Foto : Hensa/Koleksi Pribadi
EPISODE 2
ADA CINTA DI PERPUSTAKAAN
Hari Senin nanti aku
kebagian jaga malam di IGD menemani dokter Wim oleh karena itu Minggu pagi ini
aku maih sempat pulang ke Pasuruan. Setiap
bulan sekali aku memang menyempatkan pulang ke Pasuruan hanya untuk
kangen-kangenan bersama kedua orang tua. Mereka tinggal di sebuah Desa sebelah
Selatan Kota Pasuruan. Kebetulan Ayah dan Ibuku adalah pendiri dan pemilik
sebuah Pesantren yang berafiliasi pada salah satu ormas Islam dengan jumlah
santri dan santriwati yang cukup lumayan. Ya memang benar aku dibesarkan dalam
lingkungan Pesantren. Aku adalah anak
bungsu dari tiga bersaudara. Kedua kakakku adalah perempuan dan mereka sudah
menikah. Kakak perempuanku yang pertama ikut suaminya tinggal di Jakarta
sedangkan yang kedua tinggal di Kota Malang. Selama aku menempuh pendidikan
sampai dengan Perguruan Tinggi ini, kedua kakakku ini yang urunan membiayai
semua keperluan kuliahku. Kakakku yang di Jakarta, mereka berdua sama-sama
bekerja sebagai PNS di sebuah Departemen Keuangan. Dulunya mereka adalah alumni
Fakultas Ekonomi Jurusan Akuntansi sedangkan yang di Malang, suaminya adalah
Apoteker. Berbahagialah aku sebagai anak bungsu selalu mendapat dana dari kedua
kakakku belum dari orang tua yang tetap juga masih memberiku uang saku rutin.
Sekarang tinggal tanggung jawabku untuk segera menyelesaikan studiku tepat
waktu.
Malam itu selesai makan
saat kami berkumpul, Ibuku biasanya selalu menanyakan tentang sekolahku dan
jodohku.
“Herman kapan kamu selesaikan
sekolahmu?. Cepet rampungke nak, mari iku
kon rabi !”, suara Ibu selalu mengingatkanku setiap aku pulang ke rumah.
Itu bahasa Jawa Timur yang artinya ‘Cepat selesaikan sekolahmu nak, setelah itu
lalu nikah’.
“Iya Bu tapi untuk nikah
calonnya saja belum ada!”, kataku santai.
“Apakah Ibu carikan?. Di
Pesantren ini banyak Santriwati yang cantik mungkin jodoh denganmu nak!”, kata
Ibu. Aku hanya tertawa mendengar tawaran Ibu.
“Jangan Bu biar aku
sendiri yang cari!”, kataku.
“Misalnya Annisa. Dia
gadis yang sholehah. Kamu kan sudah kenal Annisa?”, kata Ibu.
“Iya Bu. Apakah sekarang
dia masih di sini?”, kataku penasaran.
“Sudah lulus dan kembali
pulang ke Malang!. Kabarnya Annisa kuliah di Malang!” kata Ibuku.
Ya aku ingat Annisa, Saat
aku masih SMA, dia menjadi santriwati di sini. Ayahnya adalah teman sejawat
Ayahku sehingga Annisa sangat dekat sekali dengan keluargaku. Selama ini aku
hanya menganggapnya sebagai seorang adik. Sudah berapa tahun ini aku tidak bertemu
Annisa.
“Ya terserah kamu hanya
pesan Ibu carilah calon istri yang sholehah. Cantik lahir batin dan khusyu
dalam beribadah!”, kembali suara Ibuku memecah lamunanku.
“Insya Allah Bu doakan
saja selalu!”, kataku berharap doa dari Ibu dan harapan Ibu bisa terwujud.
Begitulah
setiap aku pulang kampung selalu saja aku menerima petuah dari Ibuku. Jodoh dan
rezeki adalah rahasia Allah. Tugasku adalah memecahkan rahasia itu. Namun jika
aku diam saja maka rahasia itu akan tetap menjadi rahasia.
Seusai sholat Subuh dan
membaca Al-Quran di Mesjid Pesantren itu, aku berjalan menuju pesawahan. Aku
menghirup udara segar pedesaan, nyanyi riang burung-burung di dahan pohon dan
sapa ramah para petani yang mulai bekerja mengolah sawah mereka. Suasana yang
benar-benar membuat hati ini tentram dan damai. Matahari Senin pagi ini sudah
mulai tersenyum di ufuk Timur dan anak sekolah kelihatan gembira bergegas
menuju tempat mereka belajar. Melihat mereka, aku jadi teringat saat saat
sekolah dasar dulu. Setiap hari berjalan melalui pematang sawah ini agar jarak
menuju sekolah menjadi dekat. Saat saat seperti ini yang membuat aku sangat
betah tinggal di Desa ini sehingga selalu ada rasa berat setiap aku harus
kembali lagi ke Surabaya. Jika saja aku lupa dengan studiku yang harus segera
aku tuntaskan mungkin aku akan betah berlama-lama tinggal di rumah.
Siang itu aku sudah
kembali ke Surabaya karena sore hari nanti harus bertugas di IGD. Setiap hari
Senin memang sudah biasa Bus yang menuju Surabaya terlihat penuh sehingga aku harus
berdiri. Para penumpang itu banyak yang bekerja di Surabaya atau kota
disekitarnya seperti Bangil, Pandaan, Gempol dan Sidoarjo. Setiba di Surabaya
aku langsung menuju Perpustakaan Kampus. Suasana Perpustakaan sepi pengunjung
karena memang ini jam kuliah hanya ada beberapa mahasiswa saja yang duduk
membaca. Ketika aku sedang memilih buku di rak tiba-tiba aku melihat gadis itu
sedang mencari buku di rak rak buku Kimia. Aku hafal betul posturnya dan rambut
panjangnya yang sebahu itu. Tidak salah dia adalah gadis yang sering aku temui
di Halte depan Rumah Sakit itu. Hatiku berdetak lebih cepat. Ada rasa bahagia
setiap aku bertemu dengannya walaupun belum sempat menyapa apalagi berkenalan.
Oh Tuhan apakah aku sedang jatuh cinta. Aku jadi teringat saat dulu aku sedang
menyukai Bunga. Perasaan seperti ini yang aku rasakan saat itu. Ya mungkin aku
sedang jatuh cinta. Aku lihat gadis itu sudah mendapatkan buku yang dicarinya.
Dia duduk menghadap ke mejaku sehingga aku bisa dengan leluasa memandang
wajahnya. Jaraknya hanya beberapa meja dari mejaku. Ya Allah wajahnya begitu
teduh, damai, tenang. Sepasang mata yang indah, hidung bangir dan bibir yang
selalu ramah walaupun sedang tidak tersenyum. Selama aku kuliah di sini belum
pernah rasanya aku bertemu dengan gadis secantik ini. Selama ini hanya ada
Bunga di hatiku dan gadis itu sudah mampu membuatku terpana. Aku membaca buku
namun sekali kali mencuri pandang ke arah gadis itu. Hanya beberapa saat aku bisa menikmati wajah
cantiknya tiba-tiba saja aku melihat dia dihampiri seseorang mungkin mahasiswa
teman kuliahnya.
“Hai Ricki jadi kita
pergi!”, suara gadis itu menyapa teman yang menghampirinya. Sungguh merdu
sekali suaranya.
“Tentu saja Tia! Kau masih
sedang membaca?”.
“Iya tapi tidak apa apa
besok aku masih bisa ke Perpus lagi!”, kata gadis itu.
Kemudian kelihatan mereka
beranjak dari tempat duduk lalu meninggalkan Perpustakaan. Ketika lewat di
depan mejaku aku hanya pura-pura sedang membaca. Namanya Tia ya nama gadis itu
panggilannya Tia. Aku hanya bisa memandang punggung mereka.
“Herman! kamu itu baca
buku atau melamun ?” ada suara menyapaku. Aku baru tersadar dari lamunanku saat
Arga menegurku.
“He he he ya membaca dong
bro!”, kataku sambil tertawa. Arga lalu duduk di hadapanku.
“Her aku melihat gadis
yang ketemu di Halte itu barusan saja keluar dari Perpus ini. Pasti kamu juga
tahu!”, kata Arga.
“Iya aku tahu tadi dia
lewat di depanku!”.
“Lho kamu tidak menegurnya
lalu berkenalan!”.
“Tidak tapi aku tahu dia
mahasiswi Kimia!”.
“Kok bisa tahu kalau dia
anak kimia?”.
“Ya tahu dong bacaan
bukunya di rak rak kimia sana?”, kataku menjelaskan.
“Belum tentu Her bisa saja
dia anak Kedokteran!”, kata Arga. Benar juga Si Arga ini jangan jangan dia anak
Kedokteran. Jika benar berarti dia adik kelas. Ah siapapun dia yang jelas aku
mulai menyukai gadis itu.
“Gadis itu kecantikannya
memang luar biasa beda dengan cewek cewek cantik di Kampus ini. Gadis itu
memiliki kecantikan yang khas!”, suara Arga bergumam.
“Wah rupanya kamu naksir
dia Ga, lalu Sinta mau dilupakan?”, kataku sambil nyengir.
“Tidak dong aku ini
kategori lelaki setia!”, kata Arga sambil tertawa.
“Seharusnya kamu yang dekatin
dia. Saatnya Herman melepas status jomblonya ?”, kata Arga lagi. Mendengar ini
aku tertawa dan hatiku seperti berbunga.
Malam ini aku bertugas
jaga IGD dan Alhamdulillah semua tugas bisa ditunaikan dengan baik sampai
paginya. Untuk mempersiapkan laporan sengaja aku mengerjakan-nya di
Perpustakaan sekaligus bisa mencari referensi untuk mendukung isi laporan. Maka
siang itu dari Rumah Sakit aku langsung
menuju Perpustakaan. Di pintu masuk itu aku hampir bertabrakan dengan seorang
gadis. Entah mengapa hal itu bisa terjadi, mungkin aku masih mengantuk karena
baru saja jaga malam di IGD. Aku terkejut dan minta maaf kepada gadis itu. Aku
lebih terkejut lagi ternyata gadis itu adalah “Tia” yang sering berjumpa di
Halte itu.
Ketika gadis itu tersenyum
sambil berkata kepadaku :
“Tidak apa apa Mas!”,
katanya pelan suaranya merdu. Aku hanya terpana terdiam tak sepatah katapun
keluar dari mulutku sampai tersadar kalau gadis itu sudah memunggungiku pergi
dari hadapanku. Tadinya aku akan berlari menyusulnya hanya sekedar ingin
berkenalan tapi aku urungkan karena dia sudah ditunggu temannya tempo hari yang
bernama Ricki itu. Aku masih tidak percaya dengan peristiwa yang baru saja
terjadi. Ya aku tadi sudah berdialog dengannya dan aku sudah mendapatkan
senyumnya. Senyum yang manis. Selama aku membuat laporan di Perpustakaan itu
pikiranku tertuju hanya kepada gadis itu. Ah benar benar tidak bisa focus.
Akhirnya aku menutup laptopku dan memutuskan untuk kembali saja ke tempat
kostku. Aku akan membuat laporan di tempat kostku saja.
Aku meninggalkan
Perpustakaan itu dengan hati yang tidak menentu karena teringat gadis bernama
panggilan ‘Tia’ itu. Suatu hari aku harus memiliki kesempatan berkenalan
dengannya. Perpustakaan ini ternyata penuh dengan cinta. Mengapa aku baru tahu
sekarang?.
BERSAMBUNG