Tantangan
100 Hari Menulis Novel FC
EPISODE CINTA DAISY LISTYA
Oleh
Hendro Santoso (Peserta Nomor 27)
Sinopsis
Alan Erlangga adalah sosok yang selama 20 tahun
merasa kehilangan Diana Faria, kekasihnya yang harus dipanggil oleh Yang Maha
Punya hanya seminggu sebelum hari perkawinan mereka. Merasa kehilangan selama
20 tahun adalah waktu yang lama. Ternyata ALLAH telah mengirim seorang gadis
bernama Daisy Listya untuk menggugah hati Alan Erlangga. Daisy Listya adalah seorang
gadis cantik, cerdas, berkepribadian luhur, memiliki prinsip hidup, berhasil
membuka dan mencairkan kebekuan hati seorang Alan Erlangga. Listya ini yang
telah menyadarkannya dari mimpi buruk panjang. Mungkin saja Daisy Listya memang
nantinya bukan menjadi teman hidupnya karena seusai Wisuda Sarjana, Listya
akhirnya bertunangan dengan pria yang mencintainya bahkan sampai menuju jenjang
pernikahan. Menghadapi kenyataan ini Alan Erlangga tidak mampu berbuat apa-apa.
Alan hanya pasrah. Cukup baginya bahwa Daisy Listya adalah gadis yang telah mampu
membuka hatinya menjadi merasa hidup kembali. Ada pepatah bahwa mencintai itu
tidak harus memiliki. Benarkah cinta itu menjadi sangat tinggi nilainya ketika
harus mencintai tapi tidak harus memiliki?. Ditengah-tengah kegalauannya
tiba-tiba hadir sahabat lamanya bernama Kinanti Puspitasari. Seakan hadir untuk
menentramkan hatinya. Saat ini Kinanti memiliki seorang putri yang sedang
beranjak remaja. Wanita ini membesarkan putri semata wayangnya sendirian karena
suaminya sudah lama meninggal dunia. Kinanti adalah teman Alan sewaktu mereka
SMA dan diusia yang sudah tidak muda lagi mereka kembali bertemu. Bagi Alan
masa-masa SMA bersama Kinanti begitu indah untuk dikenang karena Alan waktu itu
pernah juga jatuh cinta kepada Kinanti walaupun ternyata Kinanti hanya
menganggapnya seorang sahabat.
Kepada siapa akhirnya Alan Erlangga melabuhkan
hatinya?. Apakah kepada Daisy Listya seperti harapan cintanya selama ini?.
Apakah kepada Kinanti?. Simak saja cerita episode demi episode dari Episode
Cinta Daisy Listya.
Episode 6
NOSTALGIA DI LABORATORIUM HPLC
HPLC (High Performance Liquid Chromatography)
adalah sebuah piranti laboratorium mutakhir yang canggih. Alat ini bisa
mengidentifikasi secara kualitatif dan kuantitatif senyawa kimia dalam suatu
bahan. Laboratorium Farmasi wajib memiliki alat ini karena sangat bermanfaat
bagi penelitian terapan Kimia Farmasi.
Setiap
berada di laboratorium HPLC aku akan selalu teringat Daisy Listya. Seperti pagi
ini ketika aku berada di laboratorium HPLC untuk meng up date data penelitianku bulan yang lalu sekaligus menganalisis
data analisa yang terakhir dari beberapa data
prosesor. Rasanya seperti baru kemarin Listya duduk di sisi alat HPLC ini sementara
aku duduk di sampingnya sambil bercerita tentang Diana Faria. Ya rasanya
seperti kemarin. Di meja sudut dekat alat Spektrofotometer itu Listya pernah
berdiskusi tentang perbaikan skripsinya. Berdiskusi serius tapi juga diselingi
canda dan tawa rianya. Saat saat indah itu sangat berkesan sekali dalam hatiku.
Bagaimana ketika Listya mengutarakan pendapatnya tentang HPLC yang dikaitkan
dengan kehidupan sehari-hari.
“Pak
Alan prinsip HPLC adalah jika ada senyawa yang disukai maka akan ditahan dalam
kolom lebih lama...kalau dipikir seperti kehidupan sehari-hari kita ya!” kata
Listya waktu itu.
“Benar
sekali bahkan kehidupan kita sehari-hari penuh dengan peristiwa kimia. Daya
tarik menarik antara dua hati yang berlainan jenis menganut kaidah prinsip
kimia. Misalnya ikatan kovalen atau ikatan hidrogen. Namun sebenarnya cinta
masih berhubungan juga dengan ikatan yang mirip senyawa kimia. he he he!”
kataku bercanda. Listya tertawa mendengar perkataanku.
“Tapi
Pak betul juga lho. Seseorang hanya suka kepada seseorang yang chemistry nya identik atau sama atau
sederajat atau valensinya sederajat. Misalnya oksigen harus mengikat dua
molekul hidrogen agar valensinya sederajat untuk menjadi senyawa yang stabil !”
kata Listya.
“Ya
filosofi kimia ternyata masuk juga dalam dunia percintaan he he he. Namun yang
jelas Lis, sesuatu yang disukai pasti akan dipertahankan. Listya mencintai seseorang
pasti Listya akan mempertahankan orang yang dicintainya jangan sampai direbut
orang lain!” kataku. Mendengar ini Listya tersenyum manis.
“Iya
dong Pak akan kupertahankan cintaku. Namun jika Allah mengambilnya harus aku
ikhlaskan.” kata Listya. Aku tertegun mendengar pekataan Listya sehingga membuatku
menjadi teringat kepada Diana Faria.
“Ya Lis
jika Allah mengambilnya harus kita ikhlaskan!” kataku.
“Oh Pak
maaf saya tidak bermaksud mengingatkan Bapak kepada mbak Diana Faria....!” kata
Listya baru tersadar kalau perkataannya tadi membuatku teringat Diana Faria.
“Listya
tidak apa apa. Saya sekarang sudah ikhlas dan juga selalu ingat apa yang kau
katakan bahwa kita tidak punya apa-apa maka dari itu tidak pernah kehilangan apa-apa.
Hanya Allah Yang Maha Memiliki.” kataku.
Saat itu
Listya hanya terdiam membisu. Aku melihat wajah itu sangat teduh dan damai
dalam balutan jilbab warna putih bersih. Aura kecantikannya terpancar sempurna.
Ya Allah inikah ciptaanMu yang Kau kirim kepadaku?. Sekilas peristiwa bersama
Listya di Laboratorium HPLC itu mungkin tak akan pernah terulang lagi karena
sekarang Listya telah menjadi istri Rizal Anugerah. Tidak terasa hari sudah semakin sore dan aku masih berada di
Laboratorium HPLC menyelesaikan data penelitianku namun aku memutuskan untuk
melanjutkan besok saja karena di sini justru lebih banyak melamun daripada
bekerja.
Pelataran
parkir sore itu sudah kelihatan sepi, hanya ada beberapa mobil yang tersisa.
Rute perjalanan pulang seperti biasa untuk menghindari kemacetan aku
meluncurkan kendaraanku melalui tol dalam kota. Hanya membutuhkan waktu 20
menit aku sudah tiba di rumah Menanggal dekat kompleks Masjid Al-Akbar.
Beberapa saat kemudian berkumandanglah Adzan Magrib. Setelah mandi dan berganti
baju taqwa aku bergegas menuju Masjid untuk menunaikan sholat Magrib berjamaah.
Ya Allah begitu cepat waktu berlalu. Entah apa saja yang sudah aku lakukan
selama ini. Mungkin aku belum pernah melakukan apa-apa untuk mengabdi kepadaMu.
Seperti malam-malam sebelumnya sambil menunggu waktu sholat Isya di Masjid Al-Akbar
itu aku membaca beberapa ayat Al-Quran. Betapa damai rasanya hati ini berada di
atas hamparan sajadah sementara suara Kalam Allah berkumandang syahdu mengisi
keheningan ruangan Masjid. Seusai menjalankan sholat Isya berjamaah, rasa damai
ini aku bawa ke rumah bahkan aku bawa sampai ke alam mimpi. Maka pagi itu jiwaku begitu segar dan ceria
menyambut hari ini dengan penuh semangat.
Di tengah
kemacetan arus lalu lintas di Jl.Dr Sutomo alunan lagu Air Supply-Goodbye dari tape mobilku, mengalun
merdu namun memilukan hati. Beginilah sepenggal syair lagu itu.
I would rather hurt myself. Than to ever make you cry.
There's nothing left to try. Though it's gonna hurt us
both.
There's no other way than to say good-bye.
Mendengar
lagu ini aku akan selalu teringat Listya. Seakan lagu ini adalah lagu
perpisahanku dengannya. There's no other
way than to say good-bye. Tidak ada jalan lain selain ucapan selamat
tinggal. Bagaimanapun aku akan tetap
berbesar hati karena Listya adalah seorang yang telah membuat aku menemukan
kembali jati diriku.
Melamun
ditengah kemacetan memang tidak terasa akhirnya aku bisa melepaskan diri dari
kemacetan dan sekarang sudah meluncur di Jl.Kertajaya kemudian berbelok ke kiri
menuju arah Jl.Dharmawangsa. Hanya beberapa saat saja akhirnya aku sampai juga
di pelataran parkir Fakultasku. Aku berjalan menuju ruang kerjaku di Lantai 2
dengan penuh semangat. Entah kenapa hari ini begitu semangat.
“Selamat
pagi Pak Alan !” beberapa mahasiswa
menyapaku ketika kami berpapasan. Aku menyambut sapaan mereka dengan senyum.
Hari ini memang penuh dengan senyum seakan semua orang tersenyum padaku. Semua
senyum yang aku terima sangat manis dan ramah. Sebentar….ada seseorang berdiri
di depan pintu ruang kerjaku. Seseorang berjilbab warna pink dengan kombinasi
baju kembang kembang putih berlatar hijau daun. Melihat postur tubuhnya aku
kenal sekali....ya betul semakin dekat aku semakin mengenalnya. Aku kembali bertemu
dengan wanita yang selalu kurindukan yaitu Daisy Listya. Nampaknya dia akan
melakukan pendaftaran studi program apotekernya.
“Listya!
Sudah lama menunggu?” aku menyapanya penuh kebahagiaan.
“Barusan
saja Pak. Saya tadi melihat Bapak sedang menaiki tangga. Bagaimana kabar Pak?” kata
Listya ramah sambil tersenyum. Ya Allah setiap dia tersenyum ada rasa tentram
yang kurasakan dalam hati.
“Listya
mari silahkan duduk!” kataku mempersilahkan Listya.
”Hari
ini saya mau daftar program Apoteker pak!” kata Listya.
”Ya Lis..memang
pendaftaran sudah dibuka. Saya senang kamu mau melanjutkan ke program
Apoteker..!” kataku tidak bisa menyembunyikan rasa senangku.
”Ya Pak
saya juga merasa demikian. Bagi saya kampus ini penuh dengan kenangan yang
penuh dengan suka duka terutama sewaktu menyelesaikan skripsi dulu untung saja
saat itu saya punya Pembimbing seorang Profesor yang sabar he he he..” kata
Listya sambil tertawa kecil. Aku hanya
tersenyum. Dialog kecil penuh canda ini telah mengingatkanku kembali saat dulu
bersama Listya seakan peristiwa tersebut terjadi lagi hari ini.
“Waktu
itu justru yang lebih sabar adalah mahasiswinya. Bagaimana tidak draft
skripsinya bolak-balik direvisi. He he he..!” kataku.
”Ya Pak
tapi justru skripsiku jadi tambah bermutu!” kata Listya tidak mau kalah.
Aku
sebenarnya merasakan betapa jauhnya Listya dari jangkauanku walaupun saat ini
Listya ada didepanku. Listya memang hanya tinggal kenangan karena sekarang
Listya adalah istri Rizal Anugerah. Listya sudah menjadi milik orang lain. Apakah
Listya sudah menjadi masa lalukukah?. Aku jadi teringat kata-kata Kinanti bahwa
sebenarnya Listya mencintaiku. Kinanti bisa merasakannya dari tatap mata Listya
saat hari pernikahannya saat itu.
Waktu
itu Kinanti berkata padaku : ”Listya menyapaku seperti sudah lama kenal
denganku. Aku sangat terkesan dengan gadis itu. Ketika kau memperkenalkannya
kepadaku, dia malah menatapmu dan aku bisa merasakan tatapan Listya seperti
ingin bertanya, inikah calon istri Alan Erlangga?”.
Ingat
kejadian itu aku kembali bertanya dalam hati apakah benar Listya mencintaiku.
Aku tidak boleh berfikir seperti itu lagi faktanya Listya adalah istri sah dari
Rizal Anugerah. Namun ya Allah setiap Listya ada di sisiku mengapa aku
merasakan betapa cinta Diana Faria ada padanya. Aku memohon kekuatan padaMu ya
Allah.
”Pak
Alan mumpung masih pagi saya akan menyelesaikan dulu proses pendaftaraan
program Apoteker ini. Lalu saya nanti mungkin langsung kembali ke Malang
sekalian pamit sekarang...!” kata Listya.
”Iya Lis
sampaikan salam saya untuk Mas Rizal dan terima kasih mau mampir ke ruangan
saya. Ternyata Listya masih ingat sama pembimbingnya he he he..!” kataku.
Listya tersenyum dan sekali lagi senyum itu membuat hati ini damai seperti
halnya setiap senyum Diana Faria. Oh Tuhan…. aku ini benar-benar telah
dibelenggu masa lalu.
”Tentu
dong Pak. Mana mungkin saya melupakan Profesor Alan Erlangga yang telah banyak
berjasa dalam kehidupan saya sehingga saya bisa seperti ini.” kata Listya penuh
ketulusan.
”Okey Listya.
Tadi itu cuma bercanda !” kataku. Listya pun akhirnya berpamitan setelah
mengucapkan salam. Listya meninggalkan kembali rasa hampa dalam hatiku karena kandasnya harapan.
Sungguh apakah aku ini hanya seorang lelaki yang tidak memiliki keberanian.
Mengapa tidak sejak dulu aku mengungkapkan perasaanku kepadanya. Apakah karena
Listya adalah mahasiswiku maka aku tidak berani mengungkapkan perasaanku. Jika
saat itu aku cepat-cepat mengungkapkan perasaan itu maka jangan-jangan Listya
mau menerima cintaku. Jangan-jangan waktu itu Listya memang belum bertunangan
dengan Rizal. Oh Tuhan pk 8 ini aku harus mengisi kuliah di Fakultas Pasca
Sarjana hampir saja lupa. Aduh Listya Listya....aku tersenyum sendiri karena
pagi ini sudah bertemu dengan Listya. Ada rasa bahagia menyelinap di dada.
Agenda
hari ini seperti biasa sangat padat setelah mengisi kuliah di Pasca Sarjana
kegiatan berikutnya adalah Rapat Tim Akreditasi Laboratorium Farmasi. Setelah
istirahat nanti mungkin aku baru bisa melanjutkan mengolah data penelitianku di
Laboratorium HPLC. Aku segera
meninggalkan ruangan menuju Gedung Pasca Sarjana cukup hanya berjalan kaki saja
karena hanya berjarak beberapa meter saja dari Fakultas Farmasi. Pagi itu
kegiatan Kampus benar-benar hidup. Kantin penuh oleh mahasiswa yang sarapan
atau hanya sekedar duduk-duduk sambil minum kopi sementara mahasiswa yang akan
mengikuti kuliah mulai bergegas menuju ruang kuliah. Aku menelusuri trotoar
kampus yang juga cukup ramai dengan lalu lalang para mahasiswa.
”Assalaamu
alaikum Pak Alan!” dihadapanku seorang gadis menyapaku. Amelia rupanya. Amelia
adalah teman dekatnya Listya sewaktu dulu kuliah S1.
”Amelia
wah lama tidak bertemu. Kamu tambah cantik!” kataku menggoda.
”Aduh
Pak Alan mulai kambuh penyakit lamanya nih!” katanya dan aku tertawa mendengar
perkataan Amelia.
”Ngomong-ngomong
Amel sekarang sudah bekerja dimana?”
”Belum
bekerja Pak masih kepingin santai. Sekarang ini saya menunggu Listya yang
sedang mendaftar program apoteker. Listya tadi malam menginap di rumahku. Wah
asyik pak banyak ceritanya. He he he!” kata Amelia.
”Amel
ceritanya apa saja?” tanyaku penasaran.
”Ada aja
Pak pokoknya ada cerita tentang Prof Alan juga!” kata Amelia.
”Mel ini
saya mau mengisi Kuliah dulu ya. Kalau kamu tidak keberatan siang nanti mampir
di lab HPLC ya kita lanjutkan ngobrolnya disana!” kataku.
”Iya
Pak. Saya juga nanti mau antar Listya ke Terminal Bus Bungurasih. Dia mau
kembali ke Malang setelah selesai pendaftaran ini. Ngomong ngomong Listya tidak
ketemu Bapak ?” tanya Amelia. Rupanya Listya tidak bercerita mau bertemu
denganku kepada Amelia.
”Salam
saja untuk Listya ya Mel!” aku sengaja tidak menjawab pertanyaan Amelia.
”Okey
Pak. Nanti saya sampaikan kepada Listya. Sampai ketemu di Lab HPLC Pak!” kata gadis
itu.
Amelia telah
membuatku penasaran ada cerita apa lagi tentang Listya. Oh Tuhan mudah-mudahan
cerita yang baik. Selama mengisi kuliah itu hatiku masih penasaran dengan
cerita tentang Listya seperti dijanjikan Amelia. Bahkan selama rapat pun aku
tidak begitu fokus untuk mengikuti rapat dengan baik.
Laboratorium
HPLC sore itu sudah sepi dari kegiatan mahasiswa yang menggunakan
laboratorium ini untuk keperluan analisa
mereka. Aku sendiri saat ini masih duduk di sana dan di depanku laptop Jepang
itu masih setia menemaniku. Data dari HPLC sudah aku pindahkan ke laptopku
tinggal sekarang mengolahnya dan membuat tabulasi serta grafik-grafik. Terdengar suara pintu diketuk dari luar.
”Ya
masuk!” kataku.
”Assalaamu
alaikum Pak Alan !” terdengar suara seseorang dari balik pintu yang terbuka
ternyata Amelia ada di sana.
”Wa alaikum
salaam...Amel mari masuk.” kataku.
”Masih
sibuk Pak?. Oh ya ada salam dari Listya, tadi baru saja saya antar ke Terminal Bungur
Asih...!” kata Amelia.
”Ya Amel
terima kasih. Bagaimana sudah siap dengan ceritamu ?” kataku ingin segera
mendengar cerita tentang Listya.
”Sebenarnya
saya sudah lama ingin bercerita tentang Listya kepada Bapak karena ini juga
untuk kepentingan Listya. Mungkin Bapak tidak akan percaya setelah mendengar
cerita ini..!” kata Amelia. Aku tertegun sejenak ada hal apa lagi yang
berhubungan denganku apakah angin sorga lagi. Tiba-tiba saja perasaanku menjadi
tidak menentu. Kemudian aku mempersilahkan Amelia untuk bercerita.
”Setelah
pernikahan bulan Februari yang lalu, Listya tidak pernah merasakan kebahagiaan sebagai seorang istri. Suaminya
sangat egois dan arogan. Pernah suatu hari Listya menangis di rumahku karena
kata-kata kasar suaminya dan yang membuat aku prihatin ada bekas tamparan di
pipinya, walaupun Listya tidak mengakuinya. Aku sungguh tidak menyangka Mas
Rizal seperti itu !” suara Amelia sedikit emosi. Aku hanya terdiam tidak bisa
berkomentar.
”Tadi
malam Listya bercerita ternyata Mas Rizal sudah dua bulan terakhir ini harus
cuci darah karena dulu waktu operasi batu ginjal ternyata akibatnya fungsi
ginjalnya berkurang walaupun batunya sudah dikeluarkan tapi terlambat ginjalnya
sudah gagal berfungsi. Hal ini juga karena penyakit diabetnya yang sudah
teramat parah. Sebagai seorang istri, Listya tetap mendampingi suaminya
walaupun sebenarnya dia tidak betah tinggal di rumah !” kata Amelia.
”Lalu Mas
Rizal dirawat di rumah saja?” tanyaku.
”Ya.
Selama ini Listya kan menempati rumah mertuanya bersama Mas Rizal!” kata
Amelia.
”Apakah
orang tua Mas Rizal tahu sikap anaknya
terhadap Listya?” tanyaku.
”Aku
pikir mereka tidak tahu Pak. Mungkin mereka menganggap rumah tangga
Listya-Rizal baik-baik saja. Sekarang ini keluarga sedang prihatin karena gagal
ginjalnya Mas Rizal...!” kata Amelia.
Ya Allah
berikanlah kesembuhan kepada suami Listya. Aku tidak tahu mengapa Rizal
memiliki sifat yang tidak terpuji terhadap istrinya. Apakah karena penyakit
yang dideritanya sehingga membuat ia demikian sensitif. Diabetes komplikasi
dengan gagal ginjal dan mungkin dengan penyakit lainnya juga. Memang dari
diabetes ini banyak penyakit berikutnya yang selalu menemaninya.
”Oh ya
Pak saya juga ingin mengucapkan selamat karena sebentar lagi bapak mau
melangsungkan pernikahan...!” kata Amelia sambil mengulurkan tangan kanannya
untuk berjabat tangan.
”Maksudmu
aku mau menikah? Dengan siapa?” tanyaku terheran heran.
”Lho
saya dengar ini dari ceritanya Listya kalau bapak sekarang sudah punya calon
istri namanya Bu Kinanti. Kata Listya Bu Kinan itu orangnya baik dan cantik
cocok untuk Pak Alan..!” kata Amelia.
Beberapa
saat aku benar-benar terperangah. Listya
masih menganggap Kinanti sebagai calon istriku. Aku juga harus tersenyum
melihat begitu yakinnya Amelia mengucapkan selamat kepadaku.
”Bu
Kinanti adalah kawan baik saya sewaktu SMA dulu. Waktu itu kebetulan Bu Kinan
ada di Surabaya lalu saya ajak sekalian mengadiri resepsi pernikahan Listya.
Disanalah mereka berkenalan. Bu Kinan senang sekali berkenalan dengan Listya !”
kataku menjelaskan kepada Amelia.
”Lalu
kapan Bapak menikah jangan lupa undangannya !” kata Amelia. Aku hanya tertawa
menanggapi perkataan Amelia ini. Pembicaraan sengaja aku alihkan pada topik
gagal ginjalnya Rizal.
”Saya
ikut prihatin dengan gagal ginjalnya Mas Rizal tentu Listya sangat sedih
sekali. Namun rasanya saya tidak percaya kalau Mas Rizal melakukan kekasaran
terhadap Listya...!” kataku.
”Ya
Pak..setahu saya Mas Rizal orangnya kelihatan baik tapi saya lihat sendiri
bekas tamparan yang ada di pipi Listya...!” kata Amelia.
”Ya Amel
kita hanya berharap mudah-mudahan keluarga Listya kembali damai dan tentram dan
mas Rizal segera sembuh dari gagal ginjalnya..!” kataku penuh dengan harapan.
”Oh ya
Pak kapan Bapak mengenalkan Bu Kinan kepada saya?. Mendengar cerita dari Listya
tentang Bu Kinan saya jadi kepingin kenal dengan orang baik dan cantik seperti
Bu Kinan. Listya itu nampaknya sangat mengagumi bu Kinan. Listya sangat bahagia
kalau Pak Alan segera menikah dengan Bu Kinan. Saat itu Listya memang kelihatan
antusias sekali membicarakan Bapak dengan Bu Kinanti....!” suara Amelia kembali
ke topik Kinanti Puspitasari.
”Amelia
sudahlah kalau memang jodoh saya pasti akan segera menikah dan terima kasih
atas perhatian kalian. Kamis minggu depan insya Allah Bu Kinan akan mengikuti
acara Seminar di Surabaya nah rencananya mau mampir ke tempat saya kalau Amelia
mau berkenalan bisa saat itu. Oh ya juga tolong Listya dikabari kalau Bu Kinanti juga kangen sama Listya...!” kataku.
Sore itu
ketika aku pulang dari Kampus kembali berada dikemacetan Kota Surabaya,
pikiranku melayang ke masa lalu saat SMA bersama Kinanti. Memang minggu depan
Kinanti akan mengisi Seminar Tentang Tanaman Obat di Fakultas Farmasi sebuah
Perguruan Tinggi Swasta di Surabaya.
Jadwal Kinanti di Surabaya sudah aku atur sedemikian rupa. Kamisnya
acara Seminar, Jumat berkunjung ke Laboratorium Fakultasku dan Sabtu siang
Kinanti kembali ke Bandung. Waktu yang tepat untuk bertemu dengan Listya dan
Amelia mungkin hari Jumatnya. Aku tidak bisa membayangkan nanti Listya dan
Kinanti bertemu kembali sejak terakhir pertemuan mereka saat resepsi pernikahan
itu. Dua wanita yang sangat aku kagumi selain Diana Faria. Kinanti bagaimanapun
juga adalah seorang wanita yang telah menggugah perasaanku sebelum aku kenal
Diana Faria. Kinanti bagaimanapun juga adalah wanita yang juga tersimpan rapi
di salah satu relung hatiku. Kinanti adalah seorang wanita yang mempesona
karena kelembutan tutur katanya. Keramahannya. Kinanti adalah sahabat yang
setia. Entah mengapa akhir-akhir ini masa masa SMA dulu bersama Kinanti seakan
terbayang kembali. Kinanti adalah wanita satu-satunya yang menolak cintaku dan
lebih memilih menjadi sahabatku waktu itu. Persahabatan yang sangat tulus. Saat
saat kebersamaan dengan Kinanti waktu itu membuatku rindu kembali menuju masa
lalu. Aku tidak tahu mengapa untuk pertama kalinya aku merindukan Kinanti ada
di sini padahal Minggu depan Kinanti
akan berkunjung ke Surabaya. Aku juga tidak pernah membayangkan jika nanti
terjadi Kinanti Puspitasari dan Daisy Listya berdampingan saling bercanda,
bertutur kata saling bersenda gurau dan berbincang. Saat itu tentu saja aku
akan melihat dua wanita yang sama-sama memiliki pesona luhur dan mulia.
Ditengah-tengah
perasaan hati yang sedang gundah ini tape di mobilku mengumandangkan sebuah
lagu karya ST12 dari salah satu Radio FM di Surabaya.
Tak pernah terpikir olehku
Tak sedikitpun ku menyangka
Kau akan pergi tinggalkan ku sendiri
Begitu sulit ku menyangkal
Begitu sakit kurasakan
Kau akan pergi tinggalkan ku sendiri
Di bawah batu nisan kini kau telah sandarkan
Kasih sayang kamu begitu dalam
Sungguh ku tak sanggup ini terjadi
Karena ku sangat cinta
Inilah saat terakhirku melihat kamu
Jatuh air mataku menangis pilu
Hanya mampu ucapkan selamat jalan kasih
Satu jam saja ku telah bisa
Cintai kamu dihatiku
Namun bagiku melupakanmu
Butuh waktuku seumur hidupku
Mendengar
lagu ini seakan terbayang kembali Diana Faria dan saat itu aku sedang terduduk
di samping batu nisannya. Selamat jalan Diana Faria. Begitu cepat waktu
berlalu. Lagu ini sangat cocok dengan suasana hatiku.
BERSAMBUNG
Episode 7
No comments:
Post a Comment