Thursday, June 5, 2014

Novel Hensa : BUNGA MUTIARA Episode 20

Foto : Sampul Novel Bunga Mutiara/Hensa 2014


EPISODE 20
 ASA ITU SELALU ADA
Akhirnya berita menyedihkan itu sampai juga kepada Mutiara. Pagi itu saat aku baru saja sampai di Ruang Kerjaku, Mutiara menelponku. Sambil terisak dia men-ceritakan berita menyedihkan itu dari dokter yang baru saja berkunjung pagi itu. Aku mendengar isak tangisnya begitu pilu.
“Tiara. Bersabarlah. Tuhan tidak akan memberi cobaan diluar kemampuan kita!”, kataku mencoba mengutip Firman Allah untuk menenangkan hati Mutiara.
“Iya Mas. Hanya kepadaNya aku pasrahkan segala-nya. Aku hanya bersedih memikirkanmu Mas Herman!”, suara Mutiara masih terisak. Mendengar penuturannya aku sangat terharu. Mutiara bersedih justru karena memikirkan masa depanku. Ya andai Tuhan mengizinkan aku menikah dengannya lalu apa yang terjadi saat Mutiara sudah menjadi istriku?. Sedangkan dia saat itu terkena infeksi HIV. Ya Allah berikanlah ketabahan kepada kami.
Beberapa saat aku tertegun lalu tetap berusaha menghibur dan membesarkan hatinya.
“Sudahlah Tiara jangan bersedih. Sekarang ikuti saja program yang sudah disiapkan oleh dokter. Tiara harus tabah. Insya Allah semuanya akan baik-baik saja !”.
“Mas Herman. Ini yang kutakutkan selama ini. Itulah sebabnya aku tidak pantas untukmu Mas. Aku berharap Mas Herman segera bangun dari mimpi buruk ini!”, suara Mutiara begitu tegar mengucapkan kalimat ini.
“Tiara selalu aku katakan janganlah berputus asa kepada pertolongan Tuhan. Aku tidak sedang bermimpi buruk. Bahkan Mimpi indahku adalah dirimu Mutiara!”, kataku pelan.
Aku tidak bisa menyembunyikan kerapuhan hatiku. Siapapun yang mengalami hal sepertiku ini tentu tak bisa dengan mudah untuk tabah semudah kata itu diucapkan.
“Mas Herman, aku sudah tak sabar ingin bertemu denganmu!”, kembali suara Mutiara. Mendengar kata-kata Mutiara ini aku rasanya seperti mau menangis. Dia begitu rindu seperti halnya aku merindukannya.
“Iya Tiara, aku juga sudah kangen ingin bertemu!”, kataku. Berpisah dengannya belum sebulan namun rasanya seperti sudah berabad abad.
Aku teringat ketika masih di Surabaya berat badan Mutiara turun beberapa kg namun saat itu tidak pernah aku perhatikan sebagai suatu hal yang serius. Malah saat itu aku sering memujinya dengan mengatakan bahwa Mutiara bertambah langsing semakin bertambah cantik. Lalu saat mendengar pujianku itu Mutiara mencubit lenganku mesra. Namun setelah test HIV ini turunnya berat badan menjadi hal yang serius. Aku belum tahu kondisi Mutiara saat ini. Terakhir Om Franky menceritakan keadaanya sangat memprihatinkan. Ya Allah semoga mukjizatMu menyertainya.
Sudah aku duga biasanya jika ada berita dari Mutiara pasti selalu ada telpon dari Bunga. Ya Bunga menelponku ingin bertemu. Maka siang itu Bunga bertemu denganku di Kantin Rumah Sakit pada jam makan siang.
“Herman. Menerima telpon Mutiara pagi tadi aku sangat prihatin. Aku berikan semangat kepadanya agar dia tetap tabah. Kamu juga yang tabah ya !”, kata Bunga.
“Terima kasih Bunga. Kamu memang sahabat sejatiku. Aku sendiri saat ini hanya ingin bertemu dengan Mutiara. Biar aku bisa memberikan semangat kepadanya secara langsung!”.
“Herman itu lebih baik. Kamu ada disisinya akan membuat Mutiara lebih tenang dan lebih tabah. Kapan rencana ke Manado ?”, tanya Bunga.
“Aku punya jadwal longgar hari Sabtu pekan depan. Rencananya aku pergi dengan Om Franky !”, kataku.
“Aku sebenarnya ingin ikut menjenguk Mutiara namun minggu depan ada seminar proposal. Titip salamku saja !”, kata Bunga.
“Ya Bunga tidak apa-apa. Tetap doakan kebaikan untuk Mutiara. Saat seperti ini hanya kamu yang selalu ada disampingku untuk mendukungku. Terima kasih Bunga!”, kataku terharu. Kulihat Bunga hanya menatapku sendu.
“Aku sahabatmu sejak kecil sudah pasti akan selalu ada saat kau bersedih seperti ini !”, kata Bunga.
“Sebenarnya aku selalu yakin semua yang terjadi pasti selalu atas campur tanganNya. Namun aku juga kadang-kadang merasa rapuh menghadapi cobaan ini!”, kataku.
“Herman selama ini aku mengenalmu sebagai seorang yang ulet dan tegar menghadapi apapun. Aku yakin kau bisa menghadapi cobaan ini!”, kata Bunga berusaha selalu menghiburku.
“Insya Allah. Mudah-mudahan aku seperti yang kau kenal selama ini. Aku juga selalu berharap agar kau tetap mendoakan agar cobaan ini segera berakhir!”, kataku.
Pertemuan yang singkat dengan Bunga namun memiliki banyak arti. Bagiku Bunga adalah seorang gadis yang istimewa. Dia selalu hadir saat kapanpun aku harapkan. Walaupun Mutiara adalah pujaan hatiku, namun seakan pada semua relung hatiku, Bunga selalu ada.
Malam itu aku harus menyelesaikan laporan tugas rutinku di Rumah Sakit. Ada perasaan kalut dan pikiran tidak tenang, bukan karena aku belum menyelesaikan laporan itu namun karena seorang pasien Ibu Rumah Tangga yang terkena virus HIV itu kondisinya semakin menurun. Setiap hari aku bersama dokter Wim selalu memantau Pasien ini di Ruangan isolasi. Bahkan dokter Wim menemukan indikasi adanya stadium lanjut dari virus ini dengan hasil temuan jumlah sel CD4 dalam darah yang di bawah 250 per mikroliter. Sel kekebalan tubuh yang disebut CD4 (Cluster of Differentiation), merujuk pada klaster protein yang membentuk reseptor pada permukaan sel tersebut. Diketahui banyak sekali klaster, tetapi dalam hubungan dengan HIV/AIDS maka CD4 dan CD8 yang paling utama dan paling sering dibahas. Padahal obat antiretroviral (ARV) perlu dimulai sedini mungkin karena progresivitas penyakit terjadi setelah banyak sel CD4 yang hancur.  Terapi ARV yang tepat bisa menekan replikasi HIV, namun rupanya pasien ini sangat terlambat memeriksakan keluhannya. Adanya infeksi oputunistik yang juga menyerang tubuhnya menambah parah kondisi pasien tersebut.
Pagi harinya pasien Ibu Rumah Tangga itu akhirnya sudah tidak mampu lagi bertahan. Dia meninggal dunia setelah dirawat selama dua pekan. Aku hanya bisa termenung di sudut Ruangan itu.
Aku kembali teringat Mutiara seperti apakah kondisinya saat ini. Aku benar-benar tidak mengetahui data mediknya. Mungkin nanti saat di Manado aku bisa berdiskusi lebih dalam dengan dokter yang menangani Mutiara. 
Sabtu pagi itu, aku dan Om Franky bertolak ke Manado menggunakan penerbangan pagi dari Bandara Juanda Surabaya. Penerbangan Alhamdulillah lancar sampai Bandara Sam Ratulangi. Kami langsung menuju RS Ratumbuisang dimana Mutiara dirawat.
Sebelum menjenguk Mutiara, Om Franky me-ngajakku ke Ruangan dokter Beny yaitu dokter spesialis yang merawat Mutiara di Rumah Sakit itu. Om Franky yang mengenal lebih dulu dr Beny memperkenalkanku kepadanya sebagai calon suami Mutiara. Kami berdiskusi cukup lama di Ruangan dr Beny.
“Setelah Mutiara positif terinfeksi HIV. Kami lakukan juga pemeriksaan banyaknya jumlah sel kekebalan tubuhnya yaitu sel CD4. Hasilnya dibawah dibawah 300 per mm kubik darah. Sangat mencemaskan!”, kata dr Beny.
“Betul dokter jumlah sel CD4 menjadi indikator yang amat penting dalam menentukan tingkat kekebalan tubuh manusia. Dari hasil laboratorium jumlah sel kekebalan tubuh Mutiara sangat mengkhawatirkan!”, kataku sambil memperhatikan data medis yang ditunjukkan dr Beny.
“Iya seharusnya jumlah sel  dalam batas normal ada pada kisaran 500-1000 sel per milimeter kubik darah agar mampu mempertahankan diri dari komplikasi-komplikasi yang berhubungan dengan AIDS khususnya mencegah terjadinya infeksi oportunistik!”, kata dokter spesialis yang merawat Mutiara.
“Satu hal lagi hal yang sangat menyedihkan adalah ditemukan adanya konplikasi sehingga terjadi infeksi oportunistik dari penyakit menular herpes genitalis!”, kembali suara dr Beny.
Aku dan Om Franky hanya terdiam dan saling pandang mendengar penjelasan Beliau yang sangat gamblang dan jelas tentang kondisi medik Mutiara.
“Penanganan medis selanjutnya adalah mengobati infeksi oportunistiknya baru terapi antiretroviral bisa dilakukan!”, kembali dokter Beny menjelaskan tindakan medis berikutnya.

Kondisinya Mutiara saat ini sangat parah. Rasanya aku sudah tidak sabar ingin segera bertemu dengannya. Aku ingin segera saja keluar dari Ruangan dr Beny dan berlari menemui Mutiara. Ya Allah betapa aku harus tetap yakin setiap kehadiranMu dalam hatiku maka asa itu selalu ada.

BERSAMBUNG 

No comments: