Foto : Hensa
EPISODE 19
MENGHADAPI
KENYATAAN
Menunggu kabar penting
adalah hal yang sangat mendebarkan sekaligus membosankan dan bisa jadi
menyebalkan. Apalagi ini kabar penting tentang hasil test HIV untuk Mutiara. Bagaimana
tidak, karena hal itu maka semua
kegiatanku menjadi tidak fokus. Terakhir aku menerima telpon dari Mutiara yang
mengabarkan kesediaannya untuk test HIV namun diiringi dengan rasa
kepasrahannya yang cenderung putus asa.
“Tiara bersabarlah. Kita
harus selalu berbaik sangka kepadaNya. Tuhan itu selalu memilik rencana yang
terbaik!”, kataku menghibur Mutiara untuk mengurangi rasa risaunya.
“Ya Mas. Sekarang aku
serahkan segalanya hanya kepada yang Maha Memiliki!”, kata Mutiara.
Ada satu hal lagi yang
penting dalam pembicaraan via telpon itu yaitu bahwa Mutiara sekali lagi
mengungkapkan isi hatinya tentang ketidak pantasannya menerima cintaku.
“Mas Herman. Jangan
ragukan mengenai cintaku. Aku juga sangat yakin dengan cintamu. Namun aku
adalah wanita yang tidak pantas untuk mendampingi hidupmu. Walaupun kita tidak
bisa hidup bersama, biarlah cinta kita hanya tercatat dalam catatan Malaikat!”,
suara Mutiara sendu.
“Tiara jangan berputus asa
kepada pertolonganNya. Kita harus tetap menatap ke depan. Jauh ke depan menuju
tempat kebahagiaan yang sesungguhnya!”, kataku tetap membesarkan hatinya.
Menghadapi kenyataan ini
aku benar-benar harus berbesar hati dan tidak pernah berhenti berharap agar
Allah pasti selalu memberikan keputusanNya yang terbaik untukku dan untuk
Mutiara. Dialog singkat via handphone dengan Mutiara walaupun bisa mengobati
rasa rinduku kepadanya namun juga mengundang keresahan dan kerisauan. Melihat
kondisi dan masa lalu Mutiara, ada kemungkinan memiliki risiko tinggi terhadap
adanya infeksi HIV. Jika hasil tesnya positif, maka masih diperlukan
pemeriksaan untuk mendeteksi adanya infeksi oportunistik dan tingkat stadiumnya.
Apabila ditemukan adanya infeksi oportunistik, maka infeksi tersebut akan
diobati terlebih dahulu setelah itu pengobatan antiretroviral (ARV) bisa dimulai. Bagaimanapun orang yang terkena HIV sangat
sulit disembuhkan, terapi ARV hanya bisa untuk menghambat tingkat infeksinya
sehingga penderita memiliki harapan hidup lebih lama. Dalam hati aku hanya bisa
bergumam, Mutiara nasibmu. Apapun yang terjadi denganmu aku tetap mencintaimu.
Akhirnya kabar itu datang
juga. Sore itu aku baru saja bergegas pulang menuju tempat Parkir kendaraan
ketika handphoneku berbunyi dan Om Franky menyampaikan kabar hasil test HIV
untuk Mutiara. Berita dari Om Franky ini seperti dugaanku dari awal memang ternyata
Mutiara terinfeksi HIV. Kekhawatiranku selama ini terbukti sudah namun aku
tidak mampu berbuat apa-apa. Masa lalu Mutiara memang memiliki tingkat risiko
yang tinggi untuk terinfeksi HIV.
“Herman, kamu harus
bersabar ya!”, suara Om Franky menghiburku.
“Iya Om terima kasih!”,
kataku pendek.
“Mutiara rencana selanjutnya
akan dirawat di Rumah saja untuk privasi keluarga!”, kata Om Franky.
“Sebaiknya begitu. Oh ya
apakah Mutiara sudah tahu hasil test ini?”.
“Mungkin belum. Ini tadi
baru saja saya dikabari dokter yang merawat Mutiara. Kemudian langsung
menelponmu !”, kata Om Franky.
“Biarlah nanti dokter yang
merawatnya saja yang menyampaikan hasil test ini!”, kataku.
“Iya Herman sebaiknya
begitu mungkin baru besok pagi kabar itu sampai kepada Mutiara dan Mamanya!”.
“Om Franky kapan ada
rencana ke Manado lagi?”.
“Minggu ini belum ada
rencana, mungkin Minggu depan. Kamu ada rencana menjenguk Mutiara?”.
“Iya Om tapi saya harus
lihat dulu jadwal tugas dan agenda kegiatan Rumah Sakit!”.
“Begini saja saya bisa
sesuaikan nanti agar kita bisa pergi bersama!”, kata Om Franky.
“Okey baik Om terima
kasih!”.
Surabaya pada sore itu
sebenarnya udaranya sangat cerah namun bagiku terasa begitu mendung, kelabu
bahkan kelam. Aku meluncur ditengah-tengah lalu lintas yang sore itu begitu
padat dengan perasaan risau. Sesampainya di tempat kost rasa lelah yang tiada
terkira mendera seluruh badan ini rasanya. Aku tidak bisa membayangkan bagaimana
perasaan Mutiara ketika mendengar bahwa hasil test HIV nya positif. Tentu saja
dia sangat terpukul. Aku harus memberikan dukungan yang sempurna kepadanya.
Malam itu aku menelpon
Mutiara dan rupanya diapun sedang menunggu telpon dariku.
“Tiara, bagaimana kabarmu
sayang!”.
“Mas Herman. Ini pertama
kali aku dipanggil sayang jadi tambah kangen ingin segera bertemu!”, kata
Mutiara ada sedikit keceriaan. Aku baru sadar dengan kata ‘sayang’ tadi ketika
Mutiara menjawab teleponku. Ya memang aku adalah cowok paling pelit bilang
sayang sama cewek. Apalagi kalau cuma basa-basi.
“Ya Tiara, memang aku
sayang sama kamu!. Apalagi kalau bicara kangen sejak kamu pergi ke Manado
rasanya Surabaya sudah menjadi kota yang sepi!”, kataku bercanda tapi serius
juga sih karena aku memang merasa kehilangan Mutiara.
“Mas. Aku senang mendengar
Mas Herman sayang dan kangen sama Mutiara!”, terdengar suara Mutiara sangat
ceria. Sudah lama aku tidak mendengar keceriaan Mutiara seperti ini. Aku sangat
terharu sekali. Biarlah aku selalu menghiburnya.
“Tentu Tiara rinduku ini
sudah sampai ubun-ubun. Aku sudah kangen sama senyummu. Kangen mendengar
tawamu. Kangen melihat ngambekmu. Pokoknya kangen semuanya!”.
“Mas Herman. Mulai gombal
lagi nih!”, kali ini Mutiara tertawa kecil. Tawa rianya sedikit mengobati
kerinduanku kepadanya.
“Aku ada rencana ke Manado
untuk melepaskan rasa rinduku kepada Mutiaraku!”, kataku perlahan.
“Mas Herman! Apa betul?”,
suara Mutiara setengah berteriak dengan rasa gembira.
“Insya Allah. Rencananya
nanti pergi bersama dengan Om Franky!”, kataku.
“Oh Tuhan. Terima kasih.
Aku bisa bertemu denganmu Mas!”, kata Mutiara.
“Tiara sebaiknya aku
sudahi dulu ya kangen-kangenannya. Saatnya Tiara istirahat biar besok bangun
pagi sudah kembali segar!”.
“Iya terima kasih. Mas
Herman juga harus istirahat setelah seharian bekerja di Rumah Sakit. Nanti kalau bobo mimpikan aku ya Mas!”, kata
Mutiara.
“Mudah-mudahan aku juga
bisa hadir dalam mimpimu Tiara!”, kataku penuh haru.
“Selamat malam Mas Herman.
Cup sayang dari jauh!”, kata Mutiara.
“Selamat tidur Mutiara,
sayangku!”, kataku penuh kasih sayang.
Dialog malam itu penuh dengan sentuhan yang sangat
mengharukan. Canda ria yang terjadi menambah kepedihan hatiku karena pada saat
esok hari tiba, Mutiara bangun dari tidurnya kemudian saat itulah berita yang
menyedihkan harus dia terima. Sungguh
tragis. Betapa berat cobaan yang harus kami rasakan. Bagaimana caranya aku
harus menata perasaannya agar Mutiara bisa tetap tabah menatap ke depan. Namun
aku sendiri sebenarnya juga sangat rapuh menghadapi kenyataan ini.BERSAMBUNG
No comments:
Post a Comment