Monday, June 2, 2014

Novel Hensa : BUNGA MUTIARA Episode 19


Foto : Hensa

EPISODE 19
 MENGHADAPI KENYATAAN

Menunggu kabar penting adalah hal yang sangat mendebarkan sekaligus membosankan dan bisa jadi menyebalkan. Apalagi ini kabar penting tentang hasil test HIV untuk Mutiara. Bagaimana tidak, karena hal itu maka  semua kegiatanku menjadi tidak fokus. Terakhir aku menerima telpon dari Mutiara yang mengabarkan kesediaannya untuk test HIV namun diiringi dengan rasa kepasrahannya yang cenderung putus asa.
“Tiara bersabarlah. Kita harus selalu berbaik sangka kepadaNya. Tuhan itu selalu memilik rencana yang terbaik!”, kataku menghibur Mutiara untuk mengurangi rasa risaunya.
“Ya Mas. Sekarang aku serahkan segalanya hanya kepada yang Maha Memiliki!”, kata Mutiara.
Ada satu hal lagi yang penting dalam pembicaraan via telpon itu yaitu bahwa Mutiara sekali lagi mengungkapkan isi hatinya tentang ketidak pantasannya menerima cintaku.
“Mas Herman. Jangan ragukan mengenai cintaku. Aku juga sangat yakin dengan cintamu. Namun aku adalah wanita yang tidak pantas untuk mendampingi hidupmu. Walaupun kita tidak bisa hidup bersama, biarlah cinta kita hanya tercatat dalam catatan Malaikat!”, suara Mutiara sendu.
“Tiara jangan berputus asa kepada pertolonganNya. Kita harus tetap menatap ke depan. Jauh ke depan menuju tempat kebahagiaan yang sesungguhnya!”, kataku tetap membesarkan hatinya.
Menghadapi kenyataan ini aku benar-benar harus berbesar hati dan tidak pernah berhenti berharap agar Allah pasti selalu memberikan keputusanNya yang terbaik untukku dan untuk Mutiara. Dialog singkat via handphone dengan Mutiara walaupun bisa mengobati rasa rinduku kepadanya namun juga mengundang keresahan dan kerisauan. Melihat kondisi dan masa lalu Mutiara, ada kemungkinan memiliki risiko tinggi terhadap adanya infeksi HIV. Jika hasil tesnya positif, maka masih diperlukan pemeriksaan untuk mendeteksi adanya infeksi oportunistik dan tingkat stadiumnya. Apabila ditemukan adanya infeksi oportunistik, maka infeksi tersebut akan diobati terlebih dahulu setelah itu pengobatan antiretroviral (ARV) bisa dimulai.  Bagaimanapun orang yang terkena HIV sangat sulit disembuhkan, terapi ARV hanya bisa untuk menghambat tingkat infeksinya sehingga penderita memiliki harapan hidup lebih lama. Dalam hati aku hanya bisa bergumam, Mutiara nasibmu. Apapun yang terjadi denganmu aku tetap mencintaimu.
Akhirnya kabar itu datang juga. Sore itu aku baru saja bergegas pulang menuju tempat Parkir kendaraan ketika handphoneku berbunyi dan Om Franky menyampaikan kabar hasil test HIV untuk Mutiara. Berita dari Om Franky ini seperti dugaanku dari awal memang ternyata Mutiara terinfeksi HIV. Kekhawatiranku selama ini terbukti sudah namun aku tidak mampu berbuat apa-apa. Masa lalu Mutiara memang memiliki tingkat risiko yang tinggi untuk terinfeksi HIV.
“Herman, kamu harus bersabar ya!”, suara Om Franky menghiburku.
“Iya Om terima kasih!”, kataku pendek.
“Mutiara rencana selanjutnya akan dirawat di Rumah saja untuk privasi keluarga!”, kata Om Franky.
“Sebaiknya begitu. Oh ya apakah Mutiara sudah tahu hasil test ini?”.
“Mungkin belum. Ini tadi baru saja saya dikabari dokter yang merawat Mutiara. Kemudian langsung menelponmu !”, kata Om Franky.
“Biarlah nanti dokter yang merawatnya saja yang menyampaikan hasil test ini!”, kataku.
“Iya Herman sebaiknya begitu mungkin baru besok pagi kabar itu sampai kepada Mutiara dan Mamanya!”.
“Om Franky kapan ada rencana ke  Manado lagi?”.
“Minggu ini belum ada rencana, mungkin Minggu depan. Kamu ada rencana menjenguk Mutiara?”.
“Iya Om tapi saya harus lihat dulu jadwal tugas dan agenda kegiatan Rumah Sakit!”.
“Begini saja saya bisa sesuaikan nanti agar kita bisa pergi bersama!”, kata Om Franky.
“Okey baik Om terima kasih!”.
Surabaya pada sore itu sebenarnya udaranya sangat cerah namun bagiku terasa begitu mendung, kelabu bahkan kelam. Aku meluncur ditengah-tengah lalu lintas yang sore itu begitu padat dengan perasaan risau. Sesampainya di tempat kost rasa lelah yang tiada terkira mendera seluruh badan ini rasanya. Aku tidak bisa membayangkan bagaimana perasaan Mutiara ketika mendengar bahwa hasil test HIV nya positif. Tentu saja dia sangat terpukul. Aku harus memberikan dukungan yang sempurna kepadanya.
Malam itu aku menelpon Mutiara dan rupanya diapun sedang menunggu telpon dariku.
“Tiara, bagaimana kabarmu sayang!”.
“Mas Herman. Ini pertama kali aku dipanggil sayang jadi tambah kangen ingin segera bertemu!”, kata Mutiara ada sedikit keceriaan. Aku baru sadar dengan kata ‘sayang’ tadi ketika Mutiara menjawab teleponku. Ya memang aku adalah cowok paling pelit bilang sayang sama cewek. Apalagi kalau cuma basa-basi.
“Ya Tiara, memang aku sayang sama kamu!. Apalagi kalau bicara kangen sejak kamu pergi ke Manado rasanya Surabaya sudah menjadi kota yang sepi!”, kataku bercanda tapi serius juga sih karena aku memang merasa kehilangan Mutiara.
“Mas. Aku senang mendengar Mas Herman sayang dan kangen sama Mutiara!”, terdengar suara Mutiara sangat ceria. Sudah lama aku tidak mendengar keceriaan Mutiara seperti ini. Aku sangat terharu sekali. Biarlah aku selalu menghiburnya.
“Tentu Tiara rinduku ini sudah sampai ubun-ubun. Aku sudah kangen sama senyummu. Kangen mendengar tawamu. Kangen melihat ngambekmu. Pokoknya kangen semuanya!”.
“Mas Herman. Mulai gombal lagi nih!”, kali ini Mutiara tertawa kecil. Tawa rianya sedikit mengobati kerinduanku kepadanya.
“Aku ada rencana ke Manado untuk melepaskan rasa rinduku kepada Mutiaraku!”, kataku perlahan.
“Mas Herman! Apa betul?”, suara Mutiara setengah berteriak dengan rasa gembira.
“Insya Allah. Rencananya nanti pergi bersama dengan Om Franky!”, kataku.
“Oh Tuhan. Terima kasih. Aku bisa bertemu denganmu Mas!”, kata Mutiara.
“Tiara sebaiknya aku sudahi dulu ya kangen-kangenannya. Saatnya Tiara istirahat biar besok bangun pagi sudah kembali segar!”.
“Iya terima kasih. Mas Herman juga harus istirahat setelah seharian bekerja di Rumah Sakit.  Nanti kalau bobo mimpikan aku ya Mas!”, kata Mutiara.
“Mudah-mudahan aku juga bisa hadir dalam mimpimu Tiara!”, kataku penuh haru.
“Selamat malam Mas Herman. Cup sayang dari jauh!”, kata Mutiara.
“Selamat tidur Mutiara, sayangku!”, kataku penuh kasih sayang.
Dialog malam itu penuh dengan sentuhan yang sangat mengharukan. Canda ria yang terjadi menambah kepedihan hatiku karena pada saat esok hari tiba, Mutiara bangun dari tidurnya kemudian saat itulah berita yang menyedihkan harus dia terima.  Sungguh tragis. Betapa berat cobaan yang harus kami rasakan. Bagaimana caranya aku harus menata perasaannya agar Mutiara bisa tetap tabah menatap ke depan. Namun aku sendiri sebenarnya juga sangat rapuh menghadapi kenyataan ini.

BERSAMBUNG

No comments: