Kita mungkin sering mendengar kata-kata “Tafakur” diucapkan oleh para Dai, Ulama, Khatib atau orang-orang bijak. Tafakur mempunyai arti renungan. Dalam Al-Quran, ALLAH berkali-kali menyuruh kita untuk bertafakur. Rasulullahpun bersabda melalui hadistnya bahwa kita diharapkan untuk lebih banyak merenungkan ciptaan-ciptaan ALLAH namun jangan sekali-kali merenungkan Dzat ALLAH karena kita tidak akan mampu berfikir kearah sana.
Menurut Aisyah, istri Nabi, setelah turun sebuah ayat yang menyebutkan bahwa tanda-tanda penting bagi seseorang sehingga seseorang tersebut mempunyai iman yang kokoh dan mantap yaitu dengan cara merenungkan ciptaan-ciptaan ALLAH. Tafakur adalah inti pikiran karena jika seorang pandai berfikir maka segala sesuatu selalu mengandung pelajaran baginya. Diapun akan selalu berkata-kata dengan perkataan yang penuh hikmah karena baginya berbicara tanpa hikmah adalah omong kosong yang hampa tak bermakna. Jika ia terdiam, maka diamnyapun adalah penuh dengan tafakir karena berdiam diri tanpa tafakur berarti lengah. Seorang bijak pernah berkata bahwa andaikata orang yang bertaqwa selalu memikirkan apa yang diakhirat nanti niscaya mereka tidak akan membiarkan hidup di dunia ini menjadi lengah walau hanya sekejap. Tafakur merenungkan nikamt ALLAH adalah salah satu ibadah yang utama. Jika pengalaman hidup akan menambah ilmu pengetahuan maka dzikir akan menambah rasa cinta dan tafakur akan menambah rasa taqwa.
Kita simak apa yang dikatakan Imam Syafi’I : “Lawanlah nafsu bicara dengan diam, hadapilah soal pelik dengan tafakur. Berfikir cermat berarti selamat, penyesalan dan keinsyafat menyebabkan kita menjadi waspada, musyawarah dengan orang-orang budiman akan memperkuat keyakinan”. Dikatakan pula oleh beliau bahwa keutamaan itu ada empat yaitu (1) kebijaksanaan yang berpokok pada tafakur, (2) kesopanan yang berpokok pada penahanan nafsu, (3) kekuatan yang berpokok pada kekuatan yang sehat dan (4) keadilan yang berpokok pada keseimbangan jiwa. Tafakur adalah cara berfikir yang memiliki spectrum multi dimensi. Marilah kita bertafakur dan kita mulai dari diri kita sendiri.
Pasuruan, Ramadhan 1419 H (1999).