Foto : Hensa
Tantangan
100 Hari Menulis Novel FC
EPISODE CINTA DAISY LISTYA
Oleh
Hendro Santoso (Peserta Nomor 27)
Sinopsis
Alan Erlangga adalah sosok yang selama 20 tahun
merasa kehilangan Diana Faria, kekasihnya yang harus dipanggil oleh Yang Maha
Punya hanya seminggu sebelum hari perkawinan mereka. Merasa kehilangan selama
20 tahun adalah waktu yang lama. Ternyata ALLAH telah mengirim seorang gadis
bernama Daisy Listya untuk menggugah hati Alan Erlangga. Daisy Listya adalah seorang
gadis cantik, cerdas, berkepribadian luhur, memiliki prinsip hidup, berhasil
membuka dan mencairkan kebekuan hati seorang Alan Erlangga. Listya ini yang
telah menyadarkannya dari mimpi buruk panjang. Mungkin saja Daisy Listya memang
nantinya bukan menjadi teman hidupnya karena seusai Wisuda Sarjana, Listya
akhirnya bertunangan dengan pria yang mencintainya bahkan sampai menuju jenjang
pernikahan. Menghadapi kenyataan ini Alan Erlangga tidak mampu berbuat apa-apa.
Alan hanya pasrah. Cukup baginya bahwa Daisy Listya adalah gadis yang telah mampu
membuka hatinya menjadi merasa hidup kembali. Ada pepatah bahwa mencintai itu
tidak harus memiliki. Benarkah cinta itu menjadi sangat tinggi nilainya ketika
harus mencintai tapi tidak harus memiliki?. Ditengah-tengah kegalauannya
tiba-tiba hadir sahabat lamanya bernama Kinanti Puspitasari. Seakan hadir untuk
menentramkan hatinya. Saat ini Kinanti memiliki seorang putri yang sedang
beranjak remaja. Wanita ini membesarkan putri semata wayangnya sendirian karena
suaminya sudah lama meninggal dunia. Kinanti adalah teman Alan sewaktu mereka
SMA dan diusia yang sudah tidak muda lagi mereka kembali bertemu. Bagi Alan
masa-masa SMA bersama Kinanti begitu indah untuk dikenang karena Alan waktu itu
pernah juga jatuh cinta kepada Kinanti walaupun ternyata Kinanti hanya
menganggapnya seorang sahabat.
Kepada siapa akhirnya Alan Erlangga melabuhkan
hatinya?. Apakah kepada Daisy Listya seperti harapan cintanya selama ini?.
Apakah kepada Kinanti?. Simak saja cerita episode demi episode dari Episode
Cinta Daisy Listya.
Episode 10
TERBUKANYA PINTU HATIMU
Sinar
Matahari senja menyelinap di antara kisi kisi jendela ruang kerjaku. Seorang
wanita cantik masih terisak disitu. Terlihat punggungnya berguncang menahan
tangis. Sementara aku yang ada persis di depannya hanya terdiam membisu. Sore
itu Listya merasa mendapatkan rasa lega karena sudah mencurahkan seluruh isi
hatinya kepadaku. Semua yang pernah diceritakan Listya kepada Kinanti waktu itu
kini diceritakan pula kepadaku. Walaupun sebagian cerita itu aku sudah tahu
namun aku dengan sabar mendengarkan semua curahan hati Listya sampai tuntas.
Aku sempat kaget karena Listya menceritakan masalah rumah tangganya begitu saja
seolah olah aku ini adalah orang terdekatnya.
“Pak
Alan, maafkan saya. Mungkin Bapak tidak berkenan mendengar cerita saya namun
saya sudah lama ingin bercerita tentang ini. Sewaktu Bu Kinan di Surabaya saya
juga sudah bercerita tentang hal ini!” kata Listya.
“Iya
terimakasih kalau Listya percaya kepada saya untuk mendengar cerita yang sangat
privasi sekali. Saya sendiri sebenarnya tidak berhak mendengarkan cerita ini
jika dibandingkan dengan Bu Kinan yang sama-sama wanita!” kataku.
Sesuatu
yang peka jika seorang istri mau menceritakan persoalan rumah tangganya kecuali
jika ia menaruh kepercayaan penuh kepadaku untuk memegang amanat tersebut.
“Tidak
juga Pak sudah lama sebenarnya saya ingin cerita kepada Bapak. Saya percaya Bapak
bisa memegang amanat ini. Tadi malam saya juga telpon Bu Kinan di Bandung hanya
untuk mengurangi beban ini. Hanya Pak Alan dan Bu Kinan yang membuat saya
menjadi tenang ” suara Listya diantara isaknya. Aku terdiam, aku terharu
mendengar pengakuan Listya. Aku tertegun seolah tidak percaya bahwa wanita di
depanku ini adalah Daisy Listya. Secara tidak sadar dengan mendengarkan semua
curahan hati Listya aku telah masuk dalam lingkaran kemelut rumah tangga
Listya.
“Baik
Listya memang sebaiknya semua beban yang ada dalam hati harus dibebaskan dan
ceritakan saja kepada orang orang yang kau percayai!” kataku.
“Iya Pak
saya berterima kasih Pak Alan sudah mau mendengar semua curahan hati saya.
Hanya Bu Kinan dan Pak Alan yang saya percayai!” suara Listya tersendat oleh isak
tangisnya. Matanya yang indah itu basah dengan tetes air mata dan wajahnya yang
teduh penuh damai itu nampak kelihatan lelah.
“Sudahlah.
Listya harus tabah harus yakin bahwa Allah tidak akan membebani hambaNya
kecuali sebanding dengan kemampuannya!” kataku sambil menyodorkan boks berisi
tissue agar Listya menghapus air mata yang bercucuran dipipinya. Isak tangis
Listya sudah mulai mereda dan aku melihat ada kelegaan dari sorot matanya.
“Iya Pak
terimakasih!” suara Listya lirih.
“Listya,
hidup ini sangat singkat oleh karenanya kita harus yakin untuk menjalaninya
dengan sebaik mungkin. Saya ikut merasa bangga Listya sudah menjadi seorang
istri yang taat kepada suami penuh kesabaran merawat dan menjaganya!” kataku.
“Terimakasih
Pak Alan. Bagi saya sendiri ada hal yang saya tidak tahu apakah ini takdir
saya. Apakah saya boleh berdoa untuk mendapatkan takdir yang lain? Apakah
dengan berdoa untuk mendapatkan takdir yang lain saya akan mendapatkan
peringatan dari Allah?” kata Listya.
“Listya
boleh berdoa untuk semua yang menjadi harapan selama ini. Allah tidak pernah
melarang hambaNya untuk berdoa. Sedangkan takdir adalah hak dan wewenang Allah
namun tetap kita harus yakin apa-apa yang sudah ditentukanNya itu pasti yang
terbaik untuk kita!” kataku.
“Iya Pak
Alan. Saya sungguh bersyukur bisa bertemu Pak Alan dan berkenalan dengan Bu
Kinan. Ini takdir Allah yang paling saya sukai. Jika nanti Bapak sudah menjadi
suami istri dengan Bu Kinan sungguh menjadi pasangan yang ideal yang ingin saya
contoh pada suatu hari nanti!” kata Listya.
Oh Tuhan
sudah sedemikian ini Listya menganggap Kinanti adalah calon istriku padahal
berkali kali Kinanti sudah menjelaskannya bahwa dia hanya berteman saja
denganku.
“Listya
agar kau tahu bahwa selama ini Bu Kinan
itu adalah sahabat lama saya dan sampai sekarang masih juga tetap sebagai
sahabat. Bukan sebagai calon istri saya!” kataku menjelaskan.
“Bu
Kinan juga sudah cerita bahwa pak Alan adalah sahabat terbaiknya. Namun saya
ingin mendukung pak Alan dan bu Kinan
menjadi pasangan suami istri yang nanti menjadi teladan saya!” kata Listya. Wah
ini namanya maksa dot kom. Aku hanya bisa tersenyum.
“Iya
Listya terima kasih atas dukungannya. Semuanya kita serahkan kepada Allah. Saya
juga berharap Mas Rizal segera sembuh andai nanti jadi transplantasi semoga
secepatnya mendapatkan donor ginjal yang sesuai!” kataku sengaja ku belokkan
arah pembicaraan ini.
“Terima kasih
Pak. Hari ini kepastian donor ginjalnya jika sudah siap segera dilakukan
operasi cangkok ginjal!” kata Listya.
“Saya selalu
berdoa untuk kesembuhan Mas Rizal juga kesehatan Listya harus tetap di jaga!”
kataku. Mendengar ini kulihat Listya sudah mulai bisa tersenyum. Melihat moment
ini aku mulai menggoda agar Listya bisa gembira lagi.
“Nah
begitu dong senyum manisnya jangan disimpan terus. Kalau Listya tersenyum dunia
ini juga ikut tersenyum” kataku.
“Ah Pak
Alan bisa aja!” kata Listya kali ini sambil tertawa kecil.
Sungguh
aku menikmati kebahagiaan disore yang cerah itu. Bukan saja karena Listya mau
membuka hatinya kepadaku tapi juga karena Listya mempercayaiku untuk memegang
amanat masalah rumah tangganya. Aku dan Kinanti dianggap Listya sebagai
penasihat dikala dia sedang butuh nasihat. Aku memang harus tetap mensupport
Listya agar tetap tabah menghadapi ujian dan cobaan ini.
Peristiwa
sore itu ku kabarkan pula kepada Kinanti dan malam itu kami mengobrol melalui ponsel.
“Okey
Alan memang akhir-akhir ini Listya sering menelponku dan dia juga sudah cerita
kalau semua curahan hatinya diberitahukan kepadamu. Listya bilang sekarang
rasanya lega karena Pak Alan sudah tahu semua he he he apa itu artinya Alan?”
kata Kinanti mulai menggoda.
“Memang
apa artinya?” tanyaku pura pura bego.
“Artinya
pintu hati Listya sudah terbuka. Siapa yang membukakan pintu itu?. Secara tidak
langsung pintu hati Listya terbuka untuk Alan Erlangga!” kata Kinanti.
“Ngawur
kamu Kinan!” kataku.
“Lho
bukan ngawur. Dengar dulu jangan berfikir negatif. Tidak sembarangan ada
seorang wanita mau memberikan amanat yang sangat rahasia kepada seorang
laki-laki kalau laki-laki tersebut tidak memiliki keistimewaan dalam hatinya” kata
Kinanti.
“Kinan
memang berat bagiku untuk memegang amanat itu hanya jika kau bilang aku
mempunyai kedudukan istimewa dalam hati Listya ha ha ha sangat menghibur
sekali!” kataku.
“Alan
ini fakta lho kamu itu kadang-kadang terlalu polos. Dengar nih, Listya pernah
bilang kepadaku begini, Bu Kinan sungguh beruntung punya calon suami seperti
pak Alan, orangnya baik, tanggung jawab, ramah penuh perhatian. Sudah baik
semua, ganteng lagi…!” kata Kinanti. Mendengar ini aku tertawa.
“Yang
kau ucapkan bagian akhir itu paling-paling tambahan menurutmu Kinan!” kataku
berseloroh.
“Enak
aja sejak kapan aku bilang kamu ganteng?” kata Kinanti pura-pura marah. Kembali
aku tertawa.
“Pokoknya
sekarang lindungi Listya kalau perlu tiap hari kamu telpon hanya ingin memastikan
kalau dia baik-baik saja!” kata Kinanti.
“Okey
Kinan aku akan melindungi dalam tanda kutip sebagai orang yang telah diberi
kepercayaan oleh Listya!” kataku.
Dialog
singkat dengan Kinanti telah membuatku semakin bergairah apalagi Kinanti selalu
memberikan dorongan agar aku harus mulai mau terbuka kepada Listya. Nanti dulu
walau bagaimanapun aku harus tetap ingat bahwa Listya adalah istri Rizal
Anugerah.
Hari ini,
Sabtu sore, semua data sudah selesai diolah dan siap untuk digunakan sebagai
bahan paperku untuk kusampaikan dalam Seminar International Conference Research On Traditional Complementary &
Alternative Medicine In Health Care. Seminar ini bulan depan akan
dilangsungkan di Singapore. Masih ada waktu dua pekan untuk mempersiapkan paper
pendaftaran dan persiapan lainnya.
Dalam dua pekan terakhir ini banyak cerita banyak berita. Sebuah kabar
baik aku terima ketika Listya memberitahukan bahwa operasi cangkok ginjal
suaminya berjalan dengan baik. Alhamdulillah sekarang suaminya sedang memasuki
tahap pemulihan. Seminggu yang lalu memang Listya pernah izin tidak mengikuti
perkuliahan untuk menemani suaminya operasi transplantasi ginjal di Singapore.
Tidak
terasa perkuliahan Program Profesi Apoteker sudah memasuki bulan kedua. Setiap
Rabu itu pula aku bertemu Listya penuh dengan rasa bahagia. Aku juga
kadang-kadang heran hanya bisa bertemu saja dengan Listya sudah membuat aku
merasa bahagia apalagi jika Tuhan menghendaki dia menjadi istriku.
Astagfirullah cepat cepat aku istigfar tidak boleh aku membayangkan hal-hal
seperti itu karena Listya adalah istri Rizal Anugerah. Banyak perubahan yang
terjadi dengan Listya mungkin karena masa kritis suaminya sudah lewat. Tentu
saja hal ini juga membuatku ikut gembira karena Listya sudah bisa menemukan
kembali kegembiraannya. Benarkah Listya sudah menemukan lagi kegembiraannya
hanya karena Rizal suaminya sudah sembuh dari sakitnya?. Ataukah Listya hanya
pasrah saja untuk mengarungi perjalanan hidup rumah tangganya denga Rizal?.
Wanita seperti Listya adalah seorang yang selalu ridho dengan apa yang sekarang
dialaminya sebagai takdir yang harus dijalaninya. Benarkah? Padahal Listya
pernah berkata kepadaku “Bagi saya
sendiri ada hal yang saya tidak tahu apakah ini takdir saya. Apakah saya boleh
berdoa untuk mendapatkan takdir yang lain? Apakah dengan berdoa untuk
mendapatkan takdir yang lain saya akan mendapatkan peringatan dari Allah?”
Ya
itulah kata kata Listya ketika dia menangis tersedu sore hari itu. Listya masih
ingin berdoa untuk mendapatkan takdir yang lain? Takdir yang mana? Tentu saja
hanya Listya yang tahu. Andaikan boleh aku menebak dan mengetahui apa yang
diinginkan Listya tentang takdir yang lain itu. Andaikan, andaikan, oh andaikan
aku tahu.
BERSAMBUNG
Episode 11
No comments:
Post a Comment