Thursday, November 14, 2013

Novel Hensa EPISODE AKHIR CINTAKU (Bagian 6)


Foto : Cover Novel Kemarau Panjang Di Kota Hujan by Hensa
Bagian 6
DIALOG KECIL DI SEBUAH KANTIN

Sejak peristiwa fragmen satu babak di Bandung itu, Kinanti sangat jarang lagi berkomunikasi denganku. Sudah sebulan berlalu dan Kinanti hanya dua kali menghubungiku melalui hand phonenya. Satu kali saat dia membalas smsku tentang kapan tanggal pernikahan mereka dan satu lagi saat Kinanti memberitahukan bahwa dia sedang di Surabaya tapi tidak sempat mampir. Sebenarnya semakin jarang berkomunikasi dengan Kinanti semakin baik baginya dan bagiku tentunya. Kinanti bisa fokus mempersiapkan pernikahannya yang hanya tinggal sebulan lagi dari sekarang. Ya bulan depan Kinanti Puspitasari sudah menjadi istri Eko Priotomo. Saat saat seperti ini apa sebenarnya yang kurasakan. Kehampaan hati?. Karena tiadanya cinta dari dambaan hati selama ini?. Ataukah kehampaan hati dari ketiadaan teman hidup?. Hati terasa hampa, kosong akibat dari kesendirian?. Entahlah aku tidak pernah bisa menjawabnya.
Aktivitasku hari ini benar-benar super sibuk. Menjadi Penguji dalam ujian skripsi beberapa Mahasiswa S1. Setelah jam istirahat ada meeting di Gedung Rektorat sampai sore acaranya pembahasan program fakultas dan rencana kerja sama dengan Australia bahkan acaranya masih dilanjutkan besok paginya.  Kesibukan kesibukan seperti itu ternyata tidak juga mampu menghilangkan rasa kesendirianku. Sore itu Kampus sudah mulai sepi sementara aku di Ruang kerjaku masih termangu memegang hand phoneku sambil membaca berulang-ulang sms nya Kinanti yang benar-benar sangat berkesan :
”Kadang aku merasakan cintamu seperti yang pernah kau katakan dulu padaku. Kadang pula aku ingin meraih cintamu itu namun aku menyadari aku tidak layak menerima cintamu karena ada cinta yang jauh lebih luhur untukmu yaitu cinta Daisy Listya!”.
Mungkin hanya sms Kinanti ini yang sekarang bisa menghiburku. Bagiku sms ini sangat berharga karena aku bisa merasakan ternyata Kinanti juga mencintaiku namun Kinanti merasa tidak layak cintanya harus disamakan dengan cinta Daisy Listya  yang dianggapnya jauh lebih tulus dan lebih luhur daripada cintanya. Namun apakah mungkin aku masih bisa meraih cinta Daisy Listya?. Jelas tidak mungkin. Sebenarnya yang paling mungkin adalah aku bisa meraih cinta Kinanti apalagi Listya sudah merestui. Namun kenapa Kinanti masih juga tidak mau membuka hatinya untukku?. Terakhir aku ketahui bahwa Intan, putrinya lebih merestui diriku sebagai teman hidupnya namun kenapa Kinanti memilih Eko?.
Dalam dua hari ini kembali aku ada di Bandung menjadi Pembicara Seminar Farmasi Universitas Pajajaran di Jatinangor. Aku teringat kalau Intan sekarang kuliah di Kampus ini. Mumpung aku masih ada di Kampus ini kucoba menghubunginya melalui nomor selulernya.
”Hallo! Om”, suara seorang gadis menjawab panggilan hand phone ku.
”Intan bagaimana khabar?”, kataku.
”Alhamdulillah baik Om. Bagaimana dengan Om Alan sendiri?. Kok lama gak pernah telpon ke Bandung?”, mendengar ini aku hanya tertawa.
”Sekarang Om Alan justru sedang di Bandung bahkan sedang di Kantin Fakultasmu!”, kataku.
”Ah jangan bercanda Om. Aku kepingin ketemu tunggu disitu ya Om!”, kata Intan penuh gembira. Hanya beberapa menit aku lihat Intan memasuki Kantin Kampus dan langsung menuju mejaku.
”Assalaamu a’laikum Om Alan!”, sapa gadis ini.
”Wa a’laikum salaam. Silahkan duduk Intan!”, kataku mempersilahkan duduk. Aku lama tidak berjumpa dengan Intan. Kecantikan ibunya nampak sekali ada dalam diri gadis berusia 19 tahun ini. Terutama matanya yang indah. Wajah oval dibalut jilbab dengan hidung bangir dan bibir selalu penuh dengan senyum sungguh Intan Permatasari adalah gadis penuh pesona. Intan bagiku seperti Kinanti muda. Melihat Intan aku jadi teringat Kinanti. Anak gadis Kinanti ini benar-benar mewarisi semua kecantikan ibunya termasuk kecerdasannya.
”Om Alan sudah kangen nih sama Intan!”, kataku sungguh sungguh.
”Kangen sama aku apa sama Ibu?”, kata Intan tertawa. Akupun menjelaskan kepada Intan sedang ada acara Seminar selama dua hari ini di Kampusnya.
”Oh ya bagaimana Ibu baik-baik?. Persiapan pernikahannya lancar-lancar saja kan!”, aku memang sengaja bertemu Intan hanya ingin mencari kabar tentang Kinanti, Ibunya.
”Iya Om mudah-mudahan lancar. Sedang mencetak Undangan tapi belum selesai. Tapi Om Alan, akhir-akhir ini Ibu sering murung. Aku juga tidak tahu kenapa. Aku tidak berani bertanya!”, suara Intan pelan.
”Mungkin bukan murung itu karena Ibumu sedang fokus memikirkan acara pernikahan itu!”, kataku mencoba menetralkan anggapan Intan.
”Om pernah suatu hari Ibu bertanya padaku apakah Ibu pantas menerima cinta Om Alan. Lalu aku menjawab tentu saja Bu. Namun aku jadi heran yang terjadi Ibu malah menerima lamarannya Om Eko!”, kata Intan lagi. Mendengar ini aku terdiam. Aku yakin Kinanti memang mencintaiku apalagi jika membaca sms nya tempo hari isinya sudah bernada mengutarakan cintanya. Memang kadang-kadang wanita itu sulit diduga. Begitu sulit diduga walau hanya sekedar ingin tahu saja perasaan hatinya sedang sedih ataukah gembira apalagi menduga perasaan cintanya.
”Hei Om Alan kok melamun!”, suara Intan mengagetkanku. Aku hanya tersenyum.
”Oh ya Om apakah Ibu tahu sekarang Om Alan sedang ada di Bandung?”.
”Tidak Intan. Ibumu tidak tahu, memang Om Alan sengaja tidak memberitahu Ibu ya takut mengganggu kesibukannya!”, kataku. Intan hanya mengangguk tanda setuju. Dialog kecil di sebuah Kantin Kampus itu bagiku sangat berarti. Banyak informasi tentang Kinanti yang aku dapat dari Intan. Ada hal yang menarik dalam pertemuan di Kantin itu, ketika kami berpisah Intan masih sempat berkata :
”Om Alan tetap semangat dong. Cinta sejati harus diperjuangkan!”, kata Intan sambil tersenyum manis. Aku tertawa mendengar kata kata itu.  Akhirnya kamipun berpisah diujung pintu Kantin itu.
Sejak dialog kecil di Kantin Kampus tiga hari yang lalu itu rupanya komunikasi dengan Intan semakin sering saja. Pembicaraan yang diceritakan Intan seputar kemurungan Kinanti, ibunya dan persiapan pernikahannya. Setiap malam ada saja yang diceritakan Intan melalui HP nya. Kadang-kadang aku sendiri yang sengaja telpon Intan untuk mengetahui situasi terkini tentang Kinanti.
”Om, aku pernah cerita sama Ibu bahwa lelaki yang cocok untuk Ibu itu hanya Om Alan. Aku juga bilang bahwa Om Alan pantas menjadi Ayahku!”, kata Intan suatu malam ketika kami berbincang.
”Oh begitu lalu apa jawaban Ibumu?”, tanyaku penasaran.
”Ibu menjawab bahwa Ibu itu tidak layak menerima cinta Om Alan karena ada wanita lain yang cintanya lebih luhur dan tulus!”, begitu kata Ibu.
Mendengar cerita itu aku hanya terdiam. Kinanti tetap sangat menghormati Listya dan anehnya Listya sendiri sudah ikhlas cintanya diambil alih oleh Kinanti. Listya rela jika aku menjadi suami Kinanti. Oh Tuhan harus bagaimana aku menghadapi dua wanita luhur budi ini. Faktanya aku harus merelakan mereka menikah dengan pilihan hatinya masing masing. Listya sudah menjadi istri Rizal Anugerah dan Kinanti sebentar lagi akan menjadi istri dari Eko Priotomo. Kadang aku befikir sebenarnya Allah ini sedang merencanakan apa terhadapku. Rencana bagaimana hidupku. Rencana siapa jodohku. Terbukti ada tiga wanita yaitu Diana Faria, Daisy Listya dan Kinanti Puspitasari yang masih juga belum dizinkan Allah untuk menjadi teman hidupku. Mereka adalah wanita-wanita pilihanNya yang sangat istimewa dalam hatiku. Sementara usiaku semakin lama semakin menuju ujung hari senja. Apakah Allah akan membiarkanku tetap sendiri karena selalu terbelenggu dengan masa laluku.  Aku tidak boleh ragu dengan ketetapanNya yang selalu menjadi yang terbaik. Tetap optimis dan harus menjalani hidup ini apa adanya. Aku jadi  ingat kata-kata Intan : ”Om Alan tetap semangat dong. Cinta sejati harus diperjuangkan!”. Ha ha ha aku jadi tertawa sendiri.
 Malam ini aku baru saja selesai mengoreksi beberapa skripsi dan masih sedang membaca sebuah thesis S3 ketika tiba-tiba Intan menelponku. Intan ingin menyampaikan berita yang sangat penting sekali.
”Om Alan maaf Intan telpon malam-malam begini karena ada berita yang tidak menggembirakan!”, kata Intan diujung telpon. Aku bertanya-tanya berita tentang apa sehingga tidak menggembirakan.
”Ada berita apa Intan?”, kataku penasaran.
”Ibu membatalkan pernikahannya dengan Om Eko!”, kata Intan.
”Apa yang terjadi dengan Ibumu?”, tanyaku terheran heran.
”Ceritanya panjang Om. Ibu sekarang masih menangis di kamarnya!”, kata Intan. Aku sebenarnya ingin bicara dengan Kinanti namun saat ini bukan saat yang tepat untuk bicara dengannya.
”Om Alan mau menolong Intan?”, tanya Intan.
”Tentu saja mau tapi maksud Intan bagaimana?”, tanyaku.
”Temui Ibu di Bandung dan Om Alan harus bisa membuat Ibu tidak bersedih karena peristiwa ini!”, kata Intan.
”Baik Intan. Hanya Om Alan masih belum mengerti penyebab pernikahan ini harus dibatalkan!”, tanyaku.
”Menurut Ibu ada pihak yang berhianat dan Ibu menyaksikannya sendiri penghianatan itu!”, kata Intan.
”Menyaksikan bagaimana maksudnya?”,tanyaku.
”Biar nanti saja ceritanya Om!”, kata Intan.
”Oke Intan besok pagi Om Alan ke Bandung tapi apakah Ibumu mau bertemu dengan Om Alan!”, kataku ragu.
”Tentu saja mau Om. Ini saja Intan disuruh Ibu untuk telpon Om Alan!”, kata Intan.
Batalnya pernikahan Kinanti entah kenapa membuat hati merasa lega. Apakah itu artinya aku kembali memiliki harapan terhadap Kinanti?. Belum tentu. Aku hafal betul siapa Kinanti Puspitasari. Wanita tangguh yang sangat sukar ditundukkan. Bagiku cinta wanita itu harus diperjuangkan sepenuh hati. Semakin sulit perjuangan itu maka semakin tinggi mutu dari cinta yang aku peroleh karena cinta dengan mutu tinggi tidak mudah untuk didapatkan. Apakah aku masih punya harapan pada cinta itu?. Aku harus yakin Allah akan mendatangkan kebahagiaan kepada orang yang harapannya telah terputus. Hal ini agar semua mahlukNya terdorong untuk mengalihkan harapannya kepada Allah dan mensucikan niat untuk bertawakkal kepadaNya. Tiada harapan sebaik baik harapan kecuali selalu mengharapkan cintaNya.  
”Om Alan tetap semangat dong. Cinta sejati harus diperjuangkan!”, nah ini kata kata Intan Permatasari, putri Si mata wayang Kinanti Puspitasari yang membuat aku kembali bersemangat untuk mengejar cintaku yang hilang.

(BERSAMBUNG)



No comments: