Monday, May 21, 2012

NovelCorner MASIH ADAKAH RUANG DI HATIMU Episode 2

Ada Cinta Di Ruang Hampa (3) Seperti biasa di kawasan Porong kemacetan kendaraan sudah menjadi rutin apalagi Minggu sore seperti ini banyak kendaraan dari arah Malang menuju Surabaya. “Oh maaf Pak…saya ketiduran…!”, suara Amelia membangunkanku dari lamunan. Aku tersenyum melihat Amelia seperti orang linglung. “Tidak apa apa Tuan Putri!”, kataku sambil ketawa. “Ah Pak Alan saya jadi malu…oh ya sayang sekali tadi tidak ketemu Listya.. Sebenarnya saya sudah hubungi hand phone nya tapi tidak diangkat mungkin Listya masih istirahat tidur kelelahan habis piket malam !”, kata Amelia. “Ya Mel tapi yang penting kita sudah menjenguk tunangan Listya dan kita tahu dia sudah berangsur sehat. Oh ya apakah Amel tahu kapan mereka melangsungkan pernikahannya?”, tanyaku. “Dulu Listya pernah cerita akan menikah bulan Maulud ini tapi dia juga pernah curhat sama saya Pak tentang pernikahannya ini…!”, kata Amelia. “Curhat bagaimana Mel?”, tanyaku penasaran. “Listya baru bertunangan dengan Rizal kira-kira sebulan sebelum wisuda dan saat itu sekaligus lamaran. Listya sebenarnya belum tahu apakah dia mencintai Rizal atau tidak karena yang dia lakukan adalah hanya menyenangkan kedua orang tuanya yang banyak berhutang budi kepada keluarga Mas Rizal….selama ini keluarga Mas Rizal banyak membantu biaya kuliah Listya sampai dia lulus sekarang ini!”, kata Amelia. Aku sungguh terkejut. Listya ternyata tidak mencintai Rizal dan dia bertunangan dan menerima lamaran Rizal karena campur tangan orang tua mereka. “Oh begitu…!”, kataku pura-pura tenang menanggapi cerita ini padahal aku sangat terkejut bercampur bahagia karena ternyata Listya belum tentu mencintai Rizal. Sebuah harapan kembali muncul. “Tapi Mel mudah-mudahan Listya akhirnya mau mencintai Mas Rizal karena aku lihat Mas Rizal begitu mencintai Listya..!” kataku. Aku tidak tahu kata-kata ini hanya basa-basi atau tidak tapi itu adalah doa. Ya ALLAH mudah-mudahan itu doa yang tulus. Aku paling takut dengan ke pura-puraan. “Ya Pak tapi menurutku Listya tidak mencintai Mas Rizal…dia mencintai kedua orang tuanya..!”, kata Amelia. Kembali aku terkejut dengan keyakinan Amelia. “Listya pernah bercerita waktu itu walaupun seperti bergurau bahwa dia sedang mengagumi seseorang. Saya bertanya siapa?. Listya hanya tertawa sambil berkata rahasia…!”, kata Amelia membuatku semakin penasaran. Tapi aku tetap mencoba diam tidak bereaksi. “Pak kan aneh kalau Listya mengagumi seseorang soalnya dia terbiasa dikagumi orang-orang. Cewek-cewek saja suka sama dia karena keramahannya apalagi cowok. Banyak yang mencoba mendekati Listya tapi dia selalu menghindar dan menolaknya dengan sopan. Saya jadi yakin rupanya dia memang sedang mengagumi seseorang hanya sampai sekarang dia tidak pernah cerita siapa yang dia maksud…tapi yang jelas orang yang dikagumi Listya tidak sembarang orang!”, kembali kata Amelia. Wah makin banyak nih informasi tentang Listya. Oh bahagianya orang yang dikagumi Listya. Diskusi tentang Listya ditengah kemacetan jalan Porong justru membuat betah sehingga tidak terasa kami sudah keluar dari kemacetan yang panjang dan sekarang sudah meluncur di jalan Tol Porong – Surabaya. Sementara itu masih banyak informasi baru yang keluar dari bibir mungil Amelia, sahabatnya Listya. “Oh ya dia juga pernah bicara tentang Pak Alan…katanya Bapak itu orangnya sabar, telaten dan sangat perhatian. Dia merasa bangga menjadi mahasiswi bimbingan Bapak. Lalu pernah bertanya-tanya Pak Alan itu pacarnya siapa ya kok masih betah sendirian..!”, kembali suara Amelia. Aku cukup terkejut juga mendengar cerita Amelia ini. “Tahu nggak pak…waktu itu saya sempat menggoda Listya dengan pertanyaan Lis kamu naksir ya sama pak Alan?. Aku lihat dia terkejut mendengar pertanyaan ini kemudian sambil tersenyum Listya menjawab yang jelas pak Alan tak mungkin naksir aku dia kan pasti menganggapku seperti anaknya usia Pak Alan kan sama dengan Bapakku….!”, suara Amelia polos. Mendengar ini aku tersenyum. Tapi mungkin saja aku naksir kamu Listya he he he. Memang Amel ini kalau sudah bercerita ngerumpi susah untuk dihentikan tapi malah aku dapatkan info gratis tentang Listya. Tidak terasa akhirnya kami sudah memasuki jalan Tol dalam kota. Aku mengambil pintu keluar Tol arah Satelit menuju TVRI di Jalan Mayjen Sungkono kemudian menuju Jalan Dr.Sutomo menyebrang Jalan Raya Darmo kearah Kertajaya. Amelia tinggal di kawasan Dharmahusada dan persis didepan rumahnya aku mengantar Amelia. “Amel saya sangat berterima kasih sudah mau menemani sepanjang hari ini ”, kataku. “Ya pak sama-sama. Bapak singgah dulu?”, Amelia menawarkan agar aku singgah. “Okey Mel lain kali saja thanks..!”, kataku lalu segera aku berpamitan. Hari yang sangat melelahkan namun juga menyenangkan karena banyak cerita tentang Listya. Hampir magrib akhirnya aku tiba di rumah. Seperti biasa si Mbok sudah menyiapkan secangkir kopi dan makanan kue di atas meja beranda rumah. Aku benar-benar sangat lelah sekali. Tiba-tiba hand phone ku bernyanyi. Siapa ya?. Oh Listya. “Assalaamu alaikum….”, jawabku. “Saya Tya pak…”, suara Listya diseberang sana. “Oh ya Listya…saya masih hafal suaramu..!”, kataku. Tentu saja suaranya yang merdu mana mungkin aku bisa lupa. “Saya takut bapak lupa karena lama kita tidak pernah saling telepon..oh ya pak maaf tadi saya tidak bisa menemui waktu bapak menjenguk mas Rizal…!”, kata Listya. “Tidak apa-apa Lis yang penting Mas Rizal sudah semakin membaik dan mudah-mudahan besok Rabu operasinya berjalan lancar dan sukses..!”. “Iya pak terima kasih doanya dan kunjungannya untuk Mas Rizal. Ini sekarang sudah sampai Surabaya pak?”. “Ya Lis alhamdulillah sudah di rumah baru saja sampai..!”. “Syukurlah perjalanannya dari Malang Surabaya lancar. Minggu lalu saya ke Kampus pak ada urusan penyelesaian administrasi dan juga mau ketemu bapak tapi waktu itu sedang ke Bandung….!”, kata Listya. “Ya saya juga dengar dari Amel ada Listya namun waktu itu sayang sekali kita tidak bisa ketemu…oh ya Lis sekali lagi mudah-mudahan Mas Rizal cepat sembuh sehingga semua rencana berjalan lancar. Saya dengar Listya bulan Maulud ini sudah mau menikah...saya ikut berbahagia Lis!”, suaraku agak bergetar karena menahan perasaan yang tidak menentu. Beberapa saat Listya terdiam. “Ya pak terima kasih!”, jawab Listya pendek. Kudengar suaranya seperti menahan tangis bukan suara kebahagiaan mungkin karena Rizal sakit sehingga Listya merasa sedih. “Insya Allah Listya mas Rizal sembuh. Tidak perlu khawatir semuanya sudah ditangani dokter. Saya akan terus berdoa untuk kebaikannya dan juga kelancaran pernikahan Listya!”, kataku menghibur. Beberapa saat tidak ada jawaban Listya. Gadis ini seperti terdiam membisu. Cukup lama terdiam sehingga ada kekosongan pembicaraan sampai akhirnya aku kembali bersuara : “Hallo Listya…kamu baik-baik saja?. Listya?”, tanyaku. “Ya pak…tidak apa apa. Maaf pak saya sudahi dulu ya…sekali lagi terima kasih untuk semuanya untuk doanya…saya juga berdoa mudah-mudahan Bapak juga segera mendapatkan kebahagiaan dengan orang yang menggugah perasaan bapak yang dulu pernah cerita sama saya…sekali lagi saya minta maaf pak..assalaamu alaikum…”, kata Listya suaranya seperti menahan tangis. “Wa alaikum salaam!”, jawabku. Apa yang terjadi. Mengapa Listya tidak nampak bahagia menghadapi hari pernikahannya?. Kemudian kata-katanya tentang orang yang menggugah perasaanku seperti ada perasaan cemburu dari nada bicaranya. Dia tidak tahu orang tersebut adalah dirinya. Ada apa denganmu Listya. Teringat cerita Amelia bahwa Listya mau menikah karena keluarganya berhutang budi kepada keluarga Rizal. Namun kenapa tidak, Rizal adalah pemuda yang baik sudah bekerja mapan dari keluarga berkecukupan dan kesanku Rizal sangat sayang kepada Listya. Mengapa Listya tidak mencintai Rizal?. Lalu siapa orang yang saat ini sangat dikagumi oleh Listya seperti diceritakan Amelia?. Teringat pula cerita Amelia ketika menggoda Listya : “Tahu nggak pak…waktu itu saya sempat menggoda Listya dengan pertanyaan Lis kamu naksir ya sama pak Alan?. Aku lihat dia terkejut mendengar pertanyaan ini kemudian sambil tersenyum dia menjawab yang jelas pak Alan tak mungkin naksir aku dia kan pasti menganggapku seperti anaknya usia Pak Alan kan sama dengan Bapakku….!”, (BERSAMBUNG)

Tuesday, May 15, 2012

NovelCorner MASIH ADAKAH RUANG DI HATIMU

EPISODE 2 Ada Cinta Di Ruang Hampa (2) Amelia mengajakku ke Ruang Paviliun Anggrek yang ada di lantai 3. Sesampai di sana ada beberapa Perawat yang sedang piket di Loby Ruangan Masuk. Di depan kamar pasien, Amelia mengetuk pintu perlahan. Seseorang membukakan pintu. Seorang lelaki yang rasanya pernah ketemu ya ini adalah Pak Sofyan, Bapaknya Listya. ”Oh Amel...sama Pak Alan!”, katanya ramah. Rupanya beliau masih ingat namaku. ”Mari silahkan masuk pak!”, sambil membukakan pintu. Aku baru saja memperhatikan Pak Sofyan ya kira-kira usianya sama denganku sekitar 45 tahun. Nanti dulu di ruangan ini tidak nampak Listya. Ya tidak ada Listya di situ hanya ada Rizal ya Rizal nama tunangannya Listya, sedang terbaring dengan infus semntara disampingnya ada seorang gadis seusia Listya mungkin adiknya. Melihat aku datang, Rizal kelihatan sangat senang. ”Terima kasih Pak Alan mau menjenguk saya....!”, kata Rizal. ”Ya Mas Rizal..saya baru tahu dari Amel kemarin mangkanya baru sekarang bisa menjenguk..oh ya bagaimana diagnosa terakhir dari dokter Ahli disini?”, tanyaku. ”Sudah diketahui ada batu ginjal yang harus diambil dan kemungkinan adanya infeksi yang cukup serius. Tahap awal ini batu ginjal harus segera di operasi setelah itu baru penyembuhan infeksi ginjal !”, kata Rizal. ”Syukurlah kalau sudah ketahuan penyakitnya. Rencana operasinya kapan?”. ”Insya Allah Rabu pekan depan. Mohon doa restunya Pak!”, kata Rizal. ”Ya Mas Rizal semoga semuanya berjalan lancar dan operasinya sukses..!”. ”Oh iya...Tya baru saja tadi pagi gantian jaga dengan adik saya. Perkenalkan Pak Alan ini adik saya....Risa!”, kata Rizal sambil memperkenalkan adiknya yang berdiri disampingnya. Aku menjabat uluran tangannya. Rizal mengatakan adiknya baru masuk Perguruan Tinggi di Malang. Gadis manis ini agak pendiam kesan itu terlihat waktu Risa mengucapkan namanya demikian pelan nyaris tidak terdengar namun gadis ini masih sempat tersenyum malu. Ya Risa disamping pendiam juga nampaknya pemalu. ”Risa anak bungsu ya !”, tanyaku. Dia hanya tersenyum mengangguk. He he he gadis bungsu pendiam dan pemalu. ”Ya Pak kami hanya dua bersaudara. Saya sendiri anak sulung dan Risa ini satu-satunya adik saya..!”, kata Rizal menjelaskan. Ya kami mengobrol cukup akrab tidak terasa hari sudah siang. Akhirnya aku dan Amel berpamitan sambil mengharapkan Rizal segera sembuh dan operasi batu ginjalnya lancar. Pak Sofyan mengantar sampai pintu. ”Terima kasih pak Alan sudah berkunjung, sayang sekali tidak ketemu dengan Tya!”, kata Pak Sofyan. Semua orang disitu memang memanggil Listya dengan Tya. Teman-teman Kampusnya dulu seperti Amel memanggil Listya dengan Lis atau Listya. ”Tidak apa-apa Pak kan sudah bertemu dengan Rizal yang penting segera sembuh. Titip salam saja untuk Listya mudah-mudahan tabah menghadapi cobaan ini...”, kataku mencoba menghibur Bapaknya Listya. ”Ya Pak terima kasih...nanti salamnya saya sampaikan kepada Tya. Aku dan Amelia akhirnya meninggalkan RS Saiful Anwar Malang. Setelah mampir makan siang terlebih dulu di sebuah Cafe Jalan Soekarno-Hatta, tempat langgananku jika aku berkunjung ke Malang, akhirnya kami kembali meluncur menuju Surabaya. Sepanjang perjalanan hujan turun menemani kami. Aku melihat Amel sudah kelihatan ngantuk dan tertidur dalam alunan musik dari tape mobil yang mengalunkan lagu For You To remember nya Leon Haines Band dan Good bye nya Air Supplay. Selesai lagu itu disambung dengan lagu Richard Marx :”……If I see you next to never, how can we say forever …..Wherever you go, whatever you do . I will be right here waiting for you . Whatever it takes or how my heart breaks . I will be right here waiting for you…….” Lagu-lagu itu memang akan selalu mengingatkanku kepada Listya. Ya I will be right here waiting for you. Saat saat aku masih biasa bertemu dengannya di jalan trotoar Kampus atau di koridor Laboratorium atau di Ruang HPLC atau di Ruang kerjaku sambil diskusi tentang skripsinya. Ya Daisy Listya mengapa aku tidak dapat menghapus bayanganmu dari dalam anganku. Mengapa aku tidak bisa memindahkan dirimu dari ruang hatiku karena sekarang seolah dirimu sudah mengisi ruang dimana dulu Diana Faria berada. Listya padahal sebentar lagi kau akan melengsungkan pernikahan dengan orang yang kau cintai yaitu Rizal. Mengapa dirimu begitu kuat mencengkram perasaanku seperti halnya dulu Diana Faria membelengguku dalam jebakan masa lalu. Aku benar-benar tidak mengerti apa yang sedang Engkau rencanakan untukku ya ALLAH. (BERSAMBUNG)

Friday, May 11, 2012

NovelCorner : MASIH ADAKAH RUANG DI HATIMU

EPISODE 2 (1) ADA CINTA DI RUANG HAMPA Di ruang HPLC sore itu aku baru saja menyalin beberapa data dari bank data file yang ada di sana. Beberapa waktu yang lalu di ruang ini aku bersama Listya berbincang tentang Diana Faria. “Kita sebenarnya tidak pernah memiliki apapun maka oleh sebab itu kita tidak pernah kehilangan apapun. Hanya Allah Yang Maha Memiliki!”. Kutipan kata-kata Listya yang sangat menyentuh hatiku. Aku seperti terbangun dari mimpi. Ya gadis itu yang telah membangunkan mimpi burukku. Daisy Listya seakan mau berkata bahwa Diana Faria bukan milikku tapi semata-mata hanya milik ALLAH. Oh Tuhan 20 tahun sudah aku telah menyia-nyiakan waktu. Ampuni hambaMU yang telah menganiaya diri sendiri. Ampuni hambaMU yang sudah tidak tahu diri merasa memiliki yang bukan haknya padahal segala seuatu hanya Engkaulah yang berhak. Ya didepan komputer itu aku sebenarnya lebih banyak termenung dari pada memperhatikan data peneltian yang mau kujadikan bahan Simposium Farmakologi di ITB. Siapa lagi yang membuat aku lebih banyak termenung selain Daisy Listya. Dua minggu yang lalu aku terakhir bertemu Listya di hari Wisuda. Padahal baru dua minggu yang lalu tapi rasanya seperti sudah dua tahun yang lalu. Mungkin karena aku sangat merindukannya...entahlah. Kini selalu terngiang-ngiang ucapan Daisy Listya : “Kita sebenarnya tidak pernah memiliki apapun maka oleh sebab itu kita tidak pernah kehilangan apapun. Hanya Allah Yang Maha Memiliki!”. Aku sangat bersyukur kepada ALLAH sudah berkenalan dan merasa dekat dengan Daisy Listya. Sekarang paling tidak hatiku sudah terbuka walaupun sebenarnya harapanku adalah gadis itu. Aku benar-benar merindukannya. Kadang-kadang aku merasa tergoda untuk menghubungi nomor hp nya tapi selalu kuurungkan. Bahkan pernah terpikir agar nomor hp Listya di delete saja agar aku bisa melupakannya. Namun hal itu juga tidak kulakukan. Saat aku merindukan Listya pernah aku berharap tiba-tiba ada sms darinya mungkin hanya mengatakan ‘Pak bagaimana kabar?’ tapi ternyata tidak pernah ada. Listya sudah benar-benar menghilang. Belum pernah aku merasakan kehampaan seperti ini. Mungkin Listya sekarang sudah kembali ke Malang ke rumah orang tuanya. Sebenarnya Malang hanya 90 km dari Surabaya. Aku sendiri kalau sedang bosan di Surabaya sekali-kali rekreasi di Kota Malang yang sejuk. Aku sebenarnya bisa ke Malang untuk bertemu Listya tapi aku tidak tahu alamatnya. Andaikata tahu alamatnyapun lalu sebenarnya apa keperluanku menemuinya?. Tidak ada alasan satupun yang kutemukan jika aku menemui gadis itu. Sudahlah Alan...Listya rupanya dikirim ALLAH hanya untuk dikenang. Gadis itu dikirim ALLAH untuk menggugah hatimu agar kamu mulai terbuka lagi untuk menerima uluran calon teman hidupmu. Suara hatiku seakan memberontak. Aku harus merelakan Listya. Maka sore itu dari Laboratorium HPLC itu aku hanya mendapatkan kehampaan yang amat sangat walaupun disana sebenarnya sudah ada cinta. Hari sudah semakin sore dan hujan baru saja reda ketika aku meninggalkan Laboratorium HPLC menuju ruang kerjaku di Gedung Fakultas Farmasi. Memang pada bulan Januari ini kota Surabaya sedang diguyur hujan hampir setiap sore. Aku menyusuri trotoar jalan dalam Kampus tiba-tiba terdengar seseorang memanggilku. Suara perempuan. Oh ternyata Amelia, sobatnya Listya. ”Mel wah kamu rupanya masih betah di sini saya kira sudah hilang kemana kerja dimana atau diboyong suamimu...!”, kataku bercanda. ”Pak Alan bisa saja. Tadi saya baru ngurus legalisir ijazah dan ada keperluan administrasi dengan Fakultas. Oh ya pak ada salam dari Listya...!”, kata Amelia. Mendengar ini bagaikan ada badai dari Surga bukan angin lagi. Ya hanya salam dari Listya telah membuat aku sangat bahagia. ”Terima kasih sampaikan salam kembali kalau ketemu...!”, kataku berusaha menyembunyikan rasa bahagiaku. ”Dua hari yang lalu saya ketemu Listya di Kampus. Waktu itu dia juga ingin ketemu Bapak tapi katanya Bapak sedang ke Bandung ”, kata Amelia. ”Dua hari yang lalu?. Oh ya saya pulang menjenguk Ibu yang sakit tapi alhamdulillah sekarang sudah sembuh. Kok Listya tidak sms saya atau telpon?”, tanyaku. ”Kata Listya tidak apa-apa, dia hanya ingin ketemu saja!”, Amelia menjelaskan. Oh Tuhan dia ingin ketemu denganku apakah artinya dia juga rindu padaku. Kembali aku merasakan kebahagiaan karena harapan itu kembali muncul. Tapi nanti dulu laki-laki yang dulu waktu wisuda itu kan calon suaminya. Tidak Alan, kau tidak boleh berharap terlalu tinggi biar kalau jatuh tidak lebih sakit. ”Mel ngomong-ngomong kapan saya terima undangan dari Listya tolong kalau ketemu tanyakan ya...oh iya juga dari kamu kapan nih undangan pernikahan!”, tanyaku. ”Wah kalau saya masih lama pak. Kepingin kerja dulu dong..tapi kalau Listya mungkin bulan depan tapi kemarin calon suaminya baru saja masuk rumah sakit namun tidak cerita sakit apa!”, kata Amelia. ”Oh begitu...apakah sekarang masih dirumah sakit? Amel tahu dirawat di rumah sakit mana di Malangnya...!”, tanyaku penasaran. ”Rumah sakit Saiful Anwar Kamar 2 Pavilliun Anggrek, kemarin saya dan teman-teman baru saja menjenguk dan juga ketemu dengan Listya...!”, kata Amelia. ”Saya ingin menjenguk calon suami Listya...bagaimana kalau Amel menemani saya besok Minggu jika Amel tidak punya acara?”, tanyaku. ”Okey Pak saya Minggu tidak ada acara...kita janjian ketemu di Kampus saja bagaimana Pak?” , usul Amelia. ”Okey kita ketemu pk 7.00 ya!”, kataku. Minggu pagi itu aku dan Amelia sudah meluncur di atas jalan Tol menuju Malang. Sampai di Porong yang terkenal dengan Lumpur Lapindonya kendaraan mulai merayap pelan-pelan tidak sampai macet total tapi volume kendaraan cukup padat terutama yang menuju arah Malang. Hari Minggu biasanya orang-orang Surabaya banyak yang rekreasi ke Malang. Ternyata tidak sampai satu jam kemacetan di Porong bisa dilalui dengan lancar. Akhirnya kami sampai di RS Saiful Anwar sudah hampir pk 10.00. Memang perjalanan yang panjang karena macet di Porong, Singosari dan kota Malang sendiri sekarang sudah terlalu padat dengan kendaraan bermotor sehingga kemacetanpun terjadi dimana-mana. (BERSAMBUNG)