Saturday, February 8, 2014

Novel Hensa : BUNGA MUTIARA (Episode 4)


Foto : Hensa/Koleksi Pribadi

EPISODE 4
BUNGA DI TAMAN HATIKU

Seakan tidak percaya ketika aku menerima kabar dari Ibu bahwa kemarin ada Bunga bersilaturahmi ke Rumah di Desaku.
“Kalau kamu sempatkan pulang ke Pasuruan, temui Bunga sebelum kembali ke Jakarta!”, suara Ibu melalui hand phone di ujung sana.
“Iya Bu besok ini aku pulang ke Pasuruan seusai jaga malam di IGD!”, kataku.
Bunga Putri Pertiwi demikian nama lengkap gadis manis ini. Hanya tiga tahun aku mengenal Bunga saat sama sama bersekolah di SMP. Ketika SMA Bunga harus pindah ke Jakarta karena Ayahnya mendapat promosi tugas di sana. Rupanya karir Ayahnya yang alumnus Akabri ini semakin berprestasi sehingga saat itu mendapat tugas sebagai atase militer di sebuah Negara Eropa. Tidak terasa sejak sama sama SMP itu sudah sepuluh tahun aku tidak bertemu Bunga.
Aku benar-benar sudah sangat rindu bertemu Bunga sehingga Bus yang membawaku pulang ke Pasuruan terasa  merayap begitu lambat di jalan Tol Surabaya – Gempol itu. Walaupun akhirnya sampai juga di tempat tujuan. Selama di Pasuruan, Bunga tinggal di kediaman Tantenya maka saat itu akupun meluncur menuju ke sana, sebuah Perumahan Elit-Pondok Sejati di Jalan Sudirman. Rumah bertingkat dua ini begitu asri dengan halaman hijau berpagar tinggi. Ketika seorang Pembantu membukakan pintu aku mnegutarakan maksudku mau bertemu Bunga. Di kursi teras rumah itu aku menunggu Bunga dengan hati tidak menentu. Terakhir aku jumpa Bunga semasa SMP dulu. Saat itu aku sering belajar bersama di Rumah Dinas Ayahnya di jalan Pahlawan. Waktu SMP saja Bunga sudah cantik apalagi sekarang. Terdengar suara langkah kaki ringan menghampiriku lalu sapa merdu memanggil namaku. Aku berdiri dan menatap Bunga di depanku. Ya Allah inikah Bunga gadis manis saat SMP dulu. Aku memang terpana memandang gadis anggun di depanku ini. Dengan perawakannya yang proporsional, Bunga sebenarnya sangat cocok menjadi Model atau Peragawati ditambah lagi dia memiliki wajah cantik dengan senyumnya yang khas.
“Hei Herman jangan bengong begitu?”, kata Bunga sambil tertawa. Aku tersadar dari rasa terpesonaku. Lalu akupun ikut tertawa.
“Bunga!. Kamu tambah cantik!”, kataku memuji tulus.
“Berarti dulu aku cantiknya hanya sedikit ya!”, kata Bunga sambil tersenyum manis.
“Oh dulu Bunga sudah cantik sekarang tambah cantik!”, kataku sambil tertawa. Maka di ruang tamu itu penuh dengan canda dan tawa.
“Berapa tahun ya kita tidak ketemu?”, kata Bunga seolah bertanya kepada dirinya sendiri.
“Berapa tahun ya? Hitung saja saat itu kita masih SMP jadi ya kira-kira sepuluh tahun!”, kataku.
“Rasanya seperti mimpi bisa bertemu seperti ini. Aku melihat kamu tidak banyak berubah masih tetap cool dan dewasa Herman!”, kata Bunga memujiku. Mendengar pujian ini wooww rasanya aku seperti terbang ke Langit.
Cool, calm and confident itu seperti sebuah iklan Bunga!”, kataku sambil tertawa. Bunga juga ikut tertawa.
“Bagaimana studi Kedokteranmu Herman?”, tanya Bunga.
“Alhamdulillah lancar. Lho kok tahu kalau aku kuliah di Kedokteran?”,kataku.
“Tahu dari Ibu sewaktu aku kemarin berkunjung ke rumahmu!”, kata Bunga.
“Lalu kuliahmu bagaimana Bunga?”.
“Alhamdulillah aku sedang menempuh Pascasarjana di Belanda namun karena sekarang Ayah sudah kembali bertugas di  Indonesia maka aku akan melanjutkan di sini saja !”,kata Bunga.
“Wah berita yang menggembirakan, tapi kenapa kamu tidak kuliah di Belanda saja?. Di sana kualitas pendidikannya lebih baik”.
“Selain Ayah dan Ibu tidak mengizinkan aku sendiri yang ingin melanjutkan kuliah di Surabaya!”, kata Bunga.
“Kapan kamu mulai kuliah lagi ?”, tanyaku.
“Bulan depan ini aku sudah masuk!. Besok aku harus menyelesaikan urusan administrasi di Kampus Baruku”, kata Bunga menjelaskan rencana kuliahnya.
“Baiklah Bunga. Semoga semuanya lancar, lalu di Surabaya rencana tinggal di mana?”, tanyaku.
“Mungkin di rumah Tanteku yang di Kertajaya Indah biar dekat juga ke Kampus!”, kata Bunga. Tante yang dimaksud oleh Bunga itu adalah adik kandung ayahnya.
Bunga lebih memilih kuliah Pascasarjana di Surabaya daripada di Belanda. Ayahnya asli Surabaya sehingga banyak kerabat di Surabaya walaupun Ayahnya tinggal di Jakarta. Selain itu juga, Ibunya yang asli Pasuruan akan membuat Bunga merasa betah dan nyaman menempuh studi di Surabaya. Apakah ada alasan lainnya?. Misalnya karena ingin dekat denganku?. He he he he aku mulai “Lebaay”, tapi yang jelas aku begitu gembira mendengar berita ini. Setiap saat aku bisa bertemu dengan Bunga andai dia kuliah di Surabaya. Nanti dulu, aku harusnya tahu diri jangan-jangan Bunga sekarang sudah punya calon suami. Gadis secantik Bunga tentu banyak pria yang ingin menjadikannya teman hidup. Ya jangan jangan Bunga sudah punya calon suami. Aku harus tahu diri. Janganlah berharap terlalu tinggi agar jika nanti jatuh tidak terlalu sakit.
Sebuah reuni kecilpun akan selalu dilalui dengan bernostalgia misalnya mengunjungi tempat tempat kuliner yang dulu pernah dikunjungi. Setelah puas keliling Kota Pasuruan, siang itu kami menikmati hidangan rujak cingur di Jalan Dipenogoro. Rujak cingur merupakan salah satu makanan khas Jawa Timur. Saat SMP dulu kerap kali aku dan Bunga makan rujak cingur di Jalan Dipenogoro ini. Tempatnya tidak terlalu besar hanya sebuah Kantin namun pengunjungnya selalu penuh. Seperti siang itu kami kebagian tempat duduk di pojok sendiri. Sambil menunggu pesanan hidangan disajikan, Bunga kelihatan menikmati suasana Kantin ini yang sudah lama tidak dikunjungi.
“Kita biasanya duduk di sana dekat pintu !”, kata Bunga sambil menunjuk bangku di ujung sana.
“Biasanya Bunga pesan rujak dengan tiga cabe rawit merah biar pueddeeeesssss banget!”, kataku. Bunga tersenyum. Aku melihat dia sangat senang sekali bisa mengunjungi tempat kuliner ini. Sebenarnya ada lagi Tempat Kuliner Rawon di Jalan Kartini namun Bunga memilih Kantin ini untuk nostalgia pertamanya.
 “Herman makanan khas seperti ini yang sering aku rindukan selama aku di Belanda!”, kata Bunga.
“Tentu saja Bunga di sana sulit menemukan rujak cingur, rawon, soto, gado-gado!”, kataku.
“Sebenarnya keluarga Indonesia kadang-kadang memasak makanan khas Indonesia misalnya ketika Ulang Tahun Kemerdekaan di KBRI. Kita bisa memilih kuliner  Indonesia yang kita sukai!”.
“Bagaimanapun kemanapun dimanapun apapun orang Indonesia akan selalu kangen dan rindu pada Tanah Airnya!”, kataku berfilosofi.
“Bahkan selain itu aku sangat rindu sama teman-teman yang dulu pernah dekat!”, kata Bunga sambil tersenyum.
“Aduh termasuk aku dong!”, kataku. Bunga tertawa mendengar reaksiku.
“Tapi Herman, lucunya kita selama ini tidak pernah berkomunikasi!”, kata Bunga.
“Iya aneh juga mungkin cukup komunikasi dalam hati masing-masing!”, kataku sekenanya.   
 “Buktinya aku bisa ketemu lagi dengan Bunga setelah sepuluh tahun tidak ada kabar berita!”, kataku lagi.
“Herman kamu bisa aja…!”, kata Bunga.
Aneh aku sekarang bisa begitu terbuka mengutarakan isi hati ini padahal saat SMP dulu begitu kikuknya alias grogi jika harus bertatap cakap dengan Bunga.
“Ya Herman setelah sepuluh tahun itu aku banyak melihat perubahan pada dirimu.Sekarang kamu sudah tidak jadi cowok pemalu lagi seperti dulu!”, kata Bunga. Mendengar ini aku tertawa rupanya Bunga bisa mendengar apa yang kurasakan dalam hati ini.
“Aku juga banyak melihat perubahan pada diri Bunga sekarang nampak lebih dewasa dan sudah siap mengarungi mahligai rumah tangga. Ngomong-ngomong kamu sudah punya calon?”.
Wow entah mengapa tiba-tiba saja keluar dari bibirku pertanyaan seperti itu. Aku lihat Bunga tidak terkejut mendapat pertanyaan seperti itu bahkan dia hanya tersenyum manis.
“Rahasia dong. Suatu hari nanti aku beritahu!”, kata Bunga masih dengan senyum terukir di bibirnya.
 “Nah sekarang tentu Hermansyah Al-Buchari pasti sudah punya calon pendamping dong!”, tanya Bunga.
“Belum!”, jawabku spontan justru malah aku yang terkejut mendapat pertanyaan Bunga yang tak terduga. Bunga tertawa melihat aku seperti orang yang kaget dan gugup karena pertanyaan tak terduga itu. Akhirnya kami tertawa sehingga ruangan Kantin Rujak Cingur itu penuh dengan keceriaan. Menikmati kuliner sambil bernostalgia dengan Bunga memiliki arti tersendiri bagiku.
Hari itu merupakan hari yang sangat berarti bagiku seakan harapan hampaku yang dulu, kini seperti bersemi kembali. Benarkah begitu. Benarkah kehadiran Bunga adalah harapan lamaku bersemi kembali. Selama ini masa mudaku tidak pernah diisi oleh gadis manapun. Aku hanya focus belajar belajar dan belajar mengejar cita-citaku menjadi seorang dokter. Dalam hatiku selama itu pula hanya ada Bunga yang sejak SMP selalu tersimpan rapi dalam hati yang terdalam. Lalu benarkah begitu?. Benarkah Bunga akan mengisi taman hatiku?. Bagaimana dengan Mutiara yang saat ini tiba-tiba saja kembali hadir dalam bayang anganku?.

 BERSAMBUNG

2 comments:

widya said...

Lanjuuutttt Mas episode 5

widya said...

lanjuuuttt mas episode 5