Foto Fiksiana Community
Tantangan
100 Hari Menulis Novel FC
EPISODE CINTA DAISY LISTYA
Oleh
Hendro Santoso (Peserta Nomor 27)
Episode
20
CERITA PILU SAHABAT HATIKU
Episode
cerita pilu itu tersaji didepanku. Kisah ini diawali ketika sore itu seperti
biasa Kinanti menelpon Eko untuk pulang bersama. Namun kali ini Eko tidak bisa
pulang karena harus mengerjakan laporan yang belum selesai jadi Eko
mempersilahkan Kinanti pulang duluan. Kinanti rupanya tidak langsung menuju
tempat parkir dimana mobilnya ada di sana tapi ia malah menuju arah Gedung
Fakultas dimana Eko saat itu berada. Memang Gedung Fakultas mereka berdekatan
hanya menyebrang jalan lalu berbelok ke arah kanan. Entah ada perasaan ingin
tahu saat itu dalam diri Kinanti apa sebenarnya yang sedang dikerjakan Eko di
ruang tempat kerjanya. Sebenarnya Kinanti hanya ingin menemani calon suaminya
itu yang sedang kerja lembur. Suasana koridor di Gedung Fakultas itu sudah
mulai sepi maka Kinantipun berjalan menelusuri koridor itu menuju Ruang Kerja
Eko. Kinanti berdiri di depan pintu namun ia ragu mau mengetuk pintu itu.
Sayup-sayup terdengar suara suara aneh dari seorang wanita yang sepertinya
sedang dicumbu. Kinanti terkejut apa yang sedang mereka lakukan di dalam sana.
Pintu itupun diketuknya dengan keras. Beberapa saat kemudian pintu terbuka dan
Eko berdiri di sana. Kinanti tanpa ba dan bu langsung masuk ke dalam ruangan.
Ya Tuhan Kinanti masih sempat melihat Irma sedang memakai kembali pakaiannya.
Tak ada sepatah katapun yang keluar dari bibir Kinanti. Dia hanya memandang
Irma dan Eko lalu bergegas meninggalkan mereka berdua.
Itulah
kisah pilu yang baru saja diceritakan Kinanti kepadaku. Setelah selesai
bercerita, wanita cantik ini masih menangis tersedu di depanku. Tangisan
kepedihan.
”Sudahlah
Kinan. Semuanya sudah terjadi. Tidak perlu kau tangisi dan kau ratapi seorang
Penghianat. Hanya membuang waktumu yang sangat berharga” kataku berusaha
menenangkan Kinanti namun dia tetap menangis.
Seorang
wanita menangis itu disebabkan hanya oleh dua hal. Pertama hatinya perih karena
tersakiti oleh penghianatan dan yang kedua hatinya berbunga karena dicintai
penuh dengan kesetiaan. Saat ini aku melihat Kinanti begitu rapuh. Aku tidak
melihat Kinanti yang tegar kokoh dengan pendirian dan prinsipnya. Aku juga
sebenarnya memaklumi apa yang dirasakan Kinanti saat ini. Penghianatan yang
sangat biadab itu telah mengotori hubungan cinta yang seharusnya tetap dijaga
dan dirawat agar tetap suci. Kinanti pasti sangat sakit hatinya dan kecewa
ketika cinta suci yang ia berikan berbalas dengan penghianatan. Kini Kinanti
sangat membutuhkan pegangan. Tentu saja akulah orangnya yang ia perlukan. Aku
tidak ingin Kinanti merasakan kesedihan ini berlarut-larut. Aku melihat Kinanti
masih tersedu.
”Kinanti
lihatlah ada aku disini. Aku yang selalu bersamamu!” kataku sambil menatapnya.
Mendengar kata-kataku itu Kinanti mulai tenang.
”Iya
Alan terima kasih. Aku sangat membutuhkanmu” suara Kinanti pelan dengan tatapan
mata yang masih basah dengan air mata.
Malam
itu suasana Cafe di jalan WR Supratman itu begitu tenang. Alunan musik yang
terdengarpun penuh dengan lagu lagu melankolis.
”Kinan
ternyata dia tidak setara denganmu. Kau harus mendapatkan cinta yang setara
dengan keluhuran cintamu!” kataku lagi kulihat Kinanti sudah tidak menangis lagi.
”Ya Alan
seharusnya aku bersyukur karena Allah sudah tunjukkan kepadaku siapa sebenarnya
dia. Allah juga yang menunjukkan bahwa teman hidupku bukan dia, mungkin ada
yang jauh lebih baik!” kata Kinanti dengan suara pelan.
”Kalau
begitu mulai saat ini kau harus kembali tersenyum. Dunia ini beberapa hari ini
sangat merindukan senyummu. Apalagi Alan
Erlangga!” kataku mulai menggoda.
”Alan
Gombal!” Kinanti mulai tersenyum.
”Senyum
Kinanti adalah masa depanku!” kataku semakin menggoda.
”Hei apa
maksudmu?” suara Kinanti setengah berteriak.
”Ssssst
enggak ada maksud apa-apa!” kataku ringan sambil cengengesan. Aku lihat Kinanti
cemberut namun yang namanya Kinanti cemberutpun tetap cantik. Ada perasaan lega
pada saat Kinanti sudah mulai lagi menemukan jati dirinya. Begitulah seharusnya
seorang wanita yang tegar dan tangguh menghadapi apapun yang dialaminya. Sejak
awal memang aku yakin Kinanti harus mampu menghadapi persoalan ini.
Boleh dikatakan ternyata aku di Bandung hanya
semalam. Berangkat dari Juanda-Surabaya Sabtu sore tiba di Husen-Bandung hampir
Magrib. Malam itu juga ketemu Kinanti di sebuah Cafe Jl WR Supratman. Besoknya
Minggu pagi sudah check in lagi di Husen menuju Surabaya dengan penerbangan
paling pagi. Tadi Kinanti masih sempat telpon hanya sekedar mengucapkan selamat
jalan tapi bagiku hal itu sangat berharga.
”Alan
terima kasih sudah mau bertemu denganku dan memberiku semangat baru. Selamat
jalan ya kabari aku jika sudah sampai Surabaya!” kata Kinanti.
Semua
aku lakukan untuk Kinanti. Sekarang rasanya ada perasaan lega yang membuatku
merasa tenang. Mudah-mudahan demikian pula dengan Kinanti akan kembali
menemukan dirinya, menemukan kedamaiannya, menemukan cinta sejatinya.
Dalam
perjalanan pulang kembali ke Surabaya itu memang pikiranku penuh dengan
Kinanti. Penerbangan pendek Bandung – Surabaya hanya memakan waktu yang pendek
juga namun dalam waktu yang pendek itu penuh dengan pikiran perjalanan panjang
penuh liku saat saat bersama Kinanti. Sesampainya di Surabaya segera saja aku
mengabari Kinanti.
”Alhamdulillah
Alan sudah sampai rumah!” terdengar suara Kinanti.
”Alhamdulillah
Kinan perjalanan lancar cuacanya juga bagus. Semoga juga hari ini menjadi hari
baik bagimu!” kataku. Terdengar Kinanti tertawa kecil.
”Bagiku
tiada hari yang tidak baik semua hari adalah hari baik. Hari menjadi tidak baik
ketika ada seseorang yang berbuat tidak baik!” kata Kinanti berfilsafat.
”Ya
sudahlah Kinan. Hari yang tidak baik itu sudah berlalu dan tak akan mungkin
kembali. Tetaplah tatap ke depan sesekali saja menengok ke belakang hanya untuk
sekedar memperbaiki yang perlu diperbaiki!” kataku.
”Okey
Alan aku suka kata-katamu. Persis yang dikatakan Listya tadi malam dia
menelponku!” kata Kinanti. Rupanya Kinanti juga curhat kepada Listya.
”Oh ya,
pasti Listya selalu memberimu semangat!” kataku penasaran.
”Iya
Alan. Dia mengatakan Bu Kinan harus melihat ke depan karena kita hidup akan
menuju ke sana jangan buang buang waktu hanya untuk menyesali sesuatu yang
sudah terjadi!” kata Kinanti menjelaskan apa yang dikatakan Listya.
”Malam
itu seusai bertemu denganmu aku memang menelpon Listya. Tentu saja dia kaget
mendengar berita ini!” kata Kinanti.
”Kinan.
Memang baik juga Listya tahu tentang keadaanmu saat ini dan tentu saja Listya
pasti terkejut dengan berita batalnya pernikahanmu!” kataku kemudian aku segera
menyudahi percakapan ini agar tidak berkepanjangan dikhawatirkan akan
mengingatkan kembali Kinanti pada peristiwa yang menyakitkan itu.
Pertemuan
singkat dengan Kinanti di Bandung itu seolah menjadi titik tolak baru bagiku
untuk kembali meraih harapanku. Hari hari ke depan bagiku merupakan hari hari
penuh harapan apalagi Intan ”Si Cantik Kinanti muda” selalu memberi dukungan
agar aku tetap fight memperjuangkan cintaku untuk Ibundanya. Biasanya Intan
menelponku saat jam makan siang, seperti siang itu aku baru saja selesai makan
siang dan sholat dhuhur, aku menerima telpon Intan.
”Wa
alaikum salaam!” aku membalas salam nya Intan.
”Om Alan
sedang apa?”
”Baru
saja selesai sholat dan makan siang. Intan sudah makan siang belum? Sekarang
ada kuliah apa saja?” kataku balik bertanya.
”Intan
sudah makan Om. Hari ini kuliahnya sudah
tadi pagi baru nanti ada Praktikum Kimia Dasar sampai sore nanti. Om Alan,
Intan telpon gini ganggu nggak nih?” tanya gadis itu dengan bahasa remajanya.
”Oh
tidak apa apa. Om Alan malah senang apalagi membawa khabar tentang Ibu!” kataku
mulai memancing. Aku mendengar Intan tertawa lepas.
”Rupanya
Om Alan kangen sama Ibu ya!”
”Iya
dong malah kangen juga sama anak gadis Si Mata wayangnya!” kataku menggoda dan
kembali terdengar suara tawa merdu Intan Permatasari. Sungguh memang Intan ini
adalah Kinanti saat muda dulu. Suaranya juga merdu persis Ibunya.
”Om
Alan. Saat ini Ibu sudah kelihatan mulai kembali bergairah tidak lagi bersedih.
Ibu sering menerima telpon dari mbak Listya selain dari Om Alan. Mereka kalau
ngobrol sangat serius sekali. Mbak Listya selalu memberi semangat kepada Ibu.
Melihat keadaan Ibu sekarang, Intan merasa lega. Ngomong-ngomong bagaimana
perkembangan pedekatenya Om?” tanya Intan.
”Pedekate
yang mana Intan?” kataku pura-pura bego.
”Aduuuh
Om Alan ya pedekate sama Ibu dong!” suara Intan menggerutu.
”Oh itu
beres doong. Pelan-pelan saja Om Alan tidak mau tergesa-gesa karena Om Alan
tidak mau ditolak yang ketiga kalinya!” kataku. Intan tertawa mendengar
ucapanku.
”Lho
Intan. Dalam hidup Om Alan hanya Ibumu yang sudah menolak dua kali cintanya Om
Alan. Pertama dulu sewaktu SMA dan kedua baru saja sebelum Ibu memutuskan
memilih Om Eko. Mangkanya tidak mau terburu buru kalau sampai terjadi penolakan
yang ketiga kali wah kiamat dunia ini!” kataku serius. Kembali terdengar suara
tawa Intan.
”Tenang
saja Om kali ini pasti berhasil. Ibu kalau malam suka berharap harap ada telpon
dari Om Alan!” kata Intan. Mendengar ini aku hanya tersenyum.
Intan
Permatasari putri Si Mata wayangnya telah menjadi teman akrabku setiap saat.
Aku banyak mendapat informasi tentang Ibunya dan rupanya Intan sangat
mengharapkan agar Ibunya menikah denganku. Namun aku hafal betul siapa Kinanti,
seorang wanita yang mempunyai pendirian yang kokoh bagaikan karang. Hei tapi
nanti dulu, karang kalau setiap hari disentuh oleh ombak mungkin akan luluh
juga. Sentuhlah karang itu dengan penuh kasih sayang. Ya aku harus tetap
berjuang Kinanti adalah harapan terakhirku. Harapanku yang paling logis.
Kinanti belum jadi masa laluku walaupun dia pernah ada di masa laluku namun
juga belum nyata menjadi masa depanku. Cinta itu harus diperjuangkan. Tidak ada
kata terlambat ini saatnya aku harus memperjuangkan cintaku. Ada sebuah tanya
kenapa dulu aku tidak berjuang untuk cintaku kepada Daisy Listya? Sebelum
menjawabnya muncul lagi pertanyaan berikutnya yaitu apa dulu memang aku tidak
pernah memperjuangkan cintaku kepada Daisy Listya? Mungkinkah itu sudah takdirku dariNya ketika
aku tidak mendapatkan cintaku kepada Daisy Listya. Apakah mungkin ada takdirNya
lagi untuk takdirku ini? Entahlah aku lebih baik berserah diri saja kepadaNya
untuk semua yang kuperjuangkan.
Untuk
Kinanti ini aku berharap dengan izinNya berilah aku takdir cintaku yang utuh.
Hanya cintaku yang utuh yang dapat mengobati rasa pilu sahabat hatiku ini.
BERSAMBUNG
Episode 21
No comments:
Post a Comment