Bagian 6
DIALOG KECIL DI SEBUAH KANTIN
Sejak peristiwa fragmen satu babak di Bandung itu, Kinanti sangat jarang
lagi berkomunikasi denganku. Sudah sebulan berlalu dan Kinanti hanya dua kali
menghubungiku melalui hand phonenya. Satu kali saat dia membalas smsku tentang
kapan tanggal pernikahan mereka dan satu lagi saat Kinanti memberitahukan bahwa
dia sedang di Surabaya tapi tidak sempat mampir. Sebenarnya semakin jarang
berkomunikasi dengan Kinanti semakin baik baginya dan bagiku tentunya. Kinanti
bisa fokus mempersiapkan pernikahannya yang hanya tinggal sebulan lagi dari
sekarang. Ya bulan depan Kinanti Puspitasari sudah menjadi istri Eko Priotomo.
Saat saat seperti ini apa sebenarnya yang kurasakan. Kehampaan hati?. Karena
tiadanya cinta dari dambaan hati selama ini?. Ataukah kehampaan hati dari ketiadaan
teman hidup?. Hati terasa hampa, kosong akibat dari kesendirian?. Entahlah aku
tidak pernah bisa menjawabnya.
Aktivitasku hari ini benar-benar super sibuk. Menjadi Penguji dalam ujian
skripsi beberapa Mahasiswa S1. Setelah jam istirahat ada meeting di Gedung
Rektorat sampai sore acaranya pembahasan program fakultas dan rencana kerja
sama dengan Australia bahkan acaranya masih dilanjutkan besok paginya. Kesibukan kesibukan seperti itu ternyata
tidak juga mampu menghilangkan rasa kesendirianku. Sore itu Kampus sudah mulai
sepi sementara aku di Ruang kerjaku masih termangu memegang hand phoneku sambil
membaca berulang-ulang sms nya Kinanti yang benar-benar sangat berkesan :
”Kadang aku merasakan cintamu
seperti yang pernah kau katakan dulu padaku. Kadang pula aku ingin meraih
cintamu itu namun aku menyadari aku tidak layak menerima cintamu karena ada
cinta yang jauh lebih luhur untukmu yaitu cinta Daisy Listya!”.
Mungkin hanya sms Kinanti ini yang sekarang bisa menghiburku. Bagiku sms
ini sangat berharga karena aku bisa merasakan ternyata Kinanti juga mencintaiku
namun Kinanti merasa tidak layak cintanya harus disamakan dengan cinta Daisy
Listya yang dianggapnya jauh lebih tulus dan
lebih luhur daripada cintanya. Namun apakah mungkin aku masih bisa meraih cinta
Daisy Listya?. Jelas tidak mungkin. Sebenarnya yang paling mungkin adalah aku
bisa meraih cinta Kinanti apalagi Listya sudah merestui. Namun kenapa Kinanti
masih juga tidak mau membuka hatinya untukku?. Terakhir aku ketahui bahwa
Intan, putrinya lebih merestui diriku sebagai teman hidupnya namun kenapa
Kinanti memilih Eko?.
Dalam dua hari ini kembali aku ada di Bandung menjadi Pembicara Seminar
Farmasi Universitas Pajajaran di Jatinangor. Aku teringat kalau Intan sekarang
kuliah di Kampus ini. Mumpung aku masih ada di Kampus ini kucoba menghubunginya
melalui nomor selulernya.
”Hallo! Om”, suara seorang gadis menjawab panggilan hand phone ku.
”Intan bagaimana khabar?”, kataku.
”Alhamdulillah baik Om. Bagaimana dengan Om Alan sendiri?. Kok lama gak pernah
telpon ke Bandung?”, mendengar ini aku hanya tertawa.
”Sekarang Om Alan justru sedang di Bandung bahkan sedang di Kantin
Fakultasmu!”, kataku.
”Ah jangan bercanda Om. Aku kepingin ketemu tunggu disitu ya Om!”, kata
Intan penuh gembira. Hanya beberapa menit aku lihat Intan memasuki Kantin
Kampus dan langsung menuju mejaku.
”Assalaamu a’laikum Om Alan!”, sapa gadis ini.
”Wa a’laikum salaam. Silahkan duduk Intan!”, kataku mempersilahkan duduk.
Aku lama tidak berjumpa dengan Intan. Kecantikan ibunya nampak sekali ada dalam
diri gadis berusia 19 tahun ini. Terutama matanya yang indah. Wajah oval
dibalut jilbab dengan hidung bangir dan bibir selalu penuh dengan senyum
sungguh Intan Permatasari adalah gadis penuh pesona. Intan bagiku seperti
Kinanti muda. Melihat Intan aku jadi teringat Kinanti. Anak gadis Kinanti ini
benar-benar mewarisi semua kecantikan ibunya termasuk kecerdasannya.
”Om Alan sudah kangen nih sama Intan!”, kataku sungguh sungguh.
”Kangen sama aku apa sama Ibu?”, kata Intan tertawa. Akupun menjelaskan
kepada Intan sedang ada acara Seminar selama dua hari ini di Kampusnya.
”Oh ya bagaimana Ibu baik-baik?. Persiapan pernikahannya lancar-lancar saja
kan!”, aku memang sengaja bertemu Intan hanya ingin mencari kabar tentang Kinanti,
Ibunya.
”Iya Om mudah-mudahan lancar. Sedang mencetak Undangan tapi belum selesai.
Tapi Om Alan, akhir-akhir ini Ibu sering murung. Aku juga tidak tahu kenapa.
Aku tidak berani bertanya!”, suara Intan pelan.
”Mungkin bukan murung itu karena Ibumu sedang fokus memikirkan acara
pernikahan itu!”, kataku mencoba menetralkan anggapan Intan.
”Om pernah suatu hari Ibu bertanya padaku apakah Ibu pantas menerima cinta
Om Alan. Lalu aku menjawab tentu saja Bu. Namun aku jadi heran yang terjadi Ibu
malah menerima lamarannya Om Eko!”, kata Intan lagi. Mendengar ini aku terdiam.
Aku yakin Kinanti memang mencintaiku apalagi jika membaca sms nya tempo hari isinya
sudah bernada mengutarakan cintanya. Memang kadang-kadang wanita itu sulit
diduga. Begitu sulit diduga walau hanya sekedar ingin tahu saja perasaan
hatinya sedang sedih ataukah gembira apalagi menduga perasaan cintanya.
”Hei Om Alan kok melamun!”, suara Intan mengagetkanku. Aku hanya tersenyum.
”Oh ya Om apakah Ibu tahu sekarang Om Alan sedang ada di Bandung?”.
”Tidak Intan. Ibumu tidak tahu, memang Om Alan sengaja tidak memberitahu
Ibu ya takut mengganggu kesibukannya!”, kataku. Intan hanya mengangguk tanda
setuju. Dialog kecil di sebuah Kantin Kampus itu bagiku sangat berarti. Banyak
informasi tentang Kinanti yang aku dapat dari Intan. Ada hal yang menarik dalam
pertemuan di Kantin itu, ketika kami berpisah Intan masih sempat berkata :
”Om Alan tetap semangat dong. Cinta sejati harus diperjuangkan!”, kata
Intan sambil tersenyum manis. Aku tertawa mendengar kata kata itu. Akhirnya kamipun berpisah diujung pintu
Kantin itu.
Sejak dialog kecil di Kantin Kampus tiga hari yang lalu itu rupanya
komunikasi dengan Intan semakin sering saja. Pembicaraan yang diceritakan Intan
seputar kemurungan Kinanti, ibunya dan persiapan pernikahannya. Setiap malam
ada saja yang diceritakan Intan melalui HP nya. Kadang-kadang aku sendiri yang
sengaja telpon Intan untuk mengetahui situasi terkini tentang Kinanti.
”Om, aku pernah cerita sama Ibu bahwa lelaki yang cocok untuk Ibu itu hanya
Om Alan. Aku juga bilang bahwa Om Alan pantas menjadi Ayahku!”, kata Intan
suatu malam ketika kami berbincang.
”Oh begitu lalu apa jawaban Ibumu?”, tanyaku penasaran.
”Ibu menjawab bahwa Ibu itu tidak layak menerima cinta Om Alan karena ada
wanita lain yang cintanya lebih luhur dan tulus!”, begitu kata Ibu.
Mendengar cerita itu aku hanya terdiam. Kinanti tetap sangat menghormati
Listya dan anehnya Listya sendiri sudah ikhlas cintanya diambil alih oleh
Kinanti. Listya rela jika aku menjadi suami Kinanti. Oh Tuhan harus bagaimana
aku menghadapi dua wanita luhur budi ini. Faktanya aku harus merelakan mereka
menikah dengan pilihan hatinya masing masing. Listya sudah menjadi istri Rizal
Anugerah dan Kinanti sebentar lagi akan menjadi istri dari Eko Priotomo. Kadang
aku befikir sebenarnya Allah ini sedang merencanakan apa terhadapku. Rencana
bagaimana hidupku. Rencana siapa jodohku. Terbukti ada tiga wanita yaitu Diana
Faria, Daisy Listya dan Kinanti Puspitasari yang masih juga belum dizinkan
Allah untuk menjadi teman hidupku. Mereka adalah wanita-wanita pilihanNya yang
sangat istimewa dalam hatiku. Sementara usiaku semakin lama semakin menuju
ujung hari senja. Apakah Allah akan membiarkanku tetap sendiri karena selalu
terbelenggu dengan masa laluku. Aku
tidak boleh ragu dengan ketetapanNya yang selalu menjadi yang terbaik. Tetap
optimis dan harus menjalani hidup ini apa adanya. Aku jadi ingat kata-kata Intan : ”Om Alan tetap
semangat dong. Cinta sejati harus diperjuangkan!”. Ha ha ha aku jadi tertawa
sendiri.
Malam ini aku baru saja selesai
mengoreksi beberapa skripsi dan masih sedang membaca sebuah thesis S3 ketika
tiba-tiba Intan menelponku. Intan ingin menyampaikan berita yang sangat penting
sekali.
”Om Alan maaf Intan telpon malam-malam begini karena ada berita yang tidak
menggembirakan!”, kata Intan diujung telpon. Aku bertanya-tanya berita tentang
apa sehingga tidak menggembirakan.
”Ada berita apa Intan?”, kataku penasaran.
”Ibu membatalkan pernikahannya dengan Om Eko!”, kata Intan.
”Apa yang terjadi dengan Ibumu?”, tanyaku terheran heran.
”Ceritanya panjang Om. Ibu sekarang masih menangis di kamarnya!”, kata
Intan. Aku sebenarnya ingin bicara dengan Kinanti namun saat ini bukan saat
yang tepat untuk bicara dengannya.
”Om Alan mau menolong Intan?”, tanya Intan.
”Tentu saja mau tapi maksud Intan bagaimana?”, tanyaku.
”Temui Ibu di Bandung dan Om Alan harus bisa membuat Ibu tidak bersedih
karena peristiwa ini!”, kata Intan.
”Baik Intan. Hanya Om Alan masih belum mengerti penyebab pernikahan ini
harus dibatalkan!”, tanyaku.
”Menurut Ibu ada pihak yang berhianat dan Ibu menyaksikannya sendiri
penghianatan itu!”, kata Intan.
”Menyaksikan bagaimana maksudnya?”,tanyaku.
”Biar nanti saja ceritanya Om!”, kata Intan.
”Oke Intan besok pagi Om Alan ke Bandung tapi apakah Ibumu mau bertemu
dengan Om Alan!”, kataku ragu.
”Tentu saja mau Om. Ini saja Intan disuruh Ibu untuk telpon Om Alan!”, kata
Intan.
Batalnya pernikahan Kinanti entah kenapa membuat hati merasa lega. Apakah
itu artinya aku kembali memiliki harapan terhadap Kinanti?. Belum tentu. Aku
hafal betul siapa Kinanti Puspitasari. Wanita tangguh yang sangat sukar
ditundukkan. Bagiku cinta wanita itu harus diperjuangkan sepenuh hati. Semakin
sulit perjuangan itu maka semakin tinggi mutu dari cinta yang aku peroleh
karena cinta dengan mutu tinggi tidak mudah untuk didapatkan. Apakah aku masih
punya harapan pada cinta itu?. Aku harus yakin Allah akan mendatangkan
kebahagiaan kepada orang yang harapannya telah terputus. Hal ini agar semua
mahlukNya terdorong untuk mengalihkan harapannya kepada Allah dan mensucikan
niat untuk bertawakkal kepadaNya. Tiada harapan sebaik baik harapan kecuali
selalu mengharapkan cintaNya.
”Om Alan tetap semangat dong. Cinta sejati harus diperjuangkan!”, nah ini
kata kata Intan Permatasari, putri Si mata wayang Kinanti Puspitasari yang
membuat aku kembali bersemangat untuk mengejar cintaku yang hilang.
(BERSAMBUNG)
(BERSAMBUNG)
No comments:
Post a Comment