Sunday, April 10, 2016

EPISODE CINTA DAISY LISTYA (11)


Foto Hensa


Tantangan 100 Hari Menulis Novel FC
EPISODE CINTA DAISY LISTYA
Oleh Hendro Santoso (Peserta Nomor 27)
Sinopsis
Alan Erlangga adalah sosok yang selama 20 tahun merasa kehilangan Diana Faria, kekasihnya yang harus dipanggil oleh Yang Maha Punya hanya seminggu sebelum hari perkawinan mereka. Merasa kehilangan selama 20 tahun adalah waktu yang lama. Ternyata ALLAH telah mengirim seorang gadis bernama Daisy Listya untuk menggugah hati Alan Erlangga. Daisy Listya adalah seorang gadis cantik, cerdas, berkepribadian luhur, memiliki prinsip hidup, berhasil membuka dan mencairkan kebekuan hati seorang Alan Erlangga. Listya ini yang telah menyadarkannya dari mimpi buruk panjang. Mungkin saja Daisy Listya memang nantinya bukan menjadi teman hidupnya karena seusai Wisuda Sarjana, Listya akhirnya bertunangan dengan pria yang mencintainya bahkan sampai menuju jenjang pernikahan. Menghadapi kenyataan ini Alan Erlangga tidak mampu berbuat apa-apa. Alan hanya pasrah. Cukup baginya bahwa Daisy Listya adalah gadis yang telah mampu membuka hatinya menjadi merasa hidup kembali. Ada pepatah bahwa mencintai itu tidak harus memiliki. Benarkah cinta itu menjadi sangat tinggi nilainya ketika harus mencintai tapi tidak harus memiliki?. Ditengah-tengah kegalauannya tiba-tiba hadir sahabat lamanya bernama Kinanti Puspitasari. Seakan hadir untuk menentramkan hatinya. Saat ini Kinanti memiliki seorang putri yang sedang beranjak remaja. Wanita ini membesarkan putri semata wayangnya sendirian karena suaminya sudah lama meninggal dunia. Kinanti adalah teman Alan sewaktu mereka SMA dan diusia yang sudah tidak muda lagi mereka kembali bertemu. Bagi Alan masa-masa SMA bersama Kinanti begitu indah untuk dikenang karena Alan waktu itu pernah juga jatuh cinta kepada Kinanti walaupun ternyata Kinanti hanya menganggapnya seorang sahabat.
Kepada siapa akhirnya Alan Erlangga melabuhkan hatinya?. Apakah kepada Daisy Listya seperti harapan cintanya selama ini?. Apakah kepada Kinanti?. Simak saja cerita episode demi episode dari Episode Cinta Daisy Listya.





Episode  11
KEMANAKAH AKU HARUS MELANGKAH
Saat ini sudah memasuki bulan November. Bulan saatnya musim hujan tiba. Jika pagi hari sampai siang panas terik, maka ini pertanda sore harinya hujan akan turun. Sudah tiga hari ini Surabaya diguyur hujan.  Seperti sore ini aku harus segera  menyelesaikan paperku untuk seminar di Singapore bulan depan. Dalam suasana hujan deras di luar sana dan dengan ditemani secangkir kopi panas, aku bekerja penuh semangat. Tidak terasa waktu berjalan begitu cepat, ternyata sekarang sudah hampir sholat Isya padahal sepertinya barusan saja aku menunaikan sholat Maghrib. Namun Alhamdulillah akhirnya paper tersebut rampung juga. Sengaja aku secepatnya menyelesaikan paper tersebut karena besok harus segera ku email kan kepada Panitia Seminar.
Suasana Kampus sudah sepi karena memang hari sudah malam. Hujan sudah reda sejak tadi dan hanya tersisa beberapa genangan air yang mungkin meluap dari saluran yang penuh dengan sampah.  Aku menuju tempat parkir dan hanya ada beberapa saja mobil dan motor yang masih ter parkir di tempatnya. Sebentar kira kira dua baris dari tempat parkir mobilku sepertinya aku kenal mobil yang diparkir disana. Tiba-tiba saja aku melihat seorang gadis keluar dari mobil tersebut dan memanggilku.
“Hai Pak Profesor! Wah baru pulang nih lembur sampai malam?” suara Audray.
“Di kuliah apa kok sampai malam?” tanyaku.
“Farmasi Forensik Pak. Seharusnya jam kuliahnya tadi mulai pk 16.00 tapi tadi diundurkan menjadi pk. 18.00” jawab Audray.
“Oh begitu okey Di sampai ketemu ya!” kataku sambil masuk ke mobil dan mulai menyalakan starter.
“Okey Pak sampai ketemu!” suara Audray di seberang sana.
Aku meninggalkan tempat parkir tersebut diiringi lambaian tangan Audray. Gadis ini memang cantik dan sexy dan sebagai lelaki normal aku harus mengakui hal tersebut.
Sewaktu dulu Audray masih Mahasiswa skripsi S1 yang kubimbing aku sangat kewalahan menghadapi ulahnya. Gadis ini berulah bukan karena dia tidak mampu menyelesaikan skripsinya bahkan dia adalah mahasiswi yang cerdas, responsive dan penuh dengan ide, tapi karena dia banyak berulah sering menggodaku dengan hal-hal yang sifatnya sangat privasi. Aku sebenarnya tidak suka dengan gadis ini yang sering mencampur adukkan urusan akademis dengan urusan pribadi karena aku bisa menganggap sikapnya itu sudah ngelunjak. Namun aku juga harus kagum pada kejujuran Audray yang selalu mengatakan hal-hal yang sebenarnya tanpa harus ditutup tutupi. Audray kada-kadang ceplas ceplos dan nekad dalam mengemukakan perasaan apa adanya.  Misalnya suatu hari saat dia selesai diskusi tentang perbaikan skripsinya lalu merembet ke diskusi dan perdebatan tentang kecantikan.
“Pak Alan apa yang kurang dari diriku?” kata Audray waktu itu. Tentu saja menghadapi pertanyaan itu aku akan bersikap diam untuk menghindarkan jawaban yang nantinya disalah artikan. Secara fisik kuakui Audray memang cantik boleh dikatakan aduhai. Tapi jangan bandingkan dengan Listya atau Kinanti. Untuk kedua wanita ini aku tidak mampu melukiskan kecantikan mereka. Suatu hari aku menerima kunjungan Audray di Rumah. Di Ruang tamu itu ada beberapa album foto dan Audray membolak balik album tersebut sampai akhirnya dia menemukan sebuah foto saat Resepsi Pernikahan Listya. Aku mendapatkan foto tersebut dari Listya sebagai kenang-kenangan. Dalam foto tersebut terlihat Kedua Mempelai diapit oleh Kinanti dan Aku.
“Pak Alan aku yakin ini pasti fotonya Bu Kinanti ya!?” tanya Audray lalu aku meng iya kan. Aku lihat Audray memandang tak berkedip foto tersebut. Aku yakin dia pasti mengagumi kecantikan Kinanti.
“Bu Kinanti cantik sekali Pak!” suara Audray bergumam. Aku hanya diam. Sengaja kubiarkan Audray merenung tentang kecantikan Kinanti dan aku jamin jika Audray sudah mengenal Kinanti lebih jauh dia akan bertambah kagum dengan inner beauty nya Kinanti.
“Di! Coba kamu lihat bagaimana pendapatmu tentang mempelai wanita yang ada di foto tersebut?” tanyaku memancing bagaimana tanggapan Audray tentang Listya.
“Oh Listya tentu saja dia wanita cantik yang ramah. Kesan pertamanya saja ketika aku berkenalan dengannya, wanita ini sangat menyenangkan!”  kata Audray. Aku tersenyum mendengar penilaian Audray tentang Listya dan Kinanti. Sungguh penilaian yang jujur dari seorang wanita.  Walaupun begitu sampai sekarang sikap Audray tidak berubah baik dulu ketika dia masih S1 maupun sekarang ketika dia sudah menjadi mahasiswa Program Profesi Apoteker. Tetap menjadi sosok yang agresif menginginkanku menjadi teman hidupnya. Lalu apakah hal ini menjadikanku rasa bangga. Tidak. Mungkin dulu saat aku SMA tentu merupakan kebanggaan. Tapi saat ini adalah hal yang tidak punya makna apa apa. Kebanggaanku saat ini adalah ketika aku bisa mendapatkan seseorang yang aku cintai setulus hati dengan perolehan izinNya. Kata-kata ini jika kukatakan di depan Kinanti dapat dipastikan aku akan menerima olok-oloknya. 
“Pak Alan! Apakah betul sudah lama Bu Kinan menyendiri karena suaminya meninggal?” tanya Audray.
“Lho kamu tahu dari mana kalau suami Bu Kinan sudah meninggal?” tanyaku heran.
“Listya sudah cerita banyak tentang calon istrinya Pak Profesor. Kata Listya Pak Alan dan Bu Kinan pasangan yang ideal!” kata Audray.
“Oh itu kata Listya kalau kata Audray bagaimana?” tanyaku memancing.
“Profesor Alan Erlangga sepertinya sangat ideal jika dengan Audray Lin!” kata Audray mantap sambil tertawa kecil. Luar biasa gadis ini benar-benar model remaja masa kini. Menghadapi gadis seperti Audray aku benar-benar kewalahan.
Sabtu sore itu hujan turun sangat deras. Aku baru saja usai mengolah data penelitianku dan bergegas berlari kecil menuju mobilku di tempat Parkir. Hujan benar-benar sangat deras. Aku mulai men starter mobilku tapi sampai berkali kali tetap tidak berhasil. Ada yang tidak beres dengan mobil ini. Aku mencoba membuka kap mesin dalam suasana hujan itu. Namun tiba-tiba dibelakangku Audray menyapaku.
“Pak Alan kenapa mobilnya? Sudah ditinggal saja biar aku antar Pak Alan pakai mobilku!” suara Audray menawarkan jasa baiknya. Tidak berfikir panjang akhirnya aku menerima tawaran Audray.
“Wah Pak Alan sampai basah basah begini!” suara Audray sambil menyetir Honda Jazz nya meluncur ditengah hujan deras kota Surabaya.
“Iya Di, ini mobilmu juga jadi ikut basah !” kataku.
“Tidak apa apa kalau perlu aku juga mau ikut basah kok!” kata Audray sambil tertawa renyah. Sepanjang perjalanan memang hujan turun dan Audray dengan terampilnya mengemudikan mobilnya di tengah tengah kemacetan kota Surabaya. Setelah berhasil keluar dari kemacetan mobilpun langsung masuk Tol dalam kota lewat Pintu Tol Darmo. Tapi ternyata tidak Audray malah membelokkannya ke arah Darmo Permai. Belum sempat aku bertanya Audray seolah tahu rasa heranku langsung menjelaskan.
“Pak Alan mampir dulu saja ke rumahku apalagi masih sore belum pukul 17. Lagi pula malam Minggu ini khan pak Alan gak apel ke Bu Kinan?” kata Audray.
“Okey lah Di, kamu tuh memang penuh dengan kejutan kejutan!” kataku berseloroh.
“Tentu dong Pak Profesor nanti akan aku beri lagi kejutan-kejutan lainnya!” kata Audray kembali tertawa lepas. Hari ini aku lihat Audray begitu gembira dan ceria. Akhirnya kami pun sampai di rumah besar yang asri dengan taman hijau halaman luas sehingga jarak dari rumah satu ke rumah yang lain sangat jauh apalagi pagar rumah yang tinggi membuat rumah ini seolah olah berdiri sendiri tanpa tetangga. Ruang tamu yang nyaman dengan dekorasi interior yang kelas atas. Tapi kok sepi tidak terlihat Tante dan Omnya. Hanya ada seorang Pembantu yang tadi membukakan pintu.
“Tante dan Om masih di Singapore jadi aku sendirian saja hanya ditemani Si Mbok Surti!” suara Audray seolah bisa menebak yang ada dibenakku.
“Sangat disayangkan padahal tadinya aku mau menepati janjiku kepada Om dan Tantemu tapi tolong disampaikan kepada beliau aku sudah menepati janjiku!” kataku.
“Beres Pak Alan. Oh ya mau minum dingin atau panas?. Hujan begini tentunya yang panas saja ya Pak. Kopi, coklat atau susu?. Atau kopi susu? Atau susu saja?” Audray menawarkan minuman.
“Terserah Di, boleh minum apa saja terimakasih!” jawabku.
“Aku akan buatkan sendiri minuman untuk Pak Alan!” kata Audray. 
Sejak itu hubungan dengan Audray semakin dekat sementara dengan Listya hanya bertemu pada saat kuliah dan setelah itu Listya biasanya langsung pulang bahkan beberapa hari terakhir ini Rizal sering mengantar dan menjemput Listya di Kampus. Aku juga bersyukur Rizal sudah mengalami kemajuan tentang kesehatan cangkok ginjalnya. Beberapa kali selama kuliah itu aku melihat wajah Listya masih dibalut rasa tidak bahagia. Listya selalu kelihatan murung. Aku benar-benar tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Teringat lagi kata kata Listya pada sore itu ketika Listya menangis  “Bagi saya sendiri ada hal yang saya tidak tahu apakah ini takdir saya. Apakah saya boleh berdoa untuk mendapatkan takdir yang lain? Apakah dengan berdoa untuk mendapatkan takdir yang lain saya akan mendapatkan peringatan dari Allah?” Ada apa denganmu Listya.
Hubungan dengan Kinanti hanya melalui ponsel dan kabar terakhir Kinanti bercerita ada teman Dosennya yang Duda mau melamarnya tapi Kinanti masih ragu dengan perasaannya. Kinanti belum yakin. Kinanti ingin bicara denganku, ingin mendengar pendapatku. Selain itu juga Kinanti ingin mendengar pula persetujuan Intan Permatasari, anak putrinya yang Si mata wayang.
Sore itu aku pulang dari Kampus kembali bersama Audray. Kali ini Audray ikut mobilku dan aku harus mengantarnya ke Darmo Permai. Hampir setiap Sabtu aku selalu bersama Audray seperti Sabtu sore ini. Apakah aku sudah menyerah untuk harapan terhadap Daisy Listya. Atau apakah Kinanti Puspitasari juga bukan menjadi bagian dari setitik harapanku tapi sudah menjadi harapannya orang lain. Atau apakah aku harus memilih Audray yang tidak pernah tercatat sebagai harapan hidupku. Kemanakah kaki ini harus melangkah? Kemana? Tak ada yang mampu menjawab kecuali hatiku sendiri.

BERSAMBUNG Episode 12


Friday, April 8, 2016

EPISODE CINTA DAISY LISTYA (10)


Foto : Hensa


Tantangan 100 Hari Menulis Novel FC
EPISODE CINTA DAISY LISTYA
Oleh Hendro Santoso (Peserta Nomor 27)
Sinopsis
Alan Erlangga adalah sosok yang selama 20 tahun merasa kehilangan Diana Faria, kekasihnya yang harus dipanggil oleh Yang Maha Punya hanya seminggu sebelum hari perkawinan mereka. Merasa kehilangan selama 20 tahun adalah waktu yang lama. Ternyata ALLAH telah mengirim seorang gadis bernama Daisy Listya untuk menggugah hati Alan Erlangga. Daisy Listya adalah seorang gadis cantik, cerdas, berkepribadian luhur, memiliki prinsip hidup, berhasil membuka dan mencairkan kebekuan hati seorang Alan Erlangga. Listya ini yang telah menyadarkannya dari mimpi buruk panjang. Mungkin saja Daisy Listya memang nantinya bukan menjadi teman hidupnya karena seusai Wisuda Sarjana, Listya akhirnya bertunangan dengan pria yang mencintainya bahkan sampai menuju jenjang pernikahan. Menghadapi kenyataan ini Alan Erlangga tidak mampu berbuat apa-apa. Alan hanya pasrah. Cukup baginya bahwa Daisy Listya adalah gadis yang telah mampu membuka hatinya menjadi merasa hidup kembali. Ada pepatah bahwa mencintai itu tidak harus memiliki. Benarkah cinta itu menjadi sangat tinggi nilainya ketika harus mencintai tapi tidak harus memiliki?. Ditengah-tengah kegalauannya tiba-tiba hadir sahabat lamanya bernama Kinanti Puspitasari. Seakan hadir untuk menentramkan hatinya. Saat ini Kinanti memiliki seorang putri yang sedang beranjak remaja. Wanita ini membesarkan putri semata wayangnya sendirian karena suaminya sudah lama meninggal dunia. Kinanti adalah teman Alan sewaktu mereka SMA dan diusia yang sudah tidak muda lagi mereka kembali bertemu. Bagi Alan masa-masa SMA bersama Kinanti begitu indah untuk dikenang karena Alan waktu itu pernah juga jatuh cinta kepada Kinanti walaupun ternyata Kinanti hanya menganggapnya seorang sahabat.
Kepada siapa akhirnya Alan Erlangga melabuhkan hatinya?. Apakah kepada Daisy Listya seperti harapan cintanya selama ini?. Apakah kepada Kinanti?. Simak saja cerita episode demi episode dari Episode Cinta Daisy Listya.





Episode  10

TERBUKANYA PINTU HATIMU

Sinar Matahari senja menyelinap di antara kisi kisi jendela ruang kerjaku. Seorang wanita cantik masih terisak disitu. Terlihat punggungnya berguncang menahan tangis. Sementara aku yang ada persis di depannya hanya terdiam membisu. Sore itu Listya merasa mendapatkan rasa lega karena sudah mencurahkan seluruh isi hatinya kepadaku. Semua yang pernah diceritakan Listya kepada Kinanti waktu itu kini diceritakan pula kepadaku. Walaupun sebagian cerita itu aku sudah tahu namun aku dengan sabar mendengarkan semua curahan hati Listya sampai tuntas. Aku sempat kaget karena Listya menceritakan masalah rumah tangganya begitu saja seolah olah aku ini adalah orang terdekatnya.
“Pak Alan, maafkan saya. Mungkin Bapak tidak berkenan mendengar cerita saya namun saya sudah lama ingin bercerita tentang ini. Sewaktu Bu Kinan di Surabaya saya juga sudah bercerita tentang hal ini!” kata Listya.
“Iya terimakasih kalau Listya percaya kepada saya untuk mendengar cerita yang sangat privasi sekali. Saya sendiri sebenarnya tidak berhak mendengarkan cerita ini jika dibandingkan dengan Bu Kinan yang sama-sama wanita!” kataku.
Sesuatu yang peka jika seorang istri mau menceritakan persoalan rumah tangganya kecuali jika ia menaruh kepercayaan penuh kepadaku untuk memegang amanat tersebut.
“Tidak juga Pak sudah lama sebenarnya saya ingin cerita kepada Bapak. Saya percaya Bapak bisa memegang amanat ini. Tadi malam saya juga telpon Bu Kinan di Bandung hanya untuk mengurangi beban ini. Hanya Pak Alan dan Bu Kinan yang membuat saya menjadi tenang ” suara Listya diantara isaknya. Aku terdiam, aku terharu mendengar pengakuan Listya. Aku tertegun seolah tidak percaya bahwa wanita di depanku ini adalah Daisy Listya. Secara tidak sadar dengan mendengarkan semua curahan hati Listya aku telah masuk dalam lingkaran kemelut rumah tangga Listya.
“Baik Listya memang sebaiknya semua beban yang ada dalam hati harus dibebaskan dan ceritakan saja kepada orang orang yang kau percayai!” kataku.
“Iya Pak saya berterima kasih Pak Alan sudah mau mendengar semua curahan hati saya. Hanya Bu Kinan dan Pak Alan yang saya percayai!” suara Listya tersendat oleh isak tangisnya. Matanya yang indah itu basah dengan tetes air mata dan wajahnya yang teduh penuh damai itu nampak kelihatan lelah.
“Sudahlah. Listya harus tabah harus yakin bahwa Allah tidak akan membebani hambaNya kecuali sebanding dengan kemampuannya!” kataku sambil menyodorkan boks berisi tissue agar Listya menghapus air mata yang bercucuran dipipinya. Isak tangis Listya sudah mulai mereda dan aku melihat ada kelegaan dari sorot matanya.
“Iya Pak terimakasih!” suara Listya lirih.
“Listya, hidup ini sangat singkat oleh karenanya kita harus yakin untuk menjalaninya dengan sebaik mungkin. Saya ikut merasa bangga Listya sudah menjadi seorang istri yang taat kepada suami penuh kesabaran merawat dan menjaganya!” kataku.
“Terimakasih Pak Alan. Bagi saya sendiri ada hal yang saya tidak tahu apakah ini takdir saya. Apakah saya boleh berdoa untuk mendapatkan takdir yang lain? Apakah dengan berdoa untuk mendapatkan takdir yang lain saya akan mendapatkan peringatan dari Allah?” kata Listya.
“Listya boleh berdoa untuk semua yang menjadi harapan selama ini. Allah tidak pernah melarang hambaNya untuk berdoa. Sedangkan takdir adalah hak dan wewenang Allah namun tetap kita harus yakin apa-apa yang sudah ditentukanNya itu pasti yang terbaik untuk kita!” kataku.
“Iya Pak Alan. Saya sungguh bersyukur bisa bertemu Pak Alan dan berkenalan dengan Bu Kinan. Ini takdir Allah yang paling saya sukai. Jika nanti Bapak sudah menjadi suami istri dengan Bu Kinan sungguh menjadi pasangan yang ideal yang ingin saya contoh pada suatu hari nanti!” kata Listya.
Oh Tuhan sudah sedemikian ini Listya menganggap Kinanti adalah calon istriku padahal berkali kali Kinanti sudah menjelaskannya bahwa dia hanya berteman saja denganku.
“Listya agar kau tahu bahwa  selama ini Bu Kinan itu adalah sahabat lama saya dan sampai sekarang masih juga tetap sebagai sahabat. Bukan sebagai calon istri saya!” kataku menjelaskan.
“Bu Kinan juga sudah cerita bahwa pak Alan adalah sahabat terbaiknya. Namun saya ingin mendukung pak Alan  dan bu Kinan menjadi pasangan suami istri yang nanti menjadi teladan saya!” kata Listya. Wah ini namanya maksa dot kom. Aku hanya bisa tersenyum.
“Iya Listya terima kasih atas dukungannya. Semuanya kita serahkan kepada Allah. Saya juga berharap Mas Rizal segera sembuh andai nanti jadi transplantasi semoga secepatnya mendapatkan donor ginjal yang sesuai!” kataku sengaja ku belokkan arah pembicaraan ini.
“Terima kasih Pak. Hari ini kepastian donor ginjalnya jika sudah siap segera dilakukan operasi cangkok ginjal!” kata Listya.  
“Saya selalu berdoa untuk kesembuhan Mas Rizal juga kesehatan Listya harus tetap di jaga!” kataku. Mendengar ini kulihat Listya sudah mulai bisa tersenyum. Melihat moment ini aku mulai menggoda agar Listya bisa gembira lagi.
“Nah begitu dong senyum manisnya jangan disimpan terus. Kalau Listya tersenyum dunia ini juga ikut tersenyum” kataku.
“Ah Pak Alan bisa aja!” kata Listya kali ini sambil tertawa kecil.
Sungguh aku menikmati kebahagiaan disore yang cerah itu. Bukan saja karena Listya mau membuka hatinya kepadaku tapi juga karena Listya mempercayaiku untuk memegang amanat masalah rumah tangganya. Aku dan Kinanti dianggap Listya sebagai penasihat dikala dia sedang butuh nasihat. Aku memang harus tetap mensupport Listya agar tetap tabah menghadapi ujian dan cobaan ini.
Peristiwa sore itu ku kabarkan pula kepada Kinanti dan malam itu kami mengobrol melalui ponsel.
“Okey Alan memang akhir-akhir ini Listya sering menelponku dan dia juga sudah cerita kalau semua curahan hatinya diberitahukan kepadamu. Listya bilang sekarang rasanya lega karena Pak Alan sudah tahu semua he he he apa itu artinya Alan?” kata Kinanti mulai menggoda.
“Memang apa artinya?” tanyaku pura pura bego.
“Artinya pintu hati Listya sudah terbuka. Siapa yang membukakan pintu itu?. Secara tidak langsung pintu hati Listya terbuka untuk Alan Erlangga!” kata Kinanti.
“Ngawur kamu Kinan!” kataku.
“Lho bukan ngawur. Dengar dulu jangan berfikir negatif. Tidak sembarangan ada seorang wanita mau memberikan amanat yang sangat rahasia kepada seorang laki-laki kalau laki-laki tersebut tidak memiliki keistimewaan dalam hatinya” kata Kinanti.
“Kinan memang berat bagiku untuk memegang amanat itu hanya jika kau bilang aku mempunyai kedudukan istimewa dalam hati Listya ha ha ha sangat menghibur sekali!” kataku.
“Alan ini fakta lho kamu itu kadang-kadang terlalu polos. Dengar nih, Listya pernah bilang kepadaku begini, Bu Kinan sungguh beruntung punya calon suami seperti pak Alan, orangnya baik, tanggung jawab, ramah penuh perhatian. Sudah baik semua, ganteng lagi…!” kata Kinanti. Mendengar ini aku tertawa.
“Yang kau ucapkan bagian akhir itu paling-paling tambahan menurutmu Kinan!” kataku berseloroh.
“Enak aja sejak kapan aku bilang kamu ganteng?” kata Kinanti pura-pura marah. Kembali aku tertawa.
“Pokoknya sekarang lindungi Listya kalau perlu tiap hari kamu telpon hanya ingin memastikan kalau dia baik-baik saja!” kata Kinanti.
“Okey Kinan aku akan melindungi dalam tanda kutip sebagai orang yang telah diberi kepercayaan oleh Listya!” kataku.
Dialog singkat dengan Kinanti telah membuatku semakin bergairah apalagi Kinanti selalu memberikan dorongan agar aku harus mulai mau terbuka kepada Listya. Nanti dulu walau bagaimanapun aku harus tetap ingat bahwa Listya adalah istri Rizal Anugerah.

Hari ini, Sabtu sore, semua data sudah selesai diolah dan siap untuk digunakan sebagai bahan paperku untuk kusampaikan dalam Seminar International Conference Research On Traditional Complementary & Alternative Medicine In Health Care. Seminar ini bulan depan akan dilangsungkan di Singapore. Masih ada waktu dua pekan untuk mempersiapkan paper pendaftaran dan persiapan lainnya.   Dalam dua pekan terakhir ini banyak cerita banyak berita. Sebuah kabar baik aku terima ketika Listya memberitahukan bahwa operasi cangkok ginjal suaminya berjalan dengan baik. Alhamdulillah sekarang suaminya sedang memasuki tahap pemulihan. Seminggu yang lalu memang Listya pernah izin tidak mengikuti perkuliahan untuk menemani suaminya operasi transplantasi ginjal di Singapore.

Tidak terasa perkuliahan Program Profesi Apoteker sudah memasuki bulan kedua. Setiap Rabu itu pula aku bertemu Listya penuh dengan rasa bahagia. Aku juga kadang-kadang heran hanya bisa bertemu saja dengan Listya sudah membuat aku merasa bahagia apalagi jika Tuhan menghendaki dia menjadi istriku. Astagfirullah cepat cepat aku istigfar tidak boleh aku membayangkan hal-hal seperti itu karena Listya adalah istri Rizal Anugerah. Banyak perubahan yang terjadi dengan Listya mungkin karena masa kritis suaminya sudah lewat. Tentu saja hal ini juga membuatku ikut gembira karena Listya sudah bisa menemukan kembali kegembiraannya. Benarkah Listya sudah menemukan lagi kegembiraannya hanya karena Rizal suaminya sudah sembuh dari sakitnya?. Ataukah Listya hanya pasrah saja untuk mengarungi perjalanan hidup rumah tangganya denga Rizal?. Wanita seperti Listya adalah seorang yang selalu ridho dengan apa yang sekarang dialaminya sebagai takdir yang harus dijalaninya. Benarkah? Padahal Listya pernah berkata kepadaku “Bagi saya sendiri ada hal yang saya tidak tahu apakah ini takdir saya. Apakah saya boleh berdoa untuk mendapatkan takdir yang lain? Apakah dengan berdoa untuk mendapatkan takdir yang lain saya akan mendapatkan peringatan dari Allah?”
Ya itulah kata kata Listya ketika dia menangis tersedu sore hari itu. Listya masih ingin berdoa untuk mendapatkan takdir yang lain? Takdir yang mana? Tentu saja hanya Listya yang tahu. Andaikan boleh aku menebak dan mengetahui apa yang diinginkan Listya tentang takdir yang lain itu. Andaikan, andaikan, oh andaikan aku tahu.


BERSAMBUNG Episode 11