Wednesday, May 4, 2016

EPISODE CINTA DAISY LISTYA (20)


Foto Fiksiana Community


Tantangan 100 Hari Menulis Novel FC
EPISODE CINTA DAISY LISTYA
Oleh Hendro Santoso (Peserta Nomor 27)
Episode 20
CERITA PILU SAHABAT HATIKU
Episode cerita pilu itu tersaji didepanku. Kisah ini diawali ketika sore itu seperti biasa Kinanti menelpon Eko untuk pulang bersama. Namun kali ini Eko tidak bisa pulang karena harus mengerjakan laporan yang belum selesai jadi Eko mempersilahkan Kinanti pulang duluan. Kinanti rupanya tidak langsung menuju tempat parkir dimana mobilnya ada di sana tapi ia malah menuju arah Gedung Fakultas dimana Eko saat itu berada. Memang Gedung Fakultas mereka berdekatan hanya menyebrang jalan lalu berbelok ke arah kanan. Entah ada perasaan ingin tahu saat itu dalam diri Kinanti apa sebenarnya yang sedang dikerjakan Eko di ruang tempat kerjanya. Sebenarnya Kinanti hanya ingin menemani calon suaminya itu yang sedang kerja lembur. Suasana koridor di Gedung Fakultas itu sudah mulai sepi maka Kinantipun berjalan menelusuri koridor itu menuju Ruang Kerja Eko. Kinanti berdiri di depan pintu namun ia ragu mau mengetuk pintu itu. Sayup-sayup terdengar suara suara aneh dari seorang wanita yang sepertinya sedang dicumbu. Kinanti terkejut apa yang sedang mereka lakukan di dalam sana. Pintu itupun diketuknya dengan keras. Beberapa saat kemudian pintu terbuka dan Eko berdiri di sana. Kinanti tanpa ba dan bu langsung masuk ke dalam ruangan. Ya Tuhan Kinanti masih sempat melihat Irma sedang memakai kembali pakaiannya. Tak ada sepatah katapun yang keluar dari bibir Kinanti. Dia hanya memandang Irma dan Eko lalu bergegas meninggalkan mereka berdua.
Itulah kisah pilu yang baru saja diceritakan Kinanti kepadaku. Setelah selesai bercerita, wanita cantik ini masih menangis tersedu di depanku. Tangisan kepedihan.
”Sudahlah Kinan. Semuanya sudah terjadi. Tidak perlu kau tangisi dan kau ratapi seorang Penghianat. Hanya membuang waktumu yang sangat berharga” kataku berusaha menenangkan Kinanti namun dia tetap menangis.
Seorang wanita menangis itu disebabkan hanya oleh dua hal. Pertama hatinya perih karena tersakiti oleh penghianatan dan yang kedua hatinya berbunga karena dicintai penuh dengan kesetiaan. Saat ini aku melihat Kinanti begitu rapuh. Aku tidak melihat Kinanti yang tegar kokoh dengan pendirian dan prinsipnya. Aku juga sebenarnya memaklumi apa yang dirasakan Kinanti saat ini. Penghianatan yang sangat biadab itu telah mengotori hubungan cinta yang seharusnya tetap dijaga dan dirawat agar tetap suci. Kinanti pasti sangat sakit hatinya dan kecewa ketika cinta suci yang ia berikan berbalas dengan penghianatan. Kini Kinanti sangat membutuhkan pegangan. Tentu saja akulah orangnya yang ia perlukan. Aku tidak ingin Kinanti merasakan kesedihan ini berlarut-larut. Aku melihat Kinanti masih tersedu.
”Kinanti lihatlah ada aku disini. Aku yang selalu bersamamu!” kataku sambil menatapnya. Mendengar kata-kataku itu Kinanti mulai tenang.
”Iya Alan terima kasih. Aku sangat membutuhkanmu” suara Kinanti pelan dengan tatapan mata yang masih basah dengan air mata.
Malam itu suasana Cafe di jalan WR Supratman itu begitu tenang. Alunan musik yang terdengarpun penuh dengan lagu lagu melankolis.
”Kinan ternyata dia tidak setara denganmu. Kau harus mendapatkan cinta yang setara dengan keluhuran cintamu!” kataku lagi kulihat Kinanti sudah tidak   menangis lagi.
”Ya Alan seharusnya aku bersyukur karena Allah sudah tunjukkan kepadaku siapa sebenarnya dia. Allah juga yang menunjukkan bahwa teman hidupku bukan dia, mungkin ada yang jauh lebih baik!” kata Kinanti dengan suara pelan.
”Kalau begitu mulai saat ini kau harus kembali tersenyum. Dunia ini beberapa hari ini sangat merindukan senyummu.  Apalagi Alan Erlangga!” kataku mulai menggoda.
”Alan Gombal!” Kinanti mulai tersenyum.
”Senyum Kinanti adalah masa depanku!” kataku semakin menggoda.
”Hei apa maksudmu?” suara Kinanti setengah berteriak.
”Ssssst enggak ada maksud apa-apa!” kataku ringan sambil cengengesan. Aku lihat Kinanti cemberut namun yang namanya Kinanti cemberutpun tetap cantik. Ada perasaan lega pada saat Kinanti sudah mulai lagi menemukan jati dirinya. Begitulah seharusnya seorang wanita yang tegar dan tangguh menghadapi apapun yang dialaminya. Sejak awal memang aku yakin Kinanti harus mampu menghadapi persoalan ini. 
 Boleh dikatakan ternyata aku di Bandung hanya semalam. Berangkat dari Juanda-Surabaya Sabtu sore tiba di Husen-Bandung hampir Magrib. Malam itu juga ketemu Kinanti di sebuah Cafe Jl WR Supratman. Besoknya Minggu pagi sudah check in lagi di Husen menuju Surabaya dengan penerbangan paling pagi. Tadi Kinanti masih sempat telpon hanya sekedar mengucapkan selamat jalan tapi bagiku hal itu sangat berharga.
”Alan terima kasih sudah mau bertemu denganku dan memberiku semangat baru. Selamat jalan ya kabari aku jika sudah sampai Surabaya!” kata Kinanti. 
Semua aku lakukan untuk Kinanti. Sekarang rasanya ada perasaan lega yang membuatku merasa tenang. Mudah-mudahan demikian pula dengan Kinanti akan kembali menemukan dirinya, menemukan kedamaiannya, menemukan cinta sejatinya.
Dalam perjalanan pulang kembali ke Surabaya itu memang pikiranku penuh dengan Kinanti. Penerbangan pendek Bandung – Surabaya hanya memakan waktu yang pendek juga namun dalam waktu yang pendek itu penuh dengan pikiran perjalanan panjang penuh liku saat saat bersama Kinanti. Sesampainya di Surabaya segera saja aku mengabari Kinanti.
”Alhamdulillah Alan sudah sampai rumah!” terdengar suara Kinanti.
”Alhamdulillah Kinan perjalanan lancar cuacanya juga bagus. Semoga juga hari ini menjadi hari baik bagimu!” kataku. Terdengar Kinanti tertawa kecil.
”Bagiku tiada hari yang tidak baik semua hari adalah hari baik. Hari menjadi tidak baik ketika ada seseorang yang berbuat tidak baik!” kata Kinanti berfilsafat.
”Ya sudahlah Kinan. Hari yang tidak baik itu sudah berlalu dan tak akan mungkin kembali. Tetaplah tatap ke depan sesekali saja menengok ke belakang hanya untuk sekedar memperbaiki yang perlu diperbaiki!” kataku.
”Okey Alan aku suka kata-katamu. Persis yang dikatakan Listya tadi malam dia menelponku!” kata Kinanti. Rupanya Kinanti juga curhat kepada Listya.
”Oh ya, pasti Listya selalu memberimu semangat!” kataku penasaran.
”Iya Alan. Dia mengatakan Bu Kinan harus melihat ke depan karena kita hidup akan menuju ke sana jangan buang buang waktu hanya untuk menyesali sesuatu yang sudah terjadi!” kata Kinanti menjelaskan apa yang dikatakan Listya.
”Malam itu seusai bertemu denganmu aku memang menelpon Listya. Tentu saja dia kaget mendengar berita ini!” kata Kinanti.
”Kinan. Memang baik juga Listya tahu tentang keadaanmu saat ini dan tentu saja Listya pasti terkejut dengan berita batalnya pernikahanmu!” kataku kemudian aku segera menyudahi percakapan ini agar tidak berkepanjangan dikhawatirkan akan mengingatkan kembali Kinanti pada peristiwa yang menyakitkan itu.
Pertemuan singkat dengan Kinanti di Bandung itu seolah menjadi titik tolak baru bagiku untuk kembali meraih harapanku. Hari hari ke depan bagiku merupakan hari hari penuh harapan apalagi Intan ”Si Cantik Kinanti muda” selalu memberi dukungan agar aku tetap fight memperjuangkan cintaku untuk Ibundanya. Biasanya Intan menelponku saat jam makan siang, seperti siang itu aku baru saja selesai makan siang dan sholat dhuhur, aku menerima telpon Intan.
”Wa alaikum salaam!” aku membalas salam nya Intan.
”Om Alan sedang apa?”
”Baru saja selesai sholat dan makan siang. Intan sudah makan siang belum? Sekarang ada kuliah apa saja?” kataku balik bertanya.
”Intan sudah makan Om.  Hari ini kuliahnya sudah tadi pagi baru nanti ada Praktikum Kimia Dasar sampai sore nanti. Om Alan, Intan telpon gini ganggu nggak nih?” tanya gadis itu dengan bahasa remajanya.
”Oh tidak apa apa. Om Alan malah senang apalagi membawa khabar tentang Ibu!” kataku mulai memancing. Aku mendengar Intan tertawa lepas.
”Rupanya Om Alan kangen sama Ibu ya!”
”Iya dong malah kangen juga sama anak gadis Si Mata wayangnya!” kataku menggoda dan kembali terdengar suara tawa merdu Intan Permatasari. Sungguh memang Intan ini adalah Kinanti saat muda dulu. Suaranya juga merdu persis Ibunya.
”Om Alan. Saat ini Ibu sudah kelihatan mulai kembali bergairah tidak lagi bersedih. Ibu sering menerima telpon dari mbak Listya selain dari Om Alan. Mereka kalau ngobrol sangat serius sekali. Mbak Listya selalu memberi semangat kepada Ibu. Melihat keadaan Ibu sekarang, Intan merasa lega. Ngomong-ngomong bagaimana perkembangan pedekatenya Om?” tanya Intan.
”Pedekate yang mana Intan?” kataku pura-pura bego.
”Aduuuh Om Alan ya pedekate sama Ibu dong!” suara Intan menggerutu.
”Oh itu beres doong. Pelan-pelan saja Om Alan tidak mau tergesa-gesa karena Om Alan tidak mau ditolak yang ketiga kalinya!” kataku. Intan tertawa mendengar ucapanku.
”Lho Intan. Dalam hidup Om Alan hanya Ibumu yang sudah menolak dua kali cintanya Om Alan. Pertama dulu sewaktu SMA dan kedua baru saja sebelum Ibu memutuskan memilih Om Eko. Mangkanya tidak mau terburu buru kalau sampai terjadi penolakan yang ketiga kali wah kiamat dunia ini!” kataku serius. Kembali terdengar suara tawa Intan.
”Tenang saja Om kali ini pasti berhasil. Ibu kalau malam suka berharap harap ada telpon dari Om Alan!” kata Intan. Mendengar ini aku hanya tersenyum.
Intan Permatasari putri Si Mata wayangnya telah menjadi teman akrabku setiap saat. Aku banyak mendapat informasi tentang Ibunya dan rupanya Intan sangat mengharapkan agar Ibunya menikah denganku. Namun aku hafal betul siapa Kinanti, seorang wanita yang mempunyai pendirian yang kokoh bagaikan karang. Hei tapi nanti dulu, karang kalau setiap hari disentuh oleh ombak mungkin akan luluh juga. Sentuhlah karang itu dengan penuh kasih sayang. Ya aku harus tetap berjuang Kinanti adalah harapan terakhirku. Harapanku yang paling logis. Kinanti belum jadi masa laluku walaupun dia pernah ada di masa laluku namun juga belum nyata menjadi masa depanku. Cinta itu harus diperjuangkan. Tidak ada kata terlambat ini saatnya aku harus memperjuangkan cintaku. Ada sebuah tanya kenapa dulu aku tidak berjuang untuk cintaku kepada Daisy Listya? Sebelum menjawabnya muncul lagi pertanyaan berikutnya yaitu apa dulu memang aku tidak pernah memperjuangkan cintaku kepada Daisy Listya?  Mungkinkah itu sudah takdirku dariNya ketika aku tidak mendapatkan cintaku kepada Daisy Listya. Apakah mungkin ada takdirNya lagi untuk takdirku ini? Entahlah aku lebih baik berserah diri saja kepadaNya untuk semua yang kuperjuangkan.
Untuk Kinanti ini aku berharap dengan izinNya berilah aku takdir cintaku yang utuh. Hanya cintaku yang utuh yang dapat mengobati rasa pilu sahabat hatiku ini.


BERSAMBUNG Episode 21 

Saturday, April 30, 2016

EPISODE CINTA DAISY LISTYA (19)


Foto Hensa


Tantangan 100 Hari Menulis Novel FC
EPISODE CINTA DAISY LISTYA
Oleh Hendro Santoso (Peserta Nomor 27)
Episode 19
DIALOG KECIL DI SEBUAH KANTIN
Sejak peristiwa fragmen satu babak di Bandung itu, Kinanti sangat jarang lagi berkomunikasi denganku. Sudah sebulan berlalu dan Kinanti hanya dua kali menghubungiku melalui hand phonenya. Satu kali saat dia membalas smsku tentang kapan tanggal pernikahan mereka dan satu lagi saat Kinanti memberitahukan bahwa dia sedang di Surabaya tapi tidak sempat mampir. Sebenarnya semakin jarang berkomunikasi dengan Kinanti semakin baik baginya dan bagiku tentunya. Kinanti bisa fokus mempersiapkan pernikahannya yang hanya tinggal sebulan lagi dari sekarang. Ya bulan depan Kinanti Puspitasari sudah menjadi istri Eko Priotomo. Saat saat seperti ini apa sebenarnya yang kurasakan. Kehampaan hati?. Karena tiadanya cinta dari dambaan hati selama ini?. Ataukah kehampaan hati dari ketiadaan teman hidup?. Hati terasa hampa, kosong akibat dari kesendirian?. Entahlah aku tidak pernah bisa menjawabnya.
Aktivitasku hari ini benar-benar super sibuk. Menjadi Penguji dalam ujian skripsi beberapa Mahasiswa S1. Setelah jam istirahat ada meeting di Gedung Rektorat sampai sore acaranya pembahasan program fakultas dan rencana kerja sama dengan Australia bahkan acaranya masih dilanjutkan besok paginya.  Kesibukan kesibukan seperti itu ternyata tidak juga mampu menghilangkan rasa kesendirianku. Sore itu Kampus sudah mulai sepi sementara aku di Ruang kerjaku masih termangu memegang ponsel sambil membaca berulang-ulang sms nya Kinanti yang benar-benar sangat berkesan :
”Kadang aku merasakan cintamu seperti yang pernah kau katakan dulu padaku. Kadang pula aku ingin meraih cintamu itu namun aku menyadari aku tidak layak menerima cintamu karena ada cinta yang jauh lebih luhur untukmu yaitu cinta Daisy Listya!”
Mungkin hanya sms Kinanti ini yang sekarang bisa menghiburku. Bagiku sms ini sangat berharga karena aku bisa merasakan ternyata Kinanti juga mencintaiku. Hanya saja  Kinanti merasa tidak layak cintanya harus disamakan dengan cinta Daisy Listya  yang dianggapnya jauh lebih tulus dan lebih luhur daripada cintanya. Namun apakah mungkin aku masih bisa meraih cinta Daisy Listya?. Jelas tidak mungkin. Sebenarnya yang paling mungkin adalah aku bisa meraih cinta Kinanti apalagi Listya sudah merestui. Namun kenapa Kinanti masih juga tidak mau membuka hatinya untukku? Terakhir aku ketahui bahwa Intan, putrinya lebih merestui diriku sebagai teman hidupnya namun kenapa Kinanti memilih Eko?
Dalam dua hari ini kembali aku ada di Bandung menjadi Pembicara Seminar Farmasi Universitas Pajajaran di Jatinangor. Aku teringat kalau Intan sekarang kuliah di Kampus ini. Mumpung aku masih ada di Kampus ini kucoba menghubunginya melalui nomor selulernya.
”Hallo! Om” suara seorang gadis menjawab panggilan ponselku.
”Intan bagaimana khabar?” kataku.
”Alhamdulillah baik Om. Bagaimana dengan Om Alan sendiri?. Kok lama gak pernah telpon ke Bandung?” mendengar ini aku hanya tertawa.
”Sekarang Om Alan justru sedang di Bandung bahkan sedang di Kantin Fakultasmu!” kataku.
”Ah jangan bercanda Om. Aku kepingin ketemu tunggu disitu ya Om!” kata Intan penuh gembira. Hanya beberapa menit aku lihat Intan memasuki Kantin Kampus dan langsung menuju mejaku.
”Assalaamu a’laikum Om Alan!” sapa gadis ini.
”Wa a’laikum salaam. Silahkan duduk Intan!” kataku mempersilahkan duduk. Aku lama tidak berjumpa dengan Intan. Kecantikan ibunya nampak sekali ada dalam diri gadis berusia 19 tahun ini. Terutama matanya yang indah. Wajah oval dibalut jilbab dengan hidung bangir dan bibir selalu penuh dengan senyum sungguh Intan Permatasari adalah gadis penuh pesona. Intan bagiku seperti Kinanti muda. Melihat Intan aku jadi teringat Kinanti. Anak gadis Kinanti ini benar-benar mewarisi semua kecantikan ibunya termasuk kecerdasannya.
”Om Alan sudah kangen nih sama Intan!” kataku sungguh sungguh.
”Kangen sama aku apa sama Ibu?” kata Intan tertawa. Akupun menjelaskan kepada Intan sedang ada acara Seminar selama dua hari ini di Kampusnya.
”Oh ya bagaimana Ibu baik-baik?. Persiapan pernikahannya lancar-lancar saja kan!” aku memang sengaja bertemu Intan hanya ingin mencari kabar tentang Kinanti, Ibunya.
”Iya Om mudah-mudahan lancar. Sedang mencetak Undangan tapi belum selesai. Tapi Om Alan, akhir-akhir ini Ibu sering murung. Aku juga tidak tahu kenapa. Aku tidak berani bertanya!” suara Intan pelan.
”Mungkin bukan murung itu karena Ibumu sedang fokus memikirkan acara pernikahan itu!” kataku mencoba menetralkan anggapan Intan.
”Om pernah suatu hari Ibu bertanya padaku apakah Ibu pantas menerima cinta Om Alan. Lalu aku menjawab tentu saja Bu. Namun aku jadi heran yang terjadi Ibu malah menerima lamarannya Om Eko!” kata Intan lagi. Mendengar ini aku terdiam. Aku yakin Kinanti memang mencintaiku apalagi jika membaca sms nya tempo hari isinya sudah bernada mengutarakan cintanya. Memang kadang-kadang wanita itu sulit diduga. Begitu sulit diduga walau hanya sekedar ingin tahu saja perasaan hatinya sedang sedih ataukah gembira apalagi menduga perasaan cintanya.
”Hei Om Alan kok melamun!” suara Intan mengagetkanku. Aku hanya tersenyum.
”Oh ya Om apakah Ibu tahu sekarang Om Alan sedang ada di Bandung?”
”Tidak Intan. Ibumu tidak tahu, memang Om Alan sengaja tidak memberitahu Ibu ya takut mengganggu kesibukannya!” kataku. Intan hanya mengangguk tanda setuju. Dialog kecil di sebuah Kantin Kampus itu bagiku sangat berarti. Banyak informasi tentang Kinanti yang aku dapat dari Intan. Ada hal yang menarik dalam pertemuan di Kantin itu, ketika kami berpisah Intan masih sempat berkata kepadaku : ”Om Alan tetap semangat dong. Cinta sejati harus diperjuangkan!” kata Intan sambil tersenyum manis. Aku tertawa mendengar kata kata itu.  Akhirnya kamipun berpisah diujung pintu Kantin itu.
Sejak dialog kecil di Kantin Kampus tiga hari yang lalu itu rupanya komunikasi dengan Intan semakin sering saja. Pembicaraan yang diceritakan Intan seputar kemurungan Kinanti, ibunya dan persiapan pernikahannya. Setiap malam ada saja yang diceritakan Intan melalui ponsel. Kadang-kadang aku sendiri yang sengaja telpon Intan untuk mengetahui situasi terkini tentang Kinanti.
”Om, aku pernah cerita sama Ibu bahwa lelaki yang cocok untuk Ibu itu hanya Om Alan. Aku juga bilang bahwa Om Alan pantas menjadi Ayahku!” kata Intan suatu malam ketika kami berbincang.
”Oh begitu lalu apa jawaban Ibumu?” tanyaku penasaran.
”Ibu menjawab bahwa Ibu itu tidak layak menerima cinta Om Alan karena ada wanita lain yang cintanya lebih luhur dan tulus!” begitu kata Ibu.
Mendengar cerita itu aku hanya terdiam. Kinanti tetap sangat menghormati Listya dan anehnya Listya sendiri sudah ikhlas cintanya diambil alih oleh Kinanti. Listya rela jika aku menjadi suami Kinanti. Oh Tuhan harus bagaimana aku menghadapi dua wanita luhur budi ini. Faktanya aku harus merelakan mereka menikah dengan pilihan hatinya masing masing. Listya sudah menjadi istri Rizal Anugerah dan Kinanti sebentar lagi akan menjadi istri dari Eko Priotomo. Kadang aku befikir sebenarnya Allah ini sedang merencanakan apa terhadapku. Rencana apa dan bagaimana untuk perjalanan hidupku. Rencana siapa jodohku. Terbukti ada tiga wanita yaitu Diana Faria, Daisy Listya dan Kinanti Puspitasari yang masih juga belum dizinkan Allah untuk menjadi teman hidupku. Mereka adalah wanita-wanita pilihanNya yang sangat istimewa dalam hatiku. Sementara usiaku semakin lama semakin menuju ujung hari senja. Apakah Allah akan membiarkanku tetap sendiri karena selalu terbelenggu dengan masa laluku.  Aku tidak boleh ragu dengan ketetapanNya yang selalu menjadi yang terbaik. Tetap optimis dan harus menjalani hidup ini apa adanya. Aku jadi  ingat kata-kata Intan : ”Om Alan tetap semangat dong. Cinta sejati harus diperjuangkan!” Ha ha ha aku jadi tertawa sendiri.
 Malam ini aku baru saja selesai mengoreksi beberapa skripsi dan masih sedang membaca sebuah thesis S3 ketika tiba-tiba Intan menelponku. Gadis ini ingin menyampaikan berita yang sangat penting sekali.
”Om Alan maaf Intan telpon malam-malam begini karena ada berita yang tidak menggembirakan!” kata Intan diujung telpon. Aku bertanya-tanya berita tentang apa sehingga tidak menggembirakan.
”Ada berita apa Intan?” kataku penasaran.
”Ibu membatalkan pernikahannya dengan Om Eko!” kata Intan.
”Apa yang terjadi dengan Ibumu?” tanyaku terheran heran.
”Ceritanya panjang Om. Ibu sekarang masih menangis di kamarnya!” kata Intan. Aku sebenarnya ingin bicara dengan Kinanti namun saat ini bukan saat yang tepat untuk bicara dengannya.
”Om Alan mau menolong Intan?” tanya Intan.
”Tentu saja mau tapi maksud Intan bagaimana?” tanyaku.
”Temui Ibu di Bandung dan Om Alan harus bisa membuat Ibu tidak bersedih karena peristiwa ini!” kata Intan.
”Baik Intan. Hanya Om Alan masih belum mengerti penyebab pernikahan ini harus dibatalkan!” tanyaku.
”Menurut Ibu ada pihak yang berhianat dan Ibu menyaksikannya sendiri penghianatan itu!” kata Intan.
”Ibumu menyaksikan sendiri apa yang terjadi dengan penghianatan itu?” tanyaku.
”Biar nanti saja ceritanya Om!” kata Intan.
”Oke Intan besok pagi Om Alan ke Bandung tapi apakah Ibumu mau bertemu dengan Om Alan!” kataku ragu.
”Tentu saja mau Om. Ini saja Intan disuruh Ibu untuk telpon Om Alan!” kata Intan.
Batalnya pernikahan Kinanti entah kenapa membuat hati merasa lega. Apakah itu artinya aku kembali memiliki harapan terhadap Kinanti? Belum tentu. Aku hafal betul siapa Kinanti Puspitasari. Wanita tangguh yang sangat sukar ditundukkan. Bagiku cinta wanita itu harus diperjuangkan sepenuh hati. Semakin sulit perjuangan itu maka semakin tinggi mutu dari cinta yang aku peroleh karena cinta dengan mutu tinggi tidak mudah untuk didapatkan. Apakah aku masih punya harapan pada cinta itu? Aku harus yakin Allah akan mendatangkan kebahagiaan kepada orang yang harapannya telah terputus. Hal ini agar semua mahlukNya terdorong untuk mengalihkan harapannya kepada Allah dan mensucikan niat untuk bertawakkal kepadaNya. Tiada harapan sebaik baik harapan kecuali selalu mengharapkan cintaNya. 
”Om Alan tetap semangat dong. Cinta sejati harus diperjuangkan,” nah inilah kata kata Intan Permatasari, putri Si mata wayang Kinanti yang membuat aku kembali bersemangat untuk mengejar cintaku yang hilang.


BERSAMBUNG Episode 20