Malam itu bagi
Bayu sungguh kenangan yang sangat indah. Untuk yang pertama kali Intan
berkunjung ke rumahnya. Belum pernah sebelumnya. Teman-teman wanita lain sudah
biasa berkunjung ke rumah Bayu. Ada yang hanya sekedar cari alasan saja atau
memang ada juga yang mau belajar bersama. Namun malam yang indah ini bagi Bayu
adalah malam yang tak akan terlupakan karena belajar bersama Intan Permatasari
pujaannya.
Sejak kedatangan
Intan yang pertama kali ke rumah Bayu itu kesan mendalam sangat dirasakan oleh
keluarga Bayu terutama ibunya.
“Bayu orang
seperti Intan mau berkunjung ke gubuk kita yang jelek ini rasanya seperti
mimpi!”, kata ibunya.
“Iya Bu tadi malam
itu Bayu saja kaget kok Intan mau berkunjung ke rumah!”,kataku.
“Intan itu anak
orang kaya, cantik, ramah dan rendah hati. Ibu sangat menyukai gadis itu. Kalau
berbicara tutur katanya begitu sopan!”, kata ibunya Bayu penuh dengan kesan
kagum terhadap Intan.
“Alhamdulillah
Bu!. Bersyukurlah Bayu punya sahabat sebaik Intan!”, kataku.
“Bayu menurut Ibu,
kelihatannya Intan itu naksir sama kamu. Ibu sih setuju saja tapi tidak tahu
bagaimana dengan orang tuanya Intan. Kita kan hanya keluarga biasa!”, kata
ibunya Bayu.
“Ah Ibu ini ada
ada saja ya tidak mungkinlah Intan mau sama Bayu!”,kata Bayu.
Sebenarnya dalam
hati Bayu kekhawatiran ini sering dia rasakan. Mana mungkin Intan mau menyambut
cintanya. Andai saat ini Intan sering belajar bersama maka itu hanya semata
mata untuk urusan pelajaran sekolah saja. Hal itu juga sama dengan yang
dilakukan oleh teman-teman wanitanya yang lain.
Bagi Bayu hanyalah mimpi untuk mendapatkan cinta seorang Intan
Permatasari.
Bayu ingat hari
Minggu yang lalu ketika itu ia baru saja pulang memberikan les privat
matematika dari kawasan Batununggal, secara tidak sengaja Bayu bertemu Intan di
Lampu Merah perempatan Batununggal-Soekarno Hat-ta. Intan dari mobilnya menyapa
Bayu terlebih dulu.
“Hai Bayu!
Darimana nih?”, sapa Intan.
“Hai Intan, ini
aku baru memberi les privat!”, jawab Bayu. Mereka hanya sebentar saja bertegur
sapa karena lampu hijau sudah mulai menyala.
Bagi Bayu pertemuan itu adalah hal yang menegaskan bahwa Intan memang
sudah punya pacar karena saat itu Intan ditemani seorang pria yang duduk
dibelakang kemudi BMW hitamnya. Bayu melihat sekilas pemuda itu gagah, kelihatan
ramah bahkan saat itu sempat melempar senyumke arah Bayu. Usianya kira-kira
lebih tua satu atau dua tahun dari Bayu mungkin saat ini sedang kuliah di salah
satu Perguruan Tinggi di Bandung.
Buku Harian kecil
berukuran 10 x 14 cm dengan tebal 3 cm tergeletak di atas meja belajar. Malam
itu Bayu mulai mengisinya dengan curahan hati yang ia rasakan hari ini menjadi
catatan lembar demi lembar. Bagaimana Bayu harus menghadapi kenyataan cintanya
harus ditepikan oleh keadaan.
“Aku
memang harus reslistis terhadap semua keadaan. Aku harus tahu diri dan tidak
perlu berharap terlalu muluk. Aku mencintai Intan namun ternyata tidak cukup
hanya sekedar cinta yang harus kumiliki karena aku tidak memiliki hal yang
lainnya. Cinta harus dibarengi dengan kesetaraan…..”
Demikian salah
satu curahan hati Bayu di Buku Hariannya. Pemuda ini punya pemikiran yang logis
juga bahwa cinta memang harus dibarengi dengan kesetaraan. Bayu berfikir
tentang kesetaraan status sosial. Namun dengan mencoba berfikir seperti itu,
apakah Bayu bisa meredam gejolak cintanya kepada Intan. Ternyata tidak
sesederhana yang diucapkan. Beberapa hari terakhir ini Bayu semakin galau
apalagi hampir setiap hari Bayu melihat Intan diantar dan dijemput oleh Pemuda
yang tempo hari bertemu di lampu merah itu. Belakangan Bayu tahu pemuda itu
bernama Royke ketika mereka diperkenalkan oleh Intan dipelataran parkir
Sekolah.
“Intan dan Royke memang pasangan yang sangat
serasi. Jika mereka saling mencintai maka lengkaplah sudah cinta mereka dengan
kesetaraan yang utuh. Ya Allah maafkan aku andai aku ingin bertanya mengapa
Engkau begitu mencintai hamba-hambaMu padahal Engkau memiliki nilai kesetaraan
yang terlalu tinggi untuk dijangkau. Betapa aku mencintai Intan namun aku tidak
bisa memberikan imbangan kesetaraan kepadanya. Andai Intan tahu aku
mencintainya namun hanya satu ketakutanku akan penolakkannya”.
Kembali keresahan
hati Bayu tertuang di atas lembar-lembar Buku Hariannya.
Hari ini seperti
pulang sekolah Bayu menuju tempat parkir sepeda motor. Tiba-tiba terdengar ada
suara memanggil namanya. Ternyata Intan berlari kecil menuju ke arah Bayu.
“Bayu apakah kamu
keberatan jika aku minta diantar pulang?. Mobil jemputanku dipakai Ibu!”, kata
Intan penuh harap.
“Royke juga tidak
menjemputmu?”, tanya Bayu sedikit menyelidik. Intan tersenyum mendengar nada
pertanyaan Bayu.
“Roy ada kuliah
siang ini jadi tidak bisa jemput juga. Bayu tak apa apa kok kalau kamu
keberatan!”, kata Intan pura pura merajuk.
“Oh enggak apa apa
Intan. Aku bersedia mengantar-mu !”, kata Bayu gugup.
Akhirnya Intan ikut
berboncengan di sepeda motornya Bayu. Di Gerbang pintu depan sekolah mereka
berpapasan dengan Maya, Linda dan Rere. Teman-teman dekatnya Intan ini sempat
pula menggoda Bayu dan Intan.
“Suit suit suit
Romeo dan Juliet naik sepeda motor antik !”, seloroh mereka. Bayu dan Intan pun hanya tertawa mendengar
ocehan mereka.
Sepeda motor Bayu
meluncur ditengah-tengah ke-ramaian lalu lintas Kota Bandung. Jalan Martadinata
sudah dilalui dengan lancar terus menuju jalan Buah batu – Soekarno Hatta dan
ber akhir di Batununggal. Kawasan Perumahan Batununggal ini memang sangat
eklusif dengan sistem satu pintu. Di sanalah Intan Permatasari tinggal bersama
kedua orang tuanya. Rumah Intan kelihatan asri, hijau dengan taman di halaman
depan yang membuat hati menjadi sejuk. Rumahnya luas sekali. Bayu baru pertama
kali berkunjung. Kawasan perumahan ini memang untuk mereka dengan kalangan
atas. Bayu dipersilahkan menunggu di ruang tamu yang bersih, rapi, sejuk karena
ber AC. Lukisan dan foto foto keluarga terpampang di dinding menambah suasana
kekeluargaan. Bayu melihat ada Foto yang menarik perhatiannya yaitu Foto Intan
berdua dengan Royke. Oh Tuhan benar-benar mereka rupanya pasangan yang serasi.
Bayu melihat foto mereka begitu mesra sehingga Bayupun berfikir jangan-jangan
mereka sudah bertunangan.
Bayu semakin
menyadari siapa dirinya sebenarnya. Begitu banyak perbedaan antara dia dengan
Intan. Kadang-kadang dalam hatinya Bayu bertanya-tanya mengapa dia tidak
dilahirkan ditengah tengah keluarga yang mencukupi, namun setelah menyadari
segera diapun mengucap istigfar. Bayu
sadar tidak boleh dia menyesali takdirnNya. Bayu harus ikhlas menerima
takdirNya.
“Hai Bayu kok
melamun. Ayo diminum dong!”, suara Intan mempersilahkan. Di ruang tamu itu,
Bayu terbangun dari lamunannya.
“Eh iya Intan
terima kasih!”, Kata Bayu sambil menyentuh gelas berisi Orange dingin itu. Rasa
segar menyentuh tenggorokan. Alhamdulillah minuman dingin ini telah menyejukkan
hati Bayu ditengah terik matahari.
Mereka berbincang
di ruang tamu itu dengan akrab. Pembicaraan tidak jauh dari pelajaran sekolah
dan cita cita nanti setelah lulus SMA mau masuk Perguruan Tinggi mana. Ujian
Nasional tinggal di depan mata. Sedang asyik mereka mengobrol tiba-tiba
terdengar suara mobil berhenti di carport depan. Tak lama kemudian Royke
muncul. Bayu merasa kikuk juga melihat kedatangan Royke.
“Hai rupanya ada
Bayu sudah lama?”, sapa Royke sambil mengulurkan tangannya mengajak
bersalam-an. Pemuda yang sopan dan ramah, pikir Bayu.
“Iya Mas sudah
lama, tadi aku diminta antar Intan pulang karena gak ada yang jemput!”, kata
Bayu.
“Terima kasih Bayu
ya. Memang aku tadi tidak bisa jemput Intan bentrok dengan jadwal kuliahku.
Sekali lagi terima kasih Bayu!”, kata Royke ramah. Bayu merasakan keakraban
yang tulus dan Bayu merasa bersyukur Intan punya pacar seperti Bayu. Hanya
beberapa saat kemudian Bayupun segera berpamit-an. Dalam perjalanan pulang
banyak rasa gundah dirasakan Bayu.