Foto : Hensa/Koleksi Pribadi
MENIKMATI HARI INI
Walaupun rasa penat masih terasa namun aku tetap harus berangkat ke Kampus.
Banyak yang harus aku kerjakan. Tumpukan skripsi dan thesis yang harus aku
revisi dan tentu saja beberapa kertas kerja dan makalah yang dalam dua hari ini
masih terbengkalai padahal deadline
nya sudah semakin dekat. Seperti biasa setelah berjuang dengan kemacetan lalu
lintas Kota Surabaya akhirnya aku tiba di Kampus langsung saja aku menuju
ruanganku di lantai 2 Fakultas Farmasi. Aku lihat meja kerjaku berantakan tidak
karuan, padahal aku biasanya selalu merapikan meja sebelum pulang kerja namun
beberapa hari ini kebiasaan baikku itu entah hilang kemana. Efek psikologis dari
hati yang sedang galau telah ditunjukkan oleh kondisi berantakannya meja kerja
he he he. Aku merapikan meja kerja itu. Satu demi satu kertas, buku buku dan
apa saja yang ada disitu dirapikan atau disingkirkan dan ditempatkan kembali ke
dalam laci atau rak buku. Tiba-tiba selembar kertas terjatuh lalu aku pungut kembali.
Ternyata sebuah Undangan Peresmian Apotek dari Audray siang ini. Apotek ini
berada di di Pucang Adi. Audray Lin salah satu dari Mahasiswiku yang punya
prestasi baik. Audray berasal dari Malaysia mempunyai Tante yang menikah dengan
Pria Tionghoa kelahiran Surabaya. Selama kuliah di Fakultas Farmasi, Audray
tinggal dengan Tantenya. Gadis ini sangat ceplas-ceplos dan agresif. Logat
Malaysianya memang sudah hilang karena tinggal di Surabaya paling tidak sudah 4
tahun lebih. Sebenarnya aku paling risi menghadapi Audray ini sejak dia masih
mahasiswa dulu sering menggodaku dan Audray adalah tipe gadis yang agresif
apalagi dia tahu aku masih bujangan. Aku teringat ketika dia menjadi biang
keladi hampir retaknya hubunganku dengan Listya. Ah lupakanlah yang sudah
berlalu. Aku lihat kembali Kartu Undangan dari Audray. Mengharap kehadiran
Bapak/Ibu/Sdr dalam rangka peresmian APOTEK SENTOSA. Insya Allah aku harus
hadir untuk memberikan apresiasi kepada Audray. Bagaimanapun juga dia adalah
mahasiswiku yang berprestasi dan patut untuk dihargai.
Siang itu aku sudah berada di Apotek Sentosa. Melihat aku datang, Audray
menyambutku dengan senyum dan perasaan gembira. Aku sempat terpana memandang
Audray dengan cara berpakaiannya. Audray terlihat anggun dengan rambut terurai.
Tidak lagi kulihat rok mini yang ketat yang mempertontonkan keseksiannya.
Ternyata Audray Lin bisa juga berdandan anggun seperti ini. Berpakaian tertutup
rapi sopan justru memberi kesan kecantikannya yang asli dengan kecantikan wajah
khas oriental. Aku memang masih terpana terkagum kagum dan tabiat lamaku
akhirnya kambuh juga dengan ceplosnya memuji Audray.
”Ah pak Alan bisa saja. Terima kasih pujiannya!”, kata Audray. Aku juga
terperanjat dengan respon jawaban Audray yang sopan penuh kewajaran. Tidak
ceplas ceplos seperti biasanya. Aku dipersilahkan duduk di barisan kursi paling
depan. Audray masih sibuk melayani tamu-tamu lainnya sementara aku ditemani
Omnya mengobrol akrab. Bagi keluarga ini memang aku dikenal baik karena dulu
juga sering berkunjung ke rumah keluarga ini. Tamu-tamu sudah mulai berdatangan.
Kebanyakan tamu-tamu itu adalah rekan-rekan bisnis Tante dan Omnnya. Acara
Pembukaan itu singkat saja. Sambutan dari Pak Tanuwijaya, omnya Audray juga
singkat. Tak lupa beliau memperkenalkan Apoteker yang menangani Apotek Sentosa
yaitu Audray Lin. Acara dilanjutkan dengan ramah tamah dan makan siang. Setelah
makan siang itu aku segera berpamitan karena harus mengisi kelas Pasca Sarjana.
Audray sempat mengantarku sampai tempat parkir mobil.
”Pak Alan terima kasih kehadiran dan dukungannya!”, kata Audray.
”Sama sama Di. Sekali lagi selamat ya dan semoga sukses dengan bisnismu!”,
kataku. Audray hanya mengangguk tersenyum. Akupun segera berpamitan dengan
melambaikan tanganku.
Sepanjang perjalanan menuju Kampus aku sempat tidak percaya bahwa Audray
Lin ternyata bisa juga seanggun itu. Aku sangat terkesan dengan Audray Lin pada
pertemuan siang ini. Hanya sebentar bertemu tapi pertemuan itu sangat
berkualitas. Aku jadi teringat sejak peristiwa foto-fotoku dengannya yang
membuat Daisy Listya prihatin dan berburuk sangka kepadaku. Sejak itu Audray
banyak berubah dan yang lebih terharu bagaimana Audray merasa menyesali semua
yang dia lakukan. Saat itu dia sudah minta maaf kepadaku juga kepada Listya
atas foto foto rekayasanya. Pada kesempatan lain Audray pun sempat mencurahkan
semua isi hatinya kepadaku. Pengakuan seorang gadis masa kini yang tegas dan jujur.
”Pak Alan. Aku menyadari bahwa aku bukan orang yang menjadi impian bapak
selama ini!”, kata Audray ketika kami berbincang bincang di beranda rumahnya.
”Apalagi aku adalah gadis dengan etnis Tionghoa dan seorang Katholik tentu
semakin menjadi jauh dari kriteria bapak!”, kata Audray lagi.
”Didi!”, aku memanggil Audray dengan panggilan kecil keluarganya yaitu
Didi.
”Jangan berkata seperti itu. Semua manusia itu sama yang membedakan
dihadapan Tuhan adalah sejauh mana pengabdian dan kesetiaan kepadaNya..!”,
kataku menjelaskan.
”Didi berbicara mengenai jodoh sebaiknya
serahkan kepadaNya. Dialah yang Maha Tahu pilihan teman hidup terbaik untuk
kita!. Dia lah sebaik baik Penentu”, kataku.
”Pak Alan kadang kadang aku iri kepada Listya. Dia seorang wanita yang
lembut begitu ramah cara bertutur katanya kepada siapapun. Listya adalah wanita
rupawan yang juga berhiaskan hati yang cantik!”, suara curahan hati Audray keluar dari bibirnya
dengan wajah yang mendung.
”Di kecantikan itu sangat relatif. Kamu juga cantik. Kau harus banyak
bersyukur kepada Tuhan. Memiliki tubuh yang ideal impian bagi kebanyakan
gadis-gadis. Pasti banyak gadis-gadis yang iri padamu. Semua lelaki juga pasti
suka kepadamu. Kecantikan fisik ini semakin menjadi tinggi nilainya ketika kau
mau menutupinya dengan rapi dan menghiasinya pula dengan budi pekerti yang
luhur!”, kataku lagi dengan khotbah yang lebih panjang. Namun aku melihat ada
secercah bahagia di wajah Audray ketika dia mendengar kata-kataku itu.
”Terima kasih Pak Alan. Memang cinta itu tidak bisa dipaksakan. Cinta harus
memiliki frekuensi dan chemistry yang sama!”, kata Audray.
Dialog tadi adalah saat-saat terakhir kami bertemu Audray dan kembali aku
berjumpa Audray saat peresmian Apoteknya. Aku melihat Audray yang kujumpai kali
ini adalah Audray yang baru terlahir kembali. Audray yang penuh percaya diri.
Audray yang sudah tidak lagi mempedulikan apakah dia seorang Tionghoa atau
Katholik atau siapapun tapi Audray yang peduli dengan dirinya sendiri sebagai
hamba Sang Pencipta. Audray yang memiliki hak yang sama dan kewajiban yang
sama. Hak untuk dicintai dan kewajiban untuk mencintai. Selanjutnya Tuhan lah
yang menentukan jodoh terbaiknya dan Tuhan Maha Mengetahui serta sebaik-sebaik
Penentu.
Tidak sadar rupanya kata-kata itu juga bisa berlaku kepadaku. Alan mempunyai
hak untuk dicintai dan kewajiban untuk
mencintai dan Tuhan Maha Mengetahui serta sebaik-sebaik Penentu. He he he
lamunan kecil itu aku akhiri ketika aku sudah memasuki pelataran parkir
Fakultas. Aku segera begegas menuju ruang kerjaku mengambil laptop dan
bahan-bahan untuk memberikan kuliah lalu menuju Gedung Pasca Sarjana yang
berada dua blok dari Fakultas Farmasi. Waktu dua jam memberikan kuliah berlalu
begitu saja. Ya itu hanya rutinitas biasa. Sudah berapa banyak mahasiswa yang
juga menganggap bahwa kuliah kuliah yang mereka terima adalah rutinitas yang
harus dilalui semata mata hanya untuk menggapai rutinitas berikutnya. Mungkin dulu
ketika aku masih mahasiswa seperti mereka sama saja memiliki pola fikir seperti
itu. Memang sangat jarang orang menuntut ilmu untuk ilmu pengetahuan itu
sendiri namun kebanyakan mereka menuntut ilmu untuk kepentingan materi. Untuk
saat sekarang ini terlalu idealis memiliki sikap seperti itu yang sedikit
dimiliki orang banyak. Oh rutinitas mengapa harus membelengguku?. Nanti dulu
jangan merasa terbelenggu oleh rutinitas. Aku jadi teringat apa yang dikatakan
seorang Filsuf Terkenal Penulis Kitab Ihya Ulumuddin yaitu Imam Al-Ghozali.
Simak apa yang dikatakannya.
”Hari ini adalah milikmu. Jika tiba
waktu pagi, janganlah engkau menunggu petang datang. Hari ini adalah hari yang
sebenarnya engkau menghirup udara, hidup dan membuka mata. Hidupmu adalah hari
ini. Hidupmu bukan hari kemarin yang telah meninggalkan kenangan baik maupun
kenangan buruk. Janganlah engkau tenggelam dalam mengingat masa lalu. Jangan
pula terlena merenungkan keindahan hidup yang pernah dulu kau jalani. Namun hidupmu
juga bukan hari esok yang belum tentu engkau akan menjumpainya. Janganlah
engkau terlena pada harapan harapan dan angan-angan masa depan. Jangan pula
engkau merasa cemas dan takut untuk menghadapi hari esok. Lebih baik fikirkan
saja hari ini. Hari ini adalah hidupmu, hari yang telah dinaungi oleh sinar Matahari
dan engkau mendapati waktu siangmu adalah harimu yang sebenarnya. Oleh karena
itu usiamu hanya sehari yaitu hari ini. Maka tanamkanlah di dalam hatimu sebuah
kehidupan yang nyata pada hari ini seakan akan dirimu dilahirkan pada hari ini
dan mati pada hari ini pula....”
Sungguh indah ungkapan yang sangat filosofis ini telah membuatku
benar-benar menikmati hari ini. Nikmatilah hari ini. Nikmatilah rutinitas.
Nimatilah kemacetan lalu lintas. Nimmatilah kegalauan hati. Nikmatilah
kesibukan. Nikmatilah skripsi skripsi dan thesis yang menumpuk untuk dikoreksi.
Nikmatilah kesepian dan kehampaan hati. Nikmatilah waktu yang membosankan.
Nikmatilah kejenuhan. Nikmatilah kesendirian. Nikmatilah rasa kehilangan.
Nikmatilah. Sungguh benar-benar aku menimati hari ini. Lalu bolehkah aku
menimati hari ini dengan membaca ulang sms Kinanti yang kemarin?. Kubaca
kembali sms Kinanti yang satu ini :
”Kadang aku merasakan cintamu
seperti yang pernah kau katakan dulu padaku. Kadang pula aku ingin meraih
cintamu itu namun aku menyadari aku tidak layak menerima cintamu karena ada
cinta yang jauh lebih luhur untukmu yaitu cinta Daisy Listya!”.
Ternyata menikmati hari ini dengan membaca sms Kinanti jauh lebih bermakna
daripada merenungi nasib ditinggalkan Kinanti menikah dengan Eko Priotomo. Oleh
karena itu untuk sementara lupakanlah hari esok ketika Kinanti akan bersanding
dengan calon suaminya. Memang faktanya bahwa kebahagiaan itu adalah ketika
orang yang aku cintai mendapatkan kebahagiaannya. Akupun tidak pernah ragu
tetap menatap hari esok dengan senyum. Senyum kepedihan. Tersadar dari lamunan
ternyata aku masih menikmati hari ini. Alhamdulillah.
(BERSAMBUNG)
No comments:
Post a Comment