Sunday, April 10, 2016

EPISODE CINTA DAISY LISTYA (11)


Foto Hensa


Tantangan 100 Hari Menulis Novel FC
EPISODE CINTA DAISY LISTYA
Oleh Hendro Santoso (Peserta Nomor 27)
Sinopsis
Alan Erlangga adalah sosok yang selama 20 tahun merasa kehilangan Diana Faria, kekasihnya yang harus dipanggil oleh Yang Maha Punya hanya seminggu sebelum hari perkawinan mereka. Merasa kehilangan selama 20 tahun adalah waktu yang lama. Ternyata ALLAH telah mengirim seorang gadis bernama Daisy Listya untuk menggugah hati Alan Erlangga. Daisy Listya adalah seorang gadis cantik, cerdas, berkepribadian luhur, memiliki prinsip hidup, berhasil membuka dan mencairkan kebekuan hati seorang Alan Erlangga. Listya ini yang telah menyadarkannya dari mimpi buruk panjang. Mungkin saja Daisy Listya memang nantinya bukan menjadi teman hidupnya karena seusai Wisuda Sarjana, Listya akhirnya bertunangan dengan pria yang mencintainya bahkan sampai menuju jenjang pernikahan. Menghadapi kenyataan ini Alan Erlangga tidak mampu berbuat apa-apa. Alan hanya pasrah. Cukup baginya bahwa Daisy Listya adalah gadis yang telah mampu membuka hatinya menjadi merasa hidup kembali. Ada pepatah bahwa mencintai itu tidak harus memiliki. Benarkah cinta itu menjadi sangat tinggi nilainya ketika harus mencintai tapi tidak harus memiliki?. Ditengah-tengah kegalauannya tiba-tiba hadir sahabat lamanya bernama Kinanti Puspitasari. Seakan hadir untuk menentramkan hatinya. Saat ini Kinanti memiliki seorang putri yang sedang beranjak remaja. Wanita ini membesarkan putri semata wayangnya sendirian karena suaminya sudah lama meninggal dunia. Kinanti adalah teman Alan sewaktu mereka SMA dan diusia yang sudah tidak muda lagi mereka kembali bertemu. Bagi Alan masa-masa SMA bersama Kinanti begitu indah untuk dikenang karena Alan waktu itu pernah juga jatuh cinta kepada Kinanti walaupun ternyata Kinanti hanya menganggapnya seorang sahabat.
Kepada siapa akhirnya Alan Erlangga melabuhkan hatinya?. Apakah kepada Daisy Listya seperti harapan cintanya selama ini?. Apakah kepada Kinanti?. Simak saja cerita episode demi episode dari Episode Cinta Daisy Listya.





Episode  11
KEMANAKAH AKU HARUS MELANGKAH
Saat ini sudah memasuki bulan November. Bulan saatnya musim hujan tiba. Jika pagi hari sampai siang panas terik, maka ini pertanda sore harinya hujan akan turun. Sudah tiga hari ini Surabaya diguyur hujan.  Seperti sore ini aku harus segera  menyelesaikan paperku untuk seminar di Singapore bulan depan. Dalam suasana hujan deras di luar sana dan dengan ditemani secangkir kopi panas, aku bekerja penuh semangat. Tidak terasa waktu berjalan begitu cepat, ternyata sekarang sudah hampir sholat Isya padahal sepertinya barusan saja aku menunaikan sholat Maghrib. Namun Alhamdulillah akhirnya paper tersebut rampung juga. Sengaja aku secepatnya menyelesaikan paper tersebut karena besok harus segera ku email kan kepada Panitia Seminar.
Suasana Kampus sudah sepi karena memang hari sudah malam. Hujan sudah reda sejak tadi dan hanya tersisa beberapa genangan air yang mungkin meluap dari saluran yang penuh dengan sampah.  Aku menuju tempat parkir dan hanya ada beberapa saja mobil dan motor yang masih ter parkir di tempatnya. Sebentar kira kira dua baris dari tempat parkir mobilku sepertinya aku kenal mobil yang diparkir disana. Tiba-tiba saja aku melihat seorang gadis keluar dari mobil tersebut dan memanggilku.
“Hai Pak Profesor! Wah baru pulang nih lembur sampai malam?” suara Audray.
“Di kuliah apa kok sampai malam?” tanyaku.
“Farmasi Forensik Pak. Seharusnya jam kuliahnya tadi mulai pk 16.00 tapi tadi diundurkan menjadi pk. 18.00” jawab Audray.
“Oh begitu okey Di sampai ketemu ya!” kataku sambil masuk ke mobil dan mulai menyalakan starter.
“Okey Pak sampai ketemu!” suara Audray di seberang sana.
Aku meninggalkan tempat parkir tersebut diiringi lambaian tangan Audray. Gadis ini memang cantik dan sexy dan sebagai lelaki normal aku harus mengakui hal tersebut.
Sewaktu dulu Audray masih Mahasiswa skripsi S1 yang kubimbing aku sangat kewalahan menghadapi ulahnya. Gadis ini berulah bukan karena dia tidak mampu menyelesaikan skripsinya bahkan dia adalah mahasiswi yang cerdas, responsive dan penuh dengan ide, tapi karena dia banyak berulah sering menggodaku dengan hal-hal yang sifatnya sangat privasi. Aku sebenarnya tidak suka dengan gadis ini yang sering mencampur adukkan urusan akademis dengan urusan pribadi karena aku bisa menganggap sikapnya itu sudah ngelunjak. Namun aku juga harus kagum pada kejujuran Audray yang selalu mengatakan hal-hal yang sebenarnya tanpa harus ditutup tutupi. Audray kada-kadang ceplas ceplos dan nekad dalam mengemukakan perasaan apa adanya.  Misalnya suatu hari saat dia selesai diskusi tentang perbaikan skripsinya lalu merembet ke diskusi dan perdebatan tentang kecantikan.
“Pak Alan apa yang kurang dari diriku?” kata Audray waktu itu. Tentu saja menghadapi pertanyaan itu aku akan bersikap diam untuk menghindarkan jawaban yang nantinya disalah artikan. Secara fisik kuakui Audray memang cantik boleh dikatakan aduhai. Tapi jangan bandingkan dengan Listya atau Kinanti. Untuk kedua wanita ini aku tidak mampu melukiskan kecantikan mereka. Suatu hari aku menerima kunjungan Audray di Rumah. Di Ruang tamu itu ada beberapa album foto dan Audray membolak balik album tersebut sampai akhirnya dia menemukan sebuah foto saat Resepsi Pernikahan Listya. Aku mendapatkan foto tersebut dari Listya sebagai kenang-kenangan. Dalam foto tersebut terlihat Kedua Mempelai diapit oleh Kinanti dan Aku.
“Pak Alan aku yakin ini pasti fotonya Bu Kinanti ya!?” tanya Audray lalu aku meng iya kan. Aku lihat Audray memandang tak berkedip foto tersebut. Aku yakin dia pasti mengagumi kecantikan Kinanti.
“Bu Kinanti cantik sekali Pak!” suara Audray bergumam. Aku hanya diam. Sengaja kubiarkan Audray merenung tentang kecantikan Kinanti dan aku jamin jika Audray sudah mengenal Kinanti lebih jauh dia akan bertambah kagum dengan inner beauty nya Kinanti.
“Di! Coba kamu lihat bagaimana pendapatmu tentang mempelai wanita yang ada di foto tersebut?” tanyaku memancing bagaimana tanggapan Audray tentang Listya.
“Oh Listya tentu saja dia wanita cantik yang ramah. Kesan pertamanya saja ketika aku berkenalan dengannya, wanita ini sangat menyenangkan!”  kata Audray. Aku tersenyum mendengar penilaian Audray tentang Listya dan Kinanti. Sungguh penilaian yang jujur dari seorang wanita.  Walaupun begitu sampai sekarang sikap Audray tidak berubah baik dulu ketika dia masih S1 maupun sekarang ketika dia sudah menjadi mahasiswa Program Profesi Apoteker. Tetap menjadi sosok yang agresif menginginkanku menjadi teman hidupnya. Lalu apakah hal ini menjadikanku rasa bangga. Tidak. Mungkin dulu saat aku SMA tentu merupakan kebanggaan. Tapi saat ini adalah hal yang tidak punya makna apa apa. Kebanggaanku saat ini adalah ketika aku bisa mendapatkan seseorang yang aku cintai setulus hati dengan perolehan izinNya. Kata-kata ini jika kukatakan di depan Kinanti dapat dipastikan aku akan menerima olok-oloknya. 
“Pak Alan! Apakah betul sudah lama Bu Kinan menyendiri karena suaminya meninggal?” tanya Audray.
“Lho kamu tahu dari mana kalau suami Bu Kinan sudah meninggal?” tanyaku heran.
“Listya sudah cerita banyak tentang calon istrinya Pak Profesor. Kata Listya Pak Alan dan Bu Kinan pasangan yang ideal!” kata Audray.
“Oh itu kata Listya kalau kata Audray bagaimana?” tanyaku memancing.
“Profesor Alan Erlangga sepertinya sangat ideal jika dengan Audray Lin!” kata Audray mantap sambil tertawa kecil. Luar biasa gadis ini benar-benar model remaja masa kini. Menghadapi gadis seperti Audray aku benar-benar kewalahan.
Sabtu sore itu hujan turun sangat deras. Aku baru saja usai mengolah data penelitianku dan bergegas berlari kecil menuju mobilku di tempat Parkir. Hujan benar-benar sangat deras. Aku mulai men starter mobilku tapi sampai berkali kali tetap tidak berhasil. Ada yang tidak beres dengan mobil ini. Aku mencoba membuka kap mesin dalam suasana hujan itu. Namun tiba-tiba dibelakangku Audray menyapaku.
“Pak Alan kenapa mobilnya? Sudah ditinggal saja biar aku antar Pak Alan pakai mobilku!” suara Audray menawarkan jasa baiknya. Tidak berfikir panjang akhirnya aku menerima tawaran Audray.
“Wah Pak Alan sampai basah basah begini!” suara Audray sambil menyetir Honda Jazz nya meluncur ditengah hujan deras kota Surabaya.
“Iya Di, ini mobilmu juga jadi ikut basah !” kataku.
“Tidak apa apa kalau perlu aku juga mau ikut basah kok!” kata Audray sambil tertawa renyah. Sepanjang perjalanan memang hujan turun dan Audray dengan terampilnya mengemudikan mobilnya di tengah tengah kemacetan kota Surabaya. Setelah berhasil keluar dari kemacetan mobilpun langsung masuk Tol dalam kota lewat Pintu Tol Darmo. Tapi ternyata tidak Audray malah membelokkannya ke arah Darmo Permai. Belum sempat aku bertanya Audray seolah tahu rasa heranku langsung menjelaskan.
“Pak Alan mampir dulu saja ke rumahku apalagi masih sore belum pukul 17. Lagi pula malam Minggu ini khan pak Alan gak apel ke Bu Kinan?” kata Audray.
“Okey lah Di, kamu tuh memang penuh dengan kejutan kejutan!” kataku berseloroh.
“Tentu dong Pak Profesor nanti akan aku beri lagi kejutan-kejutan lainnya!” kata Audray kembali tertawa lepas. Hari ini aku lihat Audray begitu gembira dan ceria. Akhirnya kami pun sampai di rumah besar yang asri dengan taman hijau halaman luas sehingga jarak dari rumah satu ke rumah yang lain sangat jauh apalagi pagar rumah yang tinggi membuat rumah ini seolah olah berdiri sendiri tanpa tetangga. Ruang tamu yang nyaman dengan dekorasi interior yang kelas atas. Tapi kok sepi tidak terlihat Tante dan Omnya. Hanya ada seorang Pembantu yang tadi membukakan pintu.
“Tante dan Om masih di Singapore jadi aku sendirian saja hanya ditemani Si Mbok Surti!” suara Audray seolah bisa menebak yang ada dibenakku.
“Sangat disayangkan padahal tadinya aku mau menepati janjiku kepada Om dan Tantemu tapi tolong disampaikan kepada beliau aku sudah menepati janjiku!” kataku.
“Beres Pak Alan. Oh ya mau minum dingin atau panas?. Hujan begini tentunya yang panas saja ya Pak. Kopi, coklat atau susu?. Atau kopi susu? Atau susu saja?” Audray menawarkan minuman.
“Terserah Di, boleh minum apa saja terimakasih!” jawabku.
“Aku akan buatkan sendiri minuman untuk Pak Alan!” kata Audray. 
Sejak itu hubungan dengan Audray semakin dekat sementara dengan Listya hanya bertemu pada saat kuliah dan setelah itu Listya biasanya langsung pulang bahkan beberapa hari terakhir ini Rizal sering mengantar dan menjemput Listya di Kampus. Aku juga bersyukur Rizal sudah mengalami kemajuan tentang kesehatan cangkok ginjalnya. Beberapa kali selama kuliah itu aku melihat wajah Listya masih dibalut rasa tidak bahagia. Listya selalu kelihatan murung. Aku benar-benar tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Teringat lagi kata kata Listya pada sore itu ketika Listya menangis  “Bagi saya sendiri ada hal yang saya tidak tahu apakah ini takdir saya. Apakah saya boleh berdoa untuk mendapatkan takdir yang lain? Apakah dengan berdoa untuk mendapatkan takdir yang lain saya akan mendapatkan peringatan dari Allah?” Ada apa denganmu Listya.
Hubungan dengan Kinanti hanya melalui ponsel dan kabar terakhir Kinanti bercerita ada teman Dosennya yang Duda mau melamarnya tapi Kinanti masih ragu dengan perasaannya. Kinanti belum yakin. Kinanti ingin bicara denganku, ingin mendengar pendapatku. Selain itu juga Kinanti ingin mendengar pula persetujuan Intan Permatasari, anak putrinya yang Si mata wayang.
Sore itu aku pulang dari Kampus kembali bersama Audray. Kali ini Audray ikut mobilku dan aku harus mengantarnya ke Darmo Permai. Hampir setiap Sabtu aku selalu bersama Audray seperti Sabtu sore ini. Apakah aku sudah menyerah untuk harapan terhadap Daisy Listya. Atau apakah Kinanti Puspitasari juga bukan menjadi bagian dari setitik harapanku tapi sudah menjadi harapannya orang lain. Atau apakah aku harus memilih Audray yang tidak pernah tercatat sebagai harapan hidupku. Kemanakah kaki ini harus melangkah? Kemana? Tak ada yang mampu menjawab kecuali hatiku sendiri.

BERSAMBUNG Episode 12