Foto : Hensa
EPISODE 17
MENATA ASA
DALAM SEPI
Baru sehari jauh dari
Mutiara namun terasa sepi seakan menyelimuti seluruh ruang hatiku. Padahal baru tadi pagi Mutiara pulang ke Manado namun
rasanya sudah seperti bertahun-tahun tidak bertemu. Oh betapa cintaku kepadanya
entah sebesar apa sehingga aku harus menanggung rindu seperti ini. Siang tadi
aku juga sudah menerima telpon darinya bahwa Mutiara sudah tiba di rumah dengan
selamat. Mutiarapun bercerita betapa bahagianya kembali berada ditengah-tengah
keluarganya. Terutama saat bertemu Mamanya rasa haru yang tiada terkata dan
tangis bahagia tertumpah ruah. Mamanya begitu erat memeluk Mutiara dengan
tangisan kepedihan saat mengingat peristiwa tragis yang harus menimpa Mutiara.
Aku tidak bisa membayangkan suasana pertemuan mereka, namun dari cerita Mutiara
melalui telepon itu betapa mereka begitu bahagia bisa kembali berkumpul.
Menghadapi hari Senin ini
aku tidak begitu bersemangat seperti biasanya mungkin sama seperti Senin Senin
yang telah lalu bagi sebagian orang yang akan selalu dihadapi dengan kata kata I don’t like Monday. Saat ini sebagian
dari orang-orang itu adalah aku. Ini pasti ada hubungannya dengan Mutiara. Ya
sungguh aku merasa aneh seakan Mutiara selalu hadir disetiap gerak langkahku.
Masalahnya sekarang dia tidak ada di sampingku.
Pagi tadi aku sudah berdialog
dengannya melalu telpon seluler untuk sekedar melepas rindu, namun itu tidak
cukup menghilangkan keinginanku untuk bertemu dengannya. Ah Hermansyah sekarang
sudah mulai lebaaayyyy. Ayo jangan
cengeng seperti itu. Tetap fokus pada program-program yang harus dihadapi agar
studi bisa cepat selesai. Ayo Hermansyah Al-Buchori. Aku memang hanya bisa
tersenyum mendengarkan bisikan hatiku sendiri.
Sore itu pulang dari Rumah
Sakit aku sengaja meluncur ke Rumah Bunga sekedar ingin berbincang dan mengisi
sepinya hari-hari tanpa Mutiara. Aku juga tidak tahu kenapa harus Bunga
tempatku untuk berlabuh. Mungkin karena Bunga selama ini kurasakan sebagai
sahabat hatiku. Sepeda motorku meluncur ke kawasan Kertajaya Indah. Tidak
begitu lama dari Jalan Dharmawangsa menuju Kertajaya apalagi menggunakan Sepeda
motor bisa lebih cepat. Di depan Rumah Tantenya Bunga, aku melihat sebuag Jeep
parkir di sana, ya itu milik Arman. Rupanya sekarang sedang ada Arman. Ketika
aku mau memparkir motor tiba-tiba Arman keluar bersama Bunga.
“Hei Herman!”, sapa Arman
sambil menyodorkan tangan kanannya kemudian kami bersalaman.
“Arman mau kemana?”,
tanyaku basa-basi.
“Sory aku pulang duluan
tadi baru pulang dari Kampus bersama Bunga!”, kata Arman.
“Oke Arman!”.
Arman pun segera
meninggalkan aku dan Bunga. Kulihat Bunga sikapnya biasa saja terhadap Arman,
namun aku merasakan bahwa Arman sedang melakukan pendekatan kepada Bunga. Kami
duduk di Beranda yang seperti biasanya dan Bunga bersikap seperti wajar saja
seolah tidak menganggap suatu hal yang perlu dibicarakan tentang pertemuanku
dengan Arman saat itu.
“Tadi siang ada kuliah,
aku dijemput Arman dan saat pulangpun dia mengantarku sampai rumah!”, kata
Bunga memberikan penjelasan seakan Bunga tahu apa yang aku rasakan.
“Bunga, aku lihat Arman
rupanya menaruh hati kepadamu!”, kataku mulai menggoda.
“Ah kamu ngawur saja
Herman. Dia Cuma teman biasa!”, suara Bunga dengan mimik wajah cemberut. Aku
benar-benar menikmati kecantikan Bunga saat gadis ini cemberut. SubhanAllah.
“Lho kan nggak apa-apa
kalau Arman suka padamu apalagi Arman orangnya juga ganteng!”, kataku tambah
menggoda.
“Sudahlah jangan membahas
Arman!”, kata Bunga dengan rasa kesal. Aku tersenyum. Sebenarnya aku senang
dengan penjelasan Bunga tersebut. Entah kenapa aku kok malah senang kalau Arman
bukan cowok yang dicintai oleh Bunga. Ah dasar aneh, kok masih ada rasa cemburu
jika ada cowok yang sedang mendekati Bunga.
“Oke oke tapi nanti dulu
aku suka melihat kamu cemberut seperti itu, malah tambah cantik!”, kataku
sambil tersenyum.
“Herman mulai gombal!”,
kata Bunga masih sambil cemberut memandangku. Aku hanya tertawa.
Sungguh aneh memang saat
ada di samping Bunga aku bisa kembali ceria dan penuh gembira. Saat aku sendiri
malah rasa rindu kepada Mutiara mendera relung hatiku. Ya di samping Bunga ini
sementara bisa sedikit bergembira. Memang Bunga bagaimanapun juga adalah gadis
yang istimewa dalam hidupku.
“Herman bagaimana kabar
Mutiara?. Terakhir dia menelponku dua hari yang lalu saat dia mengabari terkena
flu berat!”, kata Bunga.
“Iya namun sekarang sudah
berangsur membaik!”, kataku.
“Kapan Mutiara kembali ke
Surabaya?”, Tanya Bunga.
“Minggu besok rencananya!”.
Namun aku meragukan
Mutiara besok Minggu sudah kembali ke Surabaya karena walaupun sakit flunya
sudah membaik tapi demamnya masih belum membaik. Berita ini aku dapatkan tadi
malam saat aku menelpon Mutiara dan bahkan sempat pula berbincang dengan
Mamanya. Apalagi mamanya masih sangat kangen kepada Mutiara. Aku merasakan
begitu sepi tanpa Mutiara terutama saat aku sedang sendiri. Aku hanya bisa
sedikit terhibur saat bersama Bunga.
“Herman. Saat Mutiara
menelponku ada satu hal yang dia sampaikan kepadaku tentangmu!”.
“Apa itu Bunga?”.
“Mutiara merasakan kembali
ketidak pantasannya mendampingimu!. Aku katakan padanya. Tiara harus tetap
mendampingi Mas Herman karena Mas Herman sangat mencintaimu!”, kata Bunga.
“Ya Bunga. Diapun selalu
mengatakan hal itu. Aku selalu memberikan kepastian bahwa aku sangat mencintai
apa adanya!”.
Mutiara selalu bilang
bahwa dia tidak pantas menerima cintaku karena beban masa lalunya harus juga
aku rasakan. Setiap aku mendengar Mutiara meragukan cintanya sendiri seperti
itu kepadaku, aku merasakan seperti akan
kehilangan dia.
“Terima kasih Bunga sudah
memberikan dukungan kepada Mutiara!”.
“Iya Herman no problem
Bos!”, kata Bunga.
“Oh ya aku juga
mendukungmu andai Arman bisa jadian denganmu!”, kembali aku menggoda Mutiara.
“Mulai lagi Herman. Okey
aku memang sudah punya calon tapi bukan Arman!”, kata Bunga kelihatannya mulai
serius.
“Alhamdulillah kenalkan kepadaku
dong!”, kataku.
“Tunggu hari yang baik
nanti!”, kata Bunga dengan wajah serius. Aku agak menyesal juga dengan godaan
tadi. Bunga kelihatannya serius dan ini justru membuatku jadi gusar. Akhirnya
Bunga punya kekasih juga, pikirku. Seharusnya aku lega dong. Namun anehnya
kenapa aku harus gusar. Pertemuan sore itu dengan Bunga memiliki arti
tersendiri bagiku. Bunga adalah gadis yang sangat istimewa bagiku terbukti di
sampingnya aku merasakan kegembiraan sehingga sejenak bisa mengurangi rasa
kangenku kepada Mutiara.
Firasatku ternyata benar,
Mutiara tidak bisa pulang hari Minggu ini. Aku mendapat kabar langsung darinya.
Kesehatannya kembali memburuk. Demamnya kembali kambuh dan hari ini Mutiara
disarankan untuk diperiksa di Rumah Sakit. Sehari sebelumnya aku sempat
menerima telpon dari Om Franky yang mengabarkan Mutiara akan dibawa ke Rumah
Sakit untuk rawat inap. Gejala demamnya dikuatirkan ada hubungannya dengan
penyakit Thypus atau Demam berdarah. Aku hanya berharap saja semoga Mutiara
segera sembuh dan kembali secepatnya ke Surabaya.
Berita ini tentu saja
sedikit banyak mengganggu fokusnya pikiranku terhadap pekerjaanku di Rumah
Sakit. Apalagi hari ini ada Pasien istimewa yaitu seseorang yang positif
terkena HIV. Baru saja aku dikabari dokter Wim tentang hasil test laboratorium yang
menunjukkan bahwa pasien tersebut positif terinveksi HIV. Pasien ini adalah seorang
Ibu Rumah Tangga yang diduga tertular HIV dari suaminya yang memang hobi ‘jajan
di luar’. Kejadian yang sangat memprihatinkan. Gejala awal Ibu Rumah Tangga ini
hanya demam biasa, namun demam ini tidak sembuh. Hingga akhirnya semakin parah
tumbuhnya penyakit kulit seperti bisul. Untuk pasien tersebut, tentu saja harus
dilakukan tindakan medis lanjut. Saat ini memang ada obat untuk menghambat
perkembangan virus HIV dalam tubuh Pasien yang terinveksi. Pengobatan ini
dikenal dengan sebutan Terapi Antiretroviral (ARV). ARV ini tidak membunuh
virus, namun dapat melambatkan pertumbuhan virus. Waktu pertumbuhan virus
dihambat sehingga bisa mengurangi jumlah virus yang menggerogoti system
kekebalan tubuh. Hal ini berarti dapat memperpanjang harapan hidup Si Pasien.
Mengalami kejadian ini aku jadi teringat saat penyuluhan tentang HIV di sebuah
Puskesmas yang pesertanya adalah para PSK sebuah Lokalisasi. Di sana pula aku
berkenalan dengan Mutiara.
Oh Tuhan kembali lagi aku
jadi teringat Mutiara yang sedang sakit demam. Mudah-mudahan hasil test
laboratoriumnya negative untuk penyakit thypusnya. Namun tiba-tiba saja aku
merasakan kekhawatiran yang sangat terhadap kesehatan Mutiara. Semoga saja
kekhawatiranku hanya sekedar rasa khawatir. Segeralah sembuh Mutiara aku sangat
rindu untuk bertemu denganmu. Setiap hari aku selalu menata asa ini sehingga
suatu hari menjadi nyata.
BERSAMBUNG
No comments:
Post a Comment