Thursday, March 31, 2016

EPISODE CINTA DAISY LISTYA (7)


Foto : Hensa


Tantangan 100 Hari Menulis Novel FC
EPISODE CINTA DAISY LISTYA
Oleh Hendro Santoso (Peserta Nomor 27)
Sinopsis
Alan Erlangga adalah sosok yang selama 20 tahun merasa kehilangan Diana Faria, kekasihnya yang harus dipanggil oleh Yang Maha Punya hanya seminggu sebelum hari perkawinan mereka. Merasa kehilangan selama 20 tahun adalah waktu yang lama. Ternyata ALLAH telah mengirim seorang gadis bernama Daisy Listya untuk menggugah hati Alan Erlangga. Daisy Listya adalah seorang gadis cantik, cerdas, berkepribadian luhur, memiliki prinsip hidup, berhasil membuka dan mencairkan kebekuan hati seorang Alan Erlangga. Listya ini yang telah menyadarkannya dari mimpi buruk panjang. Mungkin saja Daisy Listya memang nantinya bukan menjadi teman hidupnya karena seusai Wisuda Sarjana, Listya akhirnya bertunangan dengan pria yang mencintainya bahkan sampai menuju jenjang pernikahan. Menghadapi kenyataan ini Alan Erlangga tidak mampu berbuat apa-apa. Alan hanya pasrah. Cukup baginya bahwa Daisy Listya adalah gadis yang telah mampu membuka hatinya menjadi merasa hidup kembali. Ada pepatah bahwa mencintai itu tidak harus memiliki. Benarkah cinta itu menjadi sangat tinggi nilainya ketika harus mencintai tapi tidak harus memiliki?. Ditengah-tengah kegalauannya tiba-tiba hadir sahabat lamanya bernama Kinanti Puspitasari. Seakan hadir untuk menentramkan hatinya. Saat ini Kinanti memiliki seorang putri yang sedang beranjak remaja. Wanita ini membesarkan putri semata wayangnya sendirian karena suaminya sudah lama meninggal dunia. Kinanti adalah teman Alan sewaktu mereka SMA dan diusia yang sudah tidak muda lagi mereka kembali bertemu. Bagi Alan masa-masa SMA bersama Kinanti begitu indah untuk dikenang karena Alan waktu itu pernah juga jatuh cinta kepada Kinanti walaupun ternyata Kinanti hanya menganggapnya seorang sahabat.
Kepada siapa akhirnya Alan Erlangga melabuhkan hatinya?. Apakah kepada Daisy Listya seperti harapan cintanya selama ini?. Apakah kepada Kinanti?. Simak saja cerita episode demi episode dari Episode Cinta Daisy Listya.






Episode 7
PESONA PESONA HATI

Hari Jumat pagi ruang kerjaku kedatangan tamu istimewa dari Bandung yaitu Kinanti Puspitasari. Kami berbincang sesekali diselingi gelak tawa riang.
“Alan mana Listya katanya mau ketemu kita disini?” tanya Kinanti.
“Ini sms nya dia masih diperjalanan menuju Kampus!” kataku.
“Aku sudah kangen rasanya sudah tidak sabar lagi ingin ketemu wanita  pujaanmu itu...!” kata Kinanti sambil tersenyum.
“Awas ya Kinan nanti  jangan ngomong macam macam di depan Listya !” kataku mengingatkan Kinanti agar tidak sampai keceplosan. Mendengar ucapanku itu Kinanti hanya tertawa. 
“Tenang tenang….wah kok Profesor bisa gugup seperti itu. Aku tidak akan bilang apa apa. Jangan khawatir !” kata Kinanti sambil tertawa. Aku benar-benar mati kutu dan hanya bisa garuk garuk kepala. Ketika kujelaskan kepada Kinanti selama ini Listya menganggap bahwa Kinanti adalah calon istriku maka tawa Kinanti semakin menjadi jadi.
“Alan aku sekarang semakin yakin kalau Listya sungguh mencintaimu!” kata Kinanti serius.
“Untuk sementara lupakan dulu saja hal itu. Sekarang Listya sedang dirundung sedih suaminya mengalami gagal ginjal yang sangat parah !” kataku.
“Oh Tuhan aku ikut prihatin..!”  suara Kinanti dengan nada sedih. Tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu dan salam. Aku yakin itu suara Listya. Aku bukakan pintu dan di sana berdiri bidadari cantik itu. Listya tersenyum dan aku terpana memandangnya dengan penuh kerinduan. Bukan aku saja yang terpana tapi kulihat Kinantipun tertegun di tempat duduknya. Setelah sadar baru dia beranjak menghampiri Listya. Mereka berpelukan layaknya dua insan yang saling merindukan karena lama tidak berjumpa padahal ini adalah pertemuan kedua mereka. Sejak bertemu dihari pernikahan itu mereka tidak pernah bertemu.
“Bu Kinan rasanya seperti mimpi bisa bertemu ibu lagi karena selama ini kita hanya bertemu lewat sms atau telepon. Ibu baik-baik saja kan?” kata Listya sambil memandang Kinanti.
“Ya Listya. Alhamdulillah. Aku juga kangen sama Listya habis selama ini cuma dengar suara merdumu lewat ponsel sekarang aku bisa bertemu langsung dengan orangnya. Tidak percuma jauh jauh dari Bandung bisa ketemu Listya yang cantik !” kata Kinanti memuji. Mendengar ini Listya tertawa kecil.
“Pujian hanya untuk Allah. Saya juga bersyukur bisa bertemu Bu Kinan yang tetap awet cantik !” suara Listya balas memuji kecantikan Kinanti.
“Listya, pujian hanya untuk Allah !” kata Kinanti. Mereka tertawa ditengah dialog-dialog kecil itu.
Aku benar-benar menikmati dua mahluk Allah yang mempesona ini.  Kinanti masih tetap cantik dengan tutur kata yang lembut dan Listya disaat ia tersenyum ada rasa kedamaian yang singgah di hati. Subhan Allah.  Mereka berbincang akrab seperti teman yang sudah kenal lama. Usia yang terpaut jauh tidak menjadi penghalang keakraban mereka. Aneh juga mengapa Listya dan Kinanti bisa seakrab ini padahal sebelum ini hanya pernah bertemu sekali di hari pernikahan Listya dulu. Mereka mungkin memiliki chemistry yang identik atau ada faktor lain. Namun jangan-jangan faktor itu adalah aku. Wah jangan ah nanti malah aku tambah pusing ha ha ha ha ha.
“Ibu-ibu silahkan bercengkrama sementara saya pamit dulu karena harus mengisi kuliah....” kataku kepada mereka.
“Baik Profesor, aku akan melepaskan rindu dendam ini kepada Listya!” kata Kinanti berseloroh.
“Listya...saya tinggal dulu ya !” aku berpamitan kepada Listya.
“Iya Pak Alan terima kasih !” suara Listya lembut.
Aku meninggalkan Kinanti dan Listya dan bergegas menuju Ruang Kuliah Mahasiswa semester lima. Selama memberikan kuliah rasanya aku kurang konsentrasi pikiranku selalu tertuju ke ruang kerjaku.  Kinanti Puspitasari dan Daisy Listya adalah dua wanita penuh pesona, penuh dengan kelembutan, keramahan, keanggunan dan kepribadian yang kuat. Dua wanita ini memang layak mendapatkan predikat pujaan hati kaum lelaki. Aku sudah tidak sabar ingin segera menyelesaikan presentasi kuliah di kelas ini. Aku sungguh penasaran apa yang sedang mereka bicarakan berdua di ruanganku. Teringat kata kata Kinanti bahwa sebenarnya Listya mencintaiku. Kinanti sebagai seorang wanita bisa merasakan getaran batin seorang Listya. Ah benarkah itu?. Andai benar Listya mencintaiku apakah mungkin itu bisa terjadi sedangkan Listya sudah menjadi istri Rizal Anugerah. Selama memberikan kuliah di kelas itu konsentrasiku memang sedang tidak fokus namun demikian alkhirnya presentasiku selesai juga.
“Untuk hari ini tidak ada tanya jawab nanti pada pertemuan berikutnya kita akan buka sesi diskusi. Kalian bisa siapkan bahan untuk diskusi sebanyak mungkin. Okey? Assalaamu alaikum waRahmatullahi wabarakaatuh!” kataku menutup sesi kuliah.
Aku sengaja tidak menggunakan waktu diskusi untuk mahasiswa karena ingin cepat kembali ke ruang kerjaku  menemui Kinanti dan Listya. Rasa rinduku kepada Listya memang aneh. Listya adalah istri Rizal mengapa aku harus merindukannya. Mengapa aku selalu mengharapkannya. Mengapa setiap berada dekat dengannya aku merasakan kedamaian dan kebahagiaan. Mengapa setiap saat aku selalu memikirkannya. Anehnya semakin lama semakin kutemukan realita tentang Diana Faria. Ya realita bahwa Diana Faria adalah masa lalu yang harus kurelakan. Lalu bagaimana tentang Daisy Listya?. Apakah juga sudah merupakan realita masa lalu yang harus aku relakan?. Nah justru yang ini anehnya aku belum mau menerima realita itu. Aku seperti masih memiliki keyakinan tentang sebuah harapan. Bukankah hidup ini juga adalah harapan. Aku yakin Allah akan selalu mewujudkan setiap harapan hambaNya. Aku sangat menginginkan realita yang lain tentang Daisy Listya. Realita yang lain? Realita yang mana?. Alan Erlangga sebaiknya kamu tidak usah bermimpi. Daisy Listya adalah istri Rizal Anugerah. Realita yang lain realita yang mana yang kau inginkan wahai Alan Erlangga.

Aku melangkah gontai menuju ruang kerjaku. Aku ketuk pintu sambil mengucapkan salam dan terdengar balasan salamku dari Kinanti dan Listya. Ruangan itu kok suasananya sepi. Ketika aku memasuki ruang kerjaku aku melihat Listya seperti baru menangis. Kulihat titik air mata itu masih tersisa di kelopak matanya yang indah itu.
“Kinan ada apa dengan Listya?”  tanyaku terheran heran. Kinanti hanya terdiam tidak menjawab pertanyaanku. Malah Listya yang menjawab sambil tersenyum agak dipaksakan.
“Tidak apa apa kok pak Alan. Maaf mungkin sebaiknya saya pamit dulu Bu Kinan. Oh ya ibu besok pulang kembali ke Bandung dapat  flight  jam berapa?” kata Listya.
“Besok penerbangan pukul 19.00 dari Juanda!” kata Kinanti.
“ Insya Allah besok saya masih ingin bertemu Bu Kinan. Pak saya pamit dulu. Assalaamu alaikum!”  kata Listya kemudian bergegas meninggalkan kami diruang itu.

Aku dan Kinanti masih terdiam sepeninggalnya Listya dari ruangan itu namun hanya beberapa saat saja kemudian Kinanti membuka pembicaraan.
“Listya sudah menceritakan semuanya. Cerita yang sangat memilukan!” kata Kinanti.
“Apa maksudmu Kinan?” tanyaku terheran heran dan penasaran.
“Kau pasti  tidak akan menyangka ternyata Listya tidak bahagia selama ini. Banyak peristiwa menyakitkan hati wanita cantik ini. Perlakuan suaminya yang arogan, egois dan kasar menambah kelengkapan penderitaan Listya. Aku seakan tidak percaya bahwa Listya yang lembut bersuami seorang yang kasar terhadap istrinya. Alan kau tadi sudah melihat air mata yang menetes di pipinya adalah air mata ketabahan dan kesabaran seorang istri yang tetap ingin menjaga jati dirinya!” suara Kinanti perlahan memecah kebisuan ruangan itu.
Aku masih terdiam dan tidak mampu berkata sepatah katapun seakan akan lidahku terkunci dan bibirku bisu. Sebelumnya aku teringat kata kata Amelia : ”Setelah pernikahan bulan Februari yang lalu, Listya tidak pernah merasakan  kebahagiaan sebagai seorang istri. Suaminya sangat egois dan arogan. Pernah suatu hari Listya menangis di rumahku karena kata-kata kasar suaminya dan yang membuat aku prihatin ada bekas tamparan di pipinya, walaupun Listya tidak mengakuinya. Aku sungguh tidak menyangka Mas Rizal seperti itu..!” suara Amelia sedikit emosi saat itu. Saat ini cerita itu aku dengar dari Kinanti.
“Alan! Ketika Listya bercerita padaku tentang semua yang dialaminya seakan akan dia bercerita di depan orang yang sudah lama dikenalnya. Aku sendiri heran serasa aku sudah begitu lama mengenal Listya sehingga kami berbincang begitu akrab. Ada yang menarik ketika Listya berkata padaku bahwa aku adalah wanita yang beruntung karena telah mendapatkanmu sebagai teman hidup. Kau tahu itu apa artinya?”  tanya Kinanti sambil menatapku tajam. Aku tetap membisu tak bisa berkata kata.
“Aku yakin Listya mencintaimu!” kata Kinanti masih menatapku tajam. Kinanti memang memiliki mata yang bagus dan jika menatap seperti itu akan terasa betapa tegasnya wanita ini.
“Kinan kenapa kau begitu yakin?” tanyaku.
“Aku bisa merasakannya sebagai seorang wanita. Listya merasa mendapatkan perlindungan ketika berada didekatmu. Mendapatkan kenyamanan, kegembiraan, kedamaian hati. Listya merasakan perhatianmu kepadanya terlepas dari statusmu sebagai dosen pembimbing mahasiswinya!” suara Kinanti meyakinkan.
“Ya Kinan tapi itu kan analisamu. Listya sendiri tidak berkata seperti itu!” kataku membantah. Kinanti mengangkat bahu sambil tersenyum.

Sebenarnya aku merasakan kegembiraan mendengar apa yang dikatakan Kinanti, namun aku juga merasakan kegundahan andai hal itu benar sungguh akan menjadi masalah yang sangat rumit.
“Andai saja Listya tahu bahwa Alan Erlangga sangat mencintainya!”  kembali terdengar suara Kinanti sambil menatapku. 
 “Andai Listya tahu terus yo opo ?” tanyaku dengan logat Suroboyoan.
“Ya Listya tidak menikah dengan Rizal Anugerah tapi mungkin dengan Alan Erlangga…” kata Kinanti. Aku tertawa tapi kok rasanya tawaku sumbang.
“Sudahlah Kinan mungkin lebih baik kita doakan agar rumah tangga mereka kembali tenteram. Rizal, suaminya segera diberi kesembuhan dan Listya sendiri sukses bisa mencapai cita-citanya sebagai Apoteker!” kataku.
“Tentu saja Al doa dengan izinNya adalah kekuatan yang dapat mengubah arah takdir. Bagiku Listya adalah pribadi yang penuh dengan inspirasi, seorang wanita yang lembut, cerdas berbudaya dengan kekuatan iman yang kokoh rasanya tidak pantas mengalami hal hal yang sekarang terjadi kepada dirinya. Listya pantas mendapatkan kebahagiaan.” kata Kinanti datar. Mendengar ini aku terdiam walaupun hatiku juga meng “iya” kan pendapat Kinanti.
“Listya bercerita tentang semua penderitaannya seolah olah ia sedang bercerita di depanmu Al. Bagi Listya curahan hatinya kepadaku adalah curahan hatinya kepadamu.” kembali suara Kinanti memecah keheningan di sore itu.
“Dalam situasi seperti ini tentu saja aku tidak mungkin harus terlibat di dalamnya. Curhat Listya adalah curhat dari seorang wanita  kepada seorang wanita yang lain. Curhat untuk menghilangkan sebagian beban yang ada dalam hatinya!” kataku.
“Memang benar apa yang kau katakan. Aku sungguh mendapat kehormatan dan kepercayaan mendengar curhat Listya tentang rumah tangganya!” kata Kinanti.
“Kinan! Kau juga pasti yakin Listya tidak mungkin menceritakan tentang masalah rumah tangganya kepadaku. Aku tahu Listya seorang wanita yang memiliki etika yang luhur karena itu suatu hal yang absur bercerita tentang aib seseorang!” kataku.
“Okey Alan aku bisa menangkap makna dari semua apa yang kau katakan. Sebagai seorang wanita aku juga bisa merasakan apa yang Listya ceritakan!” kembali kata Kinanti.

Sungguh tidak bisa dipercaya jika seorang istri seperti Listya yang lembut, ramah penuh kesetiaan dan pengabdian  kepada suami harus mengalami kekerasan dalam rumah tangganya. Sulit dimengerti perlakuan Rizal, suami Listya terhadap istrinya. Aku tidak tahu apa yang harus kulakukan jika suatu hari Listya harus curhat kepadaku tentang masalah rumah tangganya. Namun aku yakin Listya tidak mungkin menceritakan tentang masalah rumah tangganya kepadaku. Listya adalah wanita yang penuh amanah apalagi ini aib suaminya sendiri.


BERSAMBUNG Episode 8

No comments: