Monday, May 16, 2016

EPISODE CINTA DAISY LISTYA (24)


Foto Fiksiana Community



Tantangan 100 Hari Menulis Novel FC
EPISODE CINTA DAISY LISTYA
Oleh Hendro Santoso (Peserta Nomor 27)

Episode 24
KINANTI BUKALAH PINTU HATIMU
Suasana Ruang ICU sebuah Rumah Sakit di Malang itu sunyi senyap. Aku melihat Rizal Anugerah terbaring lemah. Ada komplikasi serius pada ginjal hasil cangkokkannya. Sudah hampir sepekan ini Rizal di rawat dan dua hari terakhir ini kondisinya tidak sadarkan diri, sangat memprihatinkan. Sebenarnya ada rencana untuk kembali di bawa ke Mount Elizabeth Hospital Singapore, dimana dulu dilakukan operasi cangkok ginjalnya, namun kondisi Rizal yang tidak memungkinkan melakukan perjalanan ke sana. Aku memang baru menyempatkan diri menjenguk Rizal, suami Listya ini pada Jumat sore. Rasa prihatin yang mendalam untuk Listya yang sedang mengalami cobaan ini. Alhamdulillah aku melihat Listya begitu tabah menghadapi ujian ini.
”Pak Alan terima kasih. Mohon doanya untuk kesembuhan Mas Rizal!” kata Listya penuh kesedihan.
”Iya Lis semoga Mas Rizal diberikan kesembuhan seperti sediakala. Listya harus sabar ya!” kataku menenangkan hatinya.
”Terimakasih Pak Alan!” suara Listya terharu.
Tidak banyak yang aku bicarakan dengan Listya di Rumah Sakit itu sampai akhirnya aku harus pamit karena hari sudah menjelang malam apalagi besok pagi aku berniat ke Bandung menjumpai Kinanti dengan penerbangan pagi hari.
Rasanya jarak Surabaya – Bandung semakin dekat saja. Apalagi jarak hatiku dengan Kinanti seolah semakin tidak berjarak saking dekatnya. Akhir-akhir ini memang aku bisa merasakan betapa dekatnya hati Kinanti seakan kapan saja aku bisa mengetuk pintu hatinya. Ya kapan saja aku bisa mengetuk pintu hatinya namun hingga saat ini masih belum melakukan apa-apa. Aku hanya bisa mendengar ada sapaan lembut dari dalam sana.  Teringat kembali dengan apa yang pernah dikatakan Kinanti dalam sebuah sms :
”Daisy Listya adalah cinta sejatimu walaupun mungkin tidak bisa kau raih namun andaikan aku harus menggantikan cinta Daisy Listya adalah hal yang tidak bisa disetarakan!”
”Itulah sebabnya aku tidak bisa memenuhi keinginan Listya agar aku menikah denganmu!”
”Alan ada yang perlu kau ketahui bahwa sebenarnya Intan, putriku, lebih merestuimu dari siapapun untuk menjadi teman hidupku. Namun alasan-alasan di atas itu yang membuat aku harus memberi keputusan yang lain!”
Apakah saat ini Kinanti masih tetap bersikukuh seperti itu? Apakah Kinanti masih akan tetap menganggapku hanya seorang sahabat? Jika melihat gelagat dan sinyal sinyal yang diberikan Kinanti padaku akhir-akhir ini nampaknya ada setitik harapan. Walaupun harapan itu hanya setitik tapi tetap saja itu sebuah harapan. Aku harus bisa membuka tabir yang membelenggu cintanya. Aku yakin Kinanti mencintaiku walaupun dia menganggap cintanya tidak bisa disetarakan dengan cinta Listya. Sikap ini membuatku bertambah mengaguminya karena cinta Kinanti memang memiliki keagungan sendiri walaupun aku selalu menganggap cinta kedua wanita ini begitu luhur penuh dengan ketulusan. Satu hal yang membuatku semangat adalah Intan, putri satu-satunya yang selalu mendukungku untuk bisa menyunting Ibunya. Ini artinya aku sudah membuka satu kunci dan tinggal mendorong pintunya untuk terbuka. Jika pintu hatinya sudah terbuka maka aku bisa masuk dengan membawa cintaku yang tulus.
Malam Minggu di kota Bandung dengan langit yang cerah secerah hatiku. Selepas Magrib tadi aku sudah meluncur menuju Arcamanik tempat kediaman Kinanti. Ketika aku tiba di sana, aku disambut Kinanti dengan penuh suka cita. Rasanya seperti wakuncar jaman SMA dulu he he he. Kinanti malam ini begitu anggun dengan wajah ceria di balut jilbab warna pink. Matanya yang indah itu berbinar dan senyum manisnya selalu menghiasi bibirnya. Sambutan Kinanti malam ini begitu istimewa. Allah Maha Besar, Maha Pencipta yang telah menganugerahkan kecantikan kepada Kinanti Puspitasari. Di ruang tamu itu aku hanya tertegun takjub memandang begitu anggunnya Kinanti.
”Alan! Jangan memandangku terus seperti itu dong!” kata Kinanti tersipu saat aku memandanginya tak berkedip.
”Kinanti, mau bagaimana lagi aku, karena kamu cantik sekali. SubhanAllah!” kataku tulus. Kinanti tersenyum penuh arti dengan rasa senang dan tersanjung.
”Sudahlah. Jangan membahas kecantikan. Apalagi pujian untuk kecantikan. Pujilah yang telah menciptakan kecantikan itu!” suara Kinanti mengingatkan.
”Segala Puji bagiMu yang telah menciptakan mahluk bernama Kinanti Puspitasari yang sekarang duduk di depanku. Sungguh telah membuatku terpukau tak berkedip!” kataku serius.
”Alhamdulillah!” kata Kinanti tersenyum. Suasana yang sangat indah. Ruangan jadi penuh dengan senyum dan canda. Malam Minggu yang sangat istimewa bagiku. Topik pembicaraan dengan Kinanti masih seputar sakitnya Rizal, suami Listya.
”Alan tadi malam Listya telepon bercerita tentang kunjunganmu ke Rumah Sakit itu. Listya sangat terharu atas kedatanganmu!” kata Kinanti.
”Iya waktu itu aku lihat Listya begitu tabah walaupun kondisi Rizal sangat kritis. Kita hanya bisa berdoa untuk kebaikannya juga ketabahan Listya!” kataku. Kinanti mengangguk.
”Banyak cerita yang diutarakan Listya malam itu. Aku sangat kagum atas ketabahannya menerima ujian ini!” kata Kinanti.
”Ujian dari Allah itu akan membuat kita semakin tinggi derajatnya. Untuk naik kelas kita butuh ujian..!” kataku seolah berbicara untuk diri sendiri.
Ya menghadapi Kinanti bagiku juga termasuk ujian yang harus aku hadapi dengan penuh perjuangan. Tidak boleh menyerah aku harus yakin bisa menundukkan hati Kinanti Puspitasari.
”Alan mudah-mudahan ujian ujian dariNya semakin membuat kita semakin menjadi hambaNya yang sabar dan tegar!” kata Kinanti.
”Ya Kinanti mudah-mudahan aku juga bisa selalu sabar dan tegar menunggu dan menunggu calon istriku datang kepadaku!” kataku mulai memancing di air bening.
”Alan seharusnya calon istri itu bukan datang kepadamu tapi dijemput olehmu!” kata Kinanti.
”Oh dijemput? Ya sudah atuh aku harus menjemputnya. Kapan ya dia bersedia dijemput?” kataku mulai membidik sasaran. Kinanti tersenyum dan nampaknya dia tidak mau terpancing.
”Ya tanya sendiri saja kepadanya. Mana aku tahu!” kata Kinanti pura-pura ketus. Aku hanya tertawa sambil angkat bahu. Walaupun Kinanti tidak terpancing namun aku bisa merasakan adanya sinyal bagiku untuk saatnya aku mencoba lagi mengetuk pintu hatinya.
Akhirnya dialog tentang calon istri itu harus terputus karena tiba-tiba saja terdengar suara seseorang mengucapkan salam. Ternyata Intan sudah berdiri di pintu itu sambil menyapa kami yang ada di ruang tamu. Kata Kinanti setiap Sabtu sore menjelang malam biasanya Intan baru tiba di rumah dari Kampus Jatinangor.
”Ayah Alan rupanya sudah datang!” kata Intan menyapaku sambil bersalaman mencium tanganku.
”Iya. Rupanya nanda Intan juga baru pulang dari Kampus nih!” tanyaku.
”Ya Ayah ini terlambat agak malam biasa macetnya Bandung sulit diprediksi. Malah biasanya kalau macetnya parah lebih malam lagi sampai rumah” kata Intan. Lalu mata Intan tertuju memandang Ibunya dan bersalaman mencium tangan Ibunya. Gadis manis yang sedang mekar ini mulai menggoda Ibunya.
”Ibu aduh malam ini cantik sekali. Pasti ada yang istimewa nih kalau Ibu secantik ini” kata Intan menggoda sambil matanya berkedip kepadaku.
”Iya dong Intan gimana sih kamu ini!”  kataku sambil tertawa sementara Kinanti hanya terdiam. Sang Ibu mulai memelototi anak gadisnya sambil pura-pura cemberut.
”Ibu sungguh lho aku ini bicara jujur Ibu malam ini cantik sekali pasti Om Alan juga setuju!” kata Intan semakin menggoda Ibunya.
”Intan, sudah ayo masuk sana baru datang sudah ngeledek!” suara Kinanti agak kesal. Intan tertawa sambil berlari kecil masuk ke dalam rumah. Sementara aku hanya tertawa dan Kinanti tersenyum sambil geleng-geleng kepala.
Pembicaraan semakin hangat dan canda tawa seperti biasa menambah kehangatan malam Minggu bersama Kinanti. Aku merasakan suasana seperti sedang wakuncar (wajib kunjung pacar) jaman ABG dulu. Sewaktu SMA dulu jika aku berkunjung ke rumah Kinanti selalu bersama teman-teman yang lain. Biasanya ditemani Indra, Aini dan Erika. Kami saat itu bersahabat sangat akrab.
”Kinan apakah suka kontak dengan Indra,Aini? Atau Erika?” tanyaku. Tiba-tiba saja aku ingin membuka kembali lembaran SMA dulu.
”Aini ada di Bogor masih sering kontak, namun Erika sudah lama tidak pernah kontak. Terakhir aku mendengar khabar Erika tinggal di Medan!” kata Kinanti.
”Aku juga pernah ketemu Indra sewaktu ada acara seminar di ITS Surabaya tempo hari. Ah rasanya ingin kumpul bareng mereka lagi ya!” kataku.
”Iya masa masa indah saat kumpul bareng sulit dilupakan!”kata Kinanti.
”Namun bagi aku yang sulit dilupakan adalah ketika Kinanti Puspitasari menolak cintaku!” kataku bercanda sambil cekikikan. Mendengar ini Kinanti kelihatan cemberut.
”Tidak apa-apa Kinan memang saat itu wajarlah kalau aku harus menerima penolakanmu. Maklumlah Alan Erlangga saat itu seorang pemuda yang bengal!” kataku tertawa lepas.
”Sudahlah Alan jangan sekali-sekali singgung soal itu lagi. Tutup saja masa lalu yang tidak perlu dikenang dan sebaiknya menatap ke depan!” kata Kinanti.
”Kinanti maafkan aku. Bukan bermaksud mengungkit masa lalu yang tidak perlu dikenang namun memang saat ini kita sebaiknya menatap kedepan!” kataku mulai serius.  
Malam sudah semakin larut tidak terasa waktu sudah menunjukkan pukul setengah sepuluh.
”Kinan sudah malam aku ingin pamit dulu. Sebenarnya aku masih kangen. Besok pagi aku sudah kembali ke Surabaya” kataku.
”Ya Alan sama aku juga masih kangen!” kata Kinanti pendek. Aku kaget karena ini pertama kali Kinanti berkata kangen kepadaku.
”Biarkan rasa kangen ini kita simpan saja dulu hingga suatu hari bisa kita tumpahkan bersama!” kataku.
”Alan aku ingin minta maaf atas semua yang pernah membuatmu sakit hati terutama saat kita SMA dulu!”suara Kinanti sendu.
”Kinanti sudahlah. Aku sudah memaafkan dan melupakan yang terjadi dulu. Katamu tadi kita lebih baik menatap kedepan kan?” kataku. Kinanti hanya terdiam membisu. Lalu aku pegang tangannya. Kinanti masih terdiam membisu. Dia menatapku dengan wajah sendu. Aku bisa merasakan isi hatinya. Malam Minggu bersama Kinanti itu akhirnya usai sudah namun aku berhasil mengetuk pintu hati Kinanti walaupun belum ada jawaban yang pasti.
Hati wanita itu harus ditundukkan dengan kelembutan dan kasih sayang karena hati wanita itu sangat halus maka dibutuhkan sentuhan kelembutan yang halus pula. Wanita adalah mahluk yang sangat terhormat maka sentuhlah dia dengan rasa hormat dan tulus. Wanita terhormat hanya untuk laki-laki terhormat. Alan apakah kamu sudah pantas menjadi lelaki terhormat?  Sebuah pertanyaan yang sulit untuk dijawab.
Minggu pagi di Bandara Husen aku menerima sms dari Kinanti :
”Alan untuk hari hari ke depan aku pasti akan merindukanmu. Tetaplah selalu hadir untukku!”
Sebuah pesan yang memang singkat namun memiliki arti yang sangat dalam bagiku dan bagi masa depanku. Kinanti tunggulah aku akan melamarmu.


BERSAMBUNG Episode 25 

Friday, May 13, 2016

EPISODE CINTA DAISY LISTYA (23)




Foto Fiksiana Community



Tantangan 100 Hari Menulis Novel FC
EPISODE CINTA DAISY LISTYA
Oleh Hendro Santoso (Peserta Nomor 27)

Episode 23
SAATNYA AKU BAHAGIA
”Kadang kadang saat ini aku merasakan cintamu seperti yang pernah kau katakan dulu padaku. Kadang pula aku ingin meraih cintamu itu namun aku menyadari aku tidak layak menerima cintamu karena ada cinta yang jauh lebih luhur untukmu yaitu cinta Daisy Listya!”
Ini adalah salah satu sms Kinanti Puspitasari tempo hari ketika dia memutuskan untuk menerima lamaran Eko. Sekarang rencana pernikahan mereka akhirnya kandas begitu saja karena penghianatan Eko kepada Kinanti. Bagiku sms Kinanti ini  jauh lebih berarti dibandingkan dengan batalnya pernikahan Kinanti dengan Eko.  Aku semakin merasakan bahwa Kinanti adalah harapan terakhirku karena  Daisy Listya sudah menjadi masa laluku. Inilah realita yang sekarang aku harus hadapi.
Suatu hari aku harus kembali mengutarakan niatku untuk menjadikan Kinanti sebagai teman hidupku. Sejak gagalnya pernikahan dengan Eko, aku merasakan Kinanti begitu dekat denganku. Hampir setiap hari selalu kontak melalui ponsel karena jarak yang meisahkan kami. Aku bisa memaklumi jika Kinanti saat ini sangat butuh orang yang dapat menenteramkan hatinya. Andai Kinanti memilih aku sebagai orang yang menjadikan curahan hatinya kukira wajar saja. Aku sejak dulu memang sahabatnya. Aku sejak SMA dulu pernah mengemukakan cintaku. Saat ini orang terdekat bagi Kinanti tentu saja aku. Aku bisa memastikan apa yang sekarang dilakukan Kinanti bukan sebuah pelarian tapi kepercayaannya kepadaku sebagai seorang sahabat. Kepercayaan Kinanti harus aku hargai dengan ketulusan cintaku. Namun aku tetap harus berjuang untuk bisa menggapai cinta wanita cantik ini. Tidak mudah memang karena yang menjadi acuan Kinanti adalah cinta Daisy Listya. Sepenggal sms Kinanti tempo hari membuktikan hal itu. Aduuuh memang mumet.
Sabtu pagi ini aku menerima kabar Kinanti sore nanti minta dijemput di Bandara Juanda. Kinanti bersedia menemaniku ke Resepsi Pernikahan Audray hari Minggu besok. Alhamdulillah mudah-mudahan ini pertanda baik. Aku tetap harus berjuang untuk mendapatkan cintanya. Maka sore itu aku sudah menunggu di Pintu Kedatangan Bandara Juanda. Aku melihat Kinanti menuju pintu keluar. Kelihatan badannya agak kurusan mungkin sehabis sakit tempo hari masih belum pulih namun wajahnya tetap kelihatan cantik, segar dan senyumnya tetap manis menenteramkan.
”Assalaamu alaikum Bu Kinan, bisa saya bantu!” kataku mulai menggoda sambil mengambil tas yang dibawanya. Kinanti hanya tersenyum sambil menepuk bahuku. Kami bergegas menuju tempat parkir lalu meluncur menuju Tol Bandara.
”Alan tadi dari Kampus langsung ke Juanda?” tanya Kinanti.
”Iya tadi siang ada kerjaan tunda di Laboratorium setelah itu langsung menjemputmu di Juanda. Bagaimana kesehatanmu. Kok agak kurusan?” tanyaku.
”Alhamdulillah sehat. Kurus?. Kamu mengejekku ya. Aku ini masih gembrot!” kata Kinanti pura pura marah.
”Iya iya jangan galak dong dibilang kurus malah galak. Kinanti kurus atau gembrot sama saja Kinanti yang ramah dan...galak!” kataku sambil ketawa.
”Ramah sama galak tidak bisa dicampur!” kata Kinanti.
”Galak yang ramah itu artinya menyenangkan. Tidak ada lho yang begitu kecuali Kinanti Puspitasari yang selalu ku kagumi!” kataku mulai gombalnya keluar.
”Sudah Alan jangan ngawur!” suara Kinanti pura-pura marah.
”Oh ya bagaimana kabar Intan?” tanyaku.
”Alhamdulillah baik. Intan kirim salam untukmu juga Bapak dan Ibu!” kata Kinanti.
”Intan cuma kirim salam saja tidak titip pesan kepadaku?” tanyaku terus menggoda. Aku lihat Kinanti tersenyum penuh arti. Aku mengerti mengapa Kinanti tersenyum pasti memang ada pesan dari Intan anak gadis Si Mata wayangnya.
”Kok tahu saja kalau ada pesan!” kata Kinanti.
”Iya dong!. Apa isi pesan Intan” kataku.
”Intan bilang padaku, Bu sampaikan salam kangenku untuk Ayah Alan!” kata Kinanti sambil tersenyum melirikku.
”Hah Intan bilang Ayah Alan. Berarti sudah mendapat restu nih!” kataku.
”Restu dari siapa?” tanya Kinanti.
”Restu dari Intan atuh. Oh ananda Intan Ayah juga kangen nih!” kataku dan kali ini Kinanti tertawa berderai mendengar candaanku. Bercanda tapi serius nih. Sebenarnya aku sudah tahu kalau Intan memang mendukungku untuk segera menikahi Ibunya.
Tidak terasa akhirnya kami tiba di jl Sulawesi tempat Paman Kinanti tinggal. Selama di Surabaya, Kinanti menginap di Rumah Pamannya. Aku sudah sangat familiar dengan keluarganya. Paman Kinanti ini adalah Paman dari garis Ibunya. Beliau sudah Pensiun dari pekerjaannya sebagai pegawai di sebuah Perusahaan Perkebunan. Sambutan ramah aku rasakan ketika kami tiba di sana. Aku tidak lama segera berpamitan karena hari sudah mulai sore.
Pesta Pernikahan Audray dilaksanakan di Rumah Om dan Tantenya Kawasan Darmo. Resepsi dilangsungkan dengan konsep Pesta Kebun dan terasa meriah sekali.
”Terima kasih Pak Alan dan Bu Kinan sudah hadir di sini!” suara Audray menyambut uluran tangan kami. Aku dan Kinanti setelah menyampaikan ucapan selamat kepada mempelai berdua segera saja berbaur dengan tetamu lainnya menikmati hidangan yang lezat. Aku lihat Audray dan Suaminya berdampingan mesra penuh kebahagiaan. Tiba-tiba saja aku teringat Daisy Listya. Mataku melihat ke seluruh penjuru arah angin hanya ingin melihat apakah Listya ada diantara tetamu yang hadir. Rupanya Kinanti juga mencari Listya.
”Alan! aku belum melihat Listya hadir di sini!” kata Kinanti.
”Iya Kinan. Mungkin tadi sudah duluan. Kita yang datang agak siang!” kataku.
”Ya mungkin juga. Aku belum sempat telpon dia. Nanti malam saja aku telpon Listya!” kata Kinanti.
Anehnya aku merasakan hal yang tidak enak. Listya nampaknya tidak hadir pada Resepsi Audray ini. Ada apa ya?  Sewaktu perjalanan pulang rupanya Kinanti merasa ingin menelpon Listya.
”Assalaamu alaikum Bu Kinan!” suara Listya terdengar di seberang sana. Kinanti sengaja posisi Hand Phone nya dalam keadaan  ”on”  sehingga aku bisa mendengar pembicaraan mereka.
”Listya bagaimana kabar?” tanya Kinanti.
”Alhamdulillah baik Bu. Maaf tidak bisa hadir diacara resepsinya Audray. Mas Rizal masuk Rumah Sakit Bu!” kata Listya.
”Ya Tuhan bagaimana kondisinya sekarang?” tanya Kinanti.
”Sudah ditangani Dokter Bu. Doa nya Bu Kinan ya!” kata Listya.
”Iya Listya. Saya juga mohon maaf tidak bisa menjenguk karena sore ini sudah kembali ke Bandung. Salam dari Pak Alan juga nih semoga Mas Rizal segera pulih!” kata Kinanti.
”Terima kasih Bu Kinan dan Pak Alan!” suara Listya terharu.
Aku cukup prihatin mendengar kondisi kesehatan Rizal, suami Listya. Hal ini pasti ada hubungannya dengan cangkok ginjalnya. Memang tidak mudah upaya cangkok organ tubuh ini. Banyak risiko yang harus ditempuh. Semoga saja Rizal segera pulih dan Listya selalu tabah menghadapi cobaan demi cobaan.
”Al kelihatannya ada komplikasi dan masalah pada hasil cangkok ginjalnya!” kata Kinanti.
”Iya aku juga berfikir begitu!” kataku pendek.
”Semoga Listya tetap tabah menghadapi ujian ini!” kata Kinanti khawatir. Betapa dua wanita ini saling mencintai karena Allah. Sungguh mulia mereka.
”Ya semoga Allah memberikan yang terbaik untuk mereka!” kataku.
Hari Minggu ini seharian bersama Kinanti berjalan begitu cepat. Tiba-tiba saja sudah sore hari dan aku harus mengantar Kinanti kembali menuju Bandara Juanda. Sambil menunggu jam keberangkatan kami duduk santai di sebuah Kafe.
”Kinan, hari rasanya begitu cepat berlalu ya!” kataku agak serius.
”Ya Alan rasanya waktu begitu singkat tiba-tiba saja aku sudah harus balik ke Bandung lagi!” kata Kinanti.
”Aku tidak mengerti setiap bersamamu rasanya waktu begitu cepat berlalu!” kataku sambil menatap Kinanti. Aku lihat wanita cantik ini tersenyum manis.
”Aku juga tidak mengerti kenapa waktu begitu cepat berlalu setiap Kinanti bersamamu!” kata Kinanti masih sambil tersenyum. Aku memegang kedua tangan Kinanti dan wanita cantik ini menatapku. Aku menyukai mata Kinanti yang tajam dan indah apalagi sedang menatapku begini.
”Kinan aku sedang berfikir apakah kau mau memaafkan kesalahan masa laluku yang tidak pernah kau sukai!” kataku.
”Alan, aku sudah memaafkanmu sejak dulu kita berpisah saat SMA. Kalau belum kumaafkan mana mungkin sekarang aku bersamamu!” kata Kinanti pelan.
”Baik Kinan. Aku merasa lega kini dan aku ingin membuktikan bahwa aku memang sahabat sejatimu. Inshaa Allah aku selalu ada untukmu!” kataku.
”Terima kasih Alan!” kata Kinanti dan tangannya memegang tanganku sangat erat sekali seolah tidak ingin melepaskannya. Aku lihat ada setitik air mata jatuh di pipinya.
”Kinan rasanya aku ingin selalu bersamamu. Kadang ada rasa rindu disaat kau jauh di Bandung sana!” kataku.
”Biarkan Alan rasa rindu kita ini tetap ada!” kata Kinanti pelan. Aku mulai merasakan keharuan yang sangat dalam diri Kinanti. Aku sekarang sangat yakin Kinanti mulai mebuka hatinya untukku tapi aku tidak mau terburu buru. Apa yang terjadi jika ternyata Kinanti masih tetap menganggapku hanya seorang sahabat saja seperti selama ini. Tentu saja aku akan kecewa. Akhirnya Kinanti harus segera bersiap menuju pintu keberangkatan.
”Alan aku pulang dulu ke Bandung ya jaga dirimu!” kata Kinanti.
”Baik Kinan. Oh ya jangan lupa sampaikan salam untuk Intan dari Ayah Alan!” kataku. Kinanti mengangguk sambil tersenyum manis. Senyum yang menurut perasaanku penuh dengan arti. Aku hanya bisa memandang punggung Kinanti diujung koridor itu. Wanita cantik itu masih sempat melambaikan tangannya kepadaku.
”Biarkan Alan rasa rindu kita ini tetap ada!” kata Kinanti. Ini kata-kata yang kembali terekam dalam hatiku. Ya biarkan rasa rindu kita tetap ada dan terus ada tanpa batas. Ya Allah andaikan Kinanti adalah takdir terbaikku menurutMu maka jadikanlah Kinanti teman hidupku dengan penuh keridhoanMu.
Aku merasakan hari hari ke depan menjadi hari hari yang penuh harapan. Memang seharusnya jadikanlah setiap hari penuh dengan harapan kebahagiaan. Ujian yang datang silih berganti semata mata hanya untuk membuat diri ini semakin tangguh dan berani menghadapi hidup. Ada orang bilang hidup ini hanya menunggu kematian tapi berani menghadapi hidup tidak sama dengan hidup yang hanya menunggu kematian. Entahlah. Saat ini aku hanya ingin berkata untuk diri sendiri bahwa kini saatnya aku bahagia. Semoga.


BERSAMBUNG Episode 24