Sunday, April 3, 2016

EPISODE CINTA DAISY LISTYA (8)



Tantangan 100 Hari Menulis Novel FC
EPISODE CINTA DAISY LISTYA
Oleh Hendro Santoso (Peserta Nomor 27)
Sinopsis
Alan Erlangga adalah sosok yang selama 20 tahun merasa kehilangan Diana Faria, kekasihnya yang harus dipanggil oleh Yang Maha Punya hanya seminggu sebelum hari perkawinan mereka. Merasa kehilangan selama 20 tahun adalah waktu yang lama. Ternyata ALLAH telah mengirim seorang gadis bernama Daisy Listya untuk menggugah hati Alan Erlangga. Daisy Listya adalah seorang gadis cantik, cerdas, berkepribadian luhur, memiliki prinsip hidup, berhasil membuka dan mencairkan kebekuan hati seorang Alan Erlangga. Listya ini yang telah menyadarkannya dari mimpi buruk panjang. Mungkin saja Daisy Listya memang nantinya bukan menjadi teman hidupnya karena seusai Wisuda Sarjana, Listya akhirnya bertunangan dengan pria yang mencintainya bahkan sampai menuju jenjang pernikahan. Menghadapi kenyataan ini Alan Erlangga tidak mampu berbuat apa-apa. Alan hanya pasrah. Cukup baginya bahwa Daisy Listya adalah gadis yang telah mampu membuka hatinya menjadi merasa hidup kembali. Ada pepatah bahwa mencintai itu tidak harus memiliki. Benarkah cinta itu menjadi sangat tinggi nilainya ketika harus mencintai tapi tidak harus memiliki?. Ditengah-tengah kegalauannya tiba-tiba hadir sahabat lamanya bernama Kinanti Puspitasari. Seakan hadir untuk menentramkan hatinya. Saat ini Kinanti memiliki seorang putri yang sedang beranjak remaja. Wanita ini membesarkan putri semata wayangnya sendirian karena suaminya sudah lama meninggal dunia. Kinanti adalah teman Alan sewaktu mereka SMA dan diusia yang sudah tidak muda lagi mereka kembali bertemu. Bagi Alan masa-masa SMA bersama Kinanti begitu indah untuk dikenang karena Alan waktu itu pernah juga jatuh cinta kepada Kinanti walaupun ternyata Kinanti hanya menganggapnya seorang sahabat.
Kepada siapa akhirnya Alan Erlangga melabuhkan hatinya?. Apakah kepada Daisy Listya seperti harapan cintanya selama ini?. Apakah kepada Kinanti?. Simak saja cerita episode demi episode dari Episode Cinta Daisy Listya.





Episode 8
HARUSKAH AKU BERDAMAI DENGAN HATI

Siang hari ini semua urusan Kinanti di Surabaya sudah rampung dan sorenya aku mengantarnya ke Bandara Juanda untuk kembali ke Bandung.
“Al aku pamit dulu ya doakan selamat penerbangannya lancar !” kata Kinanti.
“Insya Allah semoga selamat sampai Bandung dan jangan kuatir penerbangannya bebas macet he he he!” kataku bercanda. Kinanti hanya tersenyum.
“Oh ya tadi pagi Listya masih sempat menemuiku.”kata Kinanti.
“Ada curhat apa lagi?” tanyaku penasaran.
“Ya lanjutan cerita yang kemarin tapi intinya Listya tidak bahagia. Suatu hal yang membuatku lega adalah ketika Listya merasakan dapat mengurangi beban masalahnya saat semua cerita itu tumpah bak air bah. Listya kirim salam untukmu Al!” kata Kinanti.
“Syukurlah Kinan mudah mudahan semua masalah Listya segera selesai!” kataku pendek.
“Amiin semoga. Oh ya Alan aku ada saran untukmu!” kata Kinanti.
“Saran apa?” tanyaku.
“Jika ada kesempatan coba kau bisa berikan spirit kepada Listya agar dia tetap mampu menghadapi cobaan ini!” kata Kinanti.
“Baik Kinan walaupun sebenarnya posisiku tidak pada tempat yang seharusnya karena ini adalah urusan rumah tangga Listya dan Rizal, suaminya!”
“Iya sih memang beda dengan posisiku. Listya mencurahkan isi hati terhadapku memposisikan sebagai sesama wanita. Namun begitu kau tetap bisa menunjukkan rasa simpatimu!” kembali suara Kinanti.
“Aku akan coba hanya sebatas wajarnya Alan Erlangga kepada Daisy Listya!” kataku yakin. Aku lihat Kinanti malah tersenyum.
“Okey Alan its time to go I just say Assalaamu alaikum!” suara Kinanti berpamitan.
“Wa alaikum salaam. Kinan jangan lupa kalau sudah tiba di Bandung tolong kirim kabar  ya!” kataku. Kinanti hanya mengangguk kemudian dia melambaikan tangannya sambil bergegas menuju pintu boarding pass.

Aku hanya bisa memandangi punggung wanita cantik ini sampai menghilang di tengah kerumunan para penumpang lain.  Kinanti sahabat sejatiku, seorang yang pernah dekat di hatiku, seorang yang dulu meluluhkan hatiku, seorang yang selalu tulus mempertahankan arti persahabatan. Kinanti tiba-tiba sekarang harus hadir lagi ditengah-tengah kegalauan hatiku, keresahan hatiku, kegundahan hatiku. Jika Daisy Listya adalah sosok utuh Diana Faria maka Kinanti Puspitasari adalah sosok lain dari masa lalu di  sudut hatiku. Aku kadang-kadang bertanya tanya sesungguhnya cinta yang bagaimana yang Allah berikan kepada hamba-hambaNya yang boleh saling memiliki. Apakah cinta yang dulu pernah ada antara aku dan Kinanti atau antara aku dan Diana?. Ataukah cinta yang sekarang pernah ada antara aku dan Listya. Ataukah cinta lamaku dengan Kinanti yang sekarang mulai kembali menyentuh beranda hatiku. Pertanyaan berikutnya adalah cinta yang manakah yang sekarang aku miliki?.   Aku benar benar tidak mudah untuk menemukan jawabannya. Hatiku berteriak ”Hai Alan berpijaklah kepada realita, injaklah bumimu, jangan bawa anganmu kelangit”.
Selama perjalanan pulang dari Bandara Juanda, ditengah laju kendaraan kendaraan lain antara jalan Tol Juanda – Waru, aku hanya bisa tersenyum sendiri. Ya Alan berpijaklah kepada realita, injaklah bumimu, jangan bawa anganmu kelangit. Realitanya adalah Diana Faria telah damai bersamaNya, Daisy Listya adalah istri Rizal Anugerah dan Kinanti Puspitasari adalah wanita yang sedang sendiri. Realitanya begitu ya? Jadi?.

Perjalanan dari Bandara Juanda menuju Menanggal tempat kediamanku hanya memerlukan waktu 15 menit melalui Tol Juanda – Waru. Seperti biasa sesampai di rumah rasa lelah mulai terasa setelah menyelesaikan segala aktivitas hari ini. Jam di dinding itu masih menunjukkan pukul delapan malam belum terlalu larut untuk mandi, makan malam dan istirahat melepaskan lelah sambil melihat berita televisi, talk show atau hiburan seperti sinetron dan film. Sebenarnya ada beberapa skripsi yang harus aku koreksi tapi untuk sementara aku tetap asik menonton televisi hingga tidak terasa sampai aku tertidur dan baru terbangun ketika ponselku berdering. Rupanya Kinanti menelpon mengabari bahwa dia sudah tiba di rumah dengan selamat. Entah sudah berapa lama aku tertidur di depan televisi itu. Aku lihat jam ternyata baru pukul sebelas malam. Anehnya rasa kantuk dan lelah ini jadi hilang maka sambil menunggu kantuk apa boleh buat beberapa skripsi  yang harus dikoreksi kalau bisa malam ini dapat diselesaikan. Akhirnya semua pekerjaan mengoreksi skripsi malam itu rampung sudah sementara malam sudah semakin larut. Sang kantuk ternyata masih juga belum datang menjemput. Malampun terus merayap hampir menyentuh pelataran pagi. Aku sempatkan mengambil air wudhu untuk melaksanakan sunah Tahajud di sepertiga malam. Mungkin karena kekhusyuan dan keheningan maka seusai Tahajud itu aku terlelap kembali sampai sayup sayup suara adzan Subuh dari Mesjid Al-Akbar Menanggal itu membangunkanku.

Pagi ini adalah kuliah pertama untuk Program Apoteker. Ketika aku memasuki Ruang kuliah semua peserta program ini sudah duduk denga tertib. Aku mengenal beberapa mahasiswa atau mahasiswi yang dulu pernah ku bimbing. Aku melihat Listya duduk dibarisan kedua sementara di depannya Audray Lin, gadis cantik berdarah Tionghoa. Ketika mataku tertuju kepada Listya, wanita ini tersenyum kepadaku dan aku benar benar terpana. Seyum itu adalah senyum Diana Faria seakan di ruang ini ada Diana Faria. Ya Allah aku memohon kepadaMu berikanlah kekuatan untuk menghadapi cobaan perasaan hati ini. Diana Faria adalah masa lalu yang tidak mungkin kembali dan Daisy Listya tidak boleh disamakan dengan Diana Faria. Biarkan Daisy Listya menjadi dirinya sendiri dan aku tidak boleh lagi melihat dia sebagai Diana Faria. Jika memang aku mencintai Daisy Listya maka itu berarti aku mencintainya dengan sepenuh hatiku sebagai Daisy Listya seutuhnya bukan lagi bayang-bayang Diana Faria.
Mengisi kuliah pertama program apoteker pagi ini benar-benar penuh dengan tantangan. Aku tidak bisa konsentrasi dengan baik namun demikian kuliah pagi ini akhirnya berjalan dengan lancar sampai dengan sesi tanya jawab usai. Mahasiswa satu persatu bergegas meninggalkan ruangan kecuali Listya dan Audray.
“Hai kalian masih di ruangan ini?” tanyaku.
“Iya Prof  habis kuliahnya menarik sih!” kata Audray. Sementara kulihat Listya hanya tersenyum.
“Oh ya kalian belum saling kenal ya. Audray ini Listya. Listya ini Audray” kataku sambil memperkenalkan mereka. Mereka berjabat tangan sambil menyebut nama masing-masing.
“Listya angkatan tahun berapa ya!” tanya Audray.
“Baru lulus tahun kemarin!” jawab Listya.
“Oh aku dua tahun lebih dulu!” kata Audray.
“Iya Di, ini Listya baru wisuda tahun lalu!” kataku menjelaskan.
“Okey kalian ngobrol saja disini saya pamit duluan karena sebentar lagi ada rapat di  Fakultas ,” sengaja aku cepat berpamitan dari pada nanti terjebak oleh ajakannya Audray yang suka macam-macam.
“Oh ya Pak Alan tadi malam Bu Kinan perjalanannya lancar sampai Bandung?” Listya bertanya.
“Alhamdulillah Listya semua lancar. Bu Kinan tiba Bandung sekitar pukul sebelas malam..!” jawabku.
“Sebentar sebentar , ” suara Audray memotong. “Bu Kinan itu Bu Kinanti Puspitasari ya!” tanyanya kepada Listya.
“Mbak Audray kenal dengan Bu Kinan?” Listya bertanya.
“Enggak sih cuma tahu dari Pak Alan kan Bu Kinanti calon istrinya Pak Alan iya kan Pak?” suara Audray. Mati aku dasar si Audray ini ah. Aku melihat Listya tersenyum padaku dan aku benar-benar mati kutu.
“Sudahlah tidak boleh bikin gosip nanti tercium infotainment. Oke aku pamit dulu ya Di?. Listya? Assalaamu alaikum!”  kataku memotong pembicaraan mereka. Cepat-cepat aku bergegas namun masih sempat mendengar balasan salam dari Listya.
Audray, Audray, Audray, tapi kenapa aku jadi grogi seperti itu. Aku lihat Listya hanya senyum senyum saja mendengar perkataan Audray sementara aku grogi dan salah tingkah.
Dari kemarin orang-orang di sekitarku selalu membicarakan Kinanti Puspitasari sebagai pendamping hidupku sementara Kinanti sendiri selalu memposisikan Listya adalah pasangan idealku namun sangat disayangkan Listya sudah memiliki suami. Aku sendiri selalu ingin berpegang kepada realita adalah hal yang tidak mungkin Listya dapat mewujudkan mimpiku tapi juga realitanya Kinanti hingga saat ini masih menganggapku sahabatnya. Akhir-akhir ini memang ku akui ada rasa rindu saat SMA dulu bersama Kinanti. Semakin seringnya bertemu dengan Kinanti atau paling tidak komunikasi lewat ponsel maka semakin terbayang pula masa-masa SMA dulu. Aku yakin sekarangpun Kinanti tahu kalau aku pernah mencintainya karena memang aku dulu pernah mengatakannya. Hanya saja aku tidak tahu apakah saat ini Kinanti mau membuka pintu hatinya untukku?. Namun aku kembali teringat kata-kata Kinanti : “Ada yang menarik ketika Listya berkata padaku bahwa aku adalah wanita yang beruntung karena telah mendapatkanmu sebagai teman hidup. Kau tahu itu apa artinya?” tanya Kinanti.
“Aku yakin Listya mencintaimu!” kata Kinanti masih menatapku tajam. Saat itu aku hanya diam membisu.

Listya menganggap Kinanti beruntung karena mempunyai calon suami sepertiku tapi mengapa harus disimpulkan kalau Listya mencintaiku?. Mungkin Listya hanya mengungkapkan perasaan gundah atas masalah rumah tangganya, tapi mengapa Kinanti mempunyai kesimpulan seperti itu. Apakah karena instink seorang wanita?. Mungkin juga. Namun ini faktanya apa yang dikatakan Kinanti waktu itu : “Aku bisa merasakannya sebagai seorang wanita. Listya merasa mendapatkan perlindungan ketika berada di dekatmu. Mendapatkan kenyamanan, kegembiraan, kedamaian hati. Listya merasakan perhatianmu kepadanya terlepas dari statusmu sebagai dosen pembimbing mahasiswinya!” suara Kinanti meyakinkan.

Aku sungguh harus bertanya kepada hatiku sebenarnya harus kemana aku melangkah. Ketika aku bertanya maka jawaban hatiku selalu ingin kepada realita namun haruskah aku berdamai dengan hatiku.  Haruskah?  


BERSAMBUNG Episode 9


No comments: