Foto : Hensa/Koleksi Pribadi
EPISODE 4
BUNGA DI TAMAN HATIKU
Seakan tidak percaya ketika
aku menerima kabar dari Ibu bahwa kemarin ada Bunga bersilaturahmi ke Rumah di
Desaku.
“Kalau kamu sempatkan
pulang ke Pasuruan, temui Bunga sebelum kembali ke Jakarta!”, suara Ibu melalui
hand phone di ujung sana.
“Iya Bu besok ini aku
pulang ke Pasuruan seusai jaga malam di IGD!”, kataku.
Bunga Putri Pertiwi
demikian nama lengkap gadis manis ini. Hanya tiga tahun aku mengenal Bunga saat
sama sama bersekolah di SMP. Ketika SMA Bunga harus pindah ke Jakarta karena
Ayahnya mendapat promosi tugas di sana. Rupanya karir Ayahnya yang alumnus
Akabri ini semakin berprestasi sehingga saat itu mendapat tugas sebagai atase
militer di sebuah Negara Eropa. Tidak terasa sejak sama sama SMP itu sudah
sepuluh tahun aku tidak bertemu Bunga.
Aku benar-benar sudah
sangat rindu bertemu Bunga sehingga Bus yang membawaku pulang ke Pasuruan
terasa merayap begitu lambat di jalan
Tol Surabaya – Gempol itu. Walaupun akhirnya sampai juga di tempat tujuan.
Selama di Pasuruan, Bunga tinggal di kediaman Tantenya maka saat itu akupun
meluncur menuju ke sana, sebuah Perumahan Elit-Pondok Sejati di Jalan Sudirman.
Rumah bertingkat dua ini begitu asri dengan halaman hijau berpagar tinggi.
Ketika seorang Pembantu membukakan pintu aku mnegutarakan maksudku mau bertemu
Bunga. Di kursi teras rumah itu aku menunggu Bunga dengan hati tidak menentu.
Terakhir aku jumpa Bunga semasa SMP dulu. Saat itu aku sering belajar bersama
di Rumah Dinas Ayahnya di jalan Pahlawan. Waktu SMP saja Bunga sudah cantik
apalagi sekarang. Terdengar suara langkah kaki ringan menghampiriku lalu sapa
merdu memanggil namaku. Aku berdiri dan menatap Bunga di depanku. Ya Allah
inikah Bunga gadis manis saat SMP dulu. Aku memang terpana memandang gadis
anggun di depanku ini. Dengan perawakannya yang proporsional, Bunga sebenarnya
sangat cocok menjadi Model atau Peragawati ditambah lagi dia memiliki wajah
cantik dengan senyumnya yang khas.
“Hei Herman jangan bengong
begitu?”, kata Bunga sambil tertawa. Aku tersadar dari rasa terpesonaku. Lalu
akupun ikut tertawa.
“Bunga!. Kamu tambah
cantik!”, kataku memuji tulus.
“Berarti dulu aku cantiknya
hanya sedikit ya!”, kata Bunga sambil tersenyum manis.
“Oh dulu Bunga sudah
cantik sekarang tambah cantik!”, kataku sambil tertawa. Maka di ruang tamu itu
penuh dengan canda dan tawa.
“Berapa tahun ya kita
tidak ketemu?”, kata Bunga seolah bertanya kepada dirinya sendiri.
“Berapa tahun ya? Hitung
saja saat itu kita masih SMP jadi ya kira-kira sepuluh tahun!”, kataku.
“Rasanya seperti mimpi
bisa bertemu seperti ini. Aku melihat kamu tidak banyak berubah masih tetap cool dan dewasa Herman!”, kata Bunga
memujiku. Mendengar pujian ini wooww rasanya aku seperti terbang ke Langit.
“Cool, calm and confident itu seperti sebuah iklan Bunga!”, kataku
sambil tertawa. Bunga juga ikut tertawa.
“Bagaimana studi
Kedokteranmu Herman?”, tanya Bunga.
“Alhamdulillah lancar. Lho
kok tahu kalau aku kuliah di Kedokteran?”,kataku.
“Tahu dari Ibu sewaktu aku
kemarin berkunjung ke rumahmu!”, kata Bunga.
“Lalu kuliahmu bagaimana
Bunga?”.
“Alhamdulillah aku sedang
menempuh Pascasarjana di Belanda namun karena sekarang Ayah sudah kembali bertugas
di Indonesia maka aku akan melanjutkan
di sini saja !”,kata Bunga.
“Wah berita yang
menggembirakan, tapi kenapa kamu tidak kuliah di Belanda saja?. Di sana
kualitas pendidikannya lebih baik”.
“Selain Ayah dan Ibu tidak
mengizinkan aku sendiri yang ingin melanjutkan kuliah di Surabaya!”, kata
Bunga.
“Kapan kamu mulai kuliah
lagi ?”, tanyaku.
“Bulan depan ini aku sudah
masuk!. Besok aku harus menyelesaikan urusan administrasi di Kampus Baruku”,
kata Bunga menjelaskan rencana kuliahnya.
“Baiklah Bunga. Semoga
semuanya lancar, lalu di Surabaya rencana tinggal di mana?”, tanyaku.
“Mungkin di rumah Tanteku
yang di Kertajaya Indah biar dekat juga ke Kampus!”, kata Bunga. Tante yang
dimaksud oleh Bunga itu adalah adik kandung ayahnya.
Bunga lebih memilih kuliah
Pascasarjana di Surabaya daripada di Belanda. Ayahnya asli Surabaya sehingga
banyak kerabat di Surabaya walaupun Ayahnya tinggal di Jakarta. Selain itu
juga, Ibunya yang asli Pasuruan akan membuat Bunga merasa betah dan nyaman
menempuh studi di Surabaya. Apakah ada alasan lainnya?. Misalnya karena ingin
dekat denganku?. He he he he aku mulai “Lebaay”, tapi yang jelas aku begitu
gembira mendengar berita ini. Setiap saat aku bisa bertemu dengan Bunga andai
dia kuliah di Surabaya. Nanti dulu, aku harusnya tahu diri jangan-jangan Bunga sekarang
sudah punya calon suami. Gadis secantik Bunga tentu banyak pria yang ingin
menjadikannya teman hidup. Ya jangan jangan Bunga sudah punya calon suami. Aku
harus tahu diri. Janganlah berharap terlalu tinggi agar jika nanti jatuh tidak
terlalu sakit.
Sebuah reuni kecilpun akan
selalu dilalui dengan bernostalgia misalnya mengunjungi tempat tempat kuliner
yang dulu pernah dikunjungi. Setelah puas keliling Kota Pasuruan, siang itu
kami menikmati hidangan rujak cingur di Jalan Dipenogoro. Rujak cingur
merupakan salah satu makanan khas Jawa Timur. Saat SMP dulu kerap kali aku dan
Bunga makan rujak cingur di Jalan Dipenogoro ini. Tempatnya tidak terlalu besar
hanya sebuah Kantin namun pengunjungnya selalu penuh. Seperti siang itu kami
kebagian tempat duduk di pojok sendiri. Sambil menunggu pesanan hidangan
disajikan, Bunga kelihatan menikmati suasana Kantin ini yang sudah lama tidak
dikunjungi.
“Kita biasanya duduk di
sana dekat pintu !”, kata Bunga sambil menunjuk bangku di ujung sana.
“Biasanya Bunga pesan
rujak dengan tiga cabe rawit merah biar pueddeeeesssss banget!”, kataku. Bunga
tersenyum. Aku melihat dia sangat senang sekali bisa mengunjungi tempat kuliner
ini. Sebenarnya ada lagi Tempat Kuliner Rawon di Jalan Kartini namun Bunga
memilih Kantin ini untuk nostalgia pertamanya.
“Herman makanan khas seperti ini yang sering
aku rindukan selama aku di Belanda!”, kata Bunga.
“Tentu saja Bunga di sana
sulit menemukan rujak cingur, rawon, soto, gado-gado!”, kataku.
“Sebenarnya keluarga
Indonesia kadang-kadang memasak makanan khas Indonesia misalnya ketika Ulang
Tahun Kemerdekaan di KBRI. Kita bisa memilih kuliner Indonesia yang kita sukai!”.
“Bagaimanapun kemanapun
dimanapun apapun orang Indonesia akan selalu kangen dan rindu pada Tanah
Airnya!”, kataku berfilosofi.
“Bahkan selain itu aku
sangat rindu sama teman-teman yang dulu pernah dekat!”, kata Bunga sambil
tersenyum.
“Aduh termasuk aku dong!”,
kataku. Bunga tertawa mendengar reaksiku.
“Tapi Herman, lucunya kita
selama ini tidak pernah berkomunikasi!”, kata Bunga.
“Iya aneh juga mungkin
cukup komunikasi dalam hati masing-masing!”, kataku sekenanya.
“Buktinya aku bisa ketemu lagi dengan Bunga
setelah sepuluh tahun tidak ada kabar berita!”, kataku lagi.
“Herman kamu bisa aja…!”,
kata Bunga.
Aneh aku sekarang bisa
begitu terbuka mengutarakan isi hati ini padahal saat SMP dulu begitu kikuknya
alias grogi jika harus bertatap cakap dengan Bunga.
“Ya Herman setelah sepuluh
tahun itu aku banyak melihat perubahan pada dirimu.Sekarang kamu sudah tidak
jadi cowok pemalu lagi seperti dulu!”, kata Bunga. Mendengar ini aku tertawa
rupanya Bunga bisa mendengar apa yang kurasakan dalam hati ini.
“Aku juga banyak melihat
perubahan pada diri Bunga sekarang nampak lebih dewasa dan sudah siap mengarungi
mahligai rumah tangga. Ngomong-ngomong kamu sudah punya calon?”.
Wow entah mengapa
tiba-tiba saja keluar dari bibirku pertanyaan seperti itu. Aku lihat Bunga tidak
terkejut mendapat pertanyaan seperti itu bahkan dia hanya tersenyum manis.
“Rahasia dong. Suatu hari
nanti aku beritahu!”, kata Bunga masih dengan senyum terukir di bibirnya.
“Nah sekarang tentu Hermansyah Al-Buchari
pasti sudah punya calon pendamping dong!”, tanya Bunga.
“Belum!”, jawabku spontan
justru malah aku yang terkejut mendapat pertanyaan Bunga yang tak terduga.
Bunga tertawa melihat aku seperti orang yang kaget dan gugup karena pertanyaan
tak terduga itu. Akhirnya kami tertawa sehingga ruangan Kantin Rujak Cingur itu
penuh dengan keceriaan. Menikmati kuliner sambil bernostalgia dengan Bunga
memiliki arti tersendiri bagiku.
Hari itu merupakan hari
yang sangat berarti bagiku seakan harapan hampaku yang dulu, kini seperti
bersemi kembali. Benarkah begitu. Benarkah kehadiran Bunga adalah harapan
lamaku bersemi kembali. Selama ini masa mudaku tidak pernah diisi oleh gadis
manapun. Aku hanya focus belajar belajar dan belajar mengejar cita-citaku
menjadi seorang dokter. Dalam hatiku selama itu pula hanya ada Bunga yang sejak
SMP selalu tersimpan rapi dalam hati yang terdalam. Lalu benarkah begitu?. Benarkah
Bunga akan mengisi taman hatiku?. Bagaimana dengan Mutiara yang saat ini
tiba-tiba saja kembali hadir dalam bayang anganku?.
BERSAMBUNG
2 comments:
Lanjuuutttt Mas episode 5
lanjuuuttt mas episode 5
Post a Comment