EPISODE 1 (3) DAISY LISTYA
Hari ini hari Jumat berarti Listya sudah tiga hari mengerjakan sampel-sampel penelitiannya dengan HPLC. Sehabis memberikan kuliah untuk mahasiswa semester 6, aku menyempatkan diri berkunjung ke Laboratorium HPLC di Gedung sebelah Timur. Laboratorium ini ada di lantai 2 khusus untuk kegiatan praktikum mahasiswa dengan menggunakan instrumen laboratorium yang mutakhir seperti HPLC, GC, TLC-Densitometer,IR-Spectrophotometer, GC-Mass Spectrophotometer. Sore itu hampir semua kegiatan praktikum sudah selesai sekitar pk 15 tadi dan aku baru memiliki waktu untuk mengunjungi Listya walaupun sudah sesore ini mudah-mudahan Listya masih berada disana. Aku menaiki tangga satu demi satu untuk menuju ke lantai 2 dan dari koridor setelah pintu masuk aku dapat melihat melalui jendela berkaca lebar Bidadari itu sedang asyik dengan HPLC nya. Balutan jilbab di wajahnya justru menambah aura kecantikannya. Beberapa saat aku berdiri disitu menikmati wajah Bidadari itu. Ya ALLAH aku belum habis mengerti apa dibalik maksudMu mengirimkan dia padaku?. Apakah Kau juga mau mengizinkanku untuk memilikinya?. Ataukah ini hanya ujian bagiku agar aku segera tergugah untuk mengikuti sunah nabiMU. Menikah walaupun ternyata bukan dengan Daisy Listya. Lalu denga siapa?. Audray? Oh no. Aku hanya berpasrah diri kepadaMU. Entah berapa lama aku berdiri disitu dan memang Laboratorium di lantai 2 itu sudah tutup kecuali Laboratorium HPLC. Aku dikejutkan suara yang memanggilku.
“Hayoo Pak Alan lagi ngintip ya!”, suara seorang gadis mengagetkanku. Ternyata Amelia, teman akrabnya Daisy Listya.
“Amel bikin kaget saja kamu ini...mau jemput Listya ya!”, tanyaku.
“Bukan !, saya mau pulang duluan oh ya pak Alan mau ketemu Listya? Kebetulan pak tolong ditemani Listya ya soalnya saya ada janjian..!”, Si Amel tiba-tiba saja masuk ke dalam. Mereka kelihatan berbincang-bincang. Apa boleh buat akupun akhirnya masuk menemui mereka.
“Terima kasih Pak mau menemani saya !”, kata Listya.
“Lis tadi pak Alan ngintip kamu lho...he he he!”, kata Amelia. Busyet kurang ajar Si Amel. Memang anak ini ceplas ceplos. Selama ini dia memang sering menyindir-nyindir seperti ini dan nampaknya Amelia tahu gelagat bahwa aku menyukai Daisy Listya. Bidadari itu hanya tersenyum manis mendengar selorohan Amelia.
“Tak usah didengar Lis omongannya Amel. Masa saya ngintip kamu melalui kaca jendela sebesar ini padahal kalau mengintip kan harus melalui lobang yang kecil misalnya lobang kunci.....!”, kataku sambil ketawa agak gugup sedikit. Akhirnya kami tertawa maka Ameliapun pergi pamit meninggalkan kami berdua. Masih ada lima sampel lagi yang belum di inject kan. Sambil menunggu running kami mulai mengobrol. Tadinya aku bingung dari mana aku mulai bercerita tapi akhirnya cerita tentang Diana Fariapun usai juga. Ada rasa lega dalam dadaku ketika cerita itu bisa juga diucapkan didepan Daisy Listya. Aku melihat wajah Listya sedikit sedih mendengar ceritaku.
“Saya turut berduka pak walaupun sekarang sudah terlambat 20 tahun yang lalu..tentu bapak sangat mencintai mbak Diana Faria?”, tanya Listya.
“Ya begitulah tapi ternyata Allahlah yang memilikinya. Saya sendiri kadang-kadang heran mengapa kita harus saling memiliki kalau pada akhirnya harus kehilangan?”, kataku. Daisy Listya masih terdiam kutunggu tutur kata apa yang nanti keluar dari bibir yang indah itu.
“Kita sebenarnya tidak pernah memiliki apapun maka oleh sebab itu kita tidak pernah kehilangan apapun. Hanya Allah Yang Maha Memiliki!”, kata Listya.
Oh Allah gadis semacam apa yang sedang berhadapan denganku ini. Apakah dia BidadariMU. Kata-katanya sangat bijak dan dalam. Aku benar-benar terdiam dan terpaku dalam ketermenunganku. Ya betul aku tidak pernah memiliki apapun maka akupun tidak pernah kehilangan apapun. Aku telah membuang waktu 20 tahun hanya karena merasa kehilangan Diana Faria. Padahal hanya Allah yang memiliki dia. Allah Maha Memiliki. Aku benar-benar tertunduk syahdu mendengar ucapan Daisy Listya. Entah berapa lama aku terdiam ketika suara lembut Listya kembali menyapaku.
“Pak sudahlah lupakanlah yang telah lalu. Lebih baik melihat hari esok!”, kata Listya. Justru ini Listya, aku ingin melangkah menuju hari esok bersamamu tapi aku belum boleh mengatakan hal ini pada saat ini.
“Okey Lis terima kasih kata-katamu tadi benar-benar sangat menyentuh kalbu terdalamku. Rasanya aku seperti bari tersadar dari mimpi berkepanjangan. Mimpi adalah mimpi yang tetap menjadi sia-sia karena bukan alam nyata. Betul apa katamu aku harus membuka lembaran baru. Sebenarnya beberapa bulan ini ada seseorang yang telah mampu mencairkan kebekuan hatiku selama 20 tahun ya seseorang gadis yang sangat aku kagumi. Dia memang bukan Diana Faria tapi dia adalah orang yang telah kembali membuat hidupku menjadi hidup. Dia yang telah mampu menyentuh hatiku seperti Diana Faria dulu....wah wah wah sorry Lis kok jadinya aku jadi sentimentil begini....sorry sorry Lis! aku terlalu banyak bicara”, kataku mengakhiri kata-kataku yang terlalu emosional.
“Tidak apa apa Pak Alan. Sebaiknya bapak harus mengeluarkan seluruh perasaan bapak jangan didiamkan saja. Saya bersedia mendengarkan dan saya bersyukur jika bapak sekarang sudah menemukan orang yang kembali membuat bapak merasa hidup kembali!”, kata Daisy Listya.
“Ya Lis terima kasih okey tidak terasa hari sudah sore begini dan sampel sampel HPLC kelihatannya sudah habis..!”, kataku.
“Betul pak kita harus segera pulang!”, kata Daisy Listya.
“Sebaiknya Listya pulang bareng saya. Kostnya dimana?”, tanyaku.
“Karang Menjangan pak tapi masuk gang. Saya nanti diturunkan di depan gang saja. Terima kasih pak!”, kata Listya.
(BERSAMBUNG)
No comments:
Post a Comment