bandara menuju arah Waru kemudian memutar ke arah Menanggal melalui Bundaran Waru. Sampai di rumah aku sudah ditunggu dengan agenda hari Minggu ini yang sebenarnya cukup padat dengan pekerjaan yang harus aku selesaikan. Ada 8 proposal skripsi yang numpuk masih juga belum kusentuh dan satu Thesis untuk S3. Aku memang sengaja pada hari Minggupun selalu menyibukkan diri hanya sekedar untuk melupakan ingatanku terhadap Daisy Listya. Hanya sekitar setengah jam kemudian Audray sudah tiba di rumah sesuai janjinya mau mampir. Kami duduk diteras depan rumah sambil mencicipi makanan ringan dan segelas orange dingin.
”Pak kemungkinan aku mau mengambil program Apoteker tahun ini. Aku harus memenuhi keinginan Tante di sini agar aku bisa mengurus Apoteknya!” kata Audray membuka pembicaraan.
”Wah bagus Di. Saya baru tahu Tantemu mempunyai Apotek. Saya dukung rencanamu mengambil program Apoteker!.  Berarti setelah menjadi Apoteker, Audray tinggal di Surabaya dong lalu nanti bagaimana cowoknya yang di Malaysia ” kataku.
”Biarlah aku tinggalkan cowok yang di Malaysia. Aku suka dengan cowok Indonesia yang seperti Profesor Alan yang ganteng ini” kata Audray sambil tertawa renyah. Audray adalah gambaran gadis masa  kini yang terbuka dan agresif.
Gadis Tionghoa ini memang cantik dengan fisik yang sangat menawan bagi lelaki manapun. Apalagi gadis ini pandai memilih pakaian seolah tahu mana yang harus dipamerkan dari kemolekan tubuhnya. Sebagai lelaki normal, aku suka dengan fisik Audray. Namun Aku harus bersyukur karena Alan Erlangga yang sekarang adalah lelaki yang mempunyai sistem nilai yang berbeda dengan Alan Erlangga pada zaman SMA dulu. Sejak aku mengenal Daisy Listya aku dapat merasakan kecantikan seorang gadis bukan dari fisik yang vulgar tapi kecantikan yang nyata kurasakan namun begitu sulit jika harus diungkapkan dengan kata-kata.  
”Minggu depan aku akan kembali dulu ke Malaysia. Pendaftaran program Apoteker baru dibuka pada bulan Mei maka aku akan segera mendaftar. Pak Alan memberi kuliah pada program Apoteker?” kata Audray.
 ”Ya Di!. Saya memberi kuliah pada semester tahun pertama!” jawabku.
Tiba-tiba HP ku memberi sinyal ada sms masuk. Mungkin sms dari Kinan. Ketika ku buka HP ku. Oh Tuhan ternyata sms dari Listya. Aku membaca huruf demi huruf, kalimat demi kalimat sms tersebut :
”Pak Alan...saya senang bisa berkenalan dengan Bu Kinan. Saya juga sekarang ikut bahagia ternyata akhirnya Bapak mengenalkan juga orang yang telah menggugah hati Bapak. Bu Kinan orangnya cantik dan ramah, saya yakin hatinya juga cantik. Bu Kinan calon istri yang ideal untuk Bapak. Sekali lagi selamat Pak jangan lupa undangan pernikahannya nanti. (Listya)”

Membaca sms dari Listya aku hanya termenung membisu. Hatiku merasakan kepedihan yang teramat sangat. Betapa Listya tidak tahu siapa sebenarnya gadis yang menggugah hidupku. Listya, kamulah orang yang telah membuka ketertutupan hatiku. Aku hanya menulis dalam sms balasanku dengan kata-kata : ”Terima kasih Listya”. 
Beberapa saat kemudian Kinanti mengirim sms juga yang mengabarkan bahwa ia kini sudah di tiba di Jakarta dan sekarang sedang dalam perjalanan menuju ke Bandung dengan Bus Primajasa.  Aku bersyukur Kinanti sudah tiba dengan selamat walaupun belum sampai kota Bandung. Teringat apa yang dikatakan Kinanti bahwa “Jika kita kehilangan satu harapan maka biarkan kita tumbuhkan seribu lagi harapan jika seribu harapan juga hilang maka kita tumbuhkan lagi sejuta harapan...tiada harapan yang boleh padam dari hati kita!”. Aku tidak boleh kehilangan harapan?.
Harapanku adalah mendapatkan cinta Listya. Apakah masih ada harapan?. Bukankah Listya sekarang sudah resmi menjadi seorang istri dari seorang suami?. Harapan mana yang harus kudapatkan?. Ya Allah harapanku ternyata hanya Engkau. Tidak ada cinta yang paling aku dambakan selain dari cinta dariMu. Andai Listya memberikan cintanya kepadaku maka aku mau cinta Listya adalah cinta yang berasal dariMu. Jika aku mencintai Listya maka aku mau cintaku padanya adalah karena aku mencintaiMu. Subhanallah. Maha Suci Allah.
“Hai Pak profesor kok malah melamun!” suara Audray menyadarkanku dari lamunan sesaat.
“Sorry Di he he he!” kataku sambil tertawa.
“Pasti tadi sms yang bikin bapak melamun. Sms dari siapa Pak?” tanya Audray penasaran.
“Rahasia dong kamu gak boleh tahu...!” kataku bercanda.
“Okey..okey aku tahu pasti sms dari calon istri ya!” kata Audray masih juga penasaran. Kembali aku tertawa dan ini telah membuat Audray merasa kesal.
“Benar Di. Tadi itu sms dari calon istriku !. Namanya Kinanti Puspitasari!” kataku sekenanya. Maksudku hanya bercanda tapi setelah sadar aku kaget  juga.
“Gadis dari mana pak?. Mahasiswi Farmasi?. Namanya cantik sekali!” pertanyaan beruntun Audray kembali membuat aku tersenyum.
“Ya Kinanti Puspitasari adalah bukan mahasiswa Farmasi disini tapi Dosen Farmasi ITB. Dia dulu adalah teman SMA saya. Kalau Kinanti namanya cantik, tentu dong orangnya juga cantik!” kataku. Audray terdiam membisu beberapa saat.
“Apakah aku sudah kehilangan harapan?” kata Audray seolah-olah bertanya kepada diri sendiri.
“Harapan apa Di?” tanyaku pura-pura bego.
“Dari dulu aku pengagum Prof Alan. Bapak juga tahu kan?. Kalau sudah ada Kinanti di hati Bapak berarti aku kehilangan harapan dong!” kata Audray ceplas ceplos. Aku hanya diam saja tidak mau menanggapi ucapannya.
“Tapi Pak dalam hidup ini kita tidak boleh kehilangan harapan. Jika kita tidak punya harapan lebih baik mati saja. Ayo Audray tetap semangat harapan masih tetap ada karena kamu masih ingin hidup,” suara Audray memberi semangat untuk dirinya sendiri.
Mendengar ini aku tertegun juga terutama kata-kata Audray bahwa kita tidak boleh kehilangan harapan apalagi tidak punya harapan lebih baik mati saja.
“Dosen? Apa dulu teman kuliah Bapak?”  tanya Audray. Wah arek iki karepe opo sih. Aku  jelaskan semua tentang Kinanti kepada Audray. Setelah itu gadis ini mulai mengerti dan yang membuat aku kagum tidak sedikitpun ada perubahan sikap dari Audray. Gadis ini tetap ceplas ceplos dan cair seperti air mengalir. Salah satu sifat yang aku sukai adalah orang yang punya pendirian seperti Audray ini. Bahkan ketika dia pamit masih sempat dia bercanda bahwa dia siap bersaing dengan Kinanti. Bukan main bisa membuat aku besar kepala.
Bagaimanapun aku menilai orang seperti Audray ini dari sisi positifnya adalah luar biasa. Semangatnya patut ditiru untuk mendapatkan apa yang menjadi  cita cita dan harapan.  Dulu ketika aku kehilangan Diana Faria aku benar-benar tidak mempunyai harapan itu artinya selama 20 tahun aku sudah mati. Daisy Listya yang membangunkanku dari tidur panjang. Ya Listya adalah harapanku, impianku, cintaku yang hilang. Aku tidak boleh melepaskan harapanku. Aku harus tetap berharap untuk cintaku. Terus berharap, terus berharap, terus berharap terhadap Daisy Listya. Satu hal yang paling penting aku tidak akan pernah berhenti berharap terhadap cinta Allah.

Di Surabaya pada akhir bulan Maret ini masih juga sering hujan. Padahal menurut orang tua dulu bulan Maret adalah sudah mulai seret hujan. Rupanya sekarang hal itu sudah tidak berlaku karena adanya perubahan iklim yang tidak terkendali. Seperti pada siang hari itu hujan deras mengguyur kota Surabaya. Aku memandang tetesan air  hujan dari jendela kamar kerjaku di lantai dua. Pelataran parkir di bawah sudah mulai tergenang air hujan yang tidak tertampung saluran drainase. Di Indonesia ini bukan saja di Surabaya bahkan di Jakarta jika hujan turun dengan deras maka jalan-jalan protokol sekalipun akan digenangi air hujan yang tidak bisa ditampung saluran drainase karena penuh dengan sampah. Jika sudah demikian maka kemacetan lalu lintas terjadi dimana-mana. Kondisi ini sebenarnya sangat memprihatinkan karena sebenarnya kita banyak memiliki pakar-pakar sipil yang handal untuk jalan raya. Terdengar ketukan pelan di pintu dan suara assalaamu alaikum. Aku membukakan pintu.
“Assalaamu alaikum pak Profesor !” suara lembut dari seseorang yang setiap saat ini selalu kurindukan. Ya Listya sekarang berdiri didepanku. Dia bertambah cantik tapi kelihatan lebih pucat seperti kurang tidur. Aku benar-benar terkejut tak percaya kalau yang ada didepanku ini adalah Listya.
“Listya?”
“Ya Pak Alan!” katanya sambil tersenyum. Oh senyum ini adalah senyum khas Listya yang artistik sangat mendamaikan hati.
“Rasanya seperti mimpi...tunggu aku mau mencubit tanganku dulu terasa enggak oh ternyata terasa berarti bukan mimpi !” kataku tertawa.
“Ah Bapak bisa saja!” kata Listya tertawa kecil. Aku mempersilahkan Listya duduk di sofa.
“Mas Rizal kok tidak ikut sekalian! Mungkin sibuk dengan pekerjaannya ya!” kataku membuka pembicaraan.
“Ya Pak, dia sekarang ada diluar kota jadi tidak bisa mengantarku. Oh ya sebenarnya saya ingin mencari informasi untuk pendaftaran program Apoteker sudah dibuka belum Pak?” tanya Listya.
“Listya mau ikut program Apoteker? Bulan Mei baru dibuka untuk pendaftaran persyaratan adminitrasinya bisa ditanyakan kepada bagian akademik tanya sama Bu Yuli pasti Listya kenal yang selama ini ngurusi soal administrasi akademik..!” kataku.
“Ya Pak rencananya saya mau ikut program Apoteker. Mas Rizal juga sudah setuju. Okey kalau begitu saya mau menemui Bu Yuli. Bagaimana kabarnya Bu Kinanti Pak?” tanya Listya. Pertanyaan ini bagaikan petir penyambar perasaan ha ha ha. Aku tidak tahu harus menjelaskan bagaimana.
“Oh ya Bu Kinan. Listya belum kenal betul siapa dia. Bu Kinan adalah teman SMA dulu. Sekarang dia tenaga pengajar di Farmasi ITB.  Waktu itu dia ada di Surabaya untuk mengikuti Workshop tentang tanaman obat. Kebetulan bersamaan dengan Undangan Pernikahan Listya maka sekalian saja saya ajak ke Resepsi itu!” aku menjelaskan kepada Listya.
“Saya baru kenal satu menit saja rasanya seperti sudah akrab bertahun-tahun seperti pernah mengenal orang secantik Bu Kinan. Sungguh saya sangat bahagia akhirnya Bapak mau mengenalkan Bu Kinan kepada saya. Kalau Bu Kinan ke Surabaya singgah ke Malang jangan lupa ya Pak salam dari saya kalau  bapak kontak Bu Kinan !” kata Listya.
“Ya Listya terima kasih nanti salamnya akan saya sampaikan!”  kataku.
“Oh ya Pak Alan saya nanti selama mengikuti program Apoteker mohon bimbingan Bapak dan mau merepotkan Bapak lagi he he he!” kata Listya.
“Insya Allah Lis. Untuk mahasiswi secerdas Daisy Listya pasti Si Profesor dengan senang hati mau membimbing dan direpotkan he he he!” kataku. Kami sama-sama tertawa. Di luar hujan sudah mulai reda.
“Terima kasih pak sudah memberi waktu untuk saya!” kata Listya.
“Ya sama-sama Bu Rizal!” kataku sengaja memanggil Listya dengan Bu Rizal.
“Jangan panggil Bu Rizal dong Pak!” kata Listya cemberut. Aku tersenyum melihat Listya cemberut.
“Okey Listya jangan marah gitu dong nanti malah tambah cantik!” kataku bercanda tapi serius. Wanita cantik walaupun lagi marah  memang tetap saja cantik. Akhirnya istri Rizal Anugerah ini berpamitan. Aku mengantarnya sampai di pintu.
Entah kenapa hari ini ada rasa bahagia menyelinap direlung hatiku. Apakah karena Listya mau melanjutkan ke program Apoteker sehingga aku bisa setiap hari bertemu dengannya. Entahlah. Aku juga melihat Listya sangat bahagia dan bersemangat untuk mengikuti program Apoteker. Lepas dari semua pertanyaan-pertanyaan aneh itu, aku harus berani menghadapi kenyataan bahwa Listya sekarang adalah istri Rizal Anugerah. Tapi apakah masih ada kenyataan yang lain?. Ada. Aku tidak boleh melepaskan harapanku. Aku harus tetap berharap untuk cintaku. Terus berharap, terus berharap, terus berharap kepada Daisy Listya. Walaupun itu adalah mungkin asa yang tersisa.

BERSAMBUNG EPISODE 5