Friday, May 13, 2016

EPISODE CINTA DAISY LISTYA (23)




Foto Fiksiana Community



Tantangan 100 Hari Menulis Novel FC
EPISODE CINTA DAISY LISTYA
Oleh Hendro Santoso (Peserta Nomor 27)

Episode 23
SAATNYA AKU BAHAGIA
”Kadang kadang saat ini aku merasakan cintamu seperti yang pernah kau katakan dulu padaku. Kadang pula aku ingin meraih cintamu itu namun aku menyadari aku tidak layak menerima cintamu karena ada cinta yang jauh lebih luhur untukmu yaitu cinta Daisy Listya!”
Ini adalah salah satu sms Kinanti Puspitasari tempo hari ketika dia memutuskan untuk menerima lamaran Eko. Sekarang rencana pernikahan mereka akhirnya kandas begitu saja karena penghianatan Eko kepada Kinanti. Bagiku sms Kinanti ini  jauh lebih berarti dibandingkan dengan batalnya pernikahan Kinanti dengan Eko.  Aku semakin merasakan bahwa Kinanti adalah harapan terakhirku karena  Daisy Listya sudah menjadi masa laluku. Inilah realita yang sekarang aku harus hadapi.
Suatu hari aku harus kembali mengutarakan niatku untuk menjadikan Kinanti sebagai teman hidupku. Sejak gagalnya pernikahan dengan Eko, aku merasakan Kinanti begitu dekat denganku. Hampir setiap hari selalu kontak melalui ponsel karena jarak yang meisahkan kami. Aku bisa memaklumi jika Kinanti saat ini sangat butuh orang yang dapat menenteramkan hatinya. Andai Kinanti memilih aku sebagai orang yang menjadikan curahan hatinya kukira wajar saja. Aku sejak dulu memang sahabatnya. Aku sejak SMA dulu pernah mengemukakan cintaku. Saat ini orang terdekat bagi Kinanti tentu saja aku. Aku bisa memastikan apa yang sekarang dilakukan Kinanti bukan sebuah pelarian tapi kepercayaannya kepadaku sebagai seorang sahabat. Kepercayaan Kinanti harus aku hargai dengan ketulusan cintaku. Namun aku tetap harus berjuang untuk bisa menggapai cinta wanita cantik ini. Tidak mudah memang karena yang menjadi acuan Kinanti adalah cinta Daisy Listya. Sepenggal sms Kinanti tempo hari membuktikan hal itu. Aduuuh memang mumet.
Sabtu pagi ini aku menerima kabar Kinanti sore nanti minta dijemput di Bandara Juanda. Kinanti bersedia menemaniku ke Resepsi Pernikahan Audray hari Minggu besok. Alhamdulillah mudah-mudahan ini pertanda baik. Aku tetap harus berjuang untuk mendapatkan cintanya. Maka sore itu aku sudah menunggu di Pintu Kedatangan Bandara Juanda. Aku melihat Kinanti menuju pintu keluar. Kelihatan badannya agak kurusan mungkin sehabis sakit tempo hari masih belum pulih namun wajahnya tetap kelihatan cantik, segar dan senyumnya tetap manis menenteramkan.
”Assalaamu alaikum Bu Kinan, bisa saya bantu!” kataku mulai menggoda sambil mengambil tas yang dibawanya. Kinanti hanya tersenyum sambil menepuk bahuku. Kami bergegas menuju tempat parkir lalu meluncur menuju Tol Bandara.
”Alan tadi dari Kampus langsung ke Juanda?” tanya Kinanti.
”Iya tadi siang ada kerjaan tunda di Laboratorium setelah itu langsung menjemputmu di Juanda. Bagaimana kesehatanmu. Kok agak kurusan?” tanyaku.
”Alhamdulillah sehat. Kurus?. Kamu mengejekku ya. Aku ini masih gembrot!” kata Kinanti pura pura marah.
”Iya iya jangan galak dong dibilang kurus malah galak. Kinanti kurus atau gembrot sama saja Kinanti yang ramah dan...galak!” kataku sambil ketawa.
”Ramah sama galak tidak bisa dicampur!” kata Kinanti.
”Galak yang ramah itu artinya menyenangkan. Tidak ada lho yang begitu kecuali Kinanti Puspitasari yang selalu ku kagumi!” kataku mulai gombalnya keluar.
”Sudah Alan jangan ngawur!” suara Kinanti pura-pura marah.
”Oh ya bagaimana kabar Intan?” tanyaku.
”Alhamdulillah baik. Intan kirim salam untukmu juga Bapak dan Ibu!” kata Kinanti.
”Intan cuma kirim salam saja tidak titip pesan kepadaku?” tanyaku terus menggoda. Aku lihat Kinanti tersenyum penuh arti. Aku mengerti mengapa Kinanti tersenyum pasti memang ada pesan dari Intan anak gadis Si Mata wayangnya.
”Kok tahu saja kalau ada pesan!” kata Kinanti.
”Iya dong!. Apa isi pesan Intan” kataku.
”Intan bilang padaku, Bu sampaikan salam kangenku untuk Ayah Alan!” kata Kinanti sambil tersenyum melirikku.
”Hah Intan bilang Ayah Alan. Berarti sudah mendapat restu nih!” kataku.
”Restu dari siapa?” tanya Kinanti.
”Restu dari Intan atuh. Oh ananda Intan Ayah juga kangen nih!” kataku dan kali ini Kinanti tertawa berderai mendengar candaanku. Bercanda tapi serius nih. Sebenarnya aku sudah tahu kalau Intan memang mendukungku untuk segera menikahi Ibunya.
Tidak terasa akhirnya kami tiba di jl Sulawesi tempat Paman Kinanti tinggal. Selama di Surabaya, Kinanti menginap di Rumah Pamannya. Aku sudah sangat familiar dengan keluarganya. Paman Kinanti ini adalah Paman dari garis Ibunya. Beliau sudah Pensiun dari pekerjaannya sebagai pegawai di sebuah Perusahaan Perkebunan. Sambutan ramah aku rasakan ketika kami tiba di sana. Aku tidak lama segera berpamitan karena hari sudah mulai sore.
Pesta Pernikahan Audray dilaksanakan di Rumah Om dan Tantenya Kawasan Darmo. Resepsi dilangsungkan dengan konsep Pesta Kebun dan terasa meriah sekali.
”Terima kasih Pak Alan dan Bu Kinan sudah hadir di sini!” suara Audray menyambut uluran tangan kami. Aku dan Kinanti setelah menyampaikan ucapan selamat kepada mempelai berdua segera saja berbaur dengan tetamu lainnya menikmati hidangan yang lezat. Aku lihat Audray dan Suaminya berdampingan mesra penuh kebahagiaan. Tiba-tiba saja aku teringat Daisy Listya. Mataku melihat ke seluruh penjuru arah angin hanya ingin melihat apakah Listya ada diantara tetamu yang hadir. Rupanya Kinanti juga mencari Listya.
”Alan! aku belum melihat Listya hadir di sini!” kata Kinanti.
”Iya Kinan. Mungkin tadi sudah duluan. Kita yang datang agak siang!” kataku.
”Ya mungkin juga. Aku belum sempat telpon dia. Nanti malam saja aku telpon Listya!” kata Kinanti.
Anehnya aku merasakan hal yang tidak enak. Listya nampaknya tidak hadir pada Resepsi Audray ini. Ada apa ya?  Sewaktu perjalanan pulang rupanya Kinanti merasa ingin menelpon Listya.
”Assalaamu alaikum Bu Kinan!” suara Listya terdengar di seberang sana. Kinanti sengaja posisi Hand Phone nya dalam keadaan  ”on”  sehingga aku bisa mendengar pembicaraan mereka.
”Listya bagaimana kabar?” tanya Kinanti.
”Alhamdulillah baik Bu. Maaf tidak bisa hadir diacara resepsinya Audray. Mas Rizal masuk Rumah Sakit Bu!” kata Listya.
”Ya Tuhan bagaimana kondisinya sekarang?” tanya Kinanti.
”Sudah ditangani Dokter Bu. Doa nya Bu Kinan ya!” kata Listya.
”Iya Listya. Saya juga mohon maaf tidak bisa menjenguk karena sore ini sudah kembali ke Bandung. Salam dari Pak Alan juga nih semoga Mas Rizal segera pulih!” kata Kinanti.
”Terima kasih Bu Kinan dan Pak Alan!” suara Listya terharu.
Aku cukup prihatin mendengar kondisi kesehatan Rizal, suami Listya. Hal ini pasti ada hubungannya dengan cangkok ginjalnya. Memang tidak mudah upaya cangkok organ tubuh ini. Banyak risiko yang harus ditempuh. Semoga saja Rizal segera pulih dan Listya selalu tabah menghadapi cobaan demi cobaan.
”Al kelihatannya ada komplikasi dan masalah pada hasil cangkok ginjalnya!” kata Kinanti.
”Iya aku juga berfikir begitu!” kataku pendek.
”Semoga Listya tetap tabah menghadapi ujian ini!” kata Kinanti khawatir. Betapa dua wanita ini saling mencintai karena Allah. Sungguh mulia mereka.
”Ya semoga Allah memberikan yang terbaik untuk mereka!” kataku.
Hari Minggu ini seharian bersama Kinanti berjalan begitu cepat. Tiba-tiba saja sudah sore hari dan aku harus mengantar Kinanti kembali menuju Bandara Juanda. Sambil menunggu jam keberangkatan kami duduk santai di sebuah Kafe.
”Kinan, hari rasanya begitu cepat berlalu ya!” kataku agak serius.
”Ya Alan rasanya waktu begitu singkat tiba-tiba saja aku sudah harus balik ke Bandung lagi!” kata Kinanti.
”Aku tidak mengerti setiap bersamamu rasanya waktu begitu cepat berlalu!” kataku sambil menatap Kinanti. Aku lihat wanita cantik ini tersenyum manis.
”Aku juga tidak mengerti kenapa waktu begitu cepat berlalu setiap Kinanti bersamamu!” kata Kinanti masih sambil tersenyum. Aku memegang kedua tangan Kinanti dan wanita cantik ini menatapku. Aku menyukai mata Kinanti yang tajam dan indah apalagi sedang menatapku begini.
”Kinan aku sedang berfikir apakah kau mau memaafkan kesalahan masa laluku yang tidak pernah kau sukai!” kataku.
”Alan, aku sudah memaafkanmu sejak dulu kita berpisah saat SMA. Kalau belum kumaafkan mana mungkin sekarang aku bersamamu!” kata Kinanti pelan.
”Baik Kinan. Aku merasa lega kini dan aku ingin membuktikan bahwa aku memang sahabat sejatimu. Inshaa Allah aku selalu ada untukmu!” kataku.
”Terima kasih Alan!” kata Kinanti dan tangannya memegang tanganku sangat erat sekali seolah tidak ingin melepaskannya. Aku lihat ada setitik air mata jatuh di pipinya.
”Kinan rasanya aku ingin selalu bersamamu. Kadang ada rasa rindu disaat kau jauh di Bandung sana!” kataku.
”Biarkan Alan rasa rindu kita ini tetap ada!” kata Kinanti pelan. Aku mulai merasakan keharuan yang sangat dalam diri Kinanti. Aku sekarang sangat yakin Kinanti mulai mebuka hatinya untukku tapi aku tidak mau terburu buru. Apa yang terjadi jika ternyata Kinanti masih tetap menganggapku hanya seorang sahabat saja seperti selama ini. Tentu saja aku akan kecewa. Akhirnya Kinanti harus segera bersiap menuju pintu keberangkatan.
”Alan aku pulang dulu ke Bandung ya jaga dirimu!” kata Kinanti.
”Baik Kinan. Oh ya jangan lupa sampaikan salam untuk Intan dari Ayah Alan!” kataku. Kinanti mengangguk sambil tersenyum manis. Senyum yang menurut perasaanku penuh dengan arti. Aku hanya bisa memandang punggung Kinanti diujung koridor itu. Wanita cantik itu masih sempat melambaikan tangannya kepadaku.
”Biarkan Alan rasa rindu kita ini tetap ada!” kata Kinanti. Ini kata-kata yang kembali terekam dalam hatiku. Ya biarkan rasa rindu kita tetap ada dan terus ada tanpa batas. Ya Allah andaikan Kinanti adalah takdir terbaikku menurutMu maka jadikanlah Kinanti teman hidupku dengan penuh keridhoanMu.
Aku merasakan hari hari ke depan menjadi hari hari yang penuh harapan. Memang seharusnya jadikanlah setiap hari penuh dengan harapan kebahagiaan. Ujian yang datang silih berganti semata mata hanya untuk membuat diri ini semakin tangguh dan berani menghadapi hidup. Ada orang bilang hidup ini hanya menunggu kematian tapi berani menghadapi hidup tidak sama dengan hidup yang hanya menunggu kematian. Entahlah. Saat ini aku hanya ingin berkata untuk diri sendiri bahwa kini saatnya aku bahagia. Semoga.


BERSAMBUNG Episode 24 


No comments: