Tuesday, April 5, 2016

EPISODE CINTA DAISY LISTYA (9)


Foto Hensa 


Tantangan 100 Hari Menulis Novel FC
EPISODE CINTA DAISY LISTYA
Oleh Hendro Santoso (Peserta Nomor 27)
Sinopsis
Alan Erlangga adalah sosok yang selama 20 tahun merasa kehilangan Diana Faria, kekasihnya yang harus dipanggil oleh Yang Maha Punya hanya seminggu sebelum hari perkawinan mereka. Merasa kehilangan selama 20 tahun adalah waktu yang lama. Ternyata ALLAH telah mengirim seorang gadis bernama Daisy Listya untuk menggugah hati Alan Erlangga. Daisy Listya adalah seorang gadis cantik, cerdas, berkepribadian luhur, memiliki prinsip hidup, berhasil membuka dan mencairkan kebekuan hati seorang Alan Erlangga. Listya ini yang telah menyadarkannya dari mimpi buruk panjang. Mungkin saja Daisy Listya memang nantinya bukan menjadi teman hidupnya karena seusai Wisuda Sarjana, Listya akhirnya bertunangan dengan pria yang mencintainya bahkan sampai menuju jenjang pernikahan. Menghadapi kenyataan ini Alan Erlangga tidak mampu berbuat apa-apa. Alan hanya pasrah. Cukup baginya bahwa Daisy Listya adalah gadis yang telah mampu membuka hatinya menjadi merasa hidup kembali. Ada pepatah bahwa mencintai itu tidak harus memiliki. Benarkah cinta itu menjadi sangat tinggi nilainya ketika harus mencintai tapi tidak harus memiliki?. Ditengah-tengah kegalauannya tiba-tiba hadir sahabat lamanya bernama Kinanti Puspitasari. Seakan hadir untuk menentramkan hatinya. Saat ini Kinanti memiliki seorang putri yang sedang beranjak remaja. Wanita ini membesarkan putri semata wayangnya sendirian karena suaminya sudah lama meninggal dunia. Kinanti adalah teman Alan sewaktu mereka SMA dan diusia yang sudah tidak muda lagi mereka kembali bertemu. Bagi Alan masa-masa SMA bersama Kinanti begitu indah untuk dikenang karena Alan waktu itu pernah juga jatuh cinta kepada Kinanti walaupun ternyata Kinanti hanya menganggapnya seorang sahabat.
Kepada siapa akhirnya Alan Erlangga melabuhkan hatinya?. Apakah kepada Daisy Listya seperti harapan cintanya selama ini?. Apakah kepada Kinanti?. Simak saja cerita episode demi episode dari Episode Cinta Daisy Listya.






Episode  9
MENUNGGU RINDU SETIAP RABU

Mata kuliah yang kuberikan untuk Program Studi Profesi Apoteker  dalam semester pertama ini adalah Manajemen Farmasi, disampaikan setiap hari Rabu pagi. Sudah pasti setiap hari Rabu itu aku selalu bertemu Listya. Uniknya setiap mengikuti kuliahku, Listya selalu duduk dibarisan kedua sebelah kanan. Kadang-kadang aku sesekali mencuri pandang pada saat aku sedang memberikan presentasi mata kuliahku. Sudah pasti setiap Rabu adalah hari yang selalu paling aku tunggu. Paling tidak dalam satu semester ini ada sekitar 16 sampai 18 hari Rabu ini artinya sebanyak itu pula aku bisa berjumpa Listya. Daisy Listya memang wanita yang diciptakan Allah dengan aura kecantikan yang luhur karena dibalut dengan ahlakul karimah. Tidak ada lagi yang harus kuragukan tentang itu.  

Seperti Rabu pagi itu seusai kuliah, aku sempat berbincang dengan Listya di Ruang Kelas, sementara itu Audray yang biasanya nimbrung kali ini pamit duluan karena mendadak mendapat telpon Tantenya.
“Listya bagaimana kabar kesehatan Mas Rizal ?” kataku membuka pembicaraan.
“Alhamdulillah baik Pak, hanya saja tetap harus melakukan cuci darah dua hari sekali. Sebenarnya dokter menyarankan operasi cangkok ginjal!” kata Listya dengan wajah yang kelihatan murung memikirkan kesehatan suami tercintanya.
 “Apakah Mas Rizal ada keinginan untuk transplantasi ginjal?” tanyaku hati-hati.
“Beberapa hari ini keluarga juga mengharapkan agar Mas Rizal mau melakukan transplantasi ginjal. Namun Mas Rizal masih belum menjawab dengan pasti!” suara Listya penuh keprihatinan.
“Saya turut prihatin Lis tapi mudah mudahan kalau harus transplantasi ginjal dimudahkan untuk mendapatkan donornya!”
“Iya pak mudah-mudahan Allah memberikan yang terbaik!” kata Listya.
Dialog singkat ini cukup mengobati rasa rindu untuk berbincang dengan Listya walaupun isi dialognya adalah hal yang menyedihkan. Aku berpamitan kepada Listya karena siang ini harus menerima Tim Auditor dari Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi yang akan melakukan audit. Persiapan yang sudah dilakukan dalam tiga bulan terakhir, hari ini akan di audit oleh Tim Auditor. Mereka para Auditor akan melakukan pekerjaannya selama dua hari. Aku bersama Tim dari Fakultas Farmasi sudah menyiapkan semua dokumen sistem mutu maupun dokumen dokumen lain yang diperlukan oleh Tim Auditor. Aku hanya berharap dari assessment ini akan memberikan hasil yang sesuai dengan cita-cita Fakultas Farmasi yaitu terakreditasi dengan peringkat yang baik. Maka dua hari ini sudah pasti kesibukanku benar-benar terkuras menemani Tim Auditor dibantu oleh teman-teman anggota dari Tim Akreditasi Fakultas.
Hari pertama semua program audit berjalan lancar demikian pula hari berikutnya. Hari Kamis sore itu akhirnya proses audit selesai dan beberapa temuan sementara yang bisa dikomunikasikan langsung di diskusikan di Ruang Rapat Fakultas. Alhamdulillah dua hari yang melelahkan itu akhirnya usai dan sore itu aku pulang meninggalkan halaman parkir Fakultas di Dharmawangsa dengan penuh kelegaan. Mobilku Kijang Kapsul yang kukendarai meluncur menuju jalan Kertajaya menembus keramaian lalulintas sore di  Kota Surabaya. Sebenarnya selama perjalanan pulang macet di mana mana namun aku nikmati saja. Apalagi rasa sumpek dan penat ini hilang begitu saja ketika bayangan wajah Listya ada di depanku. Ya wajah ini selalu ada di manapun, kapanpun, dan aku akan bertemu wajah itu pada setiap Rabu pagi namun besok baru hari Jumat betapa lamanya menunggu Rabu pagi. 
Jadwal Sabtu ini aku menghabiskan waktuku di Laboratorium. Penelitianku tentang tanaman obat masih belum selesai. Sudah kukerjakan beberapa tahap penelitian dan sekarang adalah masuk ke dalam tahap identifikasi senyawa gugus fungsional kimianya.  Dalam penelitian ini aku melibatkan beberapa mahasiswa tingkat skripsi untuk mengerjakan beberapa bagian dari penelitian ini dan data hasil yang diperoleh dapat digunakan untuk bahan skripsi mereka tentu saja dengan seizinku sebagai Pembimbing mereka. Dulu waktu Listya menyusun skripsinya juga menggunakan sebagian dari data penelitianku. Dosen yang bergelar Profesor sepertiku memang dituntut aktif melakukan penelitian penelitian untuk menambah wawasan ilmu pengetahuan yang lebih luas. Rencananya hasil hasil penelitian ini akan kusampaikan dalam Seminar International Conference Research On Traditional Complementary & Alternative Medicine In Health Care. Dalam seminar seperti ini banyak dijumpai ide ide brilian dari para ahli. Aku sendiri beberapa tahun terakhir ini sedang mendalami tentang obat obat tradisional yang tanaman obatnya melimpah ruah di jagad Nusantara ini. Beberapa penemuanku mengenai tanaman obat sudah banyak di publikasikan di beberapa Jurnal Ilmiah baik Nasional maupun International. Sudahlah. Sementara stop dulu pembicaraan tentang tanaman obat yang sudah banyak kutemukan. Hanya ada satu obat yang sampai sekarang belum bisa kutemukan yaitu obat rindu kepada Listya. Oh apalagi sekarang masih hari Sabtu betapa lamanya hari Rabu. Obat yang itu memang obat yang istimewa dan tentu saja tidak mudah untuk mendapatkannya karena obatnya adalah Daisy Listya.

Menunggu hari Rabu pada Sabtu malam adalah hal yang sangat menjenuhkan. Seperti biasanya seusai sholat Magrib di Mesjid Al Akbar itu aku tadarus sambil menunggu saatnya sholat Isya. Aktivitas ritual rutin itu akhirnya berakhir saat aku kembali menekuni lagi tugas-tugas yang memang sengaja kubawa ke rumah. Laptop sudah kusiapkan di atas meja kerjaku. Rasanya malam ini aku tidak mempunyai semangat kerja apakah karena terlalu lama menunggu hari Rabu?. Rabu yang selalu kutunggu hanya karena aku bisa bertemu dan berbincang dengan Listya?. Entahlah yang jelas aku benar-benar malas untuk melakukan sesuatu maka malam Minggu ini akhirnya kuhabiskan dengan menonton TV pada chanel Sepakbola. La Liga tentu saja menjadi pilihanku karena disana ada klub favoritku Barcelona FC.

Rabu pagi itu di depan kelas aku dengan penuh semangat menyampaikan kuliah Manajemen Farmasi. Sesekali aku mencuri pandang kepada Listya yang saat itu sedang mencatat isi kuliahku. Aku melihat wajah yang teduh dan lembut itu kelihatan lelah. Listya ah andaikan aku bisa membuat wajah itu kembali ceria dan bahagia. Andaikan.
“Tanya Pak!” aku dikejutkan oleh seorang mahasiswa yang ingin bertanya dengan mengacungkan telunjuknya. Pertanyaanpun aku jawab dan akhirnya sekalian saja kubuka sesi diskusi. Audray adalah mahasiswa yang paling dominan dalam sesi diskusi itu. Ku akui gadis ini memang cerdas tapi Listya tidak kalah cerdas. Banyak sekali pertanyaan-pertanyaan namun ternyata tidak satupun pertanyaan itu keluar dari bibir Listya. Aku tahu Listya saat ini sedang mengalami masalah yang cukup pelik dan berat. Bahkan sampai jam kuliah berakhirpun Listya sama sekali tidak begitu aktif dalam diskusi itu.
“Pak Alan, saya pamit duluan harus kembali ke Malang. Siang nanti saya tidak bisa ikut kuliah Farmakoterapi Terapan. Assalaamu alaikum” kata Listya sambil bergegas meninggalkan kelas.
“Wa alaikum salaam Listya. Hati-hati ya!” kataku dan Listya hanya tersenyum.
Aku sebenarnya ingin menanyakan apa yang sedang terjadi apakah ada hubungannya dengan Rizal suaminya?. Dalam jadwal kuliah hari ini memang ada kuliah siang nanti pukul 13.00 Farmakoterapi Terapan dosennya adalah Dr Fadliansyah, M.Sc. Aku sengaja menyimpan jadwal kuliah Listya ini agar aku tahu hari apa saja wanita ini ada di Kampus. Setiap hari memang ada mata kuliah yang harus diikuti oleh Listya. Hari Rabu pagi adalah mata kuliah yang aku berikan dan mungkin hanya setiap Rabu pagi ini saja aku bisa sempat bertemu Listya. Hari hari yang lain jadwalku juga padat. Senin dan Selasa aku mengisi kuliah di Program S1. Kamis dan Jumat di Pasca Sarjana sedangkan Sabtu aktivitasku penuh di Laboratorium. Rapat rapat Fakultas juga menyita kesibukanku terutama yang menyangkut akreditasi untuk program studi Profesi Apoteker.
“Pak Profesor Alan melamun ya!” aku benar-benar terkejut mendengar seseorang memanggilku ternyata Audray menghampiriku.
“Melamunkan pacar yang di Bandung ya?”
“Di itu bukan pacar tapi calon istri!”  kataku berseloroh sengaja saja agar Audray tidak terlalu agresif lagi karena aku sekarang sudah punya calon istri he he he.
“So sweet calon istri nih. Aku jadi bertambah penasaran nih pingin kenal sama yang namanya Bu Kinanti!” kata Audray.
“Aku janji kalau Kinanti ke Surabaya akan kukenalkan kepadamu Di!” kataku.
“Oke thanks. Informasi dari Listya katanya Bu Kinan orangnya cantik, lembut tutur katanya, ramah senyumnya dan sangat bersahabat. Wah itu kan kriteria idealnya Pak Alan. Tentu sexy juga dooong.!” kata Audray.
“Oh Tentu Di aku memilih calon istri pasti tidak sembarangan!” kataku. Mendengar ini Audray ketawa.
“Okey okey okey aku percaya Pak Profesor punya selera tinggi. Aku menjadi bertambah penasaran nih!” kata Audray.
“Penasaran kepada siapa? Kepada Bu Kinan atau aku?”
“Penasaran kepada Pak Profesor !” kata Audray sambil tertawa lepas. Gadis ini memang cantik dengan wajah khas Mandarin.  Kulit kuning langsat bersih, tubuh yang aduhai apalagi pakaian yang digunakan seakan memamerkan keelokan tubuhnya. Satu hal dari kelebihan Audray adalah cerdas sedangkan satu hal yang ku takutkan dari Audray adalah nekad pokoknya yang dia inginkan selalu dikejar sampai dapat.
“Oh ya Pak Alan Tanteku menanyakan kapan mau main ke rumah?” kata Audray.
“Di tolong sampaikan kepada Tantemu terimakasih suatu hari nanti aku akan berkunjung !” kataku. Audray hanya mengangguk dan tersenyum lalu berpamitan. Akupun meninggalkan Ruang Kuliah itu menuju Ruang Kerjaku di lantai 2.
Agenda siang ini sampai sore nanti ada acara Rapat Evaluasi tentang temuan temuan dari  Tim Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN PT) yang harus direvisi oleh Tim Fakultas. Ah sungguh sungguh kali ini Rabu yang menjenuhkan benar-benar menyanderaku. Ternyata Rapat Evaluasi berlangsung sampai malam karena harus segera diselesaikan tuntas agar hasil revisinya segera dikirim ke Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi Jakarta.

Rabu kemarin aku tidak melihat Listya mengikuti kuliahku, tidak ada kabar sama sekali baik lewat temannya, ponsel  maupun sms. Apa yang terjadi dengan Listya?. Aku benar-benar sangat menghawatirkannya. Dalam suasana seperti ini aku jadi teringat apa yang diceritakan Kinanti ketika bertemu dengan Listya. Waktu itu Listya bercerita bahwa Kinanti beruntung karena mempunyai calon suami sepertiku tapi mengapa cerita itu harus disimpulkan kalau Listya mencintaiku?. Mungkin Listya hanya mengungkapkan perasaan gundah atas masalah rumah tangganya, tapi mengapa Kinanti mempunyai kesimpulan seperti itu. Apakah karena instink seorang wanita?. Mungkin juga. Namun ini faktanya apa yang dikatakan Kinanti waktu itu “Aku bisa merasakannya sebagai seorang wanita. Listya merasa mendapatkan perlindungan ketika berada didekatmu. Mendapatkan kenyamanan, kegembiraan, kedamaian hati. Listya merasakan perhatianmu kepadanya terlepas dari statusmu sebagai dosen pembimbing mahasiswinya, ” kata Kinanti waktu itu. Namun saat ini kekhawatiranku lebih tertuju kepada keadaan kesehatan Rizal suaminya. Semoga saja mereka baik baik dan selalu dalam lindungan Allah.

Hari Rabu kali ini aku mendapatkan dua kebahagiaan. Pertama aku menerima Surat Keputusan dari Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN PT) yang menyatakan bahwa Program Studi Profesi Apoteker (PSPA) memperoleh peringkat Akreditasi A dengan nilai 375. Alhamdulillah ternyata segala jerih payahku bersama Tim Fakultas telah membuahkan hasil yang sangat membanggakan. Selain mendapat ucapan dari Dekan Fakultas aku juga menerima ucapan selamat melalui ponsel dari Rektor.  Kebahagiaan yang kedua hari Rabu ini Listya sudah mulai mengikuti kuliahku lagi. Namun diakhir kuliahku tadi Listya tidak sempat berbincang dan hanya berpamitan kepadaku karena ada urusan penting. Sempat pula Listya akhirnya mengirim permintaan maaf melalui sms karena absen Rabu yang lalu tidak masuk dalam kelas mata kuliah Manajemen Farmasi. Walaupun aku kecewa tidak sempat ngobrol tapi paling tidak kerinduanku melihat wajah Listya sudah terobati. Kekecewaanku berubah menjadi kegembiraan ketika akhirnya aku menerima sms dari Listya yang mengabari apakah aku punya waktu untuk bertemu seusai kuliah Farmakoterapi Terapan nya Dr Fadliansyah, M.Sc. Pada jam yang sama aku mengisi kuliah di Semester Lima Mahasiswa S1.  Aku setuju bertemu Listya dengan membalas smsnya.

Sore itu ruang tempat kerjaku terasa sunyi tak ada suara kecuali isak tangis Listya. Sementara aku hanya bisa membisu tak ada kata yang mampu untuk menghentikan isak tangis Listya. Wanita cantik ini menangis tersedu setelah bercerita penuh dengan haru. Aku yang duduk tepat dihadapannya hanya mampu terdiam menyatu dalam kesunyian.

BERSAMBUNG Episode 10

Sunday, April 3, 2016

EPISODE CINTA DAISY LISTYA (8)



Tantangan 100 Hari Menulis Novel FC
EPISODE CINTA DAISY LISTYA
Oleh Hendro Santoso (Peserta Nomor 27)
Sinopsis
Alan Erlangga adalah sosok yang selama 20 tahun merasa kehilangan Diana Faria, kekasihnya yang harus dipanggil oleh Yang Maha Punya hanya seminggu sebelum hari perkawinan mereka. Merasa kehilangan selama 20 tahun adalah waktu yang lama. Ternyata ALLAH telah mengirim seorang gadis bernama Daisy Listya untuk menggugah hati Alan Erlangga. Daisy Listya adalah seorang gadis cantik, cerdas, berkepribadian luhur, memiliki prinsip hidup, berhasil membuka dan mencairkan kebekuan hati seorang Alan Erlangga. Listya ini yang telah menyadarkannya dari mimpi buruk panjang. Mungkin saja Daisy Listya memang nantinya bukan menjadi teman hidupnya karena seusai Wisuda Sarjana, Listya akhirnya bertunangan dengan pria yang mencintainya bahkan sampai menuju jenjang pernikahan. Menghadapi kenyataan ini Alan Erlangga tidak mampu berbuat apa-apa. Alan hanya pasrah. Cukup baginya bahwa Daisy Listya adalah gadis yang telah mampu membuka hatinya menjadi merasa hidup kembali. Ada pepatah bahwa mencintai itu tidak harus memiliki. Benarkah cinta itu menjadi sangat tinggi nilainya ketika harus mencintai tapi tidak harus memiliki?. Ditengah-tengah kegalauannya tiba-tiba hadir sahabat lamanya bernama Kinanti Puspitasari. Seakan hadir untuk menentramkan hatinya. Saat ini Kinanti memiliki seorang putri yang sedang beranjak remaja. Wanita ini membesarkan putri semata wayangnya sendirian karena suaminya sudah lama meninggal dunia. Kinanti adalah teman Alan sewaktu mereka SMA dan diusia yang sudah tidak muda lagi mereka kembali bertemu. Bagi Alan masa-masa SMA bersama Kinanti begitu indah untuk dikenang karena Alan waktu itu pernah juga jatuh cinta kepada Kinanti walaupun ternyata Kinanti hanya menganggapnya seorang sahabat.
Kepada siapa akhirnya Alan Erlangga melabuhkan hatinya?. Apakah kepada Daisy Listya seperti harapan cintanya selama ini?. Apakah kepada Kinanti?. Simak saja cerita episode demi episode dari Episode Cinta Daisy Listya.





Episode 8
HARUSKAH AKU BERDAMAI DENGAN HATI

Siang hari ini semua urusan Kinanti di Surabaya sudah rampung dan sorenya aku mengantarnya ke Bandara Juanda untuk kembali ke Bandung.
“Al aku pamit dulu ya doakan selamat penerbangannya lancar !” kata Kinanti.
“Insya Allah semoga selamat sampai Bandung dan jangan kuatir penerbangannya bebas macet he he he!” kataku bercanda. Kinanti hanya tersenyum.
“Oh ya tadi pagi Listya masih sempat menemuiku.”kata Kinanti.
“Ada curhat apa lagi?” tanyaku penasaran.
“Ya lanjutan cerita yang kemarin tapi intinya Listya tidak bahagia. Suatu hal yang membuatku lega adalah ketika Listya merasakan dapat mengurangi beban masalahnya saat semua cerita itu tumpah bak air bah. Listya kirim salam untukmu Al!” kata Kinanti.
“Syukurlah Kinan mudah mudahan semua masalah Listya segera selesai!” kataku pendek.
“Amiin semoga. Oh ya Alan aku ada saran untukmu!” kata Kinanti.
“Saran apa?” tanyaku.
“Jika ada kesempatan coba kau bisa berikan spirit kepada Listya agar dia tetap mampu menghadapi cobaan ini!” kata Kinanti.
“Baik Kinan walaupun sebenarnya posisiku tidak pada tempat yang seharusnya karena ini adalah urusan rumah tangga Listya dan Rizal, suaminya!”
“Iya sih memang beda dengan posisiku. Listya mencurahkan isi hati terhadapku memposisikan sebagai sesama wanita. Namun begitu kau tetap bisa menunjukkan rasa simpatimu!” kembali suara Kinanti.
“Aku akan coba hanya sebatas wajarnya Alan Erlangga kepada Daisy Listya!” kataku yakin. Aku lihat Kinanti malah tersenyum.
“Okey Alan its time to go I just say Assalaamu alaikum!” suara Kinanti berpamitan.
“Wa alaikum salaam. Kinan jangan lupa kalau sudah tiba di Bandung tolong kirim kabar  ya!” kataku. Kinanti hanya mengangguk kemudian dia melambaikan tangannya sambil bergegas menuju pintu boarding pass.

Aku hanya bisa memandangi punggung wanita cantik ini sampai menghilang di tengah kerumunan para penumpang lain.  Kinanti sahabat sejatiku, seorang yang pernah dekat di hatiku, seorang yang dulu meluluhkan hatiku, seorang yang selalu tulus mempertahankan arti persahabatan. Kinanti tiba-tiba sekarang harus hadir lagi ditengah-tengah kegalauan hatiku, keresahan hatiku, kegundahan hatiku. Jika Daisy Listya adalah sosok utuh Diana Faria maka Kinanti Puspitasari adalah sosok lain dari masa lalu di  sudut hatiku. Aku kadang-kadang bertanya tanya sesungguhnya cinta yang bagaimana yang Allah berikan kepada hamba-hambaNya yang boleh saling memiliki. Apakah cinta yang dulu pernah ada antara aku dan Kinanti atau antara aku dan Diana?. Ataukah cinta yang sekarang pernah ada antara aku dan Listya. Ataukah cinta lamaku dengan Kinanti yang sekarang mulai kembali menyentuh beranda hatiku. Pertanyaan berikutnya adalah cinta yang manakah yang sekarang aku miliki?.   Aku benar benar tidak mudah untuk menemukan jawabannya. Hatiku berteriak ”Hai Alan berpijaklah kepada realita, injaklah bumimu, jangan bawa anganmu kelangit”.
Selama perjalanan pulang dari Bandara Juanda, ditengah laju kendaraan kendaraan lain antara jalan Tol Juanda – Waru, aku hanya bisa tersenyum sendiri. Ya Alan berpijaklah kepada realita, injaklah bumimu, jangan bawa anganmu kelangit. Realitanya adalah Diana Faria telah damai bersamaNya, Daisy Listya adalah istri Rizal Anugerah dan Kinanti Puspitasari adalah wanita yang sedang sendiri. Realitanya begitu ya? Jadi?.

Perjalanan dari Bandara Juanda menuju Menanggal tempat kediamanku hanya memerlukan waktu 15 menit melalui Tol Juanda – Waru. Seperti biasa sesampai di rumah rasa lelah mulai terasa setelah menyelesaikan segala aktivitas hari ini. Jam di dinding itu masih menunjukkan pukul delapan malam belum terlalu larut untuk mandi, makan malam dan istirahat melepaskan lelah sambil melihat berita televisi, talk show atau hiburan seperti sinetron dan film. Sebenarnya ada beberapa skripsi yang harus aku koreksi tapi untuk sementara aku tetap asik menonton televisi hingga tidak terasa sampai aku tertidur dan baru terbangun ketika ponselku berdering. Rupanya Kinanti menelpon mengabari bahwa dia sudah tiba di rumah dengan selamat. Entah sudah berapa lama aku tertidur di depan televisi itu. Aku lihat jam ternyata baru pukul sebelas malam. Anehnya rasa kantuk dan lelah ini jadi hilang maka sambil menunggu kantuk apa boleh buat beberapa skripsi  yang harus dikoreksi kalau bisa malam ini dapat diselesaikan. Akhirnya semua pekerjaan mengoreksi skripsi malam itu rampung sudah sementara malam sudah semakin larut. Sang kantuk ternyata masih juga belum datang menjemput. Malampun terus merayap hampir menyentuh pelataran pagi. Aku sempatkan mengambil air wudhu untuk melaksanakan sunah Tahajud di sepertiga malam. Mungkin karena kekhusyuan dan keheningan maka seusai Tahajud itu aku terlelap kembali sampai sayup sayup suara adzan Subuh dari Mesjid Al-Akbar Menanggal itu membangunkanku.

Pagi ini adalah kuliah pertama untuk Program Apoteker. Ketika aku memasuki Ruang kuliah semua peserta program ini sudah duduk denga tertib. Aku mengenal beberapa mahasiswa atau mahasiswi yang dulu pernah ku bimbing. Aku melihat Listya duduk dibarisan kedua sementara di depannya Audray Lin, gadis cantik berdarah Tionghoa. Ketika mataku tertuju kepada Listya, wanita ini tersenyum kepadaku dan aku benar benar terpana. Seyum itu adalah senyum Diana Faria seakan di ruang ini ada Diana Faria. Ya Allah aku memohon kepadaMu berikanlah kekuatan untuk menghadapi cobaan perasaan hati ini. Diana Faria adalah masa lalu yang tidak mungkin kembali dan Daisy Listya tidak boleh disamakan dengan Diana Faria. Biarkan Daisy Listya menjadi dirinya sendiri dan aku tidak boleh lagi melihat dia sebagai Diana Faria. Jika memang aku mencintai Daisy Listya maka itu berarti aku mencintainya dengan sepenuh hatiku sebagai Daisy Listya seutuhnya bukan lagi bayang-bayang Diana Faria.
Mengisi kuliah pertama program apoteker pagi ini benar-benar penuh dengan tantangan. Aku tidak bisa konsentrasi dengan baik namun demikian kuliah pagi ini akhirnya berjalan dengan lancar sampai dengan sesi tanya jawab usai. Mahasiswa satu persatu bergegas meninggalkan ruangan kecuali Listya dan Audray.
“Hai kalian masih di ruangan ini?” tanyaku.
“Iya Prof  habis kuliahnya menarik sih!” kata Audray. Sementara kulihat Listya hanya tersenyum.
“Oh ya kalian belum saling kenal ya. Audray ini Listya. Listya ini Audray” kataku sambil memperkenalkan mereka. Mereka berjabat tangan sambil menyebut nama masing-masing.
“Listya angkatan tahun berapa ya!” tanya Audray.
“Baru lulus tahun kemarin!” jawab Listya.
“Oh aku dua tahun lebih dulu!” kata Audray.
“Iya Di, ini Listya baru wisuda tahun lalu!” kataku menjelaskan.
“Okey kalian ngobrol saja disini saya pamit duluan karena sebentar lagi ada rapat di  Fakultas ,” sengaja aku cepat berpamitan dari pada nanti terjebak oleh ajakannya Audray yang suka macam-macam.
“Oh ya Pak Alan tadi malam Bu Kinan perjalanannya lancar sampai Bandung?” Listya bertanya.
“Alhamdulillah Listya semua lancar. Bu Kinan tiba Bandung sekitar pukul sebelas malam..!” jawabku.
“Sebentar sebentar , ” suara Audray memotong. “Bu Kinan itu Bu Kinanti Puspitasari ya!” tanyanya kepada Listya.
“Mbak Audray kenal dengan Bu Kinan?” Listya bertanya.
“Enggak sih cuma tahu dari Pak Alan kan Bu Kinanti calon istrinya Pak Alan iya kan Pak?” suara Audray. Mati aku dasar si Audray ini ah. Aku melihat Listya tersenyum padaku dan aku benar-benar mati kutu.
“Sudahlah tidak boleh bikin gosip nanti tercium infotainment. Oke aku pamit dulu ya Di?. Listya? Assalaamu alaikum!”  kataku memotong pembicaraan mereka. Cepat-cepat aku bergegas namun masih sempat mendengar balasan salam dari Listya.
Audray, Audray, Audray, tapi kenapa aku jadi grogi seperti itu. Aku lihat Listya hanya senyum senyum saja mendengar perkataan Audray sementara aku grogi dan salah tingkah.
Dari kemarin orang-orang di sekitarku selalu membicarakan Kinanti Puspitasari sebagai pendamping hidupku sementara Kinanti sendiri selalu memposisikan Listya adalah pasangan idealku namun sangat disayangkan Listya sudah memiliki suami. Aku sendiri selalu ingin berpegang kepada realita adalah hal yang tidak mungkin Listya dapat mewujudkan mimpiku tapi juga realitanya Kinanti hingga saat ini masih menganggapku sahabatnya. Akhir-akhir ini memang ku akui ada rasa rindu saat SMA dulu bersama Kinanti. Semakin seringnya bertemu dengan Kinanti atau paling tidak komunikasi lewat ponsel maka semakin terbayang pula masa-masa SMA dulu. Aku yakin sekarangpun Kinanti tahu kalau aku pernah mencintainya karena memang aku dulu pernah mengatakannya. Hanya saja aku tidak tahu apakah saat ini Kinanti mau membuka pintu hatinya untukku?. Namun aku kembali teringat kata-kata Kinanti : “Ada yang menarik ketika Listya berkata padaku bahwa aku adalah wanita yang beruntung karena telah mendapatkanmu sebagai teman hidup. Kau tahu itu apa artinya?” tanya Kinanti.
“Aku yakin Listya mencintaimu!” kata Kinanti masih menatapku tajam. Saat itu aku hanya diam membisu.

Listya menganggap Kinanti beruntung karena mempunyai calon suami sepertiku tapi mengapa harus disimpulkan kalau Listya mencintaiku?. Mungkin Listya hanya mengungkapkan perasaan gundah atas masalah rumah tangganya, tapi mengapa Kinanti mempunyai kesimpulan seperti itu. Apakah karena instink seorang wanita?. Mungkin juga. Namun ini faktanya apa yang dikatakan Kinanti waktu itu : “Aku bisa merasakannya sebagai seorang wanita. Listya merasa mendapatkan perlindungan ketika berada di dekatmu. Mendapatkan kenyamanan, kegembiraan, kedamaian hati. Listya merasakan perhatianmu kepadanya terlepas dari statusmu sebagai dosen pembimbing mahasiswinya!” suara Kinanti meyakinkan.

Aku sungguh harus bertanya kepada hatiku sebenarnya harus kemana aku melangkah. Ketika aku bertanya maka jawaban hatiku selalu ingin kepada realita namun haruskah aku berdamai dengan hatiku.  Haruskah?  


BERSAMBUNG Episode 9