Tantangan
100 Hari Menulis FC
EPISODE CINTA DAISY LISTYA
Oleh
Hendro Santoso (Peserta Nomor 27)
Sinopsis
Alan
Erlangga adalah sosok yang selama 20 tahun merasa kehilangan Diana Faria,
kekasihnya yang harus dipanggil oleh Yang Maha Punya hanya seminggu sebelum
hari perkawinan mereka. Merasa kehilangan selama 20 tahun adalah waktu yang
lama. Ternyata ALLAH telah mengirim seorang gadis bernama Daisy Listya untuk
menggugah hati Alan Erlangga. Daisy Listya adalah seorang gadis cantik, cerdas,
berkepribadian luhur, memiliki prinsip hidup, berhasil membuka dan mencairkan
kebekuan hati seorang Alan Erlangga. Listya ini yang telah menyadarkannya dari
mimpi buruk panjang. Mungkin saja Daisy Listya memang nantinya bukan menjadi
teman hidupnya karena seusai Wisuda Sarjana, Listya akhirnya bertunangan dengan
pria yang mencintainya bahkan sampai menuju jenjang pernikahan. Menghadapi
kenyataan ini Alan Erlangga tidak mampu berbuat apa-apa. Alan hanya pasrah.
Cukup baginya bahwa Daisy Listya adalah gadis yang telah mampu membuka hatinya
menjadi merasa hidup kembali. Ada pepatah bahwa mencintai itu tidak harus
memiliki. Benarkah cinta itu menjadi sangat tinggi nilainya ketika harus
mencintai tapi tidak harus memiliki?. Ditengah-tengah kegalauannya tiba-tiba
hadir sahabat lamanya bernama Kinanti Puspitasari. Seakan hadir untuk
menentramkan hatinya. Saat ini Kinanti memiliki seorang putri yang sedang
beranjak remaja. Wanita ini membesarkan putri semata wayangnya sendirian karena
suaminya sudah lama meninggal dunia. Kinanti adalah teman Alan sewaktu mereka
SMA dan diusia yang sudah tidak muda lagi mereka kembali bertemu. Bagi Alan
masa-masa SMA bersama Kinanti begitu indah untuk dikenang karena Alan waktu itu
pernah juga jatuh cinta kepada Kinanti walaupun ternyata Kinanti hanya
menganggapnya seorang sahabat.
Kepada
siapa akhirnya Alan Erlangga melabuhkan hatinya?. Apakah kepada Daisy Listya
seperti harapan cintanya selama ini?. Apakah kepada Kinanti?. Simak saja cerita
episode demi episode dari Episode Cinta Daisy Listya.
Episode 1
DAISY LISTYA
Di Ruang
itu aku sedang memberikan mata kuliah tentang Instrumen Analisa untuk
Laboratorium Farmasi. Ada sekitar 50 orang mahasiswa yang hadir dalam sesi
kuliah pagi itu.
“Boleh
bertanya Pak! “ suara seorang mahasiswi sambil mengangkat tangannya. Aku
sejenak memandangnya. Sepersekian detik aku sempat terperanjat. Benarkah ada
Diana Faria di sini, tanyaku dalam hati. Gadis ini sungguh-sungguh memiliki
wajah selembut Diana Faria.
“Ya
silakan !” kataku masih tetap tak berkedip memandang gadis berwajah lembut itu.
Sungguh benar-benar aku terpana menatap wajah cantik dengan bola mata yang
indah ini. Tatapannya tajam seolah menembus hatiku. Seperti tatapan mata Diana
Faria.
“Apakah
untuk senyawa karbohidrat diperlukan kolom fase diam yang berbeda jika fase
geraknya berbeda?” tanya gadis itu.
Kembali
aku memandangnya dan aku melihat wajah itu adalah Diana Faria bahkan kelembutan
suaranya benar-benar mirip. Aku benar-benar tak berkedip saking terpesonanya.
“Ya
benar. Fase diam dan fase gerak dalam teknik analisa Kromatografi merupakan dua
komponen yang harus serasi. Hal ini karena akan menentukan hasil pemisahan
komponen dengan waktu retensi yang saling berjauhan!” kataku.
Analisa
Kromatografi adalah teknik pemisahan komponen zat farmasi melalui metode
Instrumen Analisa Laboratorium menggunakan alat canggih yang disebut High Performance Liquid Chromatography
(HPLC). Aku sangat terkesan dengan gadis itu bukan karena pertanyaannya tapi
justru karena sosok gadis itu. Siapakah dia. Anehnya ada rasa rindu yang
terungkap ketika aku memandang wajah lembut gadis itu. Rindu kepada Diana
Faria.
Sejak
kuliah pertama itu aku selalu ingin cepat-cepat bertemu lagi dengan gadis yang
mirip Diana Faria itu. Belakangan akhirnya aku tahu siapa gadis itu. Dia bernama Daisy Listya. Teman-temannya
memanggil cukup dengan Lis. Namun ada juga yang memanggilnya dengan Sisi dari
Daisy atau Tya dari Listya. Aku sendiri lebih suka memanggilnya dengan Listya
atau Lis. Kata teman-temannya, Daisy Listya adalah nama yang indah. Mudah
diingat, bukan saja karena nama yang hanya dua kata tapi konon kata mereka
gadis ini memiliki aura kecantikan yang berkepribadian. Faktanya memang benar. Itulah
kisah pertama kali aku mengenal Daisy Listya. Mahasiswi yang cerdas yang selalu
berprestasi dalam setiap semester yang diikutinya. Saat ini dia menjadi
mahasiswi skripsi bimbinganku.
Aku
harus jujur dia memang memiliki karakter yang kuat dalam berprinsip. Penampilan fisik yang alami dengan postur
yang sangat proporsional yang menjadi impian gadis-gadis seusianya. Bahkan kata
teman-teman prianya, dia masih nampak sexy
walaupun seluruh tubuhnya sudah dibalut dengan jilbab dan baju muslimah yang
lengkap. Memang dasar lelaki itu pikiran pikirannya selalu ngeres.
Gadis
ini termasuk periang. Usianya baru 21 tahun. Saat ini masih kuliah Semester 8,
Fakultas Farmasi sebuah Perguruan Tinggi
Negeri di Surabaya. Dari pengakuannya,
Daisy Listya adalah gadis kelahiran kota apel Malang berasal dari keluarga
sederhana. Ayahnya hanya seorang Pegawai Negeri Sipil sementara ibunya adalah
ibu rumah tangga biasa. Walaupun begitu ternyata gadis ini memiliki prestasi
akademik yang sangat mengesankan. Indeks Prestasi Kumulatif terakhirnya adalah
3,81 dari skala 4. Luar biasa. Ya Daisy Listya adalah Mahasiswi bimbinganku
saat ini yang sedang menyelesaikan skripsi S1 nya. Tepatnya sejak mulai
semester 5 selalu aktif mengikuti kuliah-kuliahku.
Memang
benar seperti apa yang dikatakan mereka, Daisy Listya adalah gadis yang
istimewa. Jika berbicara, tutur katanya sangat ramah dan santun. Walaupun
periang tapi bukan berarti bicaranya banyak dan berlebihan, bahkan dia hanya
berbicara hal-hal yang perlu saja. Setiap perbincangan dengannya selalu saja
ada pembicaraan yang mengandung hikmah kebaikan. Sungguh luar biasa.
Berbincang-bincang dengannya sangat menyenangkan. Betah berlama-lama dan
anehnya membuat hati menjadi tentram.
Suatu hal yang wajar jika Daisy Listya adalah mahasiswiku yang spesial
dibandingkan dengan mahasiswi-mahsiswiku yang lain. Selama 20 tahun aku menjadi
Dosen di Fakultas ini baru kali ini aku menemukan mahasiswi yang sangat
istimewa seperti Daisy Listya.
Saat ini
pada usiaku yang sudah 45 tahun rasanya untuk pertama kalinya hati ini mulai
terbuka lagi. Setelah 20 tahun yang lalu
aku kehilangan Diana Faria, gadis yang
sangat kucintai karena kecelakaan lalu lintas. Diana dan Daisy memang berbeda
namun ada satu kesamaan diantara mereka yaitu kelembutan hatinya tercermin dari
sikap sehari-harinya. Dari latar belakang keluarganya pun bagai langit dan
bumi. Diana berasal dari keluarga berada dan berpendidikan. Ayahnya adalah
Direktur sebuah perusahaan kosmetik di Bogor. Ibunya wanita asal Lebanon dari
kalangan berada. Namun hal itu tidak menjadikan Diana menjadi gadis yang glamour. Diana adalah gadis sederhana
sama seperti Daisy.
Saat itu
setelah dirawat secara intensif karena kecelakaan tersebut, akhirnya Diana
tidak bisa ditolong. Dia menghembuskan nafas terakhirnya persis seminggu
sebelum hari pernikahan kami. Sungguh saat itu duka nestapa yang sangat
mendalam harus aku jalani setiap hari. Sejak itu aku menjadi orang yang
tertutup terhadap wanita. Entahlah, Diana adalah cinta pertamaku yang
seolah-olah cinta itu dibawanya pula ke alam baka. Namun alhamdulillah
pelarianku saat itu pelarian yang positif yaitu fokus terhadap karirku sebagai
dosen.
Aku
sempat mengambil pendidikan S2 dan S3 di Australia selama 8 tahun. Pada usia 34
tahun gelar S3 bisa kuraih dan di Fakultasku saat itu aku punya predikat Doktor
Farmasi paling muda usia. Hanya dalam waktu tidak sampai 5 tahun predikat
Profesorpun bisa kuraih pada usia 40 tahun. Alhamdulillah prestasi ini adalah
hasil kerja keras yang sebenarnya akibat pelarian dari duka nestapa yang
berkepanjangan karena ditinggal orang yang sangat kucintai.
Rasanya
suatu keajaiban jika saat ini Daisy Listya telah mampu mencairkan hatiku yang
sudah 20 tahun membeku. Sungguh suatu keajaiban. Setiap bertemu Listya ada rasa
semangat dan gairah lagi seperti dulu semasa kebersamaanku dengan Diana Faria.
Entahlah ini gejala apa namanya namun aku tetap harus bersyukur dan jangan
terlalu berharap banyak apakah Daisy Listya
akan menyambut cintaku. Tentu dong harus aku sadari pula saat ini
usianya yang baru 21 tahun bahkan mungkin seusia anakku jika saat itu jadi
menikah dengan Diana. Usianya kurang dari separuh usiaku. Aku memang tidak
terlalu berharap, lagi pula gadis secantik Listya mana mungkin belum punya
pacar.
Biarlah
untuk sementara ini aku hanya bisa menikmati kegairahan hidupku muncul kembali.
Biarlah untuk sementara ini aku merasakan kebahagiaan yang dulu pernah
kumiliki. Biarlah setiap aku bertemu Listya hatiku terasa damai tentram karena
mendengar tutur kata lembut gadis yang begitu mempesona.
Suara
ketukan dipintu ruang kerjaku membangunkan lamunanku. Entah sudah berapa lama
aku melamun tentang Daisy Listya dan Diana Faria sementara jari-jariku masih
terpaku tak bergerak di atas keyboard Laptop merk Jepang itu. Ya sebenarnya aku
sedang membuat makalah untuk Simposium di ITB.
“Assalaamu
alaikum!” suara lembut seorang gadis yang sangat akrab ditelingaku. Di depan
pintu berdiri Listya sambil tersenyum manis. Oh Tuhan gadis ini cantik sekali,
bukan kecantikan yang biasa. Ya Tuhan. Apakah seperti ini wujud Bidadari yang
ada di Surga?. Aku benar-benar terpana.
Baru tersadar ketika Gadis itu mengulang salamnya.
“Assalaamu
alaikum. Pak Prof kok terbengong!” kata gadis itu.
“Wa
alaikumussalaam warohmatullahi wabarokaatuh. Wah jangan panggil Prof gitu,
panggil saja Pak Alan Erlangga !” aku menjawab salam Listya dengan gugup. He he
he gara-gara terpesona jadi saja tergagap gagap.
“Bagaimana
kabarnya Lis?” tanyaku.
“Alhamdulillah
baik Pak Alan. Mohon maaf saya tidak telepon lebih dulu, langsung menuju
kesini. Soalnya perbaikan skripsi hasil revisi ini sudah terlambat diserahkan
seharusnya kemarin Pak!” kata Listya.
“Oh tak
apa apa hanya terlambat satu hari saja. Bagaimana ada kesulitan mengolah data
hasil analisis HPLC nya?” tanyaku.
“Alhamdulillah
semua sudah saya selesaikan perhitungannya, hanya saya tidak tahu apakah sudah
betul. Juga tentang pengolahan data statistiknya” kata Listya.
“Baik
Lis nanti saya periksa semua data itu, kira-kira dua hari lagi bisa diambil
hasil koreksian dari saya okey!”kataku menegaskan.
“Iya Pak
terima kasih. Kalau begitu saya mohon pamit dulu takut mengganggu. Bapak
sepertinya sedang bekerja serius” kata Listya sambil memberi salam lalu
bergegas meninggalkan ruanganku.
“Lho kok
buru buru Lis. Tidak, Listya tidak mengganggu kok. Okey!” kataku meyakinkan
Listya agar tetap tinggal untuk mengobrol. Namun gadis itu tetap bergegas
sambil mengucapkan salam lalu hilang dibalik pintu ruanganku. Begitu cepat
bidadari itu berlalu meninggalkanku kesepian. Maha Besar Engkau Ya Allah aku
telah dipertemukan dengannya. Ya hanya dipertemukan saja aku sudah begitu
senang. Entahlah selanjutnya aku tidak tahu karena selama ini hanya berhubungan
sebatas antara Dosen Pembimbing dengan mahasiswi yang sedang menyusun
skripsinya. Ya aku harus cepat menyadari bahwa Daisy Listya bukan Diana Faria.
Tentu saja. Hanya saja aku tak mampu menghadapi kenyataan pada setiap bersama
dengannya pesonanya benar-benar membuatku tak berdaya. Perasaan perasaan indah
bersama Diana Faria seolah tumbuh kembali padahal Daisy bukan Diana. Termenung
di depan Laptop yang masih terbuka telah membuatku tersenyum sendiri. Aku
seperti menjadi anak remaja tujuh belasan lagi atau paling tidak seperti
mahasiswa dua puluh tahunan. Akhirnya
Laptop itupun aku tutup dan pekerjaan membuat makalah kembali terbengkalai.
Tidak terasa jam sudah menunjukkan pk 05.00 sore dan aku harus bergegas bersiap
untuk pulang.
Kijang
Kapsul berwarna biru tua itu meluncur ditengah-tengah deru sepeda motor yang
membanjiri jalan di kota Surabaya.
Apalagi setelah memasuki Jalan Ahmad Yani, sepeda motor semakin padat memenuhi
jalan utama keluar kota yang membuat jalan ini rasanya semakin sempit saja. Aku
berputar di Bundaran Waru menuju arah Menanggal ya memang rumahku di sana,
disekitar Masjid Al-Akbar. Dua ratus meter ke arah Timur Masjid megah
kebanggaan masyarakat Surabaya itu.
Malam
itu juga skripsi Daisy Listya segera aku koreksi sampai detail. Memang sengaja
aku harus lebih cepat mengoreksi skripsi itu agar bisa lebih cepat pula bertemu
dengan Daisy Listya. Selesai merevisi skripsi itu waktu masih menunjukkan pk
21, belum terlalu malam mungkin lebih baik aku menelpon Daisy Listya. Di
seberang sana suara Listya menyambut salamku.
“Wa
alaikum salaam Pak!” suaranya merdu dan lembut sekali, gadis ini memiliki hati
yang lembut.
“Lis maaf
belum tidur kan?” tanyaku basa-basi.
“Lho
Bapak ini bagaimana. Ya belum tidur, kan
ini lagi ngomong sama Bapak!” kata Listya bercanda. Suara tawanya riang dan aku
hanya tersenyum mendengar canda seperti ini.
“Iya ya,
begini Lis skripsi sudah saya koreksi termasuk data HPLC nampaknya ada beberapa
sampel yang hasilnya masih kurang akurat. Listya harus meluangkan waktu untuk
mengulang analisa HPLC. Paling tidak minggu ini agar bulan depan sudah bisa
masuk agenda ujian akhir skripsi. Bagaimana Lis?” kataku menjelaskan.
“Ya Pak
kalau begitu besok saja saya booking
HPLC dulu. Mudah-mudahan sedang kosong sehingga minggu ini sudah bisa saya
kerjakan analisanya,” kata Listya. Terus terang selama dia ngomong di handphone itu tidak lagi kuperhatikan
apa yang dia omongkan tapi begitu kunikmati suara lembutnya seakan-akan suara
hatinya bisa langsung terdengar. Listya memiliki kelembutan seperti Diana
Faria.
“Hallo
Pak. Kenapa diam saja?” suara Daisy Listya mengagetkanku. Rupanya saat itu aku
malah melamun.
“Oh ya
ya sorry Lis aku tadi melamun sebentar he he he,” kataku sambil terkekeh-kekeh.
“Wah
inget sama pacar ya Pak!” kata Listya.
“Bukan
Lis, kamu itu ada ada saja. Okey kalau begitu mulai besok Listya mulai bikin
program dan jadwal sesuai saran saya ya !” kataku mengalihkan pembicaraan.
“Ya Pak
secepatnya nanti saya segera mengambil hasil revisi Bapak. Apakah besok boleh.
Bapak punya waktu?” tanyanya. Untukmu waktu selalu ada Listya, kataku dalam
hati.
“Okey
saya tunggu di Kantor. Pagi-pagi saja Lis sampai ketemu besok. Assalaamu
alaikum !” kataku.
“Terima
kasih Pak. Wa alaikum salaam !” suara Daisy Listya menutup pembicaraan.
Oh Tuhan
besok aku ketemu dia lagi rasanya sudah tidak sabar namun waktu baru
menunjukkan pk 21 lewat seperempat. He he he itu berarti aku harus mengarungi
malam yang panjang karena harus menunggu esok untuk bertemu Daisy Listya.
Pagi itu
mungkin Si Mbok yang sudah ikut bersamaku bertahun-tahun ini pasti merasa heran
karena tidak biasanya sarapan favoritku, nasi goreng tidak kusentuh. Ya betul
sebelum pk 6 aku sudah bergegas menuju Kampus Dharmawangsa Dalam. Kijang Kapsul biru tua itupun meluncur di jalan Tol dalam kota. Tidak sampai
setengah jam sudah sampai di Jalan Kertajaya dan tinggal satu perempatan lagi
belok kiri lurus kemudian memutar sampailah di Jalan Dharmawangsa Dalam dimana
Fakultas Farmasi berada. Kuparkir mobil di halaman Fakultas. Tepat pk 7 kurang
lima menit aku sudah duduk di meja kerjaku. Seperti biasa aku lihat terlebih
dulu agenda hari ini. Ada waktu 1 jam sebelum nanti pk 8 mengisi kuliah
mahasiswa semester 6. Setelah itu rapat Panitia Simposium Farmakologi. Agenda
yang cukup padat.
Terdengar
suara pintu diketuk. Daisy Listya. Ya benar dia berdiri di depan pintu dengan
senyum yang sangat manis. Ya ALLAH kenapa Kau pertemukan aku dengannya jika
nantinya Kau harus pisahkan aku darinya.
“Lis
silahkan duduk!” kataku mempersilahkan Listya duduk.
“Hari
ini Bapak nampak segar sekali!” kata
Listya. Mendengar ini aku tertawa.
“Biasa
kalau masih pagi begini pasti segar nanti sudah siang pasti kusut karena
kerjaan makin numpuk he he he!” kataku bercanda. Listya hanya tersenyum manis
lalu dia mengambil tempat duduk.
“Oh ya
Lis ini skripsimu sudah saya koreksi coba dibaca ulang jika ada yang belum
jelas bisa bertanya sekarang!” kataku sambil menyerahkan draft skripsi yang
cukup tebal.
Listya
membaca dengan seksama lembar demi lembar sementara aku dengan penuh hidmat
juga mengagumi wajah cantik didepanku. Matanya sangat teduh sangat menyejukkan
bila memandang, bibirnya terukir tipis dimana tutur kata santun dan senyum manis
berasal darinya sementara hidung mancung dan wajah oval berkulit putih dalam
balutan jilbab menambah keanggunan gadis ini. Ketika dia diam ada wibawa yang
dalam ketika dia bicara ada pesona pada tutur katanya. Oh Tuhan dia seperti
Diana Faria. Tapi tidak tidak tidak dia adalah Daisy Listya.
Entah
berapa lama aku dapat dengan leluasa memandang kecantikan bidadari di depan
mataku ini ketika suara merdu itu memecah kesunyian yang ada.
“Terima
kasih Pak. Semuanya sudah mengerti segera akan saya perbaiki koreksian Bapak.
Hari ini juga saya akan booking HPLC
agar besok sudah bisa mulai kerja!” kata Listya.
“Okey
Lis...semoga semua berjalan lancar dan sukses biar cepat wisuda!” kataku.
Mendengar kata wisuda artinya dia selesai sudah jadi mahasiswiku. Akankah aku
masih bisa bertemu dengannya? Jawabannya sungguh aku tidak tahu.
“Ya Pak.
Doa dan bimbingan Bapak yang membuat saya bersemangat menyelesaikan skripsi ini
segera. Kalau begitu saya pamit dulu Pak Alan!” kata Listya dan aku mengangguk
tersenyum sambil bersalaman.
Hari ini
berjalan begitu lambat rasanya walaupun agenda kegiatanku sudah rampung semua. Apakah karena aku bertemu Listya hanya
sebentar saja. Suatu hari aku ingin mengajaknya berbincang lebih lama. Ya suatu
hari aku harus bercerita tentang Diana Faria.
Suatu hari aku harus mengatakan bagaimana perasaanku kepadanya. Ya suatu hari. Maka sore itu saat
pulang kerja, kembali terjebak dalam rutinitas kemacetan lalu lintas di Jalan
Ahmad Yani menuju rumah di Menanggal. Sekitar satu jam kemacetan yang terjadi
di sana sehingga aku baru sampai rumah sudah menjelang Isya. Besok tidak boleh
terjadi lagi seperti ini lebih baik lewat Tol dalam kota saja.
Sebentar
di halaman rumahku ada Honda Jazz parkir sepertinya aku mengenali mobil itu.
Wow itu ternyata Audray Lin mahasiswi bimbinganku asal Malaysia yang sudah
lulus dua tahun yang lalu. Ada kejutan apa nih Audray.
“Hallo
Pak Profesor apa kabar?” suara Audray menyambutku di ruang tamu dengan tawanya
yang renyah.
“Hallo
juga Di lama tidak bertemu pasti bawa
kabar baik ya sudah lama menunggu?” tanyaku.
“Tidak
juga Pak. Baru kira kira lima menit lebih sedikit!” jawab Audray.
“Sejak
kapan tiba di Surabaya?” tanyaku.
“Minggu
sore Pak!” kata Audray. “Malam Minggu besok sepupuku mau menikah mangkanya aku
ke Surabaya. And so pasti mampir ketempat Profesorku” kata Audray sambil
tertawa renyah. Audray mempunyai Tante yang menikah dengan Pria Tionghoa
kelahiran Surabaya. Selama kuliah di Fakultas Farmasi, Audray tinggal dengan
Tantenya.
“Wah Pak
boleh nih aku tanya kok tidak ada tanda-tanda Nyonya rumah apakah Bapak masih
betah jomblo terus?” tanya Audray.
Memang
gadis ini sangat ceplas-ceplos dan agresif. Logat Malaysianya memang sudah
hilang karena tinggal di Surabaya paling tidak sudah 4 tahun. Sebenarnya aku
paling risi menghadapi Audray ini sejak dia masih mahasiswa dulu maupun
sekarang. Dalam 2 bulan terakhir ini sudah tiga kali gadis ini berkunjung ke
rumah.
“Siapa
bilang. Aku sekarang sudah punya calon nyonya Profesor hanya belum saatnya
diperkenalkan!” kataku menjawab pertanyaan Audray.
“Wow
siapa gadis yang berbahagia itu? Atau Bapak cuma bercanda?” suara Audray mulai
kelihatan panik. Aku tersenyum melihat tingkah Audray.
“Tidak
bercanda Di. Okey nanti jika saatnya tiba aku perkenalkan. Waduh sampai lupa,
kau mau minum apa Audray?” kataku mengalihkan pembicaraan.
“Terima
kasih Pak aku akan segera pamit tapi besok aku ingin mampir ke Kampus tentu
kalau Bapak punya waktu kita bisa berbincang di sana okey” kata Audray.
Akhirnya gadis itu menuju halaman rumah, menghidupkan Honda Jazz silver itu dan
meluncur meninggalkanku.
Audray,
Audray dari dulu kamu itu bikin aku merinding dan takut. Untung aku lelaki baik
jika tidak entahlah ketemu gadis seperti Audray yang agresif dan ceplas ceplos
tentu saja seperti kucing garong dapat ikan gurih. Audray Lin dan Daisy Listya
ooooh bagai langit dan bumi.
Hari ini
hari Jumat berarti Listya sudah tiga hari mengerjakan sampel-sampel
penelitiannya dengan HPLC. Sehabis memberikan kuliah untuk mahasiswa semester
6, aku menyempatkan diri berkunjung ke Laboratorium HPLC di Gedung sebelah
Timur. Laboratorium ini ada di lantai 2 khusus untuk kegiatan praktikum
mahasiswa dengan menggunakan instrumen laboratorium yang mutakhir seperti HPLC,
GC, TLC-Densitometer,IR-Spectrophotometer, GC-Mass Spectrophotometer. Sore itu
hampir semua kegiatan praktikum sudah selesai sekitar pk 15 tadi dan aku baru
memiliki waktu untuk mengunjungi Listya walaupun sudah sesore ini mudah-mudahan
Listya masih berada disana. Aku menaiki tangga satu demi satu untuk menuju ke
lantai 2 dan dari koridor setelah pintu masuk aku dapat melihat melalui jendela
berkaca lebar Bidadari itu sedang asyik
dengan HPLC nya. Balutan jilbab di wajahnya justru menambah aura
kecantikannya. Beberapa saat aku berdiri disitu menikmati wajah Bidadari itu.
Ya ALLAH aku belum habis mengerti apa dibalik maksudMu mengirimkan dia padaku?.
Apakah Kau juga mau mengizinkanku untuk memilikinya?. Ataukah ini hanya ujian
bagiku agar aku segera tergugah untuk mengikuti sunah NabiMu. Menikah walaupun
ternyata bukan dengan Daisy Listya. Lalu denga siapa?. Audray? Oh no. Aku hanya
berpasrah diri kepadaMu.
Entah
sudah berapa lama aku berdiri disitu dan memang Laboratorium di lantai 2 itu
sudah tutup kecuali Laboratorium HPLC.
Tiba-tiba aku dikejutkan oleh suara yang memanggilku. “Hayoo Pak Alan
lagi ngintip ya,” suara seorang gadis mengagetkanku. Ternyata Amelia, teman
akrab Daisy Listya sudah berdiri di situ.
“Amel
bikin kaget saja kamu ini, mau jemput Listya ya!” tanyaku.
“Bukan.
Saya mau pamit pulang duluan oh ya pak Alan mau ketemu Listya? Kebetulan Pak
tolong ditemani Listya ya soalnya saya ada janjian jadi nanti mau pulang duluan
” lalu Si Amel tiba-tiba saja menemui
Listya di Ruangan Laboratorium. Mereka kelihatan berbincang-bincang. Akupun
akhirnya masuk menemui mereka.
“Terima
kasih Pak mau menemani saya !” kata Listya tersenyum sambil memandang ke
arahku.
“Lis
tadi Pak Alan ngintip kamu lho...he he he!” kata Amelia. Busyet kurang ajar Si
Amel ini. Selama ini dia memang sering menyindir-nyindir seperti ini dan
nampaknya Amelia tahu gelagat bahwa aku menyukai Daisy Listya. Bidadari itu
hanya tersenyum manis mendengar selorohan Amelia.
“Tak
usah didengar Lis omongannya Amel. Masa saya ngintip kamu melalui kaca jendela
sebesar ini padahal kalau mengintip kan harus melalui lobang yang kecil
misalnya lobang kunci” kataku sambil ketawa agak gugup sedikit. Mendengar
penjelasanku, Amel dan Listya tertawa. Tidak begitu lama Ameliapun pergi pamit meninggalkan kami
berdua.
Masih
ada lima sampel lagi yang belum di inject
kan. Sambil menunggu running kami
mulai mengobrol. Tadinya aku bingung dari mana aku mulai bercerita namun hanya
beberapa saat saja kebingungan itu terjadi. Akhirnya kalimat demi kalimat terucap
dengan lancar dari relung hatiku seakan aku berada pada peristiwa yang terjadi
hampir 20 tahun yang lalu. Maka cerita tentang Diana Fariapun usai juga. Ada
rasa lega dalam dadaku ketika cerita itu bisa juga diucapkan didepan Daisy
Listya. Aku melihat raut wajah Listya melukiskan kesedihan setelah mendengar ceritaku.
“Saya
turut berduka Pak walaupun sekarang sudah terlambat 20 tahun yang lalu. Bapak
sangat mencintai mbak Diana Faria?” tanya Listya.
“Ya
begitulah tapi ternyata Allahlah yang memilikinya. Saya sendiri kadang-kadang
heran mengapa kita harus saling memiliki kalau pada akhirnya harus kehilangan?”
kataku. Daisy Listya masih terdiam
kutunggu tutur kata apa yang nanti keluar dari bibir yang indah itu.
“Kita
sebenarnya tidak pernah memiliki apapun maka oleh sebab itu kita tidak pernah
kehilangan apapun. Hanya Allah Yang Maha Memiliki!” kata Listya.
Oh Allah
gadis macam apa yang sedang berhadapan denganku ini. Apakah dia BidadariMu.
Kata-katanya sangat bijak dan dalam. Aku benar-benar terdiam dan terpaku dalam
ketermenunganku. Ya betul aku tidak pernah memiliki apapun maka akupun tidak
pernah kehilangan apapun. Aku telah membuang waktu 20 tahun hanya karena merasa
kehilangan Diana Faria. Padahal hanya Allah yang memiliki dia. Allah Maha
Memiliki. Aku benar-benar tertunduk
syahdu mendengar ucapan Daisy Listya. Entah berapa lama aku terdiam ketika
suara lembut Listya kembali menyapaku.
“Pak
sudahlah lupakanlah yang telah lalu. Lebih baik melihat hari esok!” kata
Listya.
Justru ini Listya, aku ingin melangkah menuju hari esok
bersamamu tapi aku belum boleh mengatakan hal tersebut pada saat ini.
“Okey
Lis terima kasih kata-katamu tadi benar-benar sangat menyentuh kalbu
terdalamku. Rasanya aku seperti baru tersadar dari mimpi berkepanjangan. Mimpi
adalah mimpi yang tetap menjadi sia-sia karena bukan alam nyata. Betul apa
katamu aku harus membuka lembaran baru. Sebenarnya beberapa bulan ini ada
seseorang yang telah mampu mencairkan kebekuan hatiku selama 20 tahun ya
seseorang gadis yang sangat aku kagumi. Dia memang bukan Diana Faria tapi dia
adalah orang yang telah kembali membuat hidupku menjadi hidup. Dia yang telah
mampu menyentuh hatiku seperti Diana Faria dulu....wah wah wah sorry Lis kok
jadinya aku jadi sentimentil begini....sorry sorry Lis aku terlalu banyak
bicara, ” kataku mengakhiri kata-kataku yang terlalu emosional.
“Tidak
apa apa Pak Alan. Sebaiknya Bapak harus mengeluarkan seluruh perasaan. Jangan didiamkan saja. Saya bersedia
mendengarkan dan saya bersyukur jika Bapak sekarang sudah menemukan orang yang
telah membuat Bapak merasa hidup kembali!” kata Daisy Listya.
“Ya Lis
terima kasih. Okey tidak terasa hari
sudah sore begini dan sampel sampel HPLC kelihatannya sudah habis! ” kataku.
“Betul
Pak kita harus segera pulang! ” kata Daisy Listya.
“Sebaiknya
Listya pulang bareng saya. Kostnya dimana?” tanyaku.
“Karang
Menjangan Pak tapi masuk gang. Saya nanti diturunkan di depan gang saja. Terima
kasih! ” kata Listya.
Sore itu
kami meninggalkan laboratorium HPLC dan seperti permintaan Listya mobilku
berhenti di depan gang lalu Listya pun pamit kepadaku, tersenyum sambil
melambaikan tangan. Mobil Kijang Kapsulku kembali meluncur di jalan kota
Surabaya yang padat kendaraan sore hari itu. Dari arah Kertajaya aku meluncur lurus menuju
jalan Dr Sutomo tidak berbelok ke arah Darmo. Sengaja aku menggunakan Tol Dalam
Kota sehingga langsung bisa masuk akses Mesjid Al-Akbar bisa lebih cepat dan
menghemat waktu untuk menuju Menanggal. Hari itupun terasa begitu panjang namun
ada rasa lega ketika aku ingat bahwa Daisy Listya sudah tahu semuanya tentang Diana Faria.
Sejak
pertemuan di Laboratorium HPLC itu aku hampir dua pekan tidak bertemu dengan
Daisy Listya. Oh tidak dua hari yang lalu Daisy Listya menyerahkan draft
Skripsi yang terakhir untuk kutanda tangani dan saat itu juga aku menyetujui
skripsinya untuk diajukan dalam Ujian Akhir pada awal November ini. Rasa rindu
melanda jiwaku tidak bertemu dengan Daisy Listya. Aku ingin menghubungi
handphone nya tapi tidak kulakukan. Aku hanya takut Daisy Listya sedang sibuk
mempersiapkan Ujian Akhir. Namun demikian paling tidak pada awal Nopember itu
aku jelas akan bertemu Daisy Listya di Ruang Sidang Ujian Skripsi.
Ada tiga
Profesor termasuk aku dan dua orang Doktor yang menguji Daisy Listya. Gadis
cantik ini begitu tenang menjawab semua pertanyaan para Penguji. Ruang ujian
skripsipun tidak membuat gadis itu menjadi gugup dan tegang. Semua para Penguji
sangat terkesan dengan semua jawaban Daisy Listya. Aku sendiri merasa lega
ketika hasil ujian skripsi Listya mendapat nilai A. Ada rasa bangga sebagai
pembimbingnya lalu aku menyalaminya sambil mengucapkan selamat.
“Lis..selamat
perjuanganmu sudah membawa hasil, saya turut gembira dan bahagia! ” kataku dan
Listya mengucapkan terima kasih sambil tersenyum manis.
Sejak
bertemu di Ruang Ujian skripsi itu aku sama sekali tidak pernah lagi bertemu
dengan Daisy Listya. Entah kemana gadis itu seolah menghilang. Hari ini adalah
hari yang ke 13 aku tidak bertemu dengannya. Aku memang tidak berusaha untuk
menghubungi hand phone nya karena pernah suatu hari aku menghubunginya melalui
hp ternyata tidak pernah aktif atau kalau aktif tidak pernah diangkat. Aku
tidak tahu mengapa begitu.
Hari
berganti hari minggu berganti minggu dan tanpa terasa hari wisudapun sudah
didepan mata. Aku berharap bisa bertemu Daisy Listya di hari wisuda itu. Acara
wisuda itupun berjalan lancar sejak dimulai pk 8 tadi pagi sampai siang ini.
Para mahasiswa begitu gembira merayakan kelulusan mereka bersama orang-orang
tercinta. Di halaman Aula itu aku berusaha mencari sosok yang selama ini
kurindukan yaitu Daisy Listya. Tiba-tiba aku mendengar seseorang memanggilku.
Aku menoleh kearah suara panggilan itu. Oh Tuhan ya dia Daisy Listya bersama
kedua orang tuanya dan ada seorang lelaki disampingnya. Siapa dia?
“Listya
selamat sudah lulus ya !” kataku sambil menjabat tangannya.
“Terima
kasih Pak Alan atas bimbingan Bapak akhirnya saya bisa lulus !” kata Listya.
“Oh
tidak Lis, semua itu hasil jerih payahmu dan perjuangan yang tidak kenal lelah
dan Listya pantas lulus karena hanya orang yang cerdas yang bisa berprestasi!”
kataku.
“Terima
kasih Pak. Oh ya perkenalkan ini Ayah dan Ibu lalu ini calon suami saya !” kata
Listya sambil memperkenalkan orang-orang yang ada disampingnya. Aku menyambut
jabatan tangan mereka. Ketika mendengar kata calon suami, maka tiba-tiba saja
rasa hatiku seperti hancur berkeping-keping. Oh tidak jangan sampai seperti
itu. Aku harus tegar. Ketika mereka
berpamitan, Listya masih sempat berkata padaku, “Pak Alan kalau nanti menikah
dengan gadis yang telah menggugah hati Bapak jangan lupa saya diundang ya Pak!”
kata Listya sambil tersenyum manis. Oh Tuhan kata-katanya ini justru menambah
kepedihanku. Daisy Listya pun pamit meninggalkan senyumnya dihatiku.
Sejak
pertemuan terakhir itu aku benar-benar
mengisi hari-hariku dengan kehampaan. Padahal aku harus tegar. Teringat apa
yang pernah dikatakan Listya bahwa “Kita sebenarnya tidak pernah memiliki
apapun maka oleh sebab itu kita tidak pernah kehilangan apapun. Hanya Allah
Yang Maha Memiliki!” Sungguh benar apa yang dikatakan gadis itu. Ya ALLAH
berilah aku kekuatan. Aku harus bangun dari mimpi ini.
Sore itu
aku duduk termenung di beranda depan sambil memperhatikan tetes tetes hujan
bulan Desember ini jatuh kebumi. Di tanganku sebuah buku harian usang masih aku
pegang lalu aku buka lembar demi lembar. Aku sudah tidak pernah mengisi buku
harianku lagi dan ini adalah lembaran pertama buku harianku setelah hampir 20
tahun tidak pernah kusentuh. Aku menulis
tentang Daisy Listya untuk mengabadikan perasaanku padanya :
Sejak pertama kali aku memandang wajahnya rasanya wajah
itu seperti sudah kukenal jauh lebih lama. Saat itu aku sempat tertegun tak
percaya. Wajah ini sangat akrab dengan hatiku. Entah berapa puluh tahun yang
lalu rasanya aku pernah mengenal wajah cantik ini. Wajah teduh yang dapat membuat
hati menjadi tentram. Berkali-kali aku berbincang dengannya. Banyak yang tidak
dapat aku ungkapkan betapa lembutnya dia dalam bicara. Setiap katanya
mengandung kelembutan hatinya. Setiap aku berbincang dengannya setiap itu pula
aku seperti pernah merasakan perasaan seperti ini entah berapa puluh tahun yang
lalu. Candanya, senyumnya dan tawanya rasanya seperti pernah akrab dalam
hidupku. Sapaannya pada saat aku menelpon melalui Hand Phone sangat
menyenangkan dan ramah.
Aku pernah
mengatakan kepadanya, bahwa aku sangat mengagumi kepribadiannya. Mendengar ini, dia hanya
tersenyum manis. Dia tetap rendah hati. Bahkan dia mengatakan bahwa aku terlalu
berlebihan dan sambil bercanda dia berkata bahwa aku hanya menebar fitnah. He
he he menfitnah bahwa dia cantik. Sungguh aku sangat terkesan dengan sikap
gadis ini menghadapi pujian. Memang hanya ALLAH yang berhak menerima pujian.
Aku adalah orang yang tidak dapat berpura-pura. Aku
adalah orang yang selalu mengatakan sesuatu sesuai dengan isi hatiku. Wajar
setiap orang memiliki masa lalu. Namun jika masa lalu itu ada didepan mata
mengapa aku harus diam saja. Aku adalah orang yang ingin selalu mengatakan
sesuatu sesuai dengan isi hatiku.
Dimataku dia adalah gadis yang berbeda dibandingkan gadis
remaja seusianya. Dia sangat sederhana dan bersahaja. Senangnya hatiku setiap
hari bertemu dikoridor laboratorium itu karena pasti dia akan tersenyum padaku
dan aku bisa merasakan kebahagiaan. Namun sayang sekali kebahagiaan itu
ternyata hanya datang beberapa saat saja.
Aku tentu saja harus membiarkan dia dapat meraih masa
depannya sendiri. Dia mungkin sudah mendapatkan kekasih hatinya yang terbaik
yang sebanding dengan kebaikan hatinya, kesetiaan cintanya. Aku juga yakin dia
sangat berbahagia dengan teman hidup yang setia. Gadis ini memiliki aura
kecantikan yang sempurna maka sudah pasti teman hidupnya juga harus memiliki
ahlakul karimah yang sempurna, taat kepada Allah.
Saat ini aku hanya bisa memohon kepadaMU kabulkanlah
doaku : “Ya ALLAH Lindungilah dia dari kejahatan penghianatan dan karuniakanlah
dia cinta, kasih sayang dan kesetiaan. Maha Besar ALLAH Yang Maha Pengasih dan
Penyayang, kutitipkan dia padaMU.”
BERSAMBUNG
Episode 2
No comments:
Post a Comment