Saturday, April 16, 2016

EPISODE CINTA DAISY LISTYA (13)


Foto Hensa



Tantangan 100 Hari Menulis Novel FC
EPISODE CINTA DAISY LISTYA
Oleh Hendro Santoso (Peserta Nomor 27)
Sinopsis
Alan Erlangga adalah sosok yang selama 20 tahun merasa kehilangan Diana Faria, kekasihnya yang harus dipanggil oleh Yang Maha Punya hanya seminggu sebelum hari perkawinan mereka. Merasa kehilangan selama 20 tahun adalah waktu yang lama. Ternyata ALLAH telah mengirim seorang gadis bernama Daisy Listya untuk menggugah hati Alan Erlangga. Daisy Listya adalah seorang gadis cantik, cerdas, berkepribadian luhur, memiliki prinsip hidup, berhasil membuka dan mencairkan kebekuan hati seorang Alan Erlangga. Listya ini yang telah menyadarkannya dari mimpi buruk panjang. Mungkin saja Daisy Listya memang nantinya bukan menjadi teman hidupnya karena seusai Wisuda Sarjana, Listya akhirnya bertunangan dengan pria yang mencintainya bahkan sampai menuju jenjang pernikahan. Menghadapi kenyataan ini Alan Erlangga tidak mampu berbuat apa-apa. Alan hanya pasrah. Cukup baginya bahwa Daisy Listya adalah gadis yang telah mampu membuka hatinya menjadi merasa hidup kembali. Ada pepatah bahwa mencintai itu tidak harus memiliki. Benarkah cinta itu menjadi sangat tinggi nilainya ketika harus mencintai tapi tidak harus memiliki?. Ditengah-tengah kegalauannya tiba-tiba hadir sahabat lamanya bernama Kinanti Puspitasari. Seakan hadir untuk menentramkan hatinya. Saat ini Kinanti memiliki seorang putri yang sedang beranjak remaja. Wanita ini membesarkan putri semata wayangnya sendirian karena suaminya sudah lama meninggal dunia. Kinanti adalah teman Alan sewaktu mereka SMA dan diusia yang sudah tidak muda lagi mereka kembali bertemu. Bagi Alan masa-masa SMA bersama Kinanti begitu indah untuk dikenang karena Alan waktu itu pernah juga jatuh cinta kepada Kinanti walaupun ternyata Kinanti hanya menganggapnya seorang sahabat.
Kepada siapa akhirnya Alan Erlangga melabuhkan hatinya?. Apakah kepada Daisy Listya seperti harapan cintanya selama ini?. Apakah kepada Kinanti?. Simak saja cerita episode demi episode dari Episode Cinta Daisy Listya.





Episode 13

AWAL DARI SEBUAH AKHIR

Sampai saat ini Kinanti masih sering menghubungiku melalui ponsel. Biasanya pada malam hari diatas pk. 22 Kinanti menelpon dan kami akan mengobrol cukup lama. Kinanti memang butuh teman untuk menerima curahan hatinya. Menurut dia hanya aku yang dapat mendengar dan mengerti bagaimana perasaannya yang sedang rapuh ini. Tentang Eko Priotomo rekan sesama Dosen yang bermaksud ingin melamarnya, Kinanti akhirnya sudah memutuskan untuk tidak bersedia dilamar.
“Ya Kinan memang harus tegas jika tidak katakan  tidak jika ya katakan ya. Aku jarang menemukan wanita setegas dirimu!” kataku memuji Kinanti.
Mendengar berita ini anehnya kok hatiku merasa lega seolah olah aku tidak jadi kehilangan Kinanti. Aneh ya he he he.
“Hai Alan aku kok merasakan nada bicaramu seperti bersorak gembira karena aku menolak lamaran Mas Eko?” kata Kinanti mulai bercanda.
“Hah apa betul?  Mungkin juga ya mungkin juga tidak namun jujur saja mendengar berita ini aku seperti menemukan kembali sahabatku yang hilang!” kataku serius.
“Memang sahabatmu hilang dimana?” tanya Kinanti menggoda. Mendengar ini aku hanya tertawa dan Kinantipun ikut dalam tawa yang lepas.

Aku merasakan beban Kinanti sepertinya sudah lepas seakan kini Kinanti kembali terbang bebas dan bisa sekehendak hatinya untuk hinggap di manapun yang dia inginkan. Akankah dia mau hinggap di hatiku?. Mungkinkah Kinanti mau membukakan hatinya untukku?. Lalu apakah aku sudah begitu rela melepaskan harapanku kepada Daisy Listya?. Aku harus berpijak dan bersikap pada realita. Listya itu sudah menikah dengan Rizal sedangkan Kinanti sedang menyendiri. Fakta inilah yang harus aku wujudkan. Setiap aku berfikir seperti itu setiap itu pula aku selalu ingat apa yang dikatakan Kinanti dan juga apa yang pernah dikatakan Listya.
“Bagi saya sendiri ada hal yang saya tidak tahu apakah ini takdir saya. Apakah saya boleh berdoa untuk mendapatkan takdir yang lain? Apakah dengan berdoa untuk mendapatkan takdir yang lain saya akan mendapatkan peringatan dari Allah?”
Demikian kata kata Listya yang selalu terngiang ditelingaku. Listya mengharapkan takdir yang lain bukan takdir menjadi istri Rizal Anugerah?. Takdir yang lain itu takdir yang mana?. Listya tidak berbahagia dalam bahtera rumah tangganya. Aku sendiri tidak tahu harus berbuat apa?. Mungkin hanya sebatas memberi rasa simpati dan nasihat agar Listya bisa selalu bersabar. Hal itu memang tindakkan yang logis dan etis kulakukan tidak boleh lebih jauh mencampuri urusan rumah tangga Listya. Namun yang aneh justru Kinanti punya keyakinan bahwa Listya sangat mencintaiku. Kinanti selalu mendorongku untuk selalu memiliki harapan terhadap Listya. Kinanti terlalu pandai menyembunyikan perasaannya sendiri terhadapku. Aku sendiri memang tidak bisa menebak bagaimana perasaan Kinanti. Demikian pula perasaan Listya. Aku malah bertambah terharu ketika Listya menyimpulkan sendiri bahwa orang yang telah menggugah hatiku yang beku selama dua puluh tahun itu adalah Kinanti. Listya selalu memberiku semangat agar segera menikahi Kinanti.

Ya Allah aku sedang berhadapan dengan dua wanita yang sangat luhur budi. Kinanti Puspitasari dan Daisy Listya. Kecantikan kalian adalah kecantikan yang paripurna.
Di ruang kerjaku itu aku masih termenung. Di hadapanku laptop Jepang itu masih ternganga minta disuapin sesuap dua suap kalimat namun tetap saja masih kubiarkan seperti itu. Tiba-tiba terdengar suara pintu diketuk dan suara lembut mengucapkan salam.
“Wa alaikum salaam! Silahkan masuk!” kataku. Ketika pintu terbuka aku melihat Listya berdiri di sana dengan wajah yang muram.
“Maaf Pak Alan, bolehkah saya masuk?” tanya Listya.
“Listya silahkan duduk!” kataku mempersilahkan untuk duduk di sofa itu.
Listya berjalan menuju sofa kemudian dia mengeluarkan sebuah amplop dari tasnya lalu menyerahkannya  kepadaku. Aku menerima amplop tersebut. Sebuah amplop coklat ternyata berisi beberapa foto. Aku buka satu persatu foto foto itu. Sungguh aku terkejut melihat foto foto itu. Foto foto itu memuat Audray dan aku sedang bercengkrama di sofa ruang tamu Rumah Audray. Aku benar-benar terkejut apalagi melihat phose-phose Audray yang sangat berani dalam foto itu. Dalam foto itu aku sendiri dalam keadaan tertidur.

Ya Tuhan aku baru ingat suatu hari pernah singgah di rumah Audray waktu itu aku memang pernah tertidur karena kelelahan. Apakah saat itu Audray mengambil kesempatan untuk berfoto seperti ini. Lalu apa maksudnya foto foto ini diberikan kepada Listya?. Kulihat Listya masih menatapku tajam. Aku benar benar tidak berdaya menghadapi tatapan mata Listya.
“Listya percayalah saya tidak pernah melakukan seperti apa yang ada dalam foto ini. Apakah foto foto ini dari Audray?” tanyaku.
“Bukan pak Alan, foto foto ini dikirimkan lewat post ke rumahku. Saya seperti tidak percaya melihat foto foto ini. Saya tidak tahu bagaimana perasaan Bu Kinan melihat foto foto ini. Saya tidak mengira pak Alan mau berbuat seperti ini!” suara Listya sambil menangis.
Ya Tuhan kenapa jadi begini. Foto foto itu lalu kembali kumasukkan dalam ampol coklat itu. Kok seperti dalam sinetron saja. Sungguh benar benar mumet, pusing halaaahhh.
“Listya sekali lagi percayalah saya tidak melakukan hal tersebut. Demi Allah saya bersumpah!” kataku benar-benar bersumpah dengan Nama Allah. Jalan satu-satunya untuk meyakinkan Listya memang harus bersumpah atas Nama Allah karena memang aku tidak pernah berbuat. Listya masih menangis tersedu. Aku harus bertemu dengan Audray. Aku yakin saat itu aku diambil fotonya secara diam-diam tanpa sepengetahuanku. Tentu saja aku saat itu sedang tertidur. Benar apa kata Listya andai Kinanti melihat foto foto tersebut entah bagaimana sikapnya kepadaku. Di ruanganku Listya tidak banyak bicara dan setelah tangisnya reda, sebentar kemudian Listya berpamitan. Tinggalah disana aku sendiri dalam kegusaran gara gara foto foto Audray.

Sore itu aku memutuskan untuk menjumpai Audray di rumahnya. Seperti biasa gadis ini menyambutku dengan sangat berlebihan. Aku tetap bersikap biasa.
“Rupanya Profesor kangen sama Audray ya?” kata Audray sambil tangannya meraih pundakku dan dengan sopan kutepiskan tangan Audray.
“Langsung saja ke topik utama Di. Okey?” kataku.
“Wah Topik apa nih?” tanya Audray. Aku segera mengeluarkan amplop coklat berisi foto foto itu. Kulihat Audray membuka amplop dan mengamati foto foto itu. Wajahnya terlihat pucat dan mulai kelihatan ada rasa gugup di wajahnya.
“Bapak dapat dari mana?” tanya Audray.
“Dari Listya!” kataku. Audray tertunduk lalu perlahan foto foto itu kembali di masukkan ke dalam amplop.
“Maafkan saya pak Alan. Saya hanya ingin membuat Listya menjauhi pak Alan. Setiap pembicaraan dengannya, Listya selalu mengatakan bahwa pak Alan adalah orang yang paling dia kagumi. Hal ini yang membuatku panas!” kata Audray dengan suara hampir tak terdengar.
“Di lalu foto foto itu kapan kamu buat?” tanyaku.
“Sewaktu Pak Alan tertidur di sini. Maafkan saya Pak” kata Audray polos. Aku kagum juga dengan kejujurannya. Gadis ini memang posesif sekali namun sebenarnya hatinya jujur. Tapi perbuatannya itu telah meruntuhkan rasa kepercayaanku.
“Okey sekarang saya minta tolong kamu harus jelaskan kepada Listya kejadian yang sebenarnya agar nama saya tidak tercemar seperti ini!” kataku.
“Baik pak Alan. Besok saya akan bicara dengan Listya. Sekali lagi maafkan saya pak. Bagi saya Listya itu wanita lembut yang sempurna. Saya sangat iri kepadanya. Listya sangat mengagumi pak Alan bahkan mungkin dia mencintai pak Alan!” kembali suara Audray agak sendu.
Nanti dulu, apa tidak salah dengar apa yang dikatakan Audray tadi. Listya mencintaiku? Ketika aku ingin menanyakan lebih lanjut kepada Audray kenapa dia bilang, mungkin Listya mencintaiku?. Namun  aku urungkan. Aku tidak mau lagi berlarut larut dengan perasaanku yang selalu gundah tentang Listya. Biarlah jawabannya aku dapatkan sendiri nanti, ya nanti entah kapan.

Kejadian ini benar benar membuatku harus berhati hati dalam bergaul terutama dengan Audray. Rasa percayaku sudah hilang padanya. Sore itu ketika di rumah Audray akupun meminta rekaman digital dari foto foto tersebut lalu kumusnahkan termasuk foto foto yang sempat dicetak itu. Tidak pernah mau aku bayangkan andai Kinanti melihat foto foto itu. Listya saja sudah seperti itu marahnya kepadaku, marah dalam bentuk tangisan dan tatapan mata kesedihan. Begitukah cara marah wanita yang berhati mulia.

Hari ini jadwalku cukup padat, selain mengisi kuliah di program profesi Apoteker juga ada kelas di Pasca Sarjana sampai sore. Baru pukul 17 kurang seperempat aku kembali menuju Ruanganku di Lantai dua Fakultas Farmasi. Segera saja aku berkemas untuk pulang. Suasana Kampus sudah mulai sepi. Aku menuju tempat parkir.   Kunyalakan mobilku dan di sore yang cerah itu ternyata tidak bisa mengurangi rasa lelahku. Terutama rasa lelah psikis.  Seakan sudah menjadi rutinitasku mobil ini meluncur di jalan raya dengan rute yang sama seperti hari hari yang lalu. Rutinitasku di tengah tengah kemacetan. Rutinitasku di rumah yang hanya ditemani Si Mbok seorang pembantu tua yang sudah lama ikut denganku. Kadang ada kejenuhan yang hinggap namun segera saja ku usir jauh jauh. Aku harus menyadari itulah hidup. Dari malam ketemu malam lagi. Dari pagi ketemu pagi lagi.  Dari Kampus ketemu Kampus lagi dan sampailah dipagi yang cerah ini aku sudah duduk manis di ruanganku sambil menyusun agenda hari ini. Tiba-tiba ponselku berbunyi.
“Assalaamu alaikum..Pak Alan!” suara Listya diseberang sana.
“Wa alaikum salaam..Listya ya!” kataku.
“Apakah nanti siang ada waktu luang, saya ingin ketemu Bapak!” tanya Listya.
“Siang nanti? Iya ya ada waktu boleh Listya ketemu saya tapi ketemunya di Lab HPLC saja karena mulai jam sembilan ini saya di sana. Okey saya tunggu di sana Ya Lis!” kataku.
“Baik pak terima kasih!” suara Listya lembut.
Aku sudah bisa menduga Listya akan membicarakan masalah foto foto itu. Mudah-mudahan Audray sudah memberikan klarifikasinya. 

Laboratorium HPLC ini penuh dengan cerita. Di sini dulu aku bercerita tentang Diana Faria kepada Listya. Di sini pula pertama kali aku bertemu Listya sebagai mahasiswi S1 bimbinganku. Siang itu di Laboraorium HPLC ada dua orang mahasiswa yang baru saja merampungkan pekerjaannya untuk sampel-sampel penelitian mereka  sehingga di sana kini hanya tinggal aku dan Listya. Seperti dugaanku semula Listya minta maaf atas kejadian kemarin. Audray sudah menjelaskan semuanya dan nampak ada kelegaan dalam hati Listya. Hal ini aku lihat dari raut wajah wanita ini.
“Pak Alan memang saya tidak akan pernah bercerita tentang foto foto itu kepada Bu Kinan. Apalagi sekarang foto foto itu sudah dimusnahkan oleh Pak Alan!” kata Listya.
“Terima kasih Listya atas pengertianmu. Bu Kinan memang tidak perlu tahu” kataku.
“Pak Alan saya juga minta maaf sudah berfikir yang tidak tidak karena foto foto itu!”  kata Listya.
“Sudahlah Listya, kita akhiri saja persoalan ini tidak usah kita ungkit lagi. Bagi saya kejadian itu adalah kecelakaan yang benar-benar mencemarkan nama baik saya!” kataku. Listya meng iya kan sambil tersenyum manis. Rasanya sudah lama aku tidak pernah menikmati senyum manis Listya.
“Pak Alan ingat enggak pertama kali Bapak membimbing saya di ruangan HPLC ini. Juga ketika Pak Alan bercerita tentang mbak Diana Faria dan kita diskusi tentang rasa memiliki?” kata Listya.
“Tentu saja Listya, tidak mungkin saya melupakan semua yang terjadi di ruangan HPLC ini. Banyak ceritanya!” kataku.
“Ada satu hal lagi Pak. Di ruang ini juga sewaktu Bapak bercerita tentang orang yang menggugah hati Bapak. Waktu itu Bapak tidak mau mengatakan siapa dia eh saya tidak menyangka ternyata orangnya adalah Bu Kinanti!” kembali suara Listya.
Aku tertegun beberapa saat mendengar pernyataan Listya. Rasanya aku ingin berteriak dan mengatakan yang sebenarnya kepada Listya. Ya Allah apakah ini saatnya aku berterus terang kepadanya. Aku harus jujur kepadanya sekaligus jujur kepada diriku sendiri. Setelah aku mengatakan isi hati ini aku harus mampu mengendalikan diriku dan kembali kepada realita.
“Pak Alan kenapa melamun?” suara Listya mengagetkanku. Aku memandang wanita cantik ini dengan rasa kagum.
“Listya!”  kataku memandangnya dan Listya juga menatapku. Ya Allah mata itu mata Diana Faria. Aku seakan berhadapan dengan Diana Faria. Betapa cintaku padanya tidak pernah luntur oleh waktu dan hanya Daisy Listya ini yang telah mengajakku kembali kepada kenyataan.
“Saya ingin mengatakan sesuatu!” kataku sambil kupegang kedua tangannya. Listya hanya menatapku penuh haru seakan akan dia seperti sudah tahu apa yang mau kukatakan.
“Saya ingin mengatakan kepadamu siapa yang telah menggugah hati yang selama ini tertidur dua puluh tahun!” kataku perlahan. Listya masih terdiam menatapku. SubhanAllah aku begitu dekat menatap wajahnya. Kecantikan wajah berbalut jilbab dari wanita di depanku ini sungguh menakjubkan. Wajah yang teduh membawa kedamaian hati. Allah memang Maha Pencipta.
“Orang yang telah menggugah hati saya itu bukan Kinanti Puspitasari. Dia adalah seorang wanita yang lembut hatinya, ramah dan santun tutur katanya, manis senyumnya. Wajahnya memiliki aura kecantikan yang tulus dan sekarang orangnya ada di depanku ini!” kataku sambil kutatap tajam Listya.
Aku melihat bibir Listya menyebut namaku pelan, pelaaaan sekali. Ada setitik butir air mata jatuh ke pipinya. Listya masih memandangku dengan mata yang berkaca-kaca.
“Pak Alan apakah saya sedang bermimpi?” kata Listya.
“Tidak Listya. Dari sejak pertama saya bertemu saya seakan sudah menemukan pengganti Diana Faria. Dulu pertama kali bertemu denganmu saya sudah menjadi pengagummu!” kataku.
“Pak Alan kenapa Bapak baru mengatakannya sekarang? Kenapa pak Alan!” Listya mulai terisak.
“Saya juga mengagumi pak Alan dari sejak pertama bertemu pada kuliah pertama dulu!” kata Listya.
“Maafkan saya Listya dengan kejujuran ini. Saya sangat menyadari cinta saya ini tidak mungkin terwujud karena Listya sudah menjadi milik orang lain!” kataku.

Listya masih terisak entah apa yang dirasakannya sekarang setelah mendengar bahwa aku memang mencintainya. Ada rasa sesal yang sebenarnya tidak perlu terjadi. Bolehkah aku be andai andai jika dulu aku sudah mengatakan cintaku padanya apakah Listya ditakdirkan menjadi istriku?. Pertanyaan yang jawabannya juga tidak mudah.
“Pak Alan sesungguhnya cinta itu mulai tumbuh saat saya menjadi mahasiswi bimbingan Bapak. Sejak saya tahu kalau Bapak ternyata masih sendiri. Saya juga bisa merasakan perhatian Bapak begitu besar kepada saya. Waktu itu banyak mimpi yang ingin saya raih banyak harapan yang ingin saya dapat tapi ternyata saya hanya mendapatkan takdir yang sekarang ini harus saya jalani!” kata Listya berusaha tegar.

Aku benar-benar tertegun dan membisu. Tak kuasa rasanya aku harus berkata apa. Sungguh tidak pernah aku bayangkan akan seperti ini jadinya.
“Pak Alan kita harus tegar menghadapi kenyataan ini biarlah cinta kita tertulis dalam catatan Malaikat Roqib. Daisy Listya juga harus ikhlas menerima takdirNya menjadi istri Rizal Anugerah!” suara Listya nampak tabah namun aku melihat mata itu masih penuh dengan butir air mata kepedihan.
“Pak Alan maukah Bapak memenuhi satu permintaan saya?” kata Listya.
“InsyaAllah Lis. Apa itu?” tanyaku.
“Menikahlah dengan Bu Kinanti. Hanya ini pak yang bisa mengobati rasa pedihnya hati saya. Pak Alan harus tahu biarkan cinta saya terwakili oleh Bu Kinan!” Listya semakin terisak.

Maka sore itu jiwaku begitu pedih harus menghadapi kenyataan ini. Aku pulang dengan membawa kepedihan yang dalam. Di tengah kemacetan arus lalu lintas kota Surabaya, lagu Air Supply-Goodbye dari tape mobilku, mengalun merdu namun memilukan hati.
I would rather hurt myself. Than to ever make you cry. There's nothing left to try. Though it's gonna hurt us both. There's no other way than to say good-bye.
Malam itupun aku tidak bisa memejamkan mataku hingga dini hari. Kinanti dan Listya selalu berganti ganti memenuhi pikiranku. Aku harus kembali berpijak pada fakta apalagi bila kuingat apa yang dikatakan Listya : “Pak Alan kita harus tegar menghadapi kenyataan ini biarlah cinta kita tertulis dalam catatan Malaikat Roqib. Seorang Daisy Listya juga harus ikhlas menerima takdirNya menjadi istri Rizal Anugerah!”
Biarlah cinta kita tertulis dalam catatan Malaikat Roqib. Ya Allah betapa luhur budi dan hati Listya. Aku teringat Daisy Listya sedang menulis novel yang judulnya masih dirahasiakan. Mungkinkah ini bagian akhir dari novelnya atau masih awal dari sebuah akhir.

Sungguh sungguh aku benar benar tidak tahu.


BERSAMBUNG Episode 14

Thursday, April 14, 2016

EPISODE CINTA DAISY LISTYA (12)


Foto Hensa




Tantangan 100 Hari Menulis Novel FC
EPISODE CINTA DAISY LISTYA
Oleh Hendro Santoso (Peserta Nomor 27)
Sinopsis
Alan Erlangga adalah sosok yang selama 20 tahun merasa kehilangan Diana Faria, kekasihnya yang harus dipanggil oleh Yang Maha Punya hanya seminggu sebelum hari perkawinan mereka. Merasa kehilangan selama 20 tahun adalah waktu yang lama. Ternyata ALLAH telah mengirim seorang gadis bernama Daisy Listya untuk menggugah hati Alan Erlangga. Daisy Listya adalah seorang gadis cantik, cerdas, berkepribadian luhur, memiliki prinsip hidup, berhasil membuka dan mencairkan kebekuan hati seorang Alan Erlangga. Listya ini yang telah menyadarkannya dari mimpi buruk panjang. Mungkin saja Daisy Listya memang nantinya bukan menjadi teman hidupnya karena seusai Wisuda Sarjana, Listya akhirnya bertunangan dengan pria yang mencintainya bahkan sampai menuju jenjang pernikahan. Menghadapi kenyataan ini Alan Erlangga tidak mampu berbuat apa-apa. Alan hanya pasrah. Cukup baginya bahwa Daisy Listya adalah gadis yang telah mampu membuka hatinya menjadi merasa hidup kembali. Ada pepatah bahwa mencintai itu tidak harus memiliki. Benarkah cinta itu menjadi sangat tinggi nilainya ketika harus mencintai tapi tidak harus memiliki?. Ditengah-tengah kegalauannya tiba-tiba hadir sahabat lamanya bernama Kinanti Puspitasari. Seakan hadir untuk menentramkan hatinya. Saat ini Kinanti memiliki seorang putri yang sedang beranjak remaja. Wanita ini membesarkan putri semata wayangnya sendirian karena suaminya sudah lama meninggal dunia. Kinanti adalah teman Alan sewaktu mereka SMA dan diusia yang sudah tidak muda lagi mereka kembali bertemu. Bagi Alan masa-masa SMA bersama Kinanti begitu indah untuk dikenang karena Alan waktu itu pernah juga jatuh cinta kepada Kinanti walaupun ternyata Kinanti hanya menganggapnya seorang sahabat.
Kepada siapa akhirnya Alan Erlangga melabuhkan hatinya?. Apakah kepada Daisy Listya seperti harapan cintanya selama ini?. Apakah kepada Kinanti?. Simak saja cerita episode demi episode dari Episode Cinta Daisy Listya.





Episode  12
BANDUNG KEMBALI BERBUNGA

Selesai mengikuti Seminar di Singapore, Pesawat dari sebuah Maskapai Negeri Jiran  itu membawaku mendarat di Bandara Husein Sastranegara Bandung pada sore yang cerah itu. Aku memang sudah berniat akan mampir ke Bandung untuk menengok Ibu mumpung ada kesempatan karena terakhir ke Bandung sudah hampir sekitar 7 bulan yang lalu. Niat yang lain tentu saja aku ingin ketemu Kinanti sesuai pesannya kepadaku bahwa Kinanti ingin ketemu untuk sekedar diskusi soal teman Dosennya yang mau melamarnya. Setelah selesai mengurus administrasi keimigrasian aku langsung menuju Pintu keluar dan kulihat di sana Kinanti sudah menunggu.
“Assalaamu alaikum Profesor bagaimana penerbangan Anda cukup nyaman dan menyenangkan? Saya siap menjemput dan mengantar kemana Profesor mau ?” kata Kinanti bercanda sambil tertawa riang.
“He he he Terimakasih Bu Kinan!” jawabku. Kami berjalan menuju Tempat Parkir yang jaraknya hanya 50 meter dari Teras Utama Bandara. Sore hari itu kami meluncur ditengah lalu lintas kota Bandung yang sudah terbiasa macet. Baru masuk jalan Pajajaran saja kemacetan sudah mulai terasa tapi aku lihat Kinanti sudah terbiasa dengan kemacetan ini seperti halnya aku di Surabaya.
“Sudah biasa Alan tiada hari tanpa macet. Setiap pagi aku berangkat kerja selalu bertemu dengan macet mulai keluar Arcamanik masuk Antapani, Jalan Jakarta sampai Jalan Juanda masuk Ganesha. Inilah Bandung!” kata Kinanti.
“Iya Kinan hampir semua kota di Indonesia mempunyai problem sama  kemacetan lalu lintas. Anehnya walaupun semua sudah tahu apa masalahnya tapi solusinya masih belum juga ditemukan. Jikapun ada solusi tapi tidak pernah ada action nya!” kataku. Kinanti hanya menjawab dengan tertawa kecil.
“Alan tadi malam Listya telpon aku!” kata kinanti mengalihkan pembicaraan.
“Oh ya ada berita apa?” tanyaku penasaran.
“Kok kamu seperti kaget gitu Al?” kata Kinanti.
“Lho bukan kaget tapi penasaran karena beberapa hari terakhir ini Listya sangat jarang ketemu kecuali di kelas kuliah. Listya selalu diantar dan dijemput Rizal suaminya!” kataku.
“Iya Listya juga cerita kalau sekarang suaminya sudah kembali sehat namun Listya masih sering curhat tentang pernikahan mereka. Namun ada yang lebih penting dari itu yang ingin aku tanyakan padamu Al!” kata Kinanti.
“Apa itu Kinan?” tanyaku.
“Profesor sekarang sedang dekat dengan mahasiswi yang bernama Audray?” kata Kinanti. Mendengar ini sungguh aku terkejut dan mendengar nada bicara Kinanti ada rasa cemburu yang mendalam. Aku yakin Listya sudah bercerita banyak kepada Kinanti soal Audray. 
“Listya cerita padaku Al. Listya sendiri mengetahui hal ini justru dari Audray yang banyak bercerita tentangmu!” kembali kata Kinanti.
“Audray bercerita apa tentang aku?” tanyaku.
“Audray bercerita kepada Listya bahwa Profesor Alan sudah sering berkunjung ke rumahnya sudah dikenalkan dengan orang tua Audray dan mereka merestui hubungan kalian. Listya protes dan bilang padaku mengapa bu Kinan diam saja!” kembali suara Kinanti. Aku sementara ini tetap diam biar semua cerita tentang Audray terkuak semua.
“Oh ya Alan secara pribadi aku sebenarnya tidak boleh mencampuri urusanmu tapi aku juga sebagai sahabat tidak mau diam saja hanya ingin mengingatkan jangan jadikan seorang wanita hanya sebagai pelarian!” kata Kinanti.
Kata-kata ini benar-benar menusuk rusuk jantungku. Aku seperti baru tersadar bahwa Audray bukan untuk pelarianku dari ketidak mampuanku meraih cinta Daisy Listya. Tentu saja ini juga berlaku bagi Kinanti tidak boleh menjadi pelarianku.
“Okey Kinan terima kasih telah mengingatkanku. Akhir-akhir ini memang aku sering pergi dengan Audray sudah pula ketemu Om dan Tantenya bukan orang tuanya. Audray di Surabaya tinggal di rumah Om dan tantenya sedangkan orang tuanya ada di Malaysia!” kataku. Semua sosok Audray kujelaskan secara lengkap kepada Kinanti.  Kinanti mendengar semua penjelasanku dengan seksama.
“Ya Alan aku percaya kepadamu bahwa cerita Audray kepada Listya sudah banyak dengan bumbunya. Justru ini yang kembali membuatku yakin bahwa Listya sungguh mencintaimu. Listya merasa cemburu dengan kedekatanmu dengan Audray. Melihat kau dekat dengan Audray, dia selalu menghindar darimu!” kata Kinanti. Mungkin benar juga apa yang dikatakan Kinanti. Memang Listya setiap selesai mengikuti kuliahku selalu bergegas meninggalkan ruangan.
“Namun selama ini Listya kan menganggapku adalah calon istrimu maka dia pun memiliki kesan bahwa kau sudah menghianatiku. Listya seakan melaporkan perbuatanmu kepadaku!” kata Kinanti. Wah benar juga nih jangan-jangan memang aku sudah di cap sebagai seorang penghianat. Aku hanya terdiam membisu sementara tanpa terasa perjalanan sudah hampir sampai di depan rumah Ibuku. Mobil itu berhenti persis di depan pintu pagar.
“Kinan terimakasih ya. Mau mampir ketemu Ibu?” kataku.
“Okey Alan terimakasih lain kali saja. Salam untuk Ibu. Oh ya jangan lupa kutunggu  di Arcamanik!” kata Kinanti.
“Siap Bos segera meluncur ke sana!” kataku. Dengan mengucap salam akhirnya Kinantipun kembali meluncur menuju ke tengah tengah kemacetan Kota Bandung. Aku segera bercengkrama dengan Ibu. Alhamdulillah Ibu tetap sehat pada usia beliau yang ke 80 ini. Rasa syukur harus kupanjatkan kepadaNya atas semua karunia dan kasih sayangNya.
Malam itu di Rumah Kinanti kami mengobrol di ruang tamu. Intan sempat ikut mengobrol walau hanya sebentar kemudian dia pamit untuk belajar. Bapak dan Ibu nya Kinanti juga menyambut hangat kunjunganku ini karena lama memang kami tidak bertemu. Kinanti mulai bercerita tentang teman sesama rekan dosen di Kampus namanya Eko Priotomo. Kinanti mengenalnya sudah cukup lama karena dulu sama sama mengambil program S3. Eko Priotomo juga sudah dikenal baik oleh keluarga Kinanti. Sekarang Eko berstatus seorang duda hampir tiga tahun yang lalu istrinya sudah tiada karena penyakit kanker payudara. Eko memiliki dua orang anak putra dan putri seusia Intan. Mendengar cerita Kinanti tentang Eko Priotomo aku punya kesan bahwa Eko berasal dari keluarga baik baik dengan rumah tangga yang harmonis. Apalagi yang harus dipertimbangkan oleh Kinanti. Mereka sungguh merupakan pasangan yang ideal. Ketika hal ini kusampaikan kepada Kinanti, wanita cantik ini menjawab :
“Tidak semudah itu Alan. Sudah lama aku mencoba meyakinkan diriku namun selalu saja aku tidak mampu menemukan jawabannya !” demikian kata Kinanti.
“Apakah Intan sudah diajak untuk bicara mengenai hal ini?” tanyaku.
“Sudah dan dia hanya mengatakan terserah Ibu. Sebenarnya ini bukan jawaban yang kuinginkan. Intan tidak menjawab dengan tegas ya atau tidak!” kata Kinanti.
“Memang sebaiknya harus ditanyakan pada hatimu sendiri Kinan. Walaupun aku mengatakan persetujuanku tapi tetap hatimu yang berhak untuk menjawab dan memutuskan!” kataku.
Kinanti hanya terdiam, kulihat tatapannya hampa. Wanita ini seolah menyimpan beban yang harus segera dilepaskan. Aku juga benar-benar tidak tahu bagaimana membantu melepaskan beban Kinanti.
“Kinan perlu kau ketahui bagiku pilhanmu adalah kebahagiaan, maka selama yang kau pilih adalah kebahagiaan maka aku akan selalu mendukungmu. Ingat aku adalah sahabat sejatimu seperti selalu kau katakan juga kepadaku!” kataku.
“Iya Alan terimakasih!” kata Kinanti dan ya Allah ada tetesan air mata mengalir di pipinya. Kinanti terisak dan aku hanya tertegun memandang wajah cantiknya beurai air mata. Aku menyodorkan selembar tissue kepada Kinanti.
“Maaf Alan aku terharu dengan kata-katamu bahwa kita adalah sahabat sejati dan aku jadi teringat dulu ketika aku mengatakan hal itu padamu!” kata Kinanti sambil mengusap air matanya dengan tissue yang kuberikan tadi.
“Kinan, memang masa masa SMA dulu adalah masa masa yang paling indah untuk dikenang!” kataku perlahan.
“Dan kau pasti mengatakan bahwa akulah satu-satunya gadis waktu itu yang berani menolak cintamu!” suara Kinanti kembali sendu.
“Oh bukan itu yang indah harus ku kenang tapi masa masa persahabatan kita yang penuh dengan ketulusan!” kataku. Kulihat Kinanti sudah kembali tersenyum.
“Alan, memang kamu adalah sahabat sejatiku!” kata Kinanti sambil tersenyum walaupun di pipinya masih ada sisa air mata. Wajah cantik Kinanti dengan air mata dipipinya ah andai aku seorang pelukis maka akan kulukis wajah cantik itu menjadi karya yang sangat artistic. Saking kagumnya aku memandang wajah cantik Kinanti sehingga tanpa sadar aku berkata :
“Kinan kalau lagi menangis malah tambah cantik!”
“Nah mulai playboy nya kumat!” kata Kinanti sedikit marah tapi aku lihat ada rona merah dipipinya. Kinanti terlihat senang dengan pujianku yang jujur.
“Aku kan boleh mengagumi kecantikan sahabatnya!” kataku tambah menggoda.
“Sudah Alan jangan ngaco terus!” kata Kinanti menggerutu. He he he aku tertawa kecil melihat Kinanti salah tingkah.
Malam itu rasanya berlalu begitu cepat. Tidak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 23.00 dan tentu saja aku harus segera berpamitan kepada Kinanti. Besok siang aku harus segera kembali ke Surabaya.
“Alan selamat jalan maaf aku besok tidak bisa mengantarmu ke Bandara Husein. Kalau ketemu Listya salam dariku. Bilang padanya Bu Kinan kangen!” suara Kinanti.
“Okey Boss nanti aku sampaikan untuk Listya. Bu Kinan tidak ada pesan untuk Profesor Alan?” kataku kembali menggoda.
“Ada tolong bilang kepada Profesor Playboy jangan sering-sering memuji kecantikan sahabatnya!” kata Kinanti sambil tersenyum manis. Ya Tuhan itu adalah senyum manis Kinanti seperti ketika ia masih SMA dulu senyum yang selalu aku kagumi.
“Baik Bu Kinan pesannya akan aku sampaikan kepada Profesor Playboy!” kataku sambil tertawa dan sebuah cubitan mendarat diperutku.
Malam yang sangat mengesankan bagiku dan mungkin juga bagi Kinanti. Aku juga merasakan bahwa Kinanti tidak ingin menerima lamarannya Eko Priyotomo sesama rekan Dosen di Kampusnya untuk menjadi suaminya. Anehnya aku malah gembira Kinanti tidak jadi menikah dengan Eko Priyotomo. Aku juga punya kesan Kinanti memang butuh orang yang pernah dekat dengannya. Kinanti adalah tipe orang yang selalu percaya kepada sahabat atau teman yang dulu sudah teruji kesetiaannya. Ha ha ha jangan-jangan aku ini ternyata cuma gede rasa alias ge-er.
Entahlah perasaanku mengatakan Kinanti mencintaiku. Andai itu terjadi apakah aku harus bersama Kinanti? Bagaimana dengan Listya harapanku yang masih tetap menjadi harapan. Ingat Alan bahwa Listya adalah istri Rizal Anugerah. Ya itulah realitanya sedangkan Kinanti belum menjadi milik siapa-siapa. Jadi?.


BERSAMBUNG Episode 13