Bagian 1
SINOPSIS MASA LALUKU
Aku adalah seorang Dosen di sebuah Perguruan Tinggi yang merupakan sosok
yang selama 20 tahun merasa kehilangan Diana Faria, kekasihku yang harus
dipanggil oleh Yang Maha Punya hanya seminggu sebelum hari perkawinan kami.
Merasa kehilangan selama 20 tahun adalah waktu yang lama. Ternyata ALLAH telah
mengirim seorang gadis bernama Daisy Listya, mahasiswiku sendiri untuk
menggugah hatiku. Daisy Listya seorang gadis cantik, cerdas, berkepribadian
luhur, memiliki prinsip hidup telah membuka dan mencairkan kebekuan hatiku.
Daisy Listya ini yang telah menyadarkanku dari mimpi buruk yang panjang. Daisy
Listya memang akhirnya bukan menjadi teman hidupku karena seusai Wisuda Sarjana
Daisy akhirnya bertunangan dengan pria lain bahkan sampai jenjang pernikahan. Aku
tidak mampu berbuat apa-apa, namun bagaimanapun juga bagiku, seorang Daisy
Listya adalah gadis yang telah mampu membuka hati menjadi merasa hidup kembali.
Ada pepatah mencintai itu tidak harus memiliki. Benarkah cinta itu menjadi
sangat tinggi nilainya ketika harus mencintai tapi tidak harus memiliki?. Ditengah-tengah
kegalauan hati ini, sahabat lamaku bernama Kinanti Puspitasari selalu hadir
untuk menenteramkan hati. Saat ini Kinanti memiliki seorang putri yang sedang
beranjak remaja. Wanita ini membesarkan putri semata wayangnya sendirian karena
suaminya sudah lama meninggal dunia. Kinanti adalah temanku sewaktu SMA dan
diusia yang sudah tidak muda lagi kami kembali bertemu. Bagiku masa-masa SMA
bersama Kinanti begitu indah untuk dikenang karena aku waktu itu juga pernah
jatuh cinta kepada Kinanti walaupun ternyata Kinanti menganggapku hanya seorang
sahabat.
Sepenggal kisah itu seakan masih lengkap terbayang dibenakku. Daisy Listya
dan Kinanti Puspitasari adalah dua wanita yang saat ini selalu menggugah
kedalaman hatiku. Walau disana di tempat terdalam ada Diana Faria yang tidak
mungkin terlupakan namun masih ada ruang lain untuk dua wanita cantik berbudi
luhur yakni Daisy Listya dan Kinanti Puspitasari. Aku teringat saat dialog
terakhir dengan Listya setahun yang lalu di Laboratorium Ruang HPLC. Saat itu
aku harus menyelesaikan suatu keputusan yang pasti tentang isi hatiku kepada
Daisy Listya. Aku hanya ingin agar Listya sekedar tahu saja apa sebenarnya yang
selama ini aku rasakan. Aku mengatakan kejujuran hatiku.
“Saya ingin mengatakan sesuatu!”, kataku sambil kupegang kedua tangannya. Saat
itu Listya hanya menatapku penuh haru seakan akan dia seperti sudah tahu apa
yang mau kukatakan.
“Saya ingin mengatakan kepadamu siapa yang telah menggugah hati yang selama
ini tertidur dua puluh tahun!”, kataku perlahan. Listya masih terdiam
menatapku. Subhan Allah aku begitu dekat menatap wajahnya. Kecantikan wajah
berbalut jilbab dari wanita di depanku ini sungguh menakjubkan. Wajah yang
teduh membawa kedamaian hati. Allah memang Maha Pencipta.
“Orang yang telah menggugah hati saya itu bukan Kinanti Puspitasari. Dia
adalah seorang wanita yang lembut hatinya, ramah dan santun tutur katanya,
manis senyumnya. Wajahnya memiliki aura kecantikan yang tulus dan sekarang
orangnya ada di depanku ini!”, kataku sambil kutatap tajam Listya.
Aku waktu itu hanya tertegun diam dan terdengar bibir Listya menyebut
namaku pelan, pelaaaan sekali. Ada setitik butir air mata jatuh kepipinya.
Listya masih memandangku dengan mata yang berkaca-kaca.
“Pak Alan apakah saya sedang bermimpi?”, kata Listya waktu itu.
“Tidak Listya. Dari sejak pertama saya bertemu saya seakan sudah menemukan
pengganti Diana Faria. Dulu pertama kali bertemu denganmu saya sudah menjadi
pengagummu!”, kataku.
“Pak Alan kenapa bapak baru mengatakannya sekarang? Kenapa pak Alan!”,
Listya mulai terisak.
“Saya juga mengagumi pak Alan dari sejak pertama bertemu pada kuliah
pertama dulu!”, kata Listya disela-sela isak tangisnya.
“Maafkan saya Listya dengan kejujuran ini. Saya sangat menyadari cinta saya
ini tidak mungkin terwujud karena Listya sudah menjadi milik orang lain!”,
kataku.
“Pak Alan sesungguhnya cinta itu mulai tumbuh saat saya menjadi mahasiswi
bimbingan bapak. Sejak saya tahu kalau bapak ternyata masih sendiri. Saya juga
bisa merasakan perhatian bapak begitu besar kepada saya. Waktu itu banyak mimpi
yang ingin saya raih banyak harapan yang ingin saya dapat tapi ternyata saya
hanya mendapatkan takdir yang sekarang ini harus saya jalani!”, kata Listya
berusaha tegar.
Saat itu aku benar-benar tertegun dan membisu. Tak kuasa rasanya aku harus
berkata apa. Sungguh tidak pernah aku bayangkan akan seperti ini jadinya.
“Pak Alan kita harus tegar menghadapi kenyataan ini biarlah cinta kita
tertulis dalam catatan Malaikat Roqib. Daisy Listya juga harus ikhlas menerima
takdirNya menjadi istri Rizal Anugerah!”, suara Listya nampak tabah namun aku
melihat mata itu masih penuh dengan butir air mata kepedihan.
“Pak Alan maukah bapak memenuhi satu permintaan saya?”, kata Listya dan aku
hanya terdiam sambil kutatap mata yang teduh itu basah dengan air mata.
“Menikahlah dengan Bu Kinanti. Hanya ini pak yang bisa mengobati rasa
pedihnya hati saya. Pak Alan harus tahu biarkan cinta saya terwakili oleh Bu
Kinan!”, Listya semakin terisak.
Sepenggal dialog yang terjadi setahun yang lalu. Saat saat mengharukan itu terjadi
ketika ruang dari dua hati saling terbuka. Hati Daisy Listya dan hati Alan
Erlangga bertaut namun tidak pada waktu yang tepat karena Listya sudah menjadi
istri dari Rizal Anugerah. Tiada terasa waktu begitu cepat berlalu dan kini
Listya sudah rampung menyelesaikan Pendidikan Profesi Apotekernya. Sejak itu
aku sudah tidak pernah lagi bertemu dengan Listya. Hampir tidak ada lagi
komunikasi biarpun hanya sms apalagi bertemu muka. Saat ini mungkin Listya
sudah menjadi seorang Apoteker. Entah dimana Listya bekerja. Apakah di Malang tempat
tinggal bersama suaminya?. Entahlah.
Aku hanya teringat akan pesan terakhirnya agar aku menikahi Kinanti
Puspitasari. Namun pesan inipun akhirnya tidak bisa aku wujudkan. Sewaktu aku
ceritakan kepada Kinanti, wanita cantik ini hanya tertegun, diam membisu tak
ada satu katapun keluar dari bibirnya. Kinanti malah terisak mendengar cerita
yang dramatis itu.
”Alan aku bisa merasakan betapa besarnya cinta Listya kepadamu. Curahan
hati Listya kepadaku saat itu membuatku terharu!”, suara Kinanti. Aku juga
hanya bisa mengangguk ketika Kinanti berkata bahwa Listya layak mendapat
kebahagiaan dariku. Jika saat ini kehidupan rumah tangga Listya tidak bahagia
itu karena Listya memang hanya mencintaiku. Pendapat Kinanti yang satu ini
membuatku benar-benar merasa resah.
”Alan maafkan karena aku tidak bisa menggantikan cinta Listya. Cintanya
sangat luhur kepadamu. Bagiku yang terbaik buatmu adalah sahabatmu!”, ini suara
Kinanti yang keluar dari relung hatinya terdalam. Sudah sering aku mendengarnya
namun kali ini seperti ada hal yang nampak tersembunyi dalam hati Kinanti.
Memang dalam setahun terakhir ini aku berhubungan akrab dengan Kinanti bak
seorang sahabat lama. Jika ada waktu aku sempatkan berkunjung ke rumah Kinanti
di Bandung sekalian juga menjenguk Ibu. Selama di Bandung pun acara rutin kami
hanya ngobrol di rumah atau kadang pergi ke tempat kuliner yang dulu sering
kami kunjungi. Hubungan dalam setahun ini hanya datar saja. Aku tidak bisa
mewujudkan pesan Listya agar aku menikahi Kinanti karena memang Kinanti sendiri
merasa tidak bisa mewakili ketulusan cinta Listya.
”Alan maafkan karena aku tidak bisa
menggantikan cinta Listya. Cintanya sangat luhur kepadamu. Bagiku yang terbaik
buatmu adalah sahabatmu!”.
Kata kata Kinanti itu selalu terngiang dalam telingaku. Cinta Listya
terlalu luhur untuk diwujudkan dalam pernikahan dengan Kinanti. Sungguh aku
seakan membentur lagi sebuah karang dari sikap tegas Kinanti yang hanya ingin
sebagai sahabat terbaikku. Lalu sebaiknya bagaimana aku bersikap?. Apalagi
Listya bagiku sekarang sudah bukan lagi harapan. Daisy Listya sudah menjadi
masa laluku sama halnya dengan Diana Faria. Siapakah masa depanku?. Kinanti
Puspitasari?.
(Bersambung)
No comments:
Post a Comment