Thursday, April 14, 2016

EPISODE CINTA DAISY LISTYA (12)


Foto Hensa




Tantangan 100 Hari Menulis Novel FC
EPISODE CINTA DAISY LISTYA
Oleh Hendro Santoso (Peserta Nomor 27)
Sinopsis
Alan Erlangga adalah sosok yang selama 20 tahun merasa kehilangan Diana Faria, kekasihnya yang harus dipanggil oleh Yang Maha Punya hanya seminggu sebelum hari perkawinan mereka. Merasa kehilangan selama 20 tahun adalah waktu yang lama. Ternyata ALLAH telah mengirim seorang gadis bernama Daisy Listya untuk menggugah hati Alan Erlangga. Daisy Listya adalah seorang gadis cantik, cerdas, berkepribadian luhur, memiliki prinsip hidup, berhasil membuka dan mencairkan kebekuan hati seorang Alan Erlangga. Listya ini yang telah menyadarkannya dari mimpi buruk panjang. Mungkin saja Daisy Listya memang nantinya bukan menjadi teman hidupnya karena seusai Wisuda Sarjana, Listya akhirnya bertunangan dengan pria yang mencintainya bahkan sampai menuju jenjang pernikahan. Menghadapi kenyataan ini Alan Erlangga tidak mampu berbuat apa-apa. Alan hanya pasrah. Cukup baginya bahwa Daisy Listya adalah gadis yang telah mampu membuka hatinya menjadi merasa hidup kembali. Ada pepatah bahwa mencintai itu tidak harus memiliki. Benarkah cinta itu menjadi sangat tinggi nilainya ketika harus mencintai tapi tidak harus memiliki?. Ditengah-tengah kegalauannya tiba-tiba hadir sahabat lamanya bernama Kinanti Puspitasari. Seakan hadir untuk menentramkan hatinya. Saat ini Kinanti memiliki seorang putri yang sedang beranjak remaja. Wanita ini membesarkan putri semata wayangnya sendirian karena suaminya sudah lama meninggal dunia. Kinanti adalah teman Alan sewaktu mereka SMA dan diusia yang sudah tidak muda lagi mereka kembali bertemu. Bagi Alan masa-masa SMA bersama Kinanti begitu indah untuk dikenang karena Alan waktu itu pernah juga jatuh cinta kepada Kinanti walaupun ternyata Kinanti hanya menganggapnya seorang sahabat.
Kepada siapa akhirnya Alan Erlangga melabuhkan hatinya?. Apakah kepada Daisy Listya seperti harapan cintanya selama ini?. Apakah kepada Kinanti?. Simak saja cerita episode demi episode dari Episode Cinta Daisy Listya.





Episode  12
BANDUNG KEMBALI BERBUNGA

Selesai mengikuti Seminar di Singapore, Pesawat dari sebuah Maskapai Negeri Jiran  itu membawaku mendarat di Bandara Husein Sastranegara Bandung pada sore yang cerah itu. Aku memang sudah berniat akan mampir ke Bandung untuk menengok Ibu mumpung ada kesempatan karena terakhir ke Bandung sudah hampir sekitar 7 bulan yang lalu. Niat yang lain tentu saja aku ingin ketemu Kinanti sesuai pesannya kepadaku bahwa Kinanti ingin ketemu untuk sekedar diskusi soal teman Dosennya yang mau melamarnya. Setelah selesai mengurus administrasi keimigrasian aku langsung menuju Pintu keluar dan kulihat di sana Kinanti sudah menunggu.
“Assalaamu alaikum Profesor bagaimana penerbangan Anda cukup nyaman dan menyenangkan? Saya siap menjemput dan mengantar kemana Profesor mau ?” kata Kinanti bercanda sambil tertawa riang.
“He he he Terimakasih Bu Kinan!” jawabku. Kami berjalan menuju Tempat Parkir yang jaraknya hanya 50 meter dari Teras Utama Bandara. Sore hari itu kami meluncur ditengah lalu lintas kota Bandung yang sudah terbiasa macet. Baru masuk jalan Pajajaran saja kemacetan sudah mulai terasa tapi aku lihat Kinanti sudah terbiasa dengan kemacetan ini seperti halnya aku di Surabaya.
“Sudah biasa Alan tiada hari tanpa macet. Setiap pagi aku berangkat kerja selalu bertemu dengan macet mulai keluar Arcamanik masuk Antapani, Jalan Jakarta sampai Jalan Juanda masuk Ganesha. Inilah Bandung!” kata Kinanti.
“Iya Kinan hampir semua kota di Indonesia mempunyai problem sama  kemacetan lalu lintas. Anehnya walaupun semua sudah tahu apa masalahnya tapi solusinya masih belum juga ditemukan. Jikapun ada solusi tapi tidak pernah ada action nya!” kataku. Kinanti hanya menjawab dengan tertawa kecil.
“Alan tadi malam Listya telpon aku!” kata kinanti mengalihkan pembicaraan.
“Oh ya ada berita apa?” tanyaku penasaran.
“Kok kamu seperti kaget gitu Al?” kata Kinanti.
“Lho bukan kaget tapi penasaran karena beberapa hari terakhir ini Listya sangat jarang ketemu kecuali di kelas kuliah. Listya selalu diantar dan dijemput Rizal suaminya!” kataku.
“Iya Listya juga cerita kalau sekarang suaminya sudah kembali sehat namun Listya masih sering curhat tentang pernikahan mereka. Namun ada yang lebih penting dari itu yang ingin aku tanyakan padamu Al!” kata Kinanti.
“Apa itu Kinan?” tanyaku.
“Profesor sekarang sedang dekat dengan mahasiswi yang bernama Audray?” kata Kinanti. Mendengar ini sungguh aku terkejut dan mendengar nada bicara Kinanti ada rasa cemburu yang mendalam. Aku yakin Listya sudah bercerita banyak kepada Kinanti soal Audray. 
“Listya cerita padaku Al. Listya sendiri mengetahui hal ini justru dari Audray yang banyak bercerita tentangmu!” kembali kata Kinanti.
“Audray bercerita apa tentang aku?” tanyaku.
“Audray bercerita kepada Listya bahwa Profesor Alan sudah sering berkunjung ke rumahnya sudah dikenalkan dengan orang tua Audray dan mereka merestui hubungan kalian. Listya protes dan bilang padaku mengapa bu Kinan diam saja!” kembali suara Kinanti. Aku sementara ini tetap diam biar semua cerita tentang Audray terkuak semua.
“Oh ya Alan secara pribadi aku sebenarnya tidak boleh mencampuri urusanmu tapi aku juga sebagai sahabat tidak mau diam saja hanya ingin mengingatkan jangan jadikan seorang wanita hanya sebagai pelarian!” kata Kinanti.
Kata-kata ini benar-benar menusuk rusuk jantungku. Aku seperti baru tersadar bahwa Audray bukan untuk pelarianku dari ketidak mampuanku meraih cinta Daisy Listya. Tentu saja ini juga berlaku bagi Kinanti tidak boleh menjadi pelarianku.
“Okey Kinan terima kasih telah mengingatkanku. Akhir-akhir ini memang aku sering pergi dengan Audray sudah pula ketemu Om dan Tantenya bukan orang tuanya. Audray di Surabaya tinggal di rumah Om dan tantenya sedangkan orang tuanya ada di Malaysia!” kataku. Semua sosok Audray kujelaskan secara lengkap kepada Kinanti.  Kinanti mendengar semua penjelasanku dengan seksama.
“Ya Alan aku percaya kepadamu bahwa cerita Audray kepada Listya sudah banyak dengan bumbunya. Justru ini yang kembali membuatku yakin bahwa Listya sungguh mencintaimu. Listya merasa cemburu dengan kedekatanmu dengan Audray. Melihat kau dekat dengan Audray, dia selalu menghindar darimu!” kata Kinanti. Mungkin benar juga apa yang dikatakan Kinanti. Memang Listya setiap selesai mengikuti kuliahku selalu bergegas meninggalkan ruangan.
“Namun selama ini Listya kan menganggapku adalah calon istrimu maka dia pun memiliki kesan bahwa kau sudah menghianatiku. Listya seakan melaporkan perbuatanmu kepadaku!” kata Kinanti. Wah benar juga nih jangan-jangan memang aku sudah di cap sebagai seorang penghianat. Aku hanya terdiam membisu sementara tanpa terasa perjalanan sudah hampir sampai di depan rumah Ibuku. Mobil itu berhenti persis di depan pintu pagar.
“Kinan terimakasih ya. Mau mampir ketemu Ibu?” kataku.
“Okey Alan terimakasih lain kali saja. Salam untuk Ibu. Oh ya jangan lupa kutunggu  di Arcamanik!” kata Kinanti.
“Siap Bos segera meluncur ke sana!” kataku. Dengan mengucap salam akhirnya Kinantipun kembali meluncur menuju ke tengah tengah kemacetan Kota Bandung. Aku segera bercengkrama dengan Ibu. Alhamdulillah Ibu tetap sehat pada usia beliau yang ke 80 ini. Rasa syukur harus kupanjatkan kepadaNya atas semua karunia dan kasih sayangNya.
Malam itu di Rumah Kinanti kami mengobrol di ruang tamu. Intan sempat ikut mengobrol walau hanya sebentar kemudian dia pamit untuk belajar. Bapak dan Ibu nya Kinanti juga menyambut hangat kunjunganku ini karena lama memang kami tidak bertemu. Kinanti mulai bercerita tentang teman sesama rekan dosen di Kampus namanya Eko Priotomo. Kinanti mengenalnya sudah cukup lama karena dulu sama sama mengambil program S3. Eko Priotomo juga sudah dikenal baik oleh keluarga Kinanti. Sekarang Eko berstatus seorang duda hampir tiga tahun yang lalu istrinya sudah tiada karena penyakit kanker payudara. Eko memiliki dua orang anak putra dan putri seusia Intan. Mendengar cerita Kinanti tentang Eko Priotomo aku punya kesan bahwa Eko berasal dari keluarga baik baik dengan rumah tangga yang harmonis. Apalagi yang harus dipertimbangkan oleh Kinanti. Mereka sungguh merupakan pasangan yang ideal. Ketika hal ini kusampaikan kepada Kinanti, wanita cantik ini menjawab :
“Tidak semudah itu Alan. Sudah lama aku mencoba meyakinkan diriku namun selalu saja aku tidak mampu menemukan jawabannya !” demikian kata Kinanti.
“Apakah Intan sudah diajak untuk bicara mengenai hal ini?” tanyaku.
“Sudah dan dia hanya mengatakan terserah Ibu. Sebenarnya ini bukan jawaban yang kuinginkan. Intan tidak menjawab dengan tegas ya atau tidak!” kata Kinanti.
“Memang sebaiknya harus ditanyakan pada hatimu sendiri Kinan. Walaupun aku mengatakan persetujuanku tapi tetap hatimu yang berhak untuk menjawab dan memutuskan!” kataku.
Kinanti hanya terdiam, kulihat tatapannya hampa. Wanita ini seolah menyimpan beban yang harus segera dilepaskan. Aku juga benar-benar tidak tahu bagaimana membantu melepaskan beban Kinanti.
“Kinan perlu kau ketahui bagiku pilhanmu adalah kebahagiaan, maka selama yang kau pilih adalah kebahagiaan maka aku akan selalu mendukungmu. Ingat aku adalah sahabat sejatimu seperti selalu kau katakan juga kepadaku!” kataku.
“Iya Alan terimakasih!” kata Kinanti dan ya Allah ada tetesan air mata mengalir di pipinya. Kinanti terisak dan aku hanya tertegun memandang wajah cantiknya beurai air mata. Aku menyodorkan selembar tissue kepada Kinanti.
“Maaf Alan aku terharu dengan kata-katamu bahwa kita adalah sahabat sejati dan aku jadi teringat dulu ketika aku mengatakan hal itu padamu!” kata Kinanti sambil mengusap air matanya dengan tissue yang kuberikan tadi.
“Kinan, memang masa masa SMA dulu adalah masa masa yang paling indah untuk dikenang!” kataku perlahan.
“Dan kau pasti mengatakan bahwa akulah satu-satunya gadis waktu itu yang berani menolak cintamu!” suara Kinanti kembali sendu.
“Oh bukan itu yang indah harus ku kenang tapi masa masa persahabatan kita yang penuh dengan ketulusan!” kataku. Kulihat Kinanti sudah kembali tersenyum.
“Alan, memang kamu adalah sahabat sejatiku!” kata Kinanti sambil tersenyum walaupun di pipinya masih ada sisa air mata. Wajah cantik Kinanti dengan air mata dipipinya ah andai aku seorang pelukis maka akan kulukis wajah cantik itu menjadi karya yang sangat artistic. Saking kagumnya aku memandang wajah cantik Kinanti sehingga tanpa sadar aku berkata :
“Kinan kalau lagi menangis malah tambah cantik!”
“Nah mulai playboy nya kumat!” kata Kinanti sedikit marah tapi aku lihat ada rona merah dipipinya. Kinanti terlihat senang dengan pujianku yang jujur.
“Aku kan boleh mengagumi kecantikan sahabatnya!” kataku tambah menggoda.
“Sudah Alan jangan ngaco terus!” kata Kinanti menggerutu. He he he aku tertawa kecil melihat Kinanti salah tingkah.
Malam itu rasanya berlalu begitu cepat. Tidak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 23.00 dan tentu saja aku harus segera berpamitan kepada Kinanti. Besok siang aku harus segera kembali ke Surabaya.
“Alan selamat jalan maaf aku besok tidak bisa mengantarmu ke Bandara Husein. Kalau ketemu Listya salam dariku. Bilang padanya Bu Kinan kangen!” suara Kinanti.
“Okey Boss nanti aku sampaikan untuk Listya. Bu Kinan tidak ada pesan untuk Profesor Alan?” kataku kembali menggoda.
“Ada tolong bilang kepada Profesor Playboy jangan sering-sering memuji kecantikan sahabatnya!” kata Kinanti sambil tersenyum manis. Ya Tuhan itu adalah senyum manis Kinanti seperti ketika ia masih SMA dulu senyum yang selalu aku kagumi.
“Baik Bu Kinan pesannya akan aku sampaikan kepada Profesor Playboy!” kataku sambil tertawa dan sebuah cubitan mendarat diperutku.
Malam yang sangat mengesankan bagiku dan mungkin juga bagi Kinanti. Aku juga merasakan bahwa Kinanti tidak ingin menerima lamarannya Eko Priyotomo sesama rekan Dosen di Kampusnya untuk menjadi suaminya. Anehnya aku malah gembira Kinanti tidak jadi menikah dengan Eko Priyotomo. Aku juga punya kesan Kinanti memang butuh orang yang pernah dekat dengannya. Kinanti adalah tipe orang yang selalu percaya kepada sahabat atau teman yang dulu sudah teruji kesetiaannya. Ha ha ha jangan-jangan aku ini ternyata cuma gede rasa alias ge-er.
Entahlah perasaanku mengatakan Kinanti mencintaiku. Andai itu terjadi apakah aku harus bersama Kinanti? Bagaimana dengan Listya harapanku yang masih tetap menjadi harapan. Ingat Alan bahwa Listya adalah istri Rizal Anugerah. Ya itulah realitanya sedangkan Kinanti belum menjadi milik siapa-siapa. Jadi?.


BERSAMBUNG Episode 13

Sunday, April 10, 2016

EPISODE CINTA DAISY LISTYA (11)


Foto Hensa


Tantangan 100 Hari Menulis Novel FC
EPISODE CINTA DAISY LISTYA
Oleh Hendro Santoso (Peserta Nomor 27)
Sinopsis
Alan Erlangga adalah sosok yang selama 20 tahun merasa kehilangan Diana Faria, kekasihnya yang harus dipanggil oleh Yang Maha Punya hanya seminggu sebelum hari perkawinan mereka. Merasa kehilangan selama 20 tahun adalah waktu yang lama. Ternyata ALLAH telah mengirim seorang gadis bernama Daisy Listya untuk menggugah hati Alan Erlangga. Daisy Listya adalah seorang gadis cantik, cerdas, berkepribadian luhur, memiliki prinsip hidup, berhasil membuka dan mencairkan kebekuan hati seorang Alan Erlangga. Listya ini yang telah menyadarkannya dari mimpi buruk panjang. Mungkin saja Daisy Listya memang nantinya bukan menjadi teman hidupnya karena seusai Wisuda Sarjana, Listya akhirnya bertunangan dengan pria yang mencintainya bahkan sampai menuju jenjang pernikahan. Menghadapi kenyataan ini Alan Erlangga tidak mampu berbuat apa-apa. Alan hanya pasrah. Cukup baginya bahwa Daisy Listya adalah gadis yang telah mampu membuka hatinya menjadi merasa hidup kembali. Ada pepatah bahwa mencintai itu tidak harus memiliki. Benarkah cinta itu menjadi sangat tinggi nilainya ketika harus mencintai tapi tidak harus memiliki?. Ditengah-tengah kegalauannya tiba-tiba hadir sahabat lamanya bernama Kinanti Puspitasari. Seakan hadir untuk menentramkan hatinya. Saat ini Kinanti memiliki seorang putri yang sedang beranjak remaja. Wanita ini membesarkan putri semata wayangnya sendirian karena suaminya sudah lama meninggal dunia. Kinanti adalah teman Alan sewaktu mereka SMA dan diusia yang sudah tidak muda lagi mereka kembali bertemu. Bagi Alan masa-masa SMA bersama Kinanti begitu indah untuk dikenang karena Alan waktu itu pernah juga jatuh cinta kepada Kinanti walaupun ternyata Kinanti hanya menganggapnya seorang sahabat.
Kepada siapa akhirnya Alan Erlangga melabuhkan hatinya?. Apakah kepada Daisy Listya seperti harapan cintanya selama ini?. Apakah kepada Kinanti?. Simak saja cerita episode demi episode dari Episode Cinta Daisy Listya.





Episode  11
KEMANAKAH AKU HARUS MELANGKAH
Saat ini sudah memasuki bulan November. Bulan saatnya musim hujan tiba. Jika pagi hari sampai siang panas terik, maka ini pertanda sore harinya hujan akan turun. Sudah tiga hari ini Surabaya diguyur hujan.  Seperti sore ini aku harus segera  menyelesaikan paperku untuk seminar di Singapore bulan depan. Dalam suasana hujan deras di luar sana dan dengan ditemani secangkir kopi panas, aku bekerja penuh semangat. Tidak terasa waktu berjalan begitu cepat, ternyata sekarang sudah hampir sholat Isya padahal sepertinya barusan saja aku menunaikan sholat Maghrib. Namun Alhamdulillah akhirnya paper tersebut rampung juga. Sengaja aku secepatnya menyelesaikan paper tersebut karena besok harus segera ku email kan kepada Panitia Seminar.
Suasana Kampus sudah sepi karena memang hari sudah malam. Hujan sudah reda sejak tadi dan hanya tersisa beberapa genangan air yang mungkin meluap dari saluran yang penuh dengan sampah.  Aku menuju tempat parkir dan hanya ada beberapa saja mobil dan motor yang masih ter parkir di tempatnya. Sebentar kira kira dua baris dari tempat parkir mobilku sepertinya aku kenal mobil yang diparkir disana. Tiba-tiba saja aku melihat seorang gadis keluar dari mobil tersebut dan memanggilku.
“Hai Pak Profesor! Wah baru pulang nih lembur sampai malam?” suara Audray.
“Di kuliah apa kok sampai malam?” tanyaku.
“Farmasi Forensik Pak. Seharusnya jam kuliahnya tadi mulai pk 16.00 tapi tadi diundurkan menjadi pk. 18.00” jawab Audray.
“Oh begitu okey Di sampai ketemu ya!” kataku sambil masuk ke mobil dan mulai menyalakan starter.
“Okey Pak sampai ketemu!” suara Audray di seberang sana.
Aku meninggalkan tempat parkir tersebut diiringi lambaian tangan Audray. Gadis ini memang cantik dan sexy dan sebagai lelaki normal aku harus mengakui hal tersebut.
Sewaktu dulu Audray masih Mahasiswa skripsi S1 yang kubimbing aku sangat kewalahan menghadapi ulahnya. Gadis ini berulah bukan karena dia tidak mampu menyelesaikan skripsinya bahkan dia adalah mahasiswi yang cerdas, responsive dan penuh dengan ide, tapi karena dia banyak berulah sering menggodaku dengan hal-hal yang sifatnya sangat privasi. Aku sebenarnya tidak suka dengan gadis ini yang sering mencampur adukkan urusan akademis dengan urusan pribadi karena aku bisa menganggap sikapnya itu sudah ngelunjak. Namun aku juga harus kagum pada kejujuran Audray yang selalu mengatakan hal-hal yang sebenarnya tanpa harus ditutup tutupi. Audray kada-kadang ceplas ceplos dan nekad dalam mengemukakan perasaan apa adanya.  Misalnya suatu hari saat dia selesai diskusi tentang perbaikan skripsinya lalu merembet ke diskusi dan perdebatan tentang kecantikan.
“Pak Alan apa yang kurang dari diriku?” kata Audray waktu itu. Tentu saja menghadapi pertanyaan itu aku akan bersikap diam untuk menghindarkan jawaban yang nantinya disalah artikan. Secara fisik kuakui Audray memang cantik boleh dikatakan aduhai. Tapi jangan bandingkan dengan Listya atau Kinanti. Untuk kedua wanita ini aku tidak mampu melukiskan kecantikan mereka. Suatu hari aku menerima kunjungan Audray di Rumah. Di Ruang tamu itu ada beberapa album foto dan Audray membolak balik album tersebut sampai akhirnya dia menemukan sebuah foto saat Resepsi Pernikahan Listya. Aku mendapatkan foto tersebut dari Listya sebagai kenang-kenangan. Dalam foto tersebut terlihat Kedua Mempelai diapit oleh Kinanti dan Aku.
“Pak Alan aku yakin ini pasti fotonya Bu Kinanti ya!?” tanya Audray lalu aku meng iya kan. Aku lihat Audray memandang tak berkedip foto tersebut. Aku yakin dia pasti mengagumi kecantikan Kinanti.
“Bu Kinanti cantik sekali Pak!” suara Audray bergumam. Aku hanya diam. Sengaja kubiarkan Audray merenung tentang kecantikan Kinanti dan aku jamin jika Audray sudah mengenal Kinanti lebih jauh dia akan bertambah kagum dengan inner beauty nya Kinanti.
“Di! Coba kamu lihat bagaimana pendapatmu tentang mempelai wanita yang ada di foto tersebut?” tanyaku memancing bagaimana tanggapan Audray tentang Listya.
“Oh Listya tentu saja dia wanita cantik yang ramah. Kesan pertamanya saja ketika aku berkenalan dengannya, wanita ini sangat menyenangkan!”  kata Audray. Aku tersenyum mendengar penilaian Audray tentang Listya dan Kinanti. Sungguh penilaian yang jujur dari seorang wanita.  Walaupun begitu sampai sekarang sikap Audray tidak berubah baik dulu ketika dia masih S1 maupun sekarang ketika dia sudah menjadi mahasiswa Program Profesi Apoteker. Tetap menjadi sosok yang agresif menginginkanku menjadi teman hidupnya. Lalu apakah hal ini menjadikanku rasa bangga. Tidak. Mungkin dulu saat aku SMA tentu merupakan kebanggaan. Tapi saat ini adalah hal yang tidak punya makna apa apa. Kebanggaanku saat ini adalah ketika aku bisa mendapatkan seseorang yang aku cintai setulus hati dengan perolehan izinNya. Kata-kata ini jika kukatakan di depan Kinanti dapat dipastikan aku akan menerima olok-oloknya. 
“Pak Alan! Apakah betul sudah lama Bu Kinan menyendiri karena suaminya meninggal?” tanya Audray.
“Lho kamu tahu dari mana kalau suami Bu Kinan sudah meninggal?” tanyaku heran.
“Listya sudah cerita banyak tentang calon istrinya Pak Profesor. Kata Listya Pak Alan dan Bu Kinan pasangan yang ideal!” kata Audray.
“Oh itu kata Listya kalau kata Audray bagaimana?” tanyaku memancing.
“Profesor Alan Erlangga sepertinya sangat ideal jika dengan Audray Lin!” kata Audray mantap sambil tertawa kecil. Luar biasa gadis ini benar-benar model remaja masa kini. Menghadapi gadis seperti Audray aku benar-benar kewalahan.
Sabtu sore itu hujan turun sangat deras. Aku baru saja usai mengolah data penelitianku dan bergegas berlari kecil menuju mobilku di tempat Parkir. Hujan benar-benar sangat deras. Aku mulai men starter mobilku tapi sampai berkali kali tetap tidak berhasil. Ada yang tidak beres dengan mobil ini. Aku mencoba membuka kap mesin dalam suasana hujan itu. Namun tiba-tiba dibelakangku Audray menyapaku.
“Pak Alan kenapa mobilnya? Sudah ditinggal saja biar aku antar Pak Alan pakai mobilku!” suara Audray menawarkan jasa baiknya. Tidak berfikir panjang akhirnya aku menerima tawaran Audray.
“Wah Pak Alan sampai basah basah begini!” suara Audray sambil menyetir Honda Jazz nya meluncur ditengah hujan deras kota Surabaya.
“Iya Di, ini mobilmu juga jadi ikut basah !” kataku.
“Tidak apa apa kalau perlu aku juga mau ikut basah kok!” kata Audray sambil tertawa renyah. Sepanjang perjalanan memang hujan turun dan Audray dengan terampilnya mengemudikan mobilnya di tengah tengah kemacetan kota Surabaya. Setelah berhasil keluar dari kemacetan mobilpun langsung masuk Tol dalam kota lewat Pintu Tol Darmo. Tapi ternyata tidak Audray malah membelokkannya ke arah Darmo Permai. Belum sempat aku bertanya Audray seolah tahu rasa heranku langsung menjelaskan.
“Pak Alan mampir dulu saja ke rumahku apalagi masih sore belum pukul 17. Lagi pula malam Minggu ini khan pak Alan gak apel ke Bu Kinan?” kata Audray.
“Okey lah Di, kamu tuh memang penuh dengan kejutan kejutan!” kataku berseloroh.
“Tentu dong Pak Profesor nanti akan aku beri lagi kejutan-kejutan lainnya!” kata Audray kembali tertawa lepas. Hari ini aku lihat Audray begitu gembira dan ceria. Akhirnya kami pun sampai di rumah besar yang asri dengan taman hijau halaman luas sehingga jarak dari rumah satu ke rumah yang lain sangat jauh apalagi pagar rumah yang tinggi membuat rumah ini seolah olah berdiri sendiri tanpa tetangga. Ruang tamu yang nyaman dengan dekorasi interior yang kelas atas. Tapi kok sepi tidak terlihat Tante dan Omnya. Hanya ada seorang Pembantu yang tadi membukakan pintu.
“Tante dan Om masih di Singapore jadi aku sendirian saja hanya ditemani Si Mbok Surti!” suara Audray seolah bisa menebak yang ada dibenakku.
“Sangat disayangkan padahal tadinya aku mau menepati janjiku kepada Om dan Tantemu tapi tolong disampaikan kepada beliau aku sudah menepati janjiku!” kataku.
“Beres Pak Alan. Oh ya mau minum dingin atau panas?. Hujan begini tentunya yang panas saja ya Pak. Kopi, coklat atau susu?. Atau kopi susu? Atau susu saja?” Audray menawarkan minuman.
“Terserah Di, boleh minum apa saja terimakasih!” jawabku.
“Aku akan buatkan sendiri minuman untuk Pak Alan!” kata Audray. 
Sejak itu hubungan dengan Audray semakin dekat sementara dengan Listya hanya bertemu pada saat kuliah dan setelah itu Listya biasanya langsung pulang bahkan beberapa hari terakhir ini Rizal sering mengantar dan menjemput Listya di Kampus. Aku juga bersyukur Rizal sudah mengalami kemajuan tentang kesehatan cangkok ginjalnya. Beberapa kali selama kuliah itu aku melihat wajah Listya masih dibalut rasa tidak bahagia. Listya selalu kelihatan murung. Aku benar-benar tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Teringat lagi kata kata Listya pada sore itu ketika Listya menangis  “Bagi saya sendiri ada hal yang saya tidak tahu apakah ini takdir saya. Apakah saya boleh berdoa untuk mendapatkan takdir yang lain? Apakah dengan berdoa untuk mendapatkan takdir yang lain saya akan mendapatkan peringatan dari Allah?” Ada apa denganmu Listya.
Hubungan dengan Kinanti hanya melalui ponsel dan kabar terakhir Kinanti bercerita ada teman Dosennya yang Duda mau melamarnya tapi Kinanti masih ragu dengan perasaannya. Kinanti belum yakin. Kinanti ingin bicara denganku, ingin mendengar pendapatku. Selain itu juga Kinanti ingin mendengar pula persetujuan Intan Permatasari, anak putrinya yang Si mata wayang.
Sore itu aku pulang dari Kampus kembali bersama Audray. Kali ini Audray ikut mobilku dan aku harus mengantarnya ke Darmo Permai. Hampir setiap Sabtu aku selalu bersama Audray seperti Sabtu sore ini. Apakah aku sudah menyerah untuk harapan terhadap Daisy Listya. Atau apakah Kinanti Puspitasari juga bukan menjadi bagian dari setitik harapanku tapi sudah menjadi harapannya orang lain. Atau apakah aku harus memilih Audray yang tidak pernah tercatat sebagai harapan hidupku. Kemanakah kaki ini harus melangkah? Kemana? Tak ada yang mampu menjawab kecuali hatiku sendiri.

BERSAMBUNG Episode 12