Monday, January 20, 2014

Novel Hensa : BUNGA MUTIARA (Episode 2)


Foto : Hensa/Koleksi Pribadi

EPISODE 2
ADA CINTA DI PERPUSTAKAAN

Hari Senin nanti aku kebagian jaga malam di IGD menemani dokter Wim oleh karena itu Minggu pagi ini aku maih sempat pulang ke Pasuruan.  Setiap bulan sekali aku memang menyempatkan pulang ke Pasuruan hanya untuk kangen-kangenan bersama kedua orang tua. Mereka tinggal di sebuah Desa sebelah Selatan Kota Pasuruan. Kebetulan Ayah dan Ibuku adalah pendiri dan pemilik sebuah Pesantren yang berafiliasi pada salah satu ormas Islam dengan jumlah santri dan santriwati yang cukup lumayan. Ya memang benar aku dibesarkan dalam lingkungan Pesantren.  Aku adalah anak bungsu dari tiga bersaudara. Kedua kakakku adalah perempuan dan mereka sudah menikah. Kakak perempuanku yang pertama ikut suaminya tinggal di Jakarta sedangkan yang kedua tinggal di Kota Malang. Selama aku menempuh pendidikan sampai dengan Perguruan Tinggi ini, kedua kakakku ini yang urunan membiayai semua keperluan kuliahku. Kakakku yang di Jakarta, mereka berdua sama-sama bekerja sebagai PNS di sebuah Departemen Keuangan. Dulunya mereka adalah alumni Fakultas Ekonomi Jurusan Akuntansi sedangkan yang di Malang, suaminya adalah Apoteker. Berbahagialah aku sebagai anak bungsu selalu mendapat dana dari kedua kakakku belum dari orang tua yang tetap juga masih memberiku uang saku rutin. Sekarang tinggal tanggung jawabku untuk segera menyelesaikan studiku tepat waktu.
Malam itu selesai makan saat kami berkumpul, Ibuku biasanya selalu menanyakan tentang sekolahku dan jodohku.
“Herman kapan kamu selesaikan sekolahmu?. Cepet rampungke nak, mari iku kon rabi !”, suara Ibu selalu mengingatkanku setiap aku pulang ke rumah. Itu bahasa Jawa Timur yang artinya ‘Cepat selesaikan sekolahmu nak, setelah itu lalu nikah’.
“Iya Bu tapi untuk nikah calonnya saja belum ada!”, kataku santai.
“Apakah Ibu carikan?. Di Pesantren ini banyak Santriwati yang cantik mungkin jodoh denganmu nak!”, kata Ibu. Aku hanya tertawa mendengar tawaran Ibu.
“Jangan Bu biar aku sendiri yang cari!”, kataku.
“Misalnya Annisa. Dia gadis yang sholehah. Kamu kan sudah kenal Annisa?”, kata Ibu.
“Iya Bu. Apakah sekarang dia masih di sini?”, kataku penasaran.
“Sudah lulus dan kembali pulang ke Malang!. Kabarnya Annisa kuliah di Malang!” kata Ibuku.
Ya aku ingat Annisa, Saat aku masih SMA, dia menjadi santriwati di sini. Ayahnya adalah teman sejawat Ayahku sehingga Annisa sangat dekat sekali dengan keluargaku. Selama ini aku hanya menganggapnya sebagai seorang adik. Sudah berapa tahun ini aku tidak bertemu Annisa.
“Ya terserah kamu hanya pesan Ibu carilah calon istri yang sholehah. Cantik lahir batin dan khusyu dalam beribadah!”, kembali suara Ibuku memecah lamunanku.
“Insya Allah Bu doakan saja selalu!”, kataku berharap doa dari Ibu dan harapan Ibu bisa terwujud.
  Begitulah setiap aku pulang kampung selalu saja aku menerima petuah dari Ibuku. Jodoh dan rezeki adalah rahasia Allah. Tugasku adalah memecahkan rahasia itu. Namun jika aku diam saja maka rahasia itu akan tetap menjadi rahasia.
Seusai sholat Subuh dan membaca Al-Quran di Mesjid Pesantren itu, aku berjalan menuju pesawahan. Aku menghirup udara segar pedesaan, nyanyi riang burung-burung di dahan pohon dan sapa ramah para petani yang mulai bekerja mengolah sawah mereka. Suasana yang benar-benar membuat hati ini tentram dan damai. Matahari Senin pagi ini sudah mulai tersenyum di ufuk Timur dan anak sekolah kelihatan gembira bergegas menuju tempat mereka belajar. Melihat mereka, aku jadi teringat saat saat sekolah dasar dulu. Setiap hari berjalan melalui pematang sawah ini agar jarak menuju sekolah menjadi dekat. Saat saat seperti ini yang membuat aku sangat betah tinggal di Desa ini sehingga selalu ada rasa berat setiap aku harus kembali lagi ke Surabaya. Jika saja aku lupa dengan studiku yang harus segera aku tuntaskan mungkin aku akan betah berlama-lama tinggal di rumah.
Siang itu aku sudah kembali ke Surabaya karena sore hari nanti harus bertugas di IGD. Setiap hari Senin memang sudah biasa Bus yang menuju Surabaya terlihat penuh sehingga aku harus berdiri. Para penumpang itu banyak yang bekerja di Surabaya atau kota disekitarnya seperti Bangil, Pandaan, Gempol dan Sidoarjo. Setiba di Surabaya aku langsung menuju Perpustakaan Kampus. Suasana Perpustakaan sepi pengunjung karena memang ini jam kuliah hanya ada beberapa mahasiswa saja yang duduk membaca. Ketika aku sedang memilih buku di rak tiba-tiba aku melihat gadis itu sedang mencari buku di rak rak buku Kimia. Aku hafal betul posturnya dan rambut panjangnya yang sebahu itu. Tidak salah dia adalah gadis yang sering aku temui di Halte depan Rumah Sakit itu. Hatiku berdetak lebih cepat. Ada rasa bahagia setiap aku bertemu dengannya walaupun belum sempat menyapa apalagi berkenalan. Oh Tuhan apakah aku sedang jatuh cinta. Aku jadi teringat saat dulu aku sedang menyukai Bunga. Perasaan seperti ini yang aku rasakan saat itu. Ya mungkin aku sedang jatuh cinta. Aku lihat gadis itu sudah mendapatkan buku yang dicarinya. Dia duduk menghadap ke mejaku sehingga aku bisa dengan leluasa memandang wajahnya. Jaraknya hanya beberapa meja dari mejaku. Ya Allah wajahnya begitu teduh, damai, tenang. Sepasang mata yang indah, hidung bangir dan bibir yang selalu ramah walaupun sedang tidak tersenyum. Selama aku kuliah di sini belum pernah rasanya aku bertemu dengan gadis secantik ini. Selama ini hanya ada Bunga di hatiku dan gadis itu sudah mampu membuatku terpana. Aku membaca buku namun sekali kali mencuri pandang ke arah gadis itu.  Hanya beberapa saat aku bisa menikmati wajah cantiknya tiba-tiba saja aku melihat dia dihampiri seseorang mungkin mahasiswa teman kuliahnya.
“Hai Ricki jadi kita pergi!”, suara gadis itu menyapa teman yang menghampirinya. Sungguh merdu sekali suaranya.
“Tentu saja Tia! Kau masih sedang membaca?”.
“Iya tapi tidak apa apa besok aku masih bisa ke Perpus lagi!”, kata gadis itu.
Kemudian kelihatan mereka beranjak dari tempat duduk lalu meninggalkan Perpustakaan. Ketika lewat di depan mejaku aku hanya pura-pura sedang membaca. Namanya Tia ya nama gadis itu panggilannya Tia. Aku hanya bisa memandang punggung mereka.
“Herman! kamu itu baca buku atau melamun ?” ada suara menyapaku. Aku baru tersadar dari lamunanku saat Arga menegurku.
“He he he ya membaca dong bro!”, kataku sambil tertawa. Arga lalu duduk di hadapanku.
“Her aku melihat gadis yang ketemu di Halte itu barusan saja keluar dari Perpus ini. Pasti kamu juga tahu!”, kata Arga.
“Iya aku tahu tadi dia lewat di depanku!”.
“Lho kamu tidak menegurnya lalu berkenalan!”.
“Tidak tapi aku tahu dia mahasiswi Kimia!”.
“Kok bisa tahu kalau dia anak kimia?”.
“Ya tahu dong bacaan bukunya di rak rak kimia sana?”, kataku menjelaskan.
“Belum tentu Her bisa saja dia anak Kedokteran!”, kata Arga. Benar juga Si Arga ini jangan jangan dia anak Kedokteran. Jika benar berarti dia adik kelas. Ah siapapun dia yang jelas aku mulai menyukai gadis itu.
“Gadis itu kecantikannya memang luar biasa beda dengan cewek cewek cantik di Kampus ini. Gadis itu memiliki kecantikan yang khas!”, suara Arga bergumam.
“Wah rupanya kamu naksir dia Ga, lalu Sinta mau dilupakan?”, kataku sambil nyengir.
“Tidak dong aku ini kategori lelaki setia!”, kata Arga sambil tertawa.
“Seharusnya kamu yang dekatin dia. Saatnya Herman melepas status jomblonya ?”, kata Arga lagi. Mendengar ini aku tertawa dan hatiku seperti berbunga.
Malam ini aku bertugas jaga IGD dan Alhamdulillah semua tugas bisa ditunaikan dengan baik sampai paginya. Untuk mempersiapkan laporan sengaja aku mengerjakan-nya di Perpustakaan sekaligus bisa mencari referensi untuk mendukung isi laporan. Maka siang itu dari Rumah Sakit  aku langsung menuju Perpustakaan. Di pintu masuk itu aku hampir bertabrakan dengan seorang gadis. Entah mengapa hal itu bisa terjadi, mungkin aku masih mengantuk karena baru saja jaga malam di IGD. Aku terkejut dan minta maaf kepada gadis itu. Aku lebih terkejut lagi ternyata gadis itu adalah “Tia” yang sering berjumpa di Halte itu.
Ketika gadis itu tersenyum sambil berkata kepadaku :
“Tidak apa apa Mas!”, katanya pelan suaranya merdu. Aku hanya terpana terdiam tak sepatah katapun keluar dari mulutku sampai tersadar kalau gadis itu sudah memunggungiku pergi dari hadapanku. Tadinya aku akan berlari menyusulnya hanya sekedar ingin berkenalan tapi aku urungkan karena dia sudah ditunggu temannya tempo hari yang bernama Ricki itu. Aku masih tidak percaya dengan peristiwa yang baru saja terjadi. Ya aku tadi sudah berdialog dengannya dan aku sudah mendapatkan senyumnya. Senyum yang manis. Selama aku membuat laporan di Perpustakaan itu pikiranku tertuju hanya kepada gadis itu. Ah benar benar tidak bisa focus. Akhirnya aku menutup laptopku dan memutuskan untuk kembali saja ke tempat kostku. Aku akan membuat laporan di tempat kostku saja.

Aku meninggalkan Perpustakaan itu dengan hati yang tidak menentu karena teringat gadis bernama panggilan ‘Tia’ itu. Suatu hari aku harus memiliki kesempatan berkenalan dengannya. Perpustakaan ini ternyata penuh dengan cinta. Mengapa aku baru tahu sekarang?. 

BERSAMBUNG

No comments: