Saturday, March 2, 2013

Kewajiban yang Terabaikan (1)


REPUBLIKA.CO.ID,-- Rasulullah saw pernah dikunjungi seorang laki-laki buta yang kedua matanya tidak dapat melihat, tapi mata hatinya dapat bersinar. Dr Aidh Alqarni mengawali kisahnya seperti tertulis dalam bukunya 'Sentuhan Spiritual Aidh Alqarni.''

Laki-laki yang berkunjung ke Rasulullah saw itu, merupakan menara di antara menara tauhid. Ia terbunuh di medan perang, padahal Allah SWT mengecualikan orang-orang buta untuk terlibat dalam peperangan. Ia ikut perang dan terbunuh dalam keadaan syahid di jalan Allah.

Laki-laki itu mendatangi Rasulullah saw dan bertanya, ''Ya, Rasulullah. Saya laki-laki buta. Di antara rumahku dengan masjid ada lembah yang berair, sedang rumahku jauh. Aku tidak mempunyai pembimbing. Apakah engkau menemukan keringanan untuk aku shalat di rumah?''

Rasulullah saw menilai adanya kesulitan bagi laki-laki buta ini.Rasulullah saw melihat uzur yang sangat jelas pada laki-laki tersebut.Rasulullah saw bersabda, ''Ya.'' Laki-laki itu kemudian berpaling.

Dan, Rasulullah saw seperti orang yang lupa akan sesuatu, kemudian menyadarinya. Rasulullah saw pun bersabda, ''Itu pendapatku.''

Lantas, apakah yang menyadarkan Rasulullah saw? Apa yang mengetuk perasaan Rasulullah saw dan mengembalikan orang buta itu? Ia adalah kewajiban shalat berjamaah.

Rasulullah saw bersabda pada laki-laki buta itu, ''Apakah engkau mendengar panggilan (azan) shalat?'' Laki-laki itu menjawab, ''Ya.''Rasulullah saw bersabda,''Maka, jawablah.''

Demikian hadits riwayat Muslim. Dalam hadits riwayat riwayat Ibnu Majah, disebutkan Rasulullah saw bersabda, ''Aku tidak menemukan keringanan untukmu.''

Seakan-akan Nabi saw berkata, ''Aku tidak dapat memberi keringanan kepadamu untuk meninggalkan shalat berjamaah, sekalipun engkau buta, sekalipun di antara rumahmu dengan masjid ada lembah yang berair, sekalipun engkau tidak memiliki pembimbing.''

Rasulullah saw seakan-akan berkata, ''Selama engkau mendengar panggilan dan selama kesadaran Rabbani sampai ke relung hatimu, jawablah! Sebab, aku tidak menemukan keringan untukmu.''

Itulah peringatan untuk orang yang menentang shalat berjamaah. Yaitu, mereka yang dilalaikan harta dan keluarganya dari mengingat Allah SWT. Mungkin salah seorang dari mereka bersebelahan masjid, tapi mereka tidak pernah mengunjungi masjid itu.

http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/gaya-sufi/13/02/07/mht4vo-kewajiban-yang-terabaikan-1
Redaktur : Damanhuri Zuhri

Friday, March 1, 2013

Jalan Hidup Salikin (5): Dunia Mimpi


Oleh: Prof Dr Nasaruddin Umar

Kata ara fi al-manam (aku melihat dalam mimpi) boleh jadi saling memperkuat satu sama lain (muqayyad) untuk meyakinkan bahwa apa yang dilihat dalam mimpi itu benar-benar adanya. 

Hal ini wajar digunakan Tuhan karena terkait dengan nyawa seseorang, yaitu nyawa bagi anak semata wayang (Ismail) yang sudah lama didambakan nabi Ibrahim. 

Ayat ini kemudian menjadi dasar disyariatkannya ibadah kurban setiap tahun bagi mereka yang memiliki kemampuan.

Sedangkan, busyra berasal dari akar kata basyara-yabsyuru berarti mengupas, memotong, memperhatikan. Dari akar kata ini lahir kata busyra yang dijelaskan Rasulullah SAW sebagai mimpi. 

Sebagaimana dalam suatu riwayat yang berkenaan dengan ayat, “Bagi mereka berita gembira di dalam kehidupan di dunia dan (dalam kehidupan) di akhirat. Tidak ada perubahan bagi kalimat-kalimat (janji-janji) Allah. Yang demikian itu adalah kemenangan yang besar.” (QS Yunus [10]: 64).

Selain itu, Abu Darda bertanya kepada Nabi tentang arti ayat ini. Lalu, dijawab oleh Nabi, “Belum pernah ada yang menanyakan kepadaku tentang ayat itu sebelum dirimu. Yang dimaksud ayat ini ialah mimpi baik yang dilihat oleh orang yang diperlihatkan kepadanya.”

Mimpi yang terungkap dalam diri seorang nabi diyakini mutlak kebenarannya dan mimpi itu dapat disebut bentuk lain dari wahyu. 

Mimpi yang muncul dari orang yang bukan nabi atau rasul, sungguh pun itu dari seorang wali, tidak bisa dijadikan sebagai hujjah atau dasar hukum yang dapat dipedomani secara kolektif. 

Namun, mimpi yang lahir dari para wali atau salik, inilah nanti yang kita sebut sebagai waqiah dan atau mukasyafah, yang akan diuraikan dalam artikel mendatang.

http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/gaya-sufi/13/01/15/mgnmin-jalan-hidup-salikin-5-dunia-mimpi
Redaktur : Chairul Akhmad