Monday, May 16, 2016

EPISODE CINTA DAISY LISTYA (24)


Foto Fiksiana Community



Tantangan 100 Hari Menulis Novel FC
EPISODE CINTA DAISY LISTYA
Oleh Hendro Santoso (Peserta Nomor 27)

Episode 24
KINANTI BUKALAH PINTU HATIMU
Suasana Ruang ICU sebuah Rumah Sakit di Malang itu sunyi senyap. Aku melihat Rizal Anugerah terbaring lemah. Ada komplikasi serius pada ginjal hasil cangkokkannya. Sudah hampir sepekan ini Rizal di rawat dan dua hari terakhir ini kondisinya tidak sadarkan diri, sangat memprihatinkan. Sebenarnya ada rencana untuk kembali di bawa ke Mount Elizabeth Hospital Singapore, dimana dulu dilakukan operasi cangkok ginjalnya, namun kondisi Rizal yang tidak memungkinkan melakukan perjalanan ke sana. Aku memang baru menyempatkan diri menjenguk Rizal, suami Listya ini pada Jumat sore. Rasa prihatin yang mendalam untuk Listya yang sedang mengalami cobaan ini. Alhamdulillah aku melihat Listya begitu tabah menghadapi ujian ini.
”Pak Alan terima kasih. Mohon doanya untuk kesembuhan Mas Rizal!” kata Listya penuh kesedihan.
”Iya Lis semoga Mas Rizal diberikan kesembuhan seperti sediakala. Listya harus sabar ya!” kataku menenangkan hatinya.
”Terimakasih Pak Alan!” suara Listya terharu.
Tidak banyak yang aku bicarakan dengan Listya di Rumah Sakit itu sampai akhirnya aku harus pamit karena hari sudah menjelang malam apalagi besok pagi aku berniat ke Bandung menjumpai Kinanti dengan penerbangan pagi hari.
Rasanya jarak Surabaya – Bandung semakin dekat saja. Apalagi jarak hatiku dengan Kinanti seolah semakin tidak berjarak saking dekatnya. Akhir-akhir ini memang aku bisa merasakan betapa dekatnya hati Kinanti seakan kapan saja aku bisa mengetuk pintu hatinya. Ya kapan saja aku bisa mengetuk pintu hatinya namun hingga saat ini masih belum melakukan apa-apa. Aku hanya bisa mendengar ada sapaan lembut dari dalam sana.  Teringat kembali dengan apa yang pernah dikatakan Kinanti dalam sebuah sms :
”Daisy Listya adalah cinta sejatimu walaupun mungkin tidak bisa kau raih namun andaikan aku harus menggantikan cinta Daisy Listya adalah hal yang tidak bisa disetarakan!”
”Itulah sebabnya aku tidak bisa memenuhi keinginan Listya agar aku menikah denganmu!”
”Alan ada yang perlu kau ketahui bahwa sebenarnya Intan, putriku, lebih merestuimu dari siapapun untuk menjadi teman hidupku. Namun alasan-alasan di atas itu yang membuat aku harus memberi keputusan yang lain!”
Apakah saat ini Kinanti masih tetap bersikukuh seperti itu? Apakah Kinanti masih akan tetap menganggapku hanya seorang sahabat? Jika melihat gelagat dan sinyal sinyal yang diberikan Kinanti padaku akhir-akhir ini nampaknya ada setitik harapan. Walaupun harapan itu hanya setitik tapi tetap saja itu sebuah harapan. Aku harus bisa membuka tabir yang membelenggu cintanya. Aku yakin Kinanti mencintaiku walaupun dia menganggap cintanya tidak bisa disetarakan dengan cinta Listya. Sikap ini membuatku bertambah mengaguminya karena cinta Kinanti memang memiliki keagungan sendiri walaupun aku selalu menganggap cinta kedua wanita ini begitu luhur penuh dengan ketulusan. Satu hal yang membuatku semangat adalah Intan, putri satu-satunya yang selalu mendukungku untuk bisa menyunting Ibunya. Ini artinya aku sudah membuka satu kunci dan tinggal mendorong pintunya untuk terbuka. Jika pintu hatinya sudah terbuka maka aku bisa masuk dengan membawa cintaku yang tulus.
Malam Minggu di kota Bandung dengan langit yang cerah secerah hatiku. Selepas Magrib tadi aku sudah meluncur menuju Arcamanik tempat kediaman Kinanti. Ketika aku tiba di sana, aku disambut Kinanti dengan penuh suka cita. Rasanya seperti wakuncar jaman SMA dulu he he he. Kinanti malam ini begitu anggun dengan wajah ceria di balut jilbab warna pink. Matanya yang indah itu berbinar dan senyum manisnya selalu menghiasi bibirnya. Sambutan Kinanti malam ini begitu istimewa. Allah Maha Besar, Maha Pencipta yang telah menganugerahkan kecantikan kepada Kinanti Puspitasari. Di ruang tamu itu aku hanya tertegun takjub memandang begitu anggunnya Kinanti.
”Alan! Jangan memandangku terus seperti itu dong!” kata Kinanti tersipu saat aku memandanginya tak berkedip.
”Kinanti, mau bagaimana lagi aku, karena kamu cantik sekali. SubhanAllah!” kataku tulus. Kinanti tersenyum penuh arti dengan rasa senang dan tersanjung.
”Sudahlah. Jangan membahas kecantikan. Apalagi pujian untuk kecantikan. Pujilah yang telah menciptakan kecantikan itu!” suara Kinanti mengingatkan.
”Segala Puji bagiMu yang telah menciptakan mahluk bernama Kinanti Puspitasari yang sekarang duduk di depanku. Sungguh telah membuatku terpukau tak berkedip!” kataku serius.
”Alhamdulillah!” kata Kinanti tersenyum. Suasana yang sangat indah. Ruangan jadi penuh dengan senyum dan canda. Malam Minggu yang sangat istimewa bagiku. Topik pembicaraan dengan Kinanti masih seputar sakitnya Rizal, suami Listya.
”Alan tadi malam Listya telepon bercerita tentang kunjunganmu ke Rumah Sakit itu. Listya sangat terharu atas kedatanganmu!” kata Kinanti.
”Iya waktu itu aku lihat Listya begitu tabah walaupun kondisi Rizal sangat kritis. Kita hanya bisa berdoa untuk kebaikannya juga ketabahan Listya!” kataku. Kinanti mengangguk.
”Banyak cerita yang diutarakan Listya malam itu. Aku sangat kagum atas ketabahannya menerima ujian ini!” kata Kinanti.
”Ujian dari Allah itu akan membuat kita semakin tinggi derajatnya. Untuk naik kelas kita butuh ujian..!” kataku seolah berbicara untuk diri sendiri.
Ya menghadapi Kinanti bagiku juga termasuk ujian yang harus aku hadapi dengan penuh perjuangan. Tidak boleh menyerah aku harus yakin bisa menundukkan hati Kinanti Puspitasari.
”Alan mudah-mudahan ujian ujian dariNya semakin membuat kita semakin menjadi hambaNya yang sabar dan tegar!” kata Kinanti.
”Ya Kinanti mudah-mudahan aku juga bisa selalu sabar dan tegar menunggu dan menunggu calon istriku datang kepadaku!” kataku mulai memancing di air bening.
”Alan seharusnya calon istri itu bukan datang kepadamu tapi dijemput olehmu!” kata Kinanti.
”Oh dijemput? Ya sudah atuh aku harus menjemputnya. Kapan ya dia bersedia dijemput?” kataku mulai membidik sasaran. Kinanti tersenyum dan nampaknya dia tidak mau terpancing.
”Ya tanya sendiri saja kepadanya. Mana aku tahu!” kata Kinanti pura-pura ketus. Aku hanya tertawa sambil angkat bahu. Walaupun Kinanti tidak terpancing namun aku bisa merasakan adanya sinyal bagiku untuk saatnya aku mencoba lagi mengetuk pintu hatinya.
Akhirnya dialog tentang calon istri itu harus terputus karena tiba-tiba saja terdengar suara seseorang mengucapkan salam. Ternyata Intan sudah berdiri di pintu itu sambil menyapa kami yang ada di ruang tamu. Kata Kinanti setiap Sabtu sore menjelang malam biasanya Intan baru tiba di rumah dari Kampus Jatinangor.
”Ayah Alan rupanya sudah datang!” kata Intan menyapaku sambil bersalaman mencium tanganku.
”Iya. Rupanya nanda Intan juga baru pulang dari Kampus nih!” tanyaku.
”Ya Ayah ini terlambat agak malam biasa macetnya Bandung sulit diprediksi. Malah biasanya kalau macetnya parah lebih malam lagi sampai rumah” kata Intan. Lalu mata Intan tertuju memandang Ibunya dan bersalaman mencium tangan Ibunya. Gadis manis yang sedang mekar ini mulai menggoda Ibunya.
”Ibu aduh malam ini cantik sekali. Pasti ada yang istimewa nih kalau Ibu secantik ini” kata Intan menggoda sambil matanya berkedip kepadaku.
”Iya dong Intan gimana sih kamu ini!”  kataku sambil tertawa sementara Kinanti hanya terdiam. Sang Ibu mulai memelototi anak gadisnya sambil pura-pura cemberut.
”Ibu sungguh lho aku ini bicara jujur Ibu malam ini cantik sekali pasti Om Alan juga setuju!” kata Intan semakin menggoda Ibunya.
”Intan, sudah ayo masuk sana baru datang sudah ngeledek!” suara Kinanti agak kesal. Intan tertawa sambil berlari kecil masuk ke dalam rumah. Sementara aku hanya tertawa dan Kinanti tersenyum sambil geleng-geleng kepala.
Pembicaraan semakin hangat dan canda tawa seperti biasa menambah kehangatan malam Minggu bersama Kinanti. Aku merasakan suasana seperti sedang wakuncar (wajib kunjung pacar) jaman ABG dulu. Sewaktu SMA dulu jika aku berkunjung ke rumah Kinanti selalu bersama teman-teman yang lain. Biasanya ditemani Indra, Aini dan Erika. Kami saat itu bersahabat sangat akrab.
”Kinan apakah suka kontak dengan Indra,Aini? Atau Erika?” tanyaku. Tiba-tiba saja aku ingin membuka kembali lembaran SMA dulu.
”Aini ada di Bogor masih sering kontak, namun Erika sudah lama tidak pernah kontak. Terakhir aku mendengar khabar Erika tinggal di Medan!” kata Kinanti.
”Aku juga pernah ketemu Indra sewaktu ada acara seminar di ITS Surabaya tempo hari. Ah rasanya ingin kumpul bareng mereka lagi ya!” kataku.
”Iya masa masa indah saat kumpul bareng sulit dilupakan!”kata Kinanti.
”Namun bagi aku yang sulit dilupakan adalah ketika Kinanti Puspitasari menolak cintaku!” kataku bercanda sambil cekikikan. Mendengar ini Kinanti kelihatan cemberut.
”Tidak apa-apa Kinan memang saat itu wajarlah kalau aku harus menerima penolakanmu. Maklumlah Alan Erlangga saat itu seorang pemuda yang bengal!” kataku tertawa lepas.
”Sudahlah Alan jangan sekali-sekali singgung soal itu lagi. Tutup saja masa lalu yang tidak perlu dikenang dan sebaiknya menatap ke depan!” kata Kinanti.
”Kinanti maafkan aku. Bukan bermaksud mengungkit masa lalu yang tidak perlu dikenang namun memang saat ini kita sebaiknya menatap kedepan!” kataku mulai serius.  
Malam sudah semakin larut tidak terasa waktu sudah menunjukkan pukul setengah sepuluh.
”Kinan sudah malam aku ingin pamit dulu. Sebenarnya aku masih kangen. Besok pagi aku sudah kembali ke Surabaya” kataku.
”Ya Alan sama aku juga masih kangen!” kata Kinanti pendek. Aku kaget karena ini pertama kali Kinanti berkata kangen kepadaku.
”Biarkan rasa kangen ini kita simpan saja dulu hingga suatu hari bisa kita tumpahkan bersama!” kataku.
”Alan aku ingin minta maaf atas semua yang pernah membuatmu sakit hati terutama saat kita SMA dulu!”suara Kinanti sendu.
”Kinanti sudahlah. Aku sudah memaafkan dan melupakan yang terjadi dulu. Katamu tadi kita lebih baik menatap kedepan kan?” kataku. Kinanti hanya terdiam membisu. Lalu aku pegang tangannya. Kinanti masih terdiam membisu. Dia menatapku dengan wajah sendu. Aku bisa merasakan isi hatinya. Malam Minggu bersama Kinanti itu akhirnya usai sudah namun aku berhasil mengetuk pintu hati Kinanti walaupun belum ada jawaban yang pasti.
Hati wanita itu harus ditundukkan dengan kelembutan dan kasih sayang karena hati wanita itu sangat halus maka dibutuhkan sentuhan kelembutan yang halus pula. Wanita adalah mahluk yang sangat terhormat maka sentuhlah dia dengan rasa hormat dan tulus. Wanita terhormat hanya untuk laki-laki terhormat. Alan apakah kamu sudah pantas menjadi lelaki terhormat?  Sebuah pertanyaan yang sulit untuk dijawab.
Minggu pagi di Bandara Husen aku menerima sms dari Kinanti :
”Alan untuk hari hari ke depan aku pasti akan merindukanmu. Tetaplah selalu hadir untukku!”
Sebuah pesan yang memang singkat namun memiliki arti yang sangat dalam bagiku dan bagi masa depanku. Kinanti tunggulah aku akan melamarmu.


BERSAMBUNG Episode 25 

1 comment:

Suryadiarmanrozaq said...

good post mas, di tunggu bukunya