Foto : 007beritaterkini.blogspot.com
Episode
1
HALTE DI DEPAN
RUMAH SAKIT
Sore itu Surabaya diguyur
hujan, walaupun tidak deras tapi sudah cukup membuat baju ini basah kuyup. Aku terus
berlari menuju Halte di depan pintu masuk Rumah Sakit dr.Sutomo itu paling
tidak disana aku bisa terhindar lebih parah lagi dari tetesan hujan. Ternyata
hanya ada 3 orang yang sedang berteduh di Halte itu. Selain aku ada juga dua
orang lainnya yaitu seorang Ibu separuh baya dan seorang gadis nampaknya seperti Mahasiswi. Ketika Si Ibu separuh baya
itu sudah mendapatkan Angkot (Angkutan kota) jurusan yang diinginkannya maka di
Halte itu tinggal aku dan gadis itu. Entah sudah berapa banyak Angkot lewat di
depan Halte itu namun gadis itu masih juga belum beranjak dari tempat duduknya
untuk menaiki Angkot yang berhenti di Halte itu. Tiba-tiba sebuah sedan Eropa
bermerk terkenal warna hitam merapat lalu aku melihat gadis itu membuka pintu
depan dan memasuki sedan berkelas itu. Oh rupanya gadis itu menunggu jemputan,
pikirku. Semakin sore lalu lintas semakin macet di jalan Dharmawangsa itu
apalagi hujan sudah mulai reda sehingga sepeda motor sudah kembali banyak yang
meluncur di jalan raya itu. Akhirnya Angkot yang kutunggu datang juga dan
hampir selepas Magrib aku baru tiba di tempat kost.
Rasanya seperti baru
kemarin hari wisuda Sarjana Kedokteranku namun saat ini aku harus memulai lagi
ke tingkat lanjut memasuki program profesi agar aku dapat berkiprah sebagai
seorang Dokter. Akupun harus kembali berteman dengan rutinitas kesibukkan,
berkawan dengan kejenuhan dan kebosanan namun semua itu tidak bisa kuhindari
dan harus aku lakukan. Sebagai Ko-as dokter aku secara rutin masuk kerja mulai
pagi pukul 7 sampai sore pukul 16. Jika mendapat giliran jaga malam, maka bisa berlanjut
sampai dengan pukul 6 pagi ke esokan harinya. Saat ini aku yang berperan
sebagai dokter muda harus dijalankan dengan penuh tanggung jawab.
Selama mengikuti program profesi ini banyak
yang harus aku lakukan misalnya melakukan follow
up terhadap pasien, mengikuti kegiatan operasi dengan dokter senior atau
mengikuti jaga di poliklinik. Selain itu ada juga mengikuti program bed site teaching termasuk
menyelesaikan laporan laporan kasus.
Bekum mengikuti juga jaga malam IGD
maupun di Ruangan. Setelah itu ada lagi yaitu ketika harus mengikuti program
penempatan di sebuah Puskesmas dan mungkin saja ditempatkan di sebuah desa di
Jember, Pasuruan, Banyuwangi, Ponorogo atau daerah terpencil di Malang
Selatan. Hanya sebuah keajaiban jika aku
akan mendapatkannya di salah satu Puskesmas Surabaya atau Pasuruan daerah
asalku.
Aku harus bersyukur kepada
Tuhan ternyata doaku dikabulkanNya. Aku mendapatkan penempatan di Puskesmas
Surabaya. Kejutannya adalah aku harus praktek disalah satu Puskesmas daerah
Lokalisasi terkenal di Surabaya. Tantangan yang menarik tentunya karena akan
banyak berhadapan dengan para Perempuan Pekerja Seks Komersial (PSK). Tugas
pokoknya adalah upaya pencegahan dan sosialisasi tentang bahayanya AIDS atau Acquired Immune Deficiency Syndrome yang
disebabkan oleh virus HIV (Human
Immunodeficiency Virus) yaitu virus yang memperlemah kekebalan pada tubuh
manusia. Orang yang terkena virus ini akan menjadi rentan terhadap infeksi
oportunistik ataupun mudah terkena tumor. Meskipun penanganan yang telah ada
dapat memperlambat laju perkembangan virus, namun penyakit ini belum
benar-benar bisa disembuhkan. Banyak
yang sudah tahu bahwa Virus ini ditularkan melalui kontak langsung antara
lapisan kulit dalam (membran mukosa) atau aliran darah, dengan cairan tubuh
yang mengandung HIV, seperti darah, air mani, cairan vagina, cairan preseminal,
dan air susu ibu. Penularan dapat terjadi melalui hubungan intim, transfusi
darah, jarum suntik yang terkontaminasi, antara ibu dan bayi selama kehamilan,
bersalin, atau menyusui, serta bentuk kontak lainnya dengan cairan-cairan tubuh
tersebut. Tugas yang tidak ringan bagiku karena selain aku harus menangani
secara medis para PSK tersebut juga aku harus bisa memberikan pemahaman
bagaimana resiko yang harus dihadapi oleh para PSK tersebut terhadap infeksi
virus HIV.
Seperti biasa sore ini aku sudah duduk di
Halte tempat aku menunggu Angkot. Tadi siang sebenarnya sudah kelihatan mendung
namun sorenya justru Matahari bersinar di ufuk Barat tempat terbenamnya nanti.
Saat ini Halte lumayan penuh sehingga banyak orang orang yang harus berdiri.
Angkot demi Angkot datang untuk mengangkut mereka ketempat tujuan masing-masing
sehingga di Halte itu tinggal aku dan seorang Mahasiswi berambut panjang. Nanti
dulu ternyata aku baru saja sadar bahwa mahasiswi disampingku ini adalah gadis
yang kemarin juga ku temui disini. Gadis ini tengah asik dengan HPnya mungkin
sedang BBM an. Aku yakin gadis ini sedang menunggu mobil jemputannya. Ternyata
benar sebentar kemudian mobil hitam Eropa bermerk itu muncul dan menjemputnya.
Gadis berambut panjang tinggi semampai itu memiliki wajah yang tenang bak air
telaga tanpa riak sehingga memiliki kesan yang misterius. Wajahnya cantik
perpaduan kecantikan ningrat jawa dan gadis-gadis Skandinavia. Ha ha ha aku ini
kadang berlebihan tapi memang faktanya begitu. Tidak mungkin gadis itu menjadi
perhatianku kalau dia tidak memiliki kecantikan yang khas luar biasa dan bukan
kecantikan biasa seperti halnya bintang bintang sinetron di televisi swasta. Soal
kecantikan wanita aku ini mempunyai standar yang tinggi ha ha ha. Sedang asyik
melamun tiba tiba Angkot yang kutunggu muncul dan akupun segera naik untuk
segera pulang ke tempat kostku.
Sabtu pagi itu adalah hari pertamaku bertugas
di Puskesmas wilayah salah satu tempat Lokalisasi terkenal di Surabaya. Aku terkejut
ternyata mereka, wanita wanita PSK tersebut ada juga yang masih berusia muda.
Seharusnya mereka yang masih muda itu bukan berada di sini namun ada di sebuah
SMA. Sungguh sangat memprihatinkan. Pada umumnya mereka hanya ingin berobat dan
tidak begitu peduli dengan sosialisasiku tentang HIV. Mereka hanya mendengar
dari telinga kiri dan dikeluarkan dari telinga kanan. Para wanita itu terkesan
menutup diri. Ada seorang PSK yang
ternyata mau diskusi denganku tapi bukan tentang HIV atau penyakit AID melainkan
curhat tentang nasibnya.
“Mas dimanapun tidak ada
wanita yang mau memilih profesi seperti saya kalau bukan karena terpaksa oleh
keadaan. Saya juga begitu memilih pekerjaan ini hanya untuk menghidupi keluarga
!”, begitu curhat wanita itu yang usianya kira kira sekitar 30 tahunan itu.
“Iya Mbak. Tapi mungkin
Mbak bisa mendapatkan pekerjaan lain bukan pekerjaan ini!”, kataku.
“Sebelumnya saya sudah
mencoba bekerja di tempat lain menjadi buruh pabrik namun pendapatannya tidak
cukup. Maklum pendidikan saya SD pun tidak lulus!. Modal saya memang hanya
tubuh ini untuk mendapatkan uang”, kata wanita yang mengaku bernama Ima itu.
Aku hanya terdiam. Kuperhatikan sepintas memang wanita ini punya tubuh yang
aduhai untuk dikomersilkan. Sekali lagi aku hanya prihatin dan hanya bisa
prihatin tidak bisa berbuat apa apa. Mereka para wanita PSK ini sebenarnya
hanya korban. Apakah mungkin korban dari keadaan hidupnya atau korban dari
kekerasan seksual seperti pemerkosaan. Atau ada juga yang menjadi korban akibat
ketidak harmonisan keluarga dan kekerasan rumah tangga. Aku sangat bersimpati
kepada mereka. Dalam masyarakat sendiri wanita PSK ini adalah sampah masyarakat
yang seakan akan tidak memiliki nilai. Lalu bagaimana dengan para Lelaki Hidung
Belang itu. Mereka ternyata seolah terlupakan bahkan dalam kegiatan razia
dimanapun yang dikejar-kejar adalah para wanita PSK. Tidak ada yang pernah mau mengerti bagaimana
penderitaan mereka. Banyak sekali ketidak adilan yang dialami oleh mereka. Pada
hari pertama aku praktek di Puskesmas Lokalisasi tersebut ternyata telah
menambah rasa simpatiku terhadap nasib para wanita PSK itu.
Aku terlambat menuju Halte
sore itu karena tadi dokter Wim masih mengajakku berdiskusi. Selama diskusi itu
sebenarnya aku kuatir tidak bisa ketemu dengan gadis semampai berambut panjang
itu. Maka seusai diskusi itu aku segera saja bergegas tergesa-gesa menuju Halte
di depan Rumah Sakit itu. Saat itu tiba-tiba saja namaku dipanggil seseorang.
“Herman!”. Aku menoleh
ternyata Arga teman kuliahku berlari menghampiriku.
“Mau kemana kok tergesa
gesa!”, kata Arga.
“Mau pulang dong biasa
nunggu angkot di Halte depan!”, kataku. Akhirnya kami berjalan bersama menuju
Halte. Betul saja Halte sudah sepi dan kami berdua bisa duduk leluasa di sana.
“Her bagaimana pengalaman
pertama praktek di Puskesmas Lokalisasi? Ada yang nyantol nggak?. Aku cuma
takut kamu bisa tergoda wanita wanita PSK itu”, kata Arga sambil ketawa.
“Arga Alhamdulillah aku
masih bisa bertahan. Jangan kuatir pikiranku masih waras sebagai dokter muda yang
sedang menempuh pendidikan profesi!”, kataku agak serius. Arga tertawa lepas
mendengar jawabanku yang terkesan serius.
“Herman aku cuma bercanda
kok. Aku percaya sama kamu yang berasal dari keluarga yang agamanya sangat
kuat. Tak mungkin lah kamu terseret ke sana. Bahkan sampai sekarang saja kamu
belum mau pacaran!”, kata Arga kembali tertawa. Mendengar ini aku juga ikut
tertawa.
Benar juga Si Arga ini.
Aku sampai saat ini belum pernah pacaran. Dulu sewaktu SMP memang pernah punya
teman dekat seorang gadis, namanya Bunga yah tapi saat itu mungkin hanya cinta
monyet yang tidak jelas. Tidak bisa disebut hubungan pacaran hanya sekedar
ngobrol-ngobrol ditengah-tengah kegiatan belajar bersama. Jika bepergian-pun
selalu ditemani oleh teman-teman yang lainnya. Saat itu hanya hati
masing-masing saja yang bisa merasakan. Aku sendiri merasakan saat itu Bunga
memang menaruh hati juga kepadaku. Saat mengenang masa lalu dengan Bunga, tiba-tiba
aku bersorak dalam hati ketika aku melihat gadis cantik semampai berambut panjang
itu sedang menuju ke arah Halte. Rupanya Arga pun tertegun menatap tidak
berkedip ke arah gadis itu.
“Herman cewek itu cantik
sekali siapa ya!?”, bisik Arga.
“Aku tidak tahu tapi
setiap sore pasti nunggu jemputannya di Halte ini!”, kataku.
“Jemputannya siapa?”,
tanya Arga berbisik.
“Tentu saja sopirnya!”,
kataku berbisik juga. Tidak lama kemudian mobil penjemputpun tiba dan gadis itu
seperti biasa naik ke mobil warna hitam itu. Aku melihat Arga masih terbengong
saking kagumnya pada kecantikan gadis itu.
Gadis yang sering kujumpai
di Halte depan Rumah Sakit itu memang cantik. Kelihatannya ramah walaupun
terkesan pendiam. Wajahnya teduh namun kadang-kadang seperti murung. Aku sering
memperhatikan diam diam pada saat berjumpa di Halte itu. Suatu hal yang
membuatku merasa aneh adalah ketika wajah gadis itu selalu terbayang bayang selalu
dalam pikiranku. Sudah sepuluh tahun ini aku belum pernah mengalami hal seperti
ini lagi. Dulu semasa SMP pernah aku mengalami perasaan seperti ini ketika aku
menyukai Bunga teman wanita sekelasku. Teringat masa masa itu aku seakan tidak
percaya peristiwa itu rasanya seperti baru kemarin. Saat itu aku merasakan
kebahagiaan ketika ternyata Bunga juga menyukaiku. Cintaku bersambut mesra
namun hanya sesaat ketika saat kami lulus sekolah, Bunga harus melanjutkan
sekolahnya di luar kota. Kamipun harus berpisah berjauhan apalagi setelah lulus
SMA, Bunga harus melanjutkan kuliah di luar negeri karena orang tuanya mendapat
tugas di sebuah Negara Eropa. Menghadapi keadaan seperti itu Aku hanya pasrah
untuk mendapatkan cinta Bunga. Bukan karena aku tidak mau memperjuangkan
cintaku namun aku harus realistis bagaimana perbedaan sosial keluarga diantara
kami yang terlalu jauh. Walaupun aku tahu betul cinta Bunga padaku begitu besar
namun akhirnya kamipun harus berpisah secara baik-baik tentu saja hal ini sangat
menyedihkan bagi Bunga. Sepuluh tahun sudah berlalu dan saat ini hanya bisa
mengenang kejadian yang sangat menyedihkan itu. Selama itu pula aku tidak
pernah lagi jatuh cinta kepada seseorang. Saat ini ketika aku bertemu dengan
seseorang di Halte depan Rumah Sakit itu aku kembali merasakan getar-getar hati
yang sedang jatuh cinta seperti saat dulu aku merasakannya terhadap Bunga.
Sore itu aku masih duduk
di Halte itu dan membiarkan Angkot demi Angkot lewat saja di depanku. Gadis
yang kutunggu itu masih saja belum muncul. Kemanakah gerangan dia?. Gadis itu
ternyata masih juga belum muncul sampai saat terdengar suara Adzan Magrib dari
Surau di Gang seberang jalan. Kemanakah gerangan dia?. Setelah tiga kali
bertemu aku saat ini seakan kehilangan dia. Sudah berapa sore aku sudah tidak
menjumpainya lagi di Halte itu. Aku tiba-tiba merindukannya aneh. Apakah tidak
akan ada lagi pertemuan yang ke empat?.
Hari Rabu siang ini aku
menuju Pepustakaan Fakultas untuk mencari beberapa referensi sebagai bahan kelengkapan
laporan kegiatan Minggu ini. Suasana Perpustakaan cukup lenggang walaupun
pengunjungnya cukup lumayan. Namanya juga Perpustakaan tentu saja lenggang
karena orang-orang di sana kerjanya membaca dan menulis. Aku seperti biasa
menuju rak Textbook dan Jurnal Ilmu Kedokteran dan seperti biasa juga duduk di
meja pojok yang menghadap ke pintu. Baru saja aku duduk tiba-tiba aku
terperanjat ketika aku melihat seorang gadis yang sering berjumpa di Halte itu
baru saja keluar dari Perpustakaan melalui pintu di depan mejaku ini. Aku hanya
bisa melihat punggungnya dengan rambut panjangnya yang terurai, postur tubuhnya
dan cara berjalannya yang anggun. Ya Allah gadis itu ternyata Mahasiswi di
sini. Fakultas mana ya?. MIPA, Farmasi, Kedokteran?. Aku tak tahu tapi yang
jelas dia kuliah di sini. Saat dia lewat di depanku kenapa aku tidak
menyapanya?. Aku memang tidak menyadari saat itu dan sudah terlanjur terpana
seolah tidak percaya kalau harus bertemu gadis itu di sini. Ah tak apalah
mudah-mudahan masih ada pertemuan yang kelima. Selama membaca dan menulis di
Perpustakaan itu aku tidak bisa berkonsentrasi penuh karena bayang bayang gadis
itu selalu saja ada di benakku. Kapankah aku akan bertemu lagi dengannya dalam
pertemuan yang kelima?. Aku sudah tidak sabar menunggu.
BERSAMBUNG
http://fiksi.kompasiana.com/novel/2014/01/17/novel-hensa-bunga-mutiara-625119.html
No comments:
Post a Comment