Thursday, March 31, 2016

EPISODE CINTA DAISY LISTYA (7)


Foto : Hensa


Tantangan 100 Hari Menulis Novel FC
EPISODE CINTA DAISY LISTYA
Oleh Hendro Santoso (Peserta Nomor 27)
Sinopsis
Alan Erlangga adalah sosok yang selama 20 tahun merasa kehilangan Diana Faria, kekasihnya yang harus dipanggil oleh Yang Maha Punya hanya seminggu sebelum hari perkawinan mereka. Merasa kehilangan selama 20 tahun adalah waktu yang lama. Ternyata ALLAH telah mengirim seorang gadis bernama Daisy Listya untuk menggugah hati Alan Erlangga. Daisy Listya adalah seorang gadis cantik, cerdas, berkepribadian luhur, memiliki prinsip hidup, berhasil membuka dan mencairkan kebekuan hati seorang Alan Erlangga. Listya ini yang telah menyadarkannya dari mimpi buruk panjang. Mungkin saja Daisy Listya memang nantinya bukan menjadi teman hidupnya karena seusai Wisuda Sarjana, Listya akhirnya bertunangan dengan pria yang mencintainya bahkan sampai menuju jenjang pernikahan. Menghadapi kenyataan ini Alan Erlangga tidak mampu berbuat apa-apa. Alan hanya pasrah. Cukup baginya bahwa Daisy Listya adalah gadis yang telah mampu membuka hatinya menjadi merasa hidup kembali. Ada pepatah bahwa mencintai itu tidak harus memiliki. Benarkah cinta itu menjadi sangat tinggi nilainya ketika harus mencintai tapi tidak harus memiliki?. Ditengah-tengah kegalauannya tiba-tiba hadir sahabat lamanya bernama Kinanti Puspitasari. Seakan hadir untuk menentramkan hatinya. Saat ini Kinanti memiliki seorang putri yang sedang beranjak remaja. Wanita ini membesarkan putri semata wayangnya sendirian karena suaminya sudah lama meninggal dunia. Kinanti adalah teman Alan sewaktu mereka SMA dan diusia yang sudah tidak muda lagi mereka kembali bertemu. Bagi Alan masa-masa SMA bersama Kinanti begitu indah untuk dikenang karena Alan waktu itu pernah juga jatuh cinta kepada Kinanti walaupun ternyata Kinanti hanya menganggapnya seorang sahabat.
Kepada siapa akhirnya Alan Erlangga melabuhkan hatinya?. Apakah kepada Daisy Listya seperti harapan cintanya selama ini?. Apakah kepada Kinanti?. Simak saja cerita episode demi episode dari Episode Cinta Daisy Listya.






Episode 7
PESONA PESONA HATI

Hari Jumat pagi ruang kerjaku kedatangan tamu istimewa dari Bandung yaitu Kinanti Puspitasari. Kami berbincang sesekali diselingi gelak tawa riang.
“Alan mana Listya katanya mau ketemu kita disini?” tanya Kinanti.
“Ini sms nya dia masih diperjalanan menuju Kampus!” kataku.
“Aku sudah kangen rasanya sudah tidak sabar lagi ingin ketemu wanita  pujaanmu itu...!” kata Kinanti sambil tersenyum.
“Awas ya Kinan nanti  jangan ngomong macam macam di depan Listya !” kataku mengingatkan Kinanti agar tidak sampai keceplosan. Mendengar ucapanku itu Kinanti hanya tertawa. 
“Tenang tenang….wah kok Profesor bisa gugup seperti itu. Aku tidak akan bilang apa apa. Jangan khawatir !” kata Kinanti sambil tertawa. Aku benar-benar mati kutu dan hanya bisa garuk garuk kepala. Ketika kujelaskan kepada Kinanti selama ini Listya menganggap bahwa Kinanti adalah calon istriku maka tawa Kinanti semakin menjadi jadi.
“Alan aku sekarang semakin yakin kalau Listya sungguh mencintaimu!” kata Kinanti serius.
“Untuk sementara lupakan dulu saja hal itu. Sekarang Listya sedang dirundung sedih suaminya mengalami gagal ginjal yang sangat parah !” kataku.
“Oh Tuhan aku ikut prihatin..!”  suara Kinanti dengan nada sedih. Tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu dan salam. Aku yakin itu suara Listya. Aku bukakan pintu dan di sana berdiri bidadari cantik itu. Listya tersenyum dan aku terpana memandangnya dengan penuh kerinduan. Bukan aku saja yang terpana tapi kulihat Kinantipun tertegun di tempat duduknya. Setelah sadar baru dia beranjak menghampiri Listya. Mereka berpelukan layaknya dua insan yang saling merindukan karena lama tidak berjumpa padahal ini adalah pertemuan kedua mereka. Sejak bertemu dihari pernikahan itu mereka tidak pernah bertemu.
“Bu Kinan rasanya seperti mimpi bisa bertemu ibu lagi karena selama ini kita hanya bertemu lewat sms atau telepon. Ibu baik-baik saja kan?” kata Listya sambil memandang Kinanti.
“Ya Listya. Alhamdulillah. Aku juga kangen sama Listya habis selama ini cuma dengar suara merdumu lewat ponsel sekarang aku bisa bertemu langsung dengan orangnya. Tidak percuma jauh jauh dari Bandung bisa ketemu Listya yang cantik !” kata Kinanti memuji. Mendengar ini Listya tertawa kecil.
“Pujian hanya untuk Allah. Saya juga bersyukur bisa bertemu Bu Kinan yang tetap awet cantik !” suara Listya balas memuji kecantikan Kinanti.
“Listya, pujian hanya untuk Allah !” kata Kinanti. Mereka tertawa ditengah dialog-dialog kecil itu.
Aku benar-benar menikmati dua mahluk Allah yang mempesona ini.  Kinanti masih tetap cantik dengan tutur kata yang lembut dan Listya disaat ia tersenyum ada rasa kedamaian yang singgah di hati. Subhan Allah.  Mereka berbincang akrab seperti teman yang sudah kenal lama. Usia yang terpaut jauh tidak menjadi penghalang keakraban mereka. Aneh juga mengapa Listya dan Kinanti bisa seakrab ini padahal sebelum ini hanya pernah bertemu sekali di hari pernikahan Listya dulu. Mereka mungkin memiliki chemistry yang identik atau ada faktor lain. Namun jangan-jangan faktor itu adalah aku. Wah jangan ah nanti malah aku tambah pusing ha ha ha ha ha.
“Ibu-ibu silahkan bercengkrama sementara saya pamit dulu karena harus mengisi kuliah....” kataku kepada mereka.
“Baik Profesor, aku akan melepaskan rindu dendam ini kepada Listya!” kata Kinanti berseloroh.
“Listya...saya tinggal dulu ya !” aku berpamitan kepada Listya.
“Iya Pak Alan terima kasih !” suara Listya lembut.
Aku meninggalkan Kinanti dan Listya dan bergegas menuju Ruang Kuliah Mahasiswa semester lima. Selama memberikan kuliah rasanya aku kurang konsentrasi pikiranku selalu tertuju ke ruang kerjaku.  Kinanti Puspitasari dan Daisy Listya adalah dua wanita penuh pesona, penuh dengan kelembutan, keramahan, keanggunan dan kepribadian yang kuat. Dua wanita ini memang layak mendapatkan predikat pujaan hati kaum lelaki. Aku sudah tidak sabar ingin segera menyelesaikan presentasi kuliah di kelas ini. Aku sungguh penasaran apa yang sedang mereka bicarakan berdua di ruanganku. Teringat kata kata Kinanti bahwa sebenarnya Listya mencintaiku. Kinanti sebagai seorang wanita bisa merasakan getaran batin seorang Listya. Ah benarkah itu?. Andai benar Listya mencintaiku apakah mungkin itu bisa terjadi sedangkan Listya sudah menjadi istri Rizal Anugerah. Selama memberikan kuliah di kelas itu konsentrasiku memang sedang tidak fokus namun demikian alkhirnya presentasiku selesai juga.
“Untuk hari ini tidak ada tanya jawab nanti pada pertemuan berikutnya kita akan buka sesi diskusi. Kalian bisa siapkan bahan untuk diskusi sebanyak mungkin. Okey? Assalaamu alaikum waRahmatullahi wabarakaatuh!” kataku menutup sesi kuliah.
Aku sengaja tidak menggunakan waktu diskusi untuk mahasiswa karena ingin cepat kembali ke ruang kerjaku  menemui Kinanti dan Listya. Rasa rinduku kepada Listya memang aneh. Listya adalah istri Rizal mengapa aku harus merindukannya. Mengapa aku selalu mengharapkannya. Mengapa setiap berada dekat dengannya aku merasakan kedamaian dan kebahagiaan. Mengapa setiap saat aku selalu memikirkannya. Anehnya semakin lama semakin kutemukan realita tentang Diana Faria. Ya realita bahwa Diana Faria adalah masa lalu yang harus kurelakan. Lalu bagaimana tentang Daisy Listya?. Apakah juga sudah merupakan realita masa lalu yang harus aku relakan?. Nah justru yang ini anehnya aku belum mau menerima realita itu. Aku seperti masih memiliki keyakinan tentang sebuah harapan. Bukankah hidup ini juga adalah harapan. Aku yakin Allah akan selalu mewujudkan setiap harapan hambaNya. Aku sangat menginginkan realita yang lain tentang Daisy Listya. Realita yang lain? Realita yang mana?. Alan Erlangga sebaiknya kamu tidak usah bermimpi. Daisy Listya adalah istri Rizal Anugerah. Realita yang lain realita yang mana yang kau inginkan wahai Alan Erlangga.

Aku melangkah gontai menuju ruang kerjaku. Aku ketuk pintu sambil mengucapkan salam dan terdengar balasan salamku dari Kinanti dan Listya. Ruangan itu kok suasananya sepi. Ketika aku memasuki ruang kerjaku aku melihat Listya seperti baru menangis. Kulihat titik air mata itu masih tersisa di kelopak matanya yang indah itu.
“Kinan ada apa dengan Listya?”  tanyaku terheran heran. Kinanti hanya terdiam tidak menjawab pertanyaanku. Malah Listya yang menjawab sambil tersenyum agak dipaksakan.
“Tidak apa apa kok pak Alan. Maaf mungkin sebaiknya saya pamit dulu Bu Kinan. Oh ya ibu besok pulang kembali ke Bandung dapat  flight  jam berapa?” kata Listya.
“Besok penerbangan pukul 19.00 dari Juanda!” kata Kinanti.
“ Insya Allah besok saya masih ingin bertemu Bu Kinan. Pak saya pamit dulu. Assalaamu alaikum!”  kata Listya kemudian bergegas meninggalkan kami diruang itu.

Aku dan Kinanti masih terdiam sepeninggalnya Listya dari ruangan itu namun hanya beberapa saat saja kemudian Kinanti membuka pembicaraan.
“Listya sudah menceritakan semuanya. Cerita yang sangat memilukan!” kata Kinanti.
“Apa maksudmu Kinan?” tanyaku terheran heran dan penasaran.
“Kau pasti  tidak akan menyangka ternyata Listya tidak bahagia selama ini. Banyak peristiwa menyakitkan hati wanita cantik ini. Perlakuan suaminya yang arogan, egois dan kasar menambah kelengkapan penderitaan Listya. Aku seakan tidak percaya bahwa Listya yang lembut bersuami seorang yang kasar terhadap istrinya. Alan kau tadi sudah melihat air mata yang menetes di pipinya adalah air mata ketabahan dan kesabaran seorang istri yang tetap ingin menjaga jati dirinya!” suara Kinanti perlahan memecah kebisuan ruangan itu.
Aku masih terdiam dan tidak mampu berkata sepatah katapun seakan akan lidahku terkunci dan bibirku bisu. Sebelumnya aku teringat kata kata Amelia : ”Setelah pernikahan bulan Februari yang lalu, Listya tidak pernah merasakan  kebahagiaan sebagai seorang istri. Suaminya sangat egois dan arogan. Pernah suatu hari Listya menangis di rumahku karena kata-kata kasar suaminya dan yang membuat aku prihatin ada bekas tamparan di pipinya, walaupun Listya tidak mengakuinya. Aku sungguh tidak menyangka Mas Rizal seperti itu..!” suara Amelia sedikit emosi saat itu. Saat ini cerita itu aku dengar dari Kinanti.
“Alan! Ketika Listya bercerita padaku tentang semua yang dialaminya seakan akan dia bercerita di depan orang yang sudah lama dikenalnya. Aku sendiri heran serasa aku sudah begitu lama mengenal Listya sehingga kami berbincang begitu akrab. Ada yang menarik ketika Listya berkata padaku bahwa aku adalah wanita yang beruntung karena telah mendapatkanmu sebagai teman hidup. Kau tahu itu apa artinya?”  tanya Kinanti sambil menatapku tajam. Aku tetap membisu tak bisa berkata kata.
“Aku yakin Listya mencintaimu!” kata Kinanti masih menatapku tajam. Kinanti memang memiliki mata yang bagus dan jika menatap seperti itu akan terasa betapa tegasnya wanita ini.
“Kinan kenapa kau begitu yakin?” tanyaku.
“Aku bisa merasakannya sebagai seorang wanita. Listya merasa mendapatkan perlindungan ketika berada didekatmu. Mendapatkan kenyamanan, kegembiraan, kedamaian hati. Listya merasakan perhatianmu kepadanya terlepas dari statusmu sebagai dosen pembimbing mahasiswinya!” suara Kinanti meyakinkan.
“Ya Kinan tapi itu kan analisamu. Listya sendiri tidak berkata seperti itu!” kataku membantah. Kinanti mengangkat bahu sambil tersenyum.

Sebenarnya aku merasakan kegembiraan mendengar apa yang dikatakan Kinanti, namun aku juga merasakan kegundahan andai hal itu benar sungguh akan menjadi masalah yang sangat rumit.
“Andai saja Listya tahu bahwa Alan Erlangga sangat mencintainya!”  kembali terdengar suara Kinanti sambil menatapku. 
 “Andai Listya tahu terus yo opo ?” tanyaku dengan logat Suroboyoan.
“Ya Listya tidak menikah dengan Rizal Anugerah tapi mungkin dengan Alan Erlangga…” kata Kinanti. Aku tertawa tapi kok rasanya tawaku sumbang.
“Sudahlah Kinan mungkin lebih baik kita doakan agar rumah tangga mereka kembali tenteram. Rizal, suaminya segera diberi kesembuhan dan Listya sendiri sukses bisa mencapai cita-citanya sebagai Apoteker!” kataku.
“Tentu saja Al doa dengan izinNya adalah kekuatan yang dapat mengubah arah takdir. Bagiku Listya adalah pribadi yang penuh dengan inspirasi, seorang wanita yang lembut, cerdas berbudaya dengan kekuatan iman yang kokoh rasanya tidak pantas mengalami hal hal yang sekarang terjadi kepada dirinya. Listya pantas mendapatkan kebahagiaan.” kata Kinanti datar. Mendengar ini aku terdiam walaupun hatiku juga meng “iya” kan pendapat Kinanti.
“Listya bercerita tentang semua penderitaannya seolah olah ia sedang bercerita di depanmu Al. Bagi Listya curahan hatinya kepadaku adalah curahan hatinya kepadamu.” kembali suara Kinanti memecah keheningan di sore itu.
“Dalam situasi seperti ini tentu saja aku tidak mungkin harus terlibat di dalamnya. Curhat Listya adalah curhat dari seorang wanita  kepada seorang wanita yang lain. Curhat untuk menghilangkan sebagian beban yang ada dalam hatinya!” kataku.
“Memang benar apa yang kau katakan. Aku sungguh mendapat kehormatan dan kepercayaan mendengar curhat Listya tentang rumah tangganya!” kata Kinanti.
“Kinan! Kau juga pasti yakin Listya tidak mungkin menceritakan tentang masalah rumah tangganya kepadaku. Aku tahu Listya seorang wanita yang memiliki etika yang luhur karena itu suatu hal yang absur bercerita tentang aib seseorang!” kataku.
“Okey Alan aku bisa menangkap makna dari semua apa yang kau katakan. Sebagai seorang wanita aku juga bisa merasakan apa yang Listya ceritakan!” kembali kata Kinanti.

Sungguh tidak bisa dipercaya jika seorang istri seperti Listya yang lembut, ramah penuh kesetiaan dan pengabdian  kepada suami harus mengalami kekerasan dalam rumah tangganya. Sulit dimengerti perlakuan Rizal, suami Listya terhadap istrinya. Aku tidak tahu apa yang harus kulakukan jika suatu hari Listya harus curhat kepadaku tentang masalah rumah tangganya. Namun aku yakin Listya tidak mungkin menceritakan tentang masalah rumah tangganya kepadaku. Listya adalah wanita yang penuh amanah apalagi ini aib suaminya sendiri.


BERSAMBUNG Episode 8

Monday, March 28, 2016

EPISODE CINTA DAISY LISTYA (6)





Tantangan 100 Hari Menulis Novel FC
EPISODE CINTA DAISY LISTYA
Oleh Hendro Santoso (Peserta Nomor 27)
Sinopsis
Alan Erlangga adalah sosok yang selama 20 tahun merasa kehilangan Diana Faria, kekasihnya yang harus dipanggil oleh Yang Maha Punya hanya seminggu sebelum hari perkawinan mereka. Merasa kehilangan selama 20 tahun adalah waktu yang lama. Ternyata ALLAH telah mengirim seorang gadis bernama Daisy Listya untuk menggugah hati Alan Erlangga. Daisy Listya adalah seorang gadis cantik, cerdas, berkepribadian luhur, memiliki prinsip hidup, berhasil membuka dan mencairkan kebekuan hati seorang Alan Erlangga. Listya ini yang telah menyadarkannya dari mimpi buruk panjang. Mungkin saja Daisy Listya memang nantinya bukan menjadi teman hidupnya karena seusai Wisuda Sarjana, Listya akhirnya bertunangan dengan pria yang mencintainya bahkan sampai menuju jenjang pernikahan. Menghadapi kenyataan ini Alan Erlangga tidak mampu berbuat apa-apa. Alan hanya pasrah. Cukup baginya bahwa Daisy Listya adalah gadis yang telah mampu membuka hatinya menjadi merasa hidup kembali. Ada pepatah bahwa mencintai itu tidak harus memiliki. Benarkah cinta itu menjadi sangat tinggi nilainya ketika harus mencintai tapi tidak harus memiliki?. Ditengah-tengah kegalauannya tiba-tiba hadir sahabat lamanya bernama Kinanti Puspitasari. Seakan hadir untuk menentramkan hatinya. Saat ini Kinanti memiliki seorang putri yang sedang beranjak remaja. Wanita ini membesarkan putri semata wayangnya sendirian karena suaminya sudah lama meninggal dunia. Kinanti adalah teman Alan sewaktu mereka SMA dan diusia yang sudah tidak muda lagi mereka kembali bertemu. Bagi Alan masa-masa SMA bersama Kinanti begitu indah untuk dikenang karena Alan waktu itu pernah juga jatuh cinta kepada Kinanti walaupun ternyata Kinanti hanya menganggapnya seorang sahabat.
Kepada siapa akhirnya Alan Erlangga melabuhkan hatinya?. Apakah kepada Daisy Listya seperti harapan cintanya selama ini?. Apakah kepada Kinanti?. Simak saja cerita episode demi episode dari Episode Cinta Daisy Listya.





Episode 6
NOSTALGIA DI LABORATORIUM HPLC

HPLC (High Performance Liquid Chromatography) adalah sebuah piranti laboratorium mutakhir yang canggih. Alat ini bisa mengidentifikasi secara kualitatif dan kuantitatif senyawa kimia dalam suatu bahan. Laboratorium Farmasi wajib memiliki alat ini karena sangat bermanfaat bagi penelitian terapan Kimia Farmasi. 
Setiap berada di laboratorium HPLC aku akan selalu teringat Daisy Listya. Seperti pagi ini ketika aku berada di laboratorium HPLC untuk meng up date data penelitianku bulan yang lalu sekaligus menganalisis data analisa yang terakhir dari beberapa data prosesor. Rasanya seperti baru kemarin Listya duduk di sisi alat HPLC ini sementara aku duduk di sampingnya sambil bercerita tentang Diana Faria. Ya rasanya seperti kemarin. Di meja sudut dekat alat Spektrofotometer itu Listya pernah berdiskusi tentang perbaikan skripsinya. Berdiskusi serius tapi juga diselingi canda dan tawa rianya. Saat saat indah itu sangat berkesan sekali dalam hatiku. Bagaimana ketika Listya mengutarakan pendapatnya tentang HPLC yang dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari.
“Pak Alan prinsip HPLC adalah jika ada senyawa yang disukai maka akan ditahan dalam kolom lebih lama...kalau dipikir seperti kehidupan sehari-hari kita ya!” kata Listya waktu itu.
“Benar sekali bahkan kehidupan kita sehari-hari penuh dengan peristiwa kimia. Daya tarik menarik antara dua hati yang berlainan jenis menganut kaidah prinsip kimia. Misalnya ikatan kovalen atau ikatan hidrogen. Namun sebenarnya cinta masih berhubungan juga dengan ikatan yang mirip senyawa kimia. he he he!” kataku bercanda. Listya tertawa mendengar perkataanku.
“Tapi Pak betul juga lho. Seseorang hanya suka kepada seseorang yang chemistry nya identik atau sama atau sederajat atau valensinya sederajat. Misalnya oksigen harus mengikat dua molekul hidrogen agar valensinya sederajat untuk menjadi senyawa yang stabil !” kata Listya.
“Ya filosofi kimia ternyata masuk juga dalam dunia percintaan he he he. Namun yang jelas Lis, sesuatu yang disukai pasti akan dipertahankan. Listya mencintai seseorang pasti Listya akan mempertahankan orang yang dicintainya jangan sampai direbut orang lain!” kataku. Mendengar ini Listya tersenyum manis.
“Iya dong Pak akan kupertahankan cintaku. Namun jika Allah mengambilnya harus aku ikhlaskan.” kata Listya. Aku tertegun mendengar pekataan Listya sehingga membuatku menjadi teringat kepada Diana Faria.
“Ya Lis jika Allah mengambilnya harus kita ikhlaskan!” kataku.
“Oh Pak maaf saya tidak bermaksud mengingatkan Bapak kepada mbak Diana Faria....!” kata Listya baru tersadar kalau perkataannya tadi membuatku teringat Diana Faria.
“Listya tidak apa apa. Saya sekarang sudah ikhlas dan juga selalu ingat apa yang kau katakan bahwa kita tidak punya apa-apa maka dari itu tidak pernah kehilangan apa-apa. Hanya Allah Yang Maha Memiliki.” kataku.
Saat itu Listya hanya terdiam membisu. Aku melihat wajah itu sangat teduh dan damai dalam balutan jilbab warna putih bersih. Aura kecantikannya terpancar sempurna. Ya Allah inikah ciptaanMu yang Kau kirim kepadaku?. Sekilas peristiwa bersama Listya di Laboratorium HPLC itu mungkin tak akan pernah terulang lagi karena sekarang Listya telah menjadi istri Rizal Anugerah. Tidak terasa hari  sudah semakin sore dan aku masih berada di Laboratorium HPLC menyelesaikan data penelitianku namun aku memutuskan untuk melanjutkan besok saja karena di sini justru lebih banyak melamun daripada bekerja.
Pelataran parkir sore itu sudah kelihatan sepi, hanya ada beberapa mobil yang tersisa. Rute perjalanan pulang seperti biasa untuk menghindari kemacetan aku meluncurkan kendaraanku melalui tol dalam kota. Hanya membutuhkan waktu 20 menit aku sudah tiba di rumah Menanggal dekat kompleks Masjid Al-Akbar. Beberapa saat kemudian berkumandanglah Adzan Magrib. Setelah mandi dan berganti baju taqwa aku bergegas menuju Masjid untuk menunaikan sholat Magrib berjamaah. Ya Allah begitu cepat waktu berlalu. Entah apa saja yang sudah aku lakukan selama ini. Mungkin aku belum pernah melakukan apa-apa untuk mengabdi kepadaMu. Seperti malam-malam sebelumnya sambil menunggu waktu sholat Isya di Masjid Al-Akbar itu aku membaca beberapa ayat Al-Quran. Betapa damai rasanya hati ini berada di atas hamparan sajadah sementara suara Kalam Allah berkumandang syahdu mengisi keheningan ruangan Masjid. Seusai menjalankan sholat Isya berjamaah, rasa damai ini aku bawa ke rumah bahkan aku bawa sampai ke alam mimpi.  Maka pagi itu jiwaku begitu segar dan ceria menyambut hari ini dengan penuh semangat.
Di tengah kemacetan arus lalu lintas di Jl.Dr Sutomo alunan lagu Air Supply-Goodbye dari tape mobilku, mengalun merdu namun memilukan hati. Beginilah sepenggal syair lagu itu.

I would rather hurt myself. Than to ever make you cry.
There's nothing left to try. Though it's gonna hurt us both.
There's no other way than to say good-bye.

Mendengar lagu ini aku akan selalu teringat Listya. Seakan lagu ini adalah lagu perpisahanku dengannya. There's no other way than to say good-bye. Tidak ada jalan lain selain ucapan selamat tinggal.  Bagaimanapun aku akan tetap berbesar hati karena Listya adalah seorang yang telah membuat aku menemukan kembali jati diriku.

Melamun ditengah kemacetan memang tidak terasa akhirnya aku bisa melepaskan diri dari kemacetan dan sekarang sudah meluncur di Jl.Kertajaya kemudian berbelok ke kiri menuju arah Jl.Dharmawangsa. Hanya beberapa saat saja akhirnya aku sampai juga di pelataran parkir Fakultasku. Aku berjalan menuju ruang kerjaku di Lantai 2 dengan penuh semangat. Entah kenapa hari ini begitu semangat.
“Selamat pagi Pak Alan !”  beberapa mahasiswa menyapaku ketika kami berpapasan. Aku menyambut sapaan mereka dengan senyum. Hari ini memang penuh dengan senyum seakan semua orang tersenyum padaku. Semua senyum yang aku terima sangat manis dan ramah. Sebentar….ada seseorang berdiri di depan pintu ruang kerjaku. Seseorang berjilbab warna pink dengan kombinasi baju kembang kembang putih berlatar hijau daun. Melihat postur tubuhnya aku kenal sekali....ya betul semakin dekat aku semakin mengenalnya. Aku kembali bertemu dengan wanita yang selalu kurindukan yaitu Daisy Listya. Nampaknya dia akan melakukan pendaftaran studi program apotekernya.
“Listya! Sudah lama menunggu?” aku menyapanya penuh kebahagiaan.
“Barusan saja Pak. Saya tadi melihat Bapak sedang menaiki tangga. Bagaimana kabar Pak?” kata Listya ramah sambil tersenyum. Ya Allah setiap dia tersenyum ada rasa tentram yang kurasakan dalam hati.
“Listya mari silahkan duduk!” kataku mempersilahkan Listya.
”Hari ini saya mau daftar program Apoteker pak!” kata Listya.
”Ya Lis..memang pendaftaran sudah dibuka. Saya senang kamu mau melanjutkan ke program Apoteker..!” kataku tidak bisa menyembunyikan rasa senangku.
”Ya Pak saya juga merasa demikian. Bagi saya kampus ini penuh dengan kenangan yang penuh dengan suka duka terutama sewaktu menyelesaikan skripsi dulu untung saja saat itu saya punya Pembimbing seorang Profesor yang sabar he he he..” kata Listya sambil tertawa kecil. Aku  hanya tersenyum. Dialog kecil penuh canda ini telah mengingatkanku kembali saat dulu bersama Listya seakan peristiwa tersebut terjadi lagi hari ini.
“Waktu itu justru yang lebih sabar adalah mahasiswinya. Bagaimana tidak draft skripsinya bolak-balik direvisi. He he he..!” kataku.
”Ya Pak tapi justru skripsiku jadi tambah bermutu!” kata Listya tidak mau kalah. 
Aku sebenarnya merasakan betapa jauhnya Listya dari jangkauanku walaupun saat ini Listya ada didepanku. Listya memang hanya tinggal kenangan karena sekarang Listya adalah istri Rizal Anugerah. Listya sudah menjadi milik orang lain. Apakah Listya sudah menjadi masa lalukukah?. Aku jadi teringat kata-kata Kinanti bahwa sebenarnya Listya mencintaiku. Kinanti bisa merasakannya dari tatap mata Listya saat hari pernikahannya saat itu.
Waktu itu Kinanti berkata padaku : ”Listya menyapaku seperti sudah lama kenal denganku. Aku sangat terkesan dengan gadis itu. Ketika kau memperkenalkannya kepadaku, dia malah menatapmu dan aku bisa merasakan tatapan Listya seperti ingin bertanya, inikah calon istri Alan Erlangga?”.
Ingat kejadian itu aku kembali bertanya dalam hati apakah benar Listya mencintaiku. Aku tidak boleh berfikir seperti itu lagi faktanya Listya adalah istri sah dari Rizal Anugerah. Namun ya Allah setiap Listya ada di sisiku mengapa aku merasakan betapa cinta Diana Faria ada padanya. Aku memohon kekuatan padaMu ya Allah.
”Pak Alan mumpung masih pagi saya akan menyelesaikan dulu proses pendaftaraan program Apoteker ini. Lalu saya nanti mungkin langsung kembali ke Malang sekalian pamit sekarang...!” kata Listya.
”Iya Lis sampaikan salam saya untuk Mas Rizal dan terima kasih mau mampir ke ruangan saya. Ternyata Listya masih ingat sama pembimbingnya he he he..!” kataku. Listya tersenyum dan sekali lagi senyum itu membuat hati ini damai seperti halnya setiap senyum Diana Faria. Oh Tuhan…. aku ini benar-benar telah dibelenggu masa lalu.
”Tentu dong Pak. Mana mungkin saya melupakan Profesor Alan Erlangga yang telah banyak berjasa dalam kehidupan saya sehingga saya bisa seperti ini.” kata Listya penuh ketulusan.
”Okey Listya. Tadi itu cuma bercanda !” kataku. Listya pun akhirnya berpamitan setelah mengucapkan salam. Listya meninggalkan kembali rasa  hampa dalam hatiku karena kandasnya harapan. Sungguh apakah aku ini hanya seorang lelaki yang tidak memiliki keberanian. Mengapa tidak sejak dulu aku mengungkapkan perasaanku kepadanya. Apakah karena Listya adalah mahasiswiku maka aku tidak berani mengungkapkan perasaanku. Jika saat itu aku cepat-cepat mengungkapkan perasaan itu maka jangan-jangan Listya mau menerima cintaku. Jangan-jangan waktu itu Listya memang belum bertunangan dengan Rizal. Oh Tuhan pk 8 ini aku harus mengisi kuliah di Fakultas Pasca Sarjana hampir saja lupa. Aduh Listya Listya....aku tersenyum sendiri karena pagi ini sudah bertemu dengan Listya. Ada rasa bahagia menyelinap di dada.

Agenda hari ini seperti biasa sangat padat setelah mengisi kuliah di Pasca Sarjana kegiatan berikutnya adalah Rapat Tim Akreditasi Laboratorium Farmasi. Setelah istirahat nanti mungkin aku baru bisa melanjutkan mengolah data penelitianku di Laboratorium HPLC.  Aku segera meninggalkan ruangan menuju Gedung Pasca Sarjana cukup hanya berjalan kaki saja karena hanya berjarak beberapa meter saja dari Fakultas Farmasi. Pagi itu kegiatan Kampus benar-benar hidup. Kantin penuh oleh mahasiswa yang sarapan atau hanya sekedar duduk-duduk sambil minum kopi sementara mahasiswa yang akan mengikuti kuliah mulai bergegas menuju ruang kuliah. Aku menelusuri trotoar kampus yang juga cukup ramai dengan lalu lalang para mahasiswa.
”Assalaamu alaikum Pak Alan!” dihadapanku seorang gadis menyapaku. Amelia rupanya. Amelia adalah teman dekatnya Listya sewaktu dulu kuliah S1.
”Amelia wah lama tidak bertemu. Kamu tambah cantik!” kataku menggoda.
”Aduh Pak Alan mulai kambuh penyakit lamanya nih!” katanya dan aku tertawa mendengar perkataan Amelia.
”Ngomong-ngomong Amel sekarang sudah bekerja dimana?”
”Belum bekerja Pak masih kepingin santai. Sekarang ini saya menunggu Listya yang sedang mendaftar program apoteker. Listya tadi malam menginap di rumahku. Wah asyik pak banyak ceritanya. He he he!” kata Amelia.
”Amel ceritanya apa saja?” tanyaku penasaran.
”Ada aja Pak pokoknya ada cerita tentang Prof Alan juga!” kata Amelia.
”Mel ini saya mau mengisi Kuliah dulu ya. Kalau kamu tidak keberatan siang nanti mampir di lab HPLC ya kita lanjutkan ngobrolnya disana!” kataku.
”Iya Pak. Saya juga nanti mau antar Listya ke Terminal Bus Bungurasih. Dia mau kembali ke Malang setelah selesai pendaftaran ini. Ngomong ngomong Listya tidak ketemu Bapak ?” tanya Amelia. Rupanya Listya tidak bercerita mau bertemu denganku kepada Amelia.
”Salam saja untuk Listya ya Mel!” aku sengaja tidak menjawab pertanyaan Amelia.
”Okey Pak. Nanti saya sampaikan kepada Listya. Sampai ketemu di Lab HPLC Pak!” kata gadis itu.
Amelia telah membuatku penasaran ada cerita apa lagi tentang Listya. Oh Tuhan mudah-mudahan cerita yang baik. Selama mengisi kuliah itu hatiku masih penasaran dengan cerita tentang Listya seperti dijanjikan Amelia. Bahkan selama rapat pun aku tidak begitu fokus untuk mengikuti rapat dengan baik.

Laboratorium HPLC sore itu sudah sepi dari kegiatan mahasiswa yang menggunakan laboratorium  ini untuk keperluan analisa mereka. Aku sendiri saat ini masih duduk di sana dan di depanku laptop Jepang itu masih setia menemaniku. Data dari HPLC sudah aku pindahkan ke laptopku tinggal sekarang mengolahnya dan membuat tabulasi  serta grafik-grafik.  Terdengar suara pintu diketuk dari luar.
”Ya masuk!” kataku.
”Assalaamu alaikum Pak Alan !” terdengar suara seseorang dari balik pintu yang terbuka ternyata Amelia ada di sana.
”Wa alaikum salaam...Amel  mari masuk.” kataku.
”Masih sibuk Pak?. Oh ya ada salam dari Listya, tadi baru saja saya antar ke Terminal Bungur Asih...!” kata Amelia.
”Ya Amel terima kasih. Bagaimana sudah siap dengan ceritamu ?” kataku ingin segera mendengar cerita tentang Listya.
”Sebenarnya saya sudah lama ingin bercerita tentang Listya kepada Bapak karena ini juga untuk kepentingan Listya. Mungkin Bapak tidak akan percaya setelah mendengar cerita ini..!” kata Amelia. Aku tertegun sejenak ada hal apa lagi yang berhubungan denganku apakah angin sorga lagi. Tiba-tiba saja perasaanku menjadi tidak menentu. Kemudian aku mempersilahkan Amelia untuk bercerita.
”Setelah pernikahan bulan Februari yang lalu, Listya tidak pernah merasakan  kebahagiaan sebagai seorang istri. Suaminya sangat egois dan arogan. Pernah suatu hari Listya menangis di rumahku karena kata-kata kasar suaminya dan yang membuat aku prihatin ada bekas tamparan di pipinya, walaupun Listya tidak mengakuinya. Aku sungguh tidak menyangka Mas Rizal seperti itu !” suara Amelia sedikit emosi. Aku hanya terdiam tidak bisa berkomentar.
”Tadi malam Listya bercerita ternyata Mas Rizal sudah dua bulan terakhir ini harus cuci darah karena dulu waktu operasi batu ginjal ternyata akibatnya fungsi ginjalnya berkurang walaupun batunya sudah dikeluarkan tapi terlambat ginjalnya sudah gagal berfungsi. Hal ini juga karena penyakit diabetnya yang sudah teramat parah. Sebagai seorang istri, Listya tetap mendampingi suaminya walaupun sebenarnya dia tidak betah tinggal di rumah !” kata Amelia.
”Lalu Mas Rizal dirawat di rumah saja?” tanyaku.
”Ya. Selama ini Listya kan menempati rumah mertuanya bersama Mas Rizal!” kata Amelia.
”Apakah orang tua Mas Rizal  tahu sikap anaknya terhadap Listya?” tanyaku.
”Aku pikir mereka tidak tahu Pak. Mungkin mereka menganggap rumah tangga Listya-Rizal baik-baik saja. Sekarang ini keluarga sedang prihatin karena gagal ginjalnya Mas Rizal...!” kata Amelia.
Ya Allah berikanlah kesembuhan kepada suami Listya. Aku tidak tahu mengapa Rizal memiliki sifat yang tidak terpuji terhadap istrinya. Apakah karena penyakit yang dideritanya sehingga membuat ia demikian sensitif. Diabetes komplikasi dengan gagal ginjal dan mungkin dengan penyakit lainnya juga. Memang dari diabetes ini banyak penyakit berikutnya yang selalu menemaninya. 
”Oh ya Pak saya juga ingin mengucapkan selamat karena sebentar lagi bapak mau melangsungkan pernikahan...!” kata Amelia sambil mengulurkan tangan kanannya untuk berjabat tangan.
”Maksudmu aku mau menikah? Dengan siapa?” tanyaku terheran heran.
”Lho saya dengar ini dari ceritanya Listya kalau bapak sekarang sudah punya calon istri namanya Bu Kinanti. Kata Listya Bu Kinan itu orangnya baik dan cantik cocok untuk Pak Alan..!” kata Amelia.
Beberapa saat aku benar-benar terperangah.  Listya masih menganggap Kinanti sebagai calon istriku. Aku juga harus tersenyum melihat begitu yakinnya Amelia mengucapkan selamat kepadaku.
”Bu Kinanti adalah kawan baik saya sewaktu SMA dulu. Waktu itu kebetulan Bu Kinan ada di Surabaya lalu saya ajak sekalian mengadiri resepsi pernikahan Listya. Disanalah mereka berkenalan. Bu Kinan senang sekali berkenalan dengan Listya !” kataku menjelaskan kepada Amelia.
”Lalu kapan Bapak menikah jangan lupa undangannya !” kata Amelia. Aku hanya tertawa menanggapi perkataan Amelia ini. Pembicaraan sengaja aku alihkan pada topik gagal ginjalnya Rizal.
”Saya ikut prihatin dengan gagal ginjalnya Mas Rizal tentu Listya sangat sedih sekali. Namun rasanya saya tidak percaya kalau Mas Rizal melakukan kekasaran terhadap Listya...!” kataku.
”Ya Pak..setahu saya Mas Rizal orangnya kelihatan baik tapi saya lihat sendiri bekas tamparan yang ada di pipi Listya...!” kata Amelia.
”Ya Amel kita hanya berharap mudah-mudahan keluarga Listya kembali damai dan tentram dan mas Rizal segera sembuh dari gagal ginjalnya..!” kataku penuh dengan harapan.
”Oh ya Pak kapan Bapak mengenalkan Bu Kinan kepada saya?. Mendengar cerita dari Listya tentang Bu Kinan saya jadi kepingin kenal dengan orang baik dan cantik seperti Bu Kinan. Listya itu nampaknya sangat mengagumi bu Kinan. Listya sangat bahagia kalau Pak Alan segera menikah dengan Bu Kinan. Saat itu Listya memang kelihatan antusias sekali membicarakan Bapak dengan Bu Kinanti....!” suara Amelia kembali ke topik Kinanti Puspitasari.
”Amelia sudahlah kalau memang jodoh saya pasti akan segera menikah dan terima kasih atas perhatian kalian. Kamis minggu depan insya Allah Bu Kinan akan mengikuti acara Seminar di Surabaya nah rencananya mau mampir ke tempat saya kalau Amelia mau berkenalan bisa saat itu. Oh ya juga tolong Listya dikabari kalau Bu Kinanti  juga kangen sama Listya...!” kataku.

Sore itu ketika aku pulang dari Kampus kembali berada dikemacetan Kota Surabaya, pikiranku melayang ke masa lalu saat SMA bersama Kinanti. Memang minggu depan Kinanti akan mengisi Seminar Tentang Tanaman Obat di Fakultas Farmasi sebuah Perguruan Tinggi Swasta di Surabaya.  Jadwal Kinanti di Surabaya sudah aku atur sedemikian rupa. Kamisnya acara Seminar, Jumat berkunjung ke Laboratorium Fakultasku dan Sabtu siang Kinanti kembali ke Bandung. Waktu yang tepat untuk bertemu dengan Listya dan Amelia mungkin hari Jumatnya. Aku tidak bisa membayangkan nanti Listya dan Kinanti bertemu kembali sejak terakhir pertemuan mereka saat resepsi pernikahan itu. Dua wanita yang sangat aku kagumi selain Diana Faria. Kinanti bagaimanapun juga adalah seorang wanita yang telah menggugah perasaanku sebelum aku kenal Diana Faria. Kinanti bagaimanapun juga adalah wanita yang juga tersimpan rapi di salah satu relung hatiku. Kinanti adalah seorang wanita yang mempesona karena kelembutan tutur katanya. Keramahannya. Kinanti adalah sahabat yang setia. Entah mengapa akhir-akhir ini masa masa SMA dulu bersama Kinanti seakan terbayang kembali. Kinanti adalah wanita satu-satunya yang menolak cintaku dan lebih memilih menjadi sahabatku waktu itu. Persahabatan yang sangat tulus. Saat saat kebersamaan dengan Kinanti waktu itu membuatku rindu kembali menuju masa lalu. Aku tidak tahu mengapa untuk pertama kalinya aku merindukan Kinanti ada di sini padahal  Minggu depan Kinanti akan berkunjung ke Surabaya. Aku juga tidak pernah membayangkan jika nanti terjadi Kinanti Puspitasari dan Daisy Listya berdampingan saling bercanda, bertutur kata saling bersenda gurau dan berbincang. Saat itu tentu saja aku akan melihat dua wanita yang sama-sama memiliki pesona luhur dan mulia.

Ditengah-tengah perasaan hati yang sedang gundah ini tape di mobilku mengumandangkan sebuah lagu karya ST12 dari salah satu Radio FM di Surabaya.

Tak pernah terpikir olehku
Tak sedikitpun ku menyangka
Kau akan pergi tinggalkan ku sendiri
Begitu sulit ku menyangkal
Begitu sakit kurasakan
Kau akan pergi tinggalkan ku sendiri

Di bawah batu nisan kini kau telah sandarkan
Kasih sayang kamu begitu dalam
Sungguh ku tak sanggup ini terjadi
Karena ku sangat cinta

Inilah saat terakhirku melihat kamu
Jatuh air mataku menangis pilu
Hanya mampu ucapkan selamat jalan kasih

Satu jam saja ku telah bisa
Cintai kamu dihatiku
Namun bagiku melupakanmu
Butuh waktuku seumur hidupku

Mendengar lagu ini seakan terbayang kembali Diana Faria dan saat itu aku sedang terduduk di samping batu nisannya. Selamat jalan Diana Faria. Begitu cepat waktu berlalu. Lagu ini sangat cocok dengan suasana hatiku.


BERSAMBUNG Episode 7