Tuesday, February 5, 2013

Diterimanya Doa



http://static.republika.co.id/uploads/images/detailnews/wanita-muslim-berdoa-_120503210642-348.jpg


REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Makmun Nawawi
Abas ad-Dauri berkata, "Telah bercerita kepada kami Ali bin Abi Fazarah, tetangga kami. Ia berkata, 'Umi saya cacat dan tak bisa jalan sekitar 20 tahun lamanya. Suatu hari ia berucap padaku,
Pergilah ke Ahmad bin Hambal, dan mintalah padanya agar dia mendoakan saya. Aku pun mendatanginya, lalu kuketuk pintunya, sementara beliau sedang berada di ruang tengah'."

"Siapa itu?" kata orang yang berada di dalam. Saya menjawab, "Saya, orang yang disuruh ibunya yang cacat dan tak bisa jalan agar meminta didoakan olehmu." Maka kudengar ucapannya, seperti ucapan orang yang marah. "Kami juga amat butuh untuk engkau doakan kepada Allah."

Lantas saya pun berpaling, dan mundur untuk pulang. Tak berapa lama, keluarlah seorang wanita tua, seraya berkata, "Ketika engkau pergi, sang imam berdoa pada Allah untuk ibumu."

Saya pun pulang ke rumah dan kuketuk pintu. Ternyata ibuku keluar dan berjalan dengan kedua kakinya yang normal.

Di kalangan orang saleh, dahulu kala cerita tentang orang yang doanya diijabah (mustajabud da'wah) sungguh tak sedikit. Suatu hal yang kalau ditarik ke era kini mungkin nyaris menjadi cerita fantasi yang hanya ada dalam bayangan.

Simak cerita lain dari kehidupan Abdullah Ibnul Mubarak, tokoh saleh yang terkenal kedermawanannya. Abu Wahab berkata, "Ibnul Mubarak berjalan lalu bertemu dengan seorang yang buta."

Ia berkata, "Bolehkah saya meminta kepada engkau agar mendoakan saya supaya Allah mengembalikan penglihatan saya?" Kemudian Ibnul Mubarak berdoa, dan orang itu pun dapat melihat kembali. "Saya benar-benar menyaksikannya," ujar Abu Wahab. 

Di tengah gempuran arus materialisme yang dahsyat yang segala sesuatu diukur dengan kebendaan, tak mudah meyakinkan orang, doa yang makbul itu ada. Ia bisa menjadi jalan keluar bagi kehidupan kaum Muslimin. "Dan Rabbmu berfirman, 'Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Aku perkenankan bagimu." (QS al-Mukmin [40]: 60).

Sebagian orang mungkin ada yang menangkap ayat ini dengan pandangan minor, karena dianggap tak sesuai  dengan kenyataan.
Padahal, di samping bentuk pengabulan doa, kadang mereka sendiri yang membuat dinding pembatas antara dirinya dan diterimanya doa, yakni dengan mengonsumsi barang-barang haram. 

Rasulullah saw bersabda, "Wahai segenap manusia, Allah sungguh Mahabaik dan tak menerima kecuali yang baik. Allah Taala sungguh memerintahkan kaum Mukminin dengan sesuatu yang juga Dia tujukan untuk para Rasul.
Rasulullah saw mengutip ayat Alquran yang artinya, "Hai para Rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik dan kerjakanlah amal yang saleh. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan." (QS al-Mukminun [23]: 51). Lihat juga QS al-Baqarah [2]: 172.

Kemudian, Rasulullah saw menyebutkan seseorang yang bepergian jauh, rambutnya kusut masai dan berdebu, seraya menengadahkan tangannya ke langit. "Wahai Rabbku, wahai Rabbku."
Sementara makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram, dan diberi makan dari yang haram, maka bagaimana mungkin doanya dikabulkan." (Hadits Riwayat Abu Hurairah).
Redaktur : Damanhuri Zuhri 



Friday, February 1, 2013

Jalan Hidup Salikin (2): Dunia Mimpi


blogspot.com



Oleh: Prof Dr Nasaruddin Umar
Ru’yah berasal dari kata ra`a berarti melihat, bermimpi, mengerti. Dari akar kata ini lahir kata ru'yah atau ru'yayah berarti mimpi. 

Mimpi yang diungkapkan dengan kata ru'yah umumnya mempunyai makna yang berdampak dalam kehidupan sosial kemasyarakatan. Berbeda dengan kata hilm yang lebih berdampak pada pribadi.

Kata ara atau ru'yah dalam arti mimpi diungkapkan Alquran beberapa kali. Seperti dalam ayat, “Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata, 'Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu!'

Ia menjawab, 'Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu, insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar'." (QS as-Shaffaat [37]: 102).

Dalam ayat lain juga disebutkan, “(Ingatlah), ketika Yusuf berkata kepada ayahnya, 'Wahai ayahku, sesungguhnya aku bermimpi melihat 11 bintang, matahari dan bulan, kulihat semuanya sujud kepadaku.' 

Ayahnya berkata, 'Hai anakku, janganlah kamu ceritakan mimpimu itu kepada saudara-saudaramu, maka mereka membuat makar (untuk membinasakan) mu. Sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagi manusia'." (QS Yusuf [12]: 4-5).

Kata inni ara fi al-manam (aku melihat dalam mimpi) dalam kedua ayat tersebut di atas ialah mimpi yang sering dialami oleh para nabi atau pembesar yang memiliki dampak lebih luas di dalam masyarakat. 

http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/gaya-sufi/13/01/08/mgaadc-jalan-hidup-salikin-2-dunia-mimpi

Redaktur : Chairul Akhmad
Reporter : jalan hidup salikin, dunia mimpi