Foto Fiksiana Community
Tantangan
100 Hari Menulis Novel FC
EPISODE CINTA DAISY LISTYA
Oleh
Hendro Santoso (Peserta Nomor 27)
Episode
24
KINANTI BUKALAH PINTU HATIMU
Suasana
Ruang ICU sebuah Rumah Sakit di Malang itu sunyi senyap. Aku melihat Rizal
Anugerah terbaring lemah. Ada komplikasi serius pada ginjal hasil
cangkokkannya. Sudah hampir sepekan ini Rizal di rawat dan dua hari terakhir
ini kondisinya tidak sadarkan diri, sangat memprihatinkan. Sebenarnya ada
rencana untuk kembali di bawa ke Mount Elizabeth Hospital Singapore, dimana
dulu dilakukan operasi cangkok ginjalnya, namun kondisi Rizal yang tidak
memungkinkan melakukan perjalanan ke sana. Aku memang baru menyempatkan diri
menjenguk Rizal, suami Listya ini pada Jumat sore. Rasa prihatin yang mendalam
untuk Listya yang sedang mengalami cobaan ini. Alhamdulillah aku melihat Listya
begitu tabah menghadapi ujian ini.
”Pak
Alan terima kasih. Mohon doanya untuk kesembuhan Mas Rizal!” kata Listya penuh
kesedihan.
”Iya Lis
semoga Mas Rizal diberikan kesembuhan seperti sediakala. Listya harus sabar
ya!” kataku menenangkan hatinya.
”Terimakasih
Pak Alan!” suara Listya terharu.
Tidak
banyak yang aku bicarakan dengan Listya di Rumah Sakit itu sampai akhirnya aku
harus pamit karena hari sudah menjelang malam apalagi besok pagi aku berniat ke
Bandung menjumpai Kinanti dengan penerbangan pagi hari.
Rasanya
jarak Surabaya – Bandung semakin dekat saja. Apalagi jarak hatiku dengan
Kinanti seolah semakin tidak berjarak saking dekatnya. Akhir-akhir ini memang
aku bisa merasakan betapa dekatnya hati Kinanti seakan kapan saja aku bisa
mengetuk pintu hatinya. Ya kapan saja aku bisa mengetuk pintu hatinya namun
hingga saat ini masih belum melakukan apa-apa. Aku hanya bisa mendengar ada
sapaan lembut dari dalam sana. Teringat
kembali dengan apa yang pernah dikatakan Kinanti dalam sebuah sms :
”Daisy Listya adalah cinta sejatimu walaupun mungkin
tidak bisa kau raih namun andaikan aku harus menggantikan cinta Daisy Listya
adalah hal yang tidak bisa disetarakan!”
”Itulah sebabnya aku tidak bisa memenuhi keinginan Listya
agar aku menikah denganmu!”
”Alan ada yang perlu kau ketahui bahwa sebenarnya Intan,
putriku, lebih merestuimu dari siapapun untuk menjadi teman hidupku. Namun
alasan-alasan di atas itu yang membuat aku harus memberi keputusan yang lain!”
Apakah
saat ini Kinanti masih tetap bersikukuh seperti itu? Apakah Kinanti masih akan
tetap menganggapku hanya seorang sahabat? Jika melihat gelagat dan sinyal
sinyal yang diberikan Kinanti padaku akhir-akhir ini nampaknya ada setitik
harapan. Walaupun harapan itu hanya setitik tapi tetap saja itu sebuah harapan.
Aku harus bisa membuka tabir yang membelenggu cintanya. Aku yakin Kinanti
mencintaiku walaupun dia menganggap cintanya tidak bisa disetarakan dengan
cinta Listya. Sikap ini membuatku bertambah mengaguminya karena cinta Kinanti
memang memiliki keagungan sendiri walaupun aku selalu menganggap cinta kedua
wanita ini begitu luhur penuh dengan ketulusan. Satu hal yang membuatku
semangat adalah Intan, putri satu-satunya yang selalu mendukungku untuk bisa
menyunting Ibunya. Ini artinya aku sudah membuka satu kunci dan tinggal
mendorong pintunya untuk terbuka. Jika pintu hatinya sudah terbuka maka aku
bisa masuk dengan membawa cintaku yang tulus.
Malam
Minggu di kota Bandung dengan langit yang cerah secerah hatiku. Selepas Magrib
tadi aku sudah meluncur menuju Arcamanik tempat kediaman Kinanti. Ketika aku
tiba di sana, aku disambut Kinanti dengan penuh suka cita. Rasanya seperti
wakuncar jaman SMA dulu he he he. Kinanti malam ini begitu anggun dengan wajah
ceria di balut jilbab warna pink. Matanya yang indah itu berbinar dan senyum
manisnya selalu menghiasi bibirnya. Sambutan Kinanti malam ini begitu istimewa.
Allah Maha Besar, Maha Pencipta yang telah menganugerahkan kecantikan kepada
Kinanti Puspitasari. Di ruang tamu itu aku hanya tertegun takjub memandang
begitu anggunnya Kinanti.
”Alan!
Jangan memandangku terus seperti itu dong!” kata Kinanti tersipu saat aku
memandanginya tak berkedip.
”Kinanti,
mau bagaimana lagi aku, karena kamu cantik sekali. SubhanAllah!” kataku tulus.
Kinanti tersenyum penuh arti dengan rasa senang dan tersanjung.
”Sudahlah.
Jangan membahas kecantikan. Apalagi pujian untuk kecantikan. Pujilah yang telah
menciptakan kecantikan itu!” suara Kinanti mengingatkan.
”Segala
Puji bagiMu yang telah menciptakan mahluk bernama Kinanti Puspitasari yang
sekarang duduk di depanku. Sungguh telah membuatku terpukau tak berkedip!”
kataku serius.
”Alhamdulillah!”
kata Kinanti tersenyum. Suasana yang sangat indah. Ruangan jadi penuh dengan
senyum dan canda. Malam Minggu yang sangat istimewa bagiku. Topik pembicaraan
dengan Kinanti masih seputar sakitnya Rizal, suami Listya.
”Alan
tadi malam Listya telepon bercerita tentang kunjunganmu ke Rumah Sakit itu.
Listya sangat terharu atas kedatanganmu!” kata Kinanti.
”Iya
waktu itu aku lihat Listya begitu tabah walaupun kondisi Rizal sangat kritis.
Kita hanya bisa berdoa untuk kebaikannya juga ketabahan Listya!” kataku.
Kinanti mengangguk.
”Banyak
cerita yang diutarakan Listya malam itu. Aku sangat kagum atas ketabahannya
menerima ujian ini!” kata Kinanti.
”Ujian
dari Allah itu akan membuat kita semakin tinggi derajatnya. Untuk naik kelas
kita butuh ujian..!” kataku seolah berbicara untuk diri sendiri.
Ya
menghadapi Kinanti bagiku juga termasuk ujian yang harus aku hadapi dengan
penuh perjuangan. Tidak boleh menyerah aku harus yakin bisa menundukkan hati
Kinanti Puspitasari.
”Alan
mudah-mudahan ujian ujian dariNya semakin membuat kita semakin menjadi hambaNya
yang sabar dan tegar!” kata Kinanti.
”Ya
Kinanti mudah-mudahan aku juga bisa selalu sabar dan tegar menunggu dan
menunggu calon istriku datang kepadaku!” kataku mulai memancing di air bening.
”Alan
seharusnya calon istri itu bukan datang kepadamu tapi dijemput olehmu!” kata
Kinanti.
”Oh
dijemput? Ya sudah atuh aku harus menjemputnya. Kapan ya dia bersedia
dijemput?” kataku mulai membidik sasaran. Kinanti tersenyum dan nampaknya dia
tidak mau terpancing.
”Ya
tanya sendiri saja kepadanya. Mana aku tahu!” kata Kinanti pura-pura ketus. Aku
hanya tertawa sambil angkat bahu. Walaupun Kinanti tidak terpancing namun aku
bisa merasakan adanya sinyal bagiku untuk saatnya aku mencoba lagi mengetuk
pintu hatinya.
Akhirnya
dialog tentang calon istri itu harus terputus karena tiba-tiba saja terdengar
suara seseorang mengucapkan salam. Ternyata Intan sudah berdiri di pintu itu
sambil menyapa kami yang ada di ruang tamu. Kata Kinanti setiap Sabtu sore
menjelang malam biasanya Intan baru tiba di rumah dari Kampus Jatinangor.
”Ayah
Alan rupanya sudah datang!” kata Intan menyapaku sambil bersalaman mencium
tanganku.
”Iya.
Rupanya nanda Intan juga baru pulang dari Kampus nih!” tanyaku.
”Ya Ayah
ini terlambat agak malam biasa macetnya Bandung sulit diprediksi. Malah
biasanya kalau macetnya parah lebih malam lagi sampai rumah” kata Intan. Lalu
mata Intan tertuju memandang Ibunya dan bersalaman mencium tangan Ibunya. Gadis
manis yang sedang mekar ini mulai menggoda Ibunya.
”Ibu
aduh malam ini cantik sekali. Pasti ada yang istimewa nih kalau Ibu secantik
ini” kata Intan menggoda sambil matanya berkedip kepadaku.
”Iya
dong Intan gimana sih kamu ini!” kataku
sambil tertawa sementara Kinanti hanya terdiam. Sang Ibu mulai memelototi anak
gadisnya sambil pura-pura cemberut.
”Ibu
sungguh lho aku ini bicara jujur Ibu malam ini cantik sekali pasti Om Alan juga
setuju!” kata Intan semakin menggoda Ibunya.
”Intan,
sudah ayo masuk sana baru datang sudah ngeledek!” suara Kinanti agak kesal.
Intan tertawa sambil berlari kecil masuk ke dalam rumah. Sementara aku hanya
tertawa dan Kinanti tersenyum sambil geleng-geleng kepala.
Pembicaraan
semakin hangat dan canda tawa seperti biasa menambah kehangatan malam Minggu
bersama Kinanti. Aku merasakan suasana seperti sedang wakuncar (wajib kunjung
pacar) jaman ABG dulu. Sewaktu SMA dulu jika aku berkunjung ke rumah Kinanti
selalu bersama teman-teman yang lain. Biasanya ditemani Indra, Aini dan Erika.
Kami saat itu bersahabat sangat akrab.
”Kinan
apakah suka kontak dengan Indra,Aini? Atau Erika?” tanyaku. Tiba-tiba saja aku
ingin membuka kembali lembaran SMA dulu.
”Aini ada
di Bogor masih sering kontak, namun Erika sudah lama tidak pernah kontak.
Terakhir aku mendengar khabar Erika tinggal di Medan!” kata Kinanti.
”Aku
juga pernah ketemu Indra sewaktu ada acara seminar di ITS Surabaya tempo hari.
Ah rasanya ingin kumpul bareng mereka lagi ya!” kataku.
”Iya
masa masa indah saat kumpul bareng sulit dilupakan!”kata Kinanti.
”Namun
bagi aku yang sulit dilupakan adalah ketika Kinanti Puspitasari menolak
cintaku!” kataku bercanda sambil cekikikan. Mendengar ini Kinanti kelihatan
cemberut.
”Tidak
apa-apa Kinan memang saat itu wajarlah kalau aku harus menerima penolakanmu.
Maklumlah Alan Erlangga saat itu seorang pemuda yang bengal!” kataku tertawa
lepas.
”Sudahlah
Alan jangan sekali-sekali singgung soal itu lagi. Tutup saja masa lalu yang
tidak perlu dikenang dan sebaiknya menatap ke depan!” kata Kinanti.
”Kinanti
maafkan aku. Bukan bermaksud mengungkit masa lalu yang tidak perlu dikenang
namun memang saat ini kita sebaiknya menatap kedepan!” kataku mulai serius.
Malam
sudah semakin larut tidak terasa waktu sudah menunjukkan pukul setengah
sepuluh.
”Kinan sudah
malam aku ingin pamit dulu. Sebenarnya aku masih kangen. Besok pagi aku sudah
kembali ke Surabaya” kataku.
”Ya Alan
sama aku juga masih kangen!” kata Kinanti pendek. Aku kaget karena ini pertama
kali Kinanti berkata kangen kepadaku.
”Biarkan
rasa kangen ini kita simpan saja dulu hingga suatu hari bisa kita tumpahkan
bersama!” kataku.
”Alan
aku ingin minta maaf atas semua yang pernah membuatmu sakit hati terutama saat
kita SMA dulu!”suara Kinanti sendu.
”Kinanti
sudahlah. Aku sudah memaafkan dan melupakan yang terjadi dulu. Katamu tadi kita
lebih baik menatap kedepan kan?” kataku. Kinanti hanya terdiam membisu. Lalu
aku pegang tangannya. Kinanti masih terdiam membisu. Dia menatapku dengan wajah
sendu. Aku bisa merasakan isi hatinya. Malam Minggu bersama Kinanti itu
akhirnya usai sudah namun aku berhasil mengetuk pintu hati Kinanti walaupun
belum ada jawaban yang pasti.
Hati
wanita itu harus ditundukkan dengan kelembutan dan kasih sayang karena hati
wanita itu sangat halus maka dibutuhkan sentuhan kelembutan yang halus pula.
Wanita adalah mahluk yang sangat terhormat maka sentuhlah dia dengan rasa
hormat dan tulus. Wanita terhormat hanya untuk laki-laki terhormat. Alan apakah
kamu sudah pantas menjadi lelaki terhormat?
Sebuah pertanyaan yang sulit untuk dijawab.
Minggu
pagi di Bandara Husen aku menerima sms dari Kinanti :
”Alan untuk hari hari ke depan aku pasti akan
merindukanmu. Tetaplah selalu hadir untukku!”
Sebuah
pesan yang memang singkat namun memiliki arti yang sangat dalam bagiku dan bagi
masa depanku. Kinanti tunggulah aku akan melamarmu.
BERSAMBUNG
Episode 25
1 comment:
good post mas, di tunggu bukunya
Post a Comment