Thursday, June 7, 2012
NovelCorner : Episode 3 (1) MASIH ADAKAH RUANG DI HATIMU
SELAMAT BERBAHAGIA BIDADARIKU (1)
Simposium Farmakologi di ITB berlangsung di Aula Barat dengan peserta yang cukup lumayan banyak. Pada siang itu sehabis rehat aku baru saja selesai menyampaikan presentasi makalahku. Dalam acara diskusi yang cukup hangat, banyak pertanyaan dan pendapat teman-teman sejawat yang menanggapi makalahku. Mereka hampir sebagian besar adalah teman-teman dosen yang sudah aku kenal. Ketika ada seorang peserta wanita bertanya aku memperhatikan dia seperti bukan teman-teman dosen yang selama ini aku kenal. Tapi nanti dulu ketika kusimak bagaimana caranya dia bicara, warna suaranya dan profil wajahnya terutama ketika kuperhatikan matanya yang bagus itu sepertinya aku pernah mengenalnya. Lalu ketika dia menutup pertanyaannya dengan senyum, aku seakan-akan masih ingat senyum itu. Oh benarkah dia?. Maka pada acara rehat sore itu aku berusaha mencari wanita tersebut. Akhirnya diantara kerumunan para peserta yang sedang rehat, aku melihat wanita itu berdiri di dekat pintu keluar. Sejenak kuperhatikan wanita itu. Oh Tuhan semakin aku perhatikan maka semakin aku mengenalnya. Ternyata aku yakin sekarang, dia adalah Kinanti Puspitasari sahabatku sewaktu SMA dulu. Aku agak pangling karena sekarang Kinanti mengenakan jilbab, tapi justru Kinanti semakin cantik dan anggun walaupun memang awalnya dia sudah cantik dan anggun. Segera saja aku bergegas menghampirinya.
“Apakah betul penglihatan saya kalau ibu bernama Kinanti Puspitasari ?”, aku sengaja menyapanya dengan nama lengkapnya.
“Alan!... syukurlah ternyata kamu masih ingat aku...lucu juga kamu panggil aku ibu!”, katanya tersenyum. Kinanti memang cantik dan anggun dan dulu aku sangat mengaguminya.
“Kejutan bisa bertemu Kinanti Puspitasari di kota Bandung ini..!”, kataku sambil tertawa.
“Alan padahal Minggu depan aku mau ke Surabaya ke Kampusmu tapi ternyata takdir mempertemukan denganmu lebih cepat. Aku sebelumnya tidak tahu kamu Dosen di sana. Tentu kalau ketemu disana bisa lebih lucu lagi..!”, kata Kinanti tertawa renyah.
“Oh ya Kinan rencana ke Surabaya tanggal berapa? Biar aku atur jadwalku sehingga aku bisa menemanimu selama di Surabaya...!”, tanyaku.
“Hari Kamis 25 Februari. Wah Alan mau menemaniku selama di Surabaya asyiiik dong....!”, kata Kinanti. Akhirnya kami berbincang akrab maklum sudah 25 tahun tidak bertemu ya sejak lulus SMA Kinanti sebagai anak tunggal ikut orang tuanya ke Malaysia karena ayahnya ditugaskan menjadi staf Kedubes di sana. Kinanti melanjutkan kuliah di Malaysia sampai dengan S3. Saat ini bekerja sebagai tenaga dosen ITB. Kinanti sewaktu SMA memang termasuk siswa yang cerdas. Saat itu tiga gadis cantik yang otaknya cemerlang adalah Erika, Aini dan Kinanti. Tidak ada yang bisa menyaingi mereka bertiga. Paling-paling aku dan Indra baru pada urutan berikutnya.
Ternyata di Bandung ini aku bertemu teman lama dan bercerita banyak tentang masa-masa yang sudah lewat. Masa remaja SMA yang penuh dengan nostalgia.
“Kinan kamu sekarang pakai jilbab tapi aku tidak pernah lupa sama suaramu, mata dan senyummu...mangkanya tadi waktu kamu bertanya dalam presentasiku aku seperti mengenal ibu ini ha ha ha!”, kataku bercanda. Kinanti hanya tertawa renyah.
“Alan jangan berlebihan ah..tapi Al kamu juga tidak banyak berubah dari dulu tetap ganteng. Tentunya sekarang cintamu sudah kau berikan kepada seorang wanita saja...dulu waktu SMA cewekmu kan banyak cuma aku yang tidak jadi korbanmu ha ha ha ha..!”, kata Kinanti. Aku tertawa mendengar apa yang dia katakan.
“Kinan zaman SMA dulu hanya tinggal nostalgia jangan kuatir sekarang Alan sudah menjadi orang yang hanya punya satu wanita...tapi poligami kan dibolehkan oleh agama !”, kataku. Kami kembali tertawa dan tidak memperpanjang pembicaraan apalagi diskusi tentang poligami wah bisa berdebat dengan Kinanti satu hari sendiri.
“Al aku sekarang sudah punya anak satu, seorang gadis masih kelas 3 SMA tapi ayahnya sudah meninggal. Ngomong-ngomong kamu jadinya sama siapa?. Arinta, Rina, Jesica, Eva, Dian, Linda, Ana...ha ha ha cewek-cewekmu masih ada dalam daftarku. Buntutmu sudah berapa?. Dulu pernah bilang mau bikin anak yang banyak!”, kembali suara Kinanti bercanda. Kembali aku tertawa ketika Kinanti menyebut nama-nama gadis yang pernah menjadi pacarku. Ah masa-masa SMA yang penuh dengan keindahan. Namun aku lebih terkejut ketika Kinan mengatakan suaminya sudah meninggal.
“Oh Kinan, aku turut berduka cita ya. Kapan suamimu meninggal?”, tanyaku.
“Terima kasih Al. Suamiku meninggal 3 tahun yang lalu karena terkena kanker pencernaan. Mungkin itu yang terbaik untuknya untukku dan anakku harus menerima dengan ikhlas keputusunNya. Oh ya kamu belum jawab pertanyaanku?”, kata Kinanti membelokkan arah pembicaraan.
“Pertanyaan yang mana?!”, tanyaku pura-pura lupa.
“Anakmu berapa?”, tanya Kinanti.
“Aku belum menikah he he he!”, kataku mantap.
“Apa? ! Tidak dapat aku percayai playboy sepertimu tidak bisa memilih satu wanitapun untuk menjadi seorang istri. Kamu jangan bercanda Alan..!”, kata Kinanti seolah tidak percaya. Aku tertawa terkekeh terutama mendengar kata playboy yang sudah lama kata tersebut tidak pernah terdengar.
“Awas ya Kinan sekali lagi bilang aku playboy. Aku memang belum menikah dan ceritanya panjang.... yang jelas calon istriku meninggal seminggu sebelum hari pernikahan kami !”, kataku.
“Oh Alan maafkan aku. Sungguh aku tidak tahu. Turut berduka ya Al. Kapan itu terjadi?”, tanya Kinanti.
“Dua puluh tahun yang lalu. Calon istriku adalah teman kuliahku. Okeylah tapi sekarang aku juga sudah ikhlas seperti kamu mengikhlaskan suamimu...!”,kataku.
“Ya Al ternyata kita ini tidak pernah punya apa-apa dan seharusnya tidak pernah kehilangan apapun. Kita sendiri saja bukan milik kita..!”,kata Kinanti.
(BERSAMBUNG)
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment