Saturday, April 23, 2016

EPISODE CINTA DAISY LISTYA (15)

Foto Hensa



Tantangan 100 Hari Menulis Novel FC
EPISODE CINTA DAISY LISTYA
Oleh Hendro Santoso (Peserta Nomor 27)
Episode 15
KINANTI DI HATIKU

Pada usia  yang ke 45 ini, Kinanti masih tetap cantik walaupun kini sudah memiliki putri yang berusia remaja. Kinanti lebih muda  setahun  dari usiaku. Memiliki wajah khas Sunda dengan kulit kuning langsat. Matanya yang indah dan senyumnya yang ramah menambah karakter kecantikannya semakin sempurna. Wanita diciptakan Allah untuk cantik dan kecantikan yang sejati adalah kecantikan yang bisa dirasakan dengan hati. Wanita tidak boleh menyalahi kodratnya untuk cantik.
Aku teringat saat Kinanti remaja SMA dulu. Gadis ceria yang cerdas, cantik, ramah penuh dengan pesona.  Saat itu tahun masih 80- 90 an ketika kami masih duduk di kelas dua SMA. Masih terbayang Kinanti dengan seragam putih abu abunya adalah seorang gadis remaja ibarat bunga yang sedang mekar. Harum bunga dan keindahannya menyebar kemana mana. Tentu banyak kumbang di sekitarnya yang ingin hinggap untuk meraih sari madunya. Salah satunya adalah aku. Memang sewaktu SMA dulu aku sangat mengagumi kecantikan Kinanti dan kepribadiannya yang lembut. Aku teringat waktu itu mencoba untuk mendekati Kinanti bukan untuk main-main seperti terhadap gadis-gadis lainnya. Kinanti adalah gadis yang istimewa bagiku. Sebenarnya aku mengutarakan cintaku pada Kinanti waktu itu benar-benar keluar dari lubuk hatiku yang terdalam. Namun aku juga memaklumi saat Kinanti menolak dengan halus karena memang reputasiku yang membuat Kinanti tidak percaya padaku. Aku jadi teringat ketika pertama kali lagi bertemu dengan Kinanti di sebuah Simposium Farmakologi di  Bandung, ada dialog yang menarik.
“Ngomong-ngomong kamu jadinya sama siapa?. Arinta, Riana, Jesica, Eva, Dian, Dinda, Anita...ha ha ha cewek-cewekmu masih ada dalam daftarku. Buntutmu sudah berapa?. Dulu pernah bilang mau bikin anak yang banyak!”kata Kinanti saat itu  dengan nada canda.
Waktu itu aku hanya tertawa ketika Kinanti menyebut nama-nama gadis yang pernah menjadi pacarku. Memang masa-masa SMA selalu penuh dengan kenangan. Entah sudah berapa puluh tahun aku tidak bertemu dengan Arinta, Riana, Jesica, Eva, Dian, Dinda dan Anita. Terakhir aku bertemu Arinta dalam Reuni. Saat itu Kinanti tidak hadir dalam reuni SMA tersebut. Aku lupa reuni itu tahun berapa yang jelas aku sudah menjadi Dosen di Surabaya dan Diana Faria masih mendampingiku.  Saat itu Arinta didampingi suaminya. Mereka kelihatan bahagia. Riana dan Jesica juga saat reuni itu hadir. Eva, Dian, Dinda dan Anita sampai sekarang aku belum pernah bertemu, mudah-mudahan mereka berbahagia dengan keluarganya masing-masing. Bagiku lembaran masa SMA itu indah ataukah malah lembaran hitam karena sering menyakiti hati wanita?. Aku sudah memohon ampunanNya dan berusaha melupakan lembar-lembar hitamnya. Jika saat itu Kinanti Puspitasari menolak cintaku tentu sangat wajar karena itu dalam pikiran Kinanti cinta Alan Erlangga ini yang ke berapa. Sebenarnya bagi wanita cukup hanya mengharapkan cinta terakhir dari seorang lelaki tidak pernah peduli cinta yang keberapa. Namun apa betul begitu?. Aku tidak tahu.
“Alan lebih baik kita bersahabat seperti selama ini!” kata Kinanti saat itu. Penolakkan yang sangat halus dan Kinanti adalah satu satu gadis saat itu yang tidak bisa aku tundukkan. Cap playboy Alan Erlangga saat itu yang telah merusak pendekatanku kepada Kinanti. Aku benar-benar ditolak oleh  Kinanti. Sebenarnya inilah cinta pertamaku yang kandas. Kinanti adalah cinta pertamaku. Ya benar. Aku baru menemukan lagi cintaku ketika Diana Faria memberikannya kepadaku dengan ketulusan sepenuh hatinya. Ketika hidupku penuh dengan cinta ini ternyata Allah menghendaki cinta yang lain. Allah pun mengambil apa yang dimilikiNya. Aku  harus rela kehilangan cintaku lalu ketika aku menemukan sebuah cinta dalam diri Daisy Listya ternyata Allah pun memiliki rencana yang lain. Apakah aku harus kembali menyentuh cinta pertamaku dari seorang Kinanti Puspitasari?. Pertanyaan sesungguhnya sudah terjawab karena Kinanti sudah bersikap tegas. Coba simak apa yang dikatakannya kepadaku.
  ”Alan maafkan karena aku tidak bisa menggantikan cinta Listya. Cintanya sangat luhur kepadamu. Bagiku yang terbaik buatmu adalah sahabatmu!”
Aku pikir benar apa kata Kinanti lebih baik bersahabat. Hubungan yang tulus tanpa pamrih adalah persahabatan. Paling tidak hubungan yang tidak pernah berujung pada kebencian adalah persahabatan. Cinta dan benci perbedaannya hanya tipis sekali dalam hubungan kekasih seperti sebuah kata bijak "Cintailah apa yang kau cintai sewajarnya, mungkin suatu hari ia akan menjadi sesuatu yang kau benci. Bencilah apa yang kau benci sewajarnya, mungkin suatu hari ia akan menjadi sesuatu yang kau  cintai"

Entah kenapa aku tiba tiba saja teringat teman Kinanti sesama rekan dosen di Kampus namanya Eko Priotomo. Kinanti mengenalnya sudah cukup lama karena dulu sama sama mengambil program S3. Eko Priotomo juga sudah dikenal baik oleh keluarga Kinanti. Sekarang Eko berstatus seorang duda hampir tiga tahun yang lalu istrinya sudah tiada karena penyakit kanker payudara. Eko memiliki dua orang anak putra dan putri seusia Intan. Eko ini sudah mencoba ingin melamar Kinanti untuk menjadikannya sebagai teman hidup Eko. Namun Kinanti tidak bersedia atau mungkin belum bersedia.
“Tidak semudah itu Alan. Sudah lama aku mencoba meyakinkan diriku namun selalu saja aku tidak mampu menemukan jawabannya, ” demikian kata Kinanti waktu itu ketika aku menanyakan kesiapannya untuk menerima lamaran Eko. Sebenarnya apa yang kurang dari Eko Priotomo. Seorang Doktor Farmasi lulusan luar negeri, dosen di sebuah Perguruan Tinggi Top di Bandung. Kesan pertama ketika aku pertama kali mengenalnya, Eko adalah seorang yang ramah. Saat itu aku diperkenalkan oleh Kinanti ketika aku berkunjung ke rumah Kinanti dan kebetulan Eko ada di sana.
“Oh ini pak Alan yang sering diceritakan mbak Kinan itu?” kata Eko.
“Wah pak Eko, apa betul Kinan suka menceritakan saya?” kataku sambil melirik Kinanti. Nampaknya Kinanti bereaksi cepat dengan raut wajah tersipu.
“Alan maksud Mas Eko, aku pernah bercerita tentang kamu, teman sekolahku dulu yang sekarang masih tetap jomblo padahal dulu ceweknya banyak!” kata Kinanti melirik kepadaku sambil tersenyum. Mendengar ini aku tertawa demikian pula Eko. Begitulah salah satu keakraban Eko. Aku sendiri heran mengapa Kinanti menghindari lamaran Eko. Apakah mungkin masih mencintai mendiang suaminya?. Ya mungkin juga seorang wanita tidak mudah melupakan semua kenangan indah dalam hidupnya apalagi kenangan kebahagiaan bersama suami tercinta.
Tiga tahun sudah Kinanti menyendiri. Tiga tahun tidak ada artinya apa apa dibandingkan tahun tahun sebelumnya ketika mendiang suaminya masih mendampinginya. Memang tidak mudah melupakan kenangan indah itu. Mungkin saat ini bagi Kinanti belum ada seorang lelaki yang layak mengisi ruang kosong dihatinya yang dulu diisi cinta mendiang suaminya. Kinanti Puspitasari wanita tegar mandiri dengan karirnya yang sukses. Reputasinya sebagai dosen sangat berkelas  karena kecerdasannya. Wanita cantik seperti Kinanti harus mendapatkan Pendamping yang layak dan setara dengannya. Aku pikir Eko Priotomo memenuhi kriteria setara tersebut namun Kinanti telah menampiknya. Lalu sebenarnya siapa yang sedang kau tunggu Kinanti?.

Beberapa hari terakhir ini aku merasakan Kampus ini begitu sepi. Padahal setiap aku mengisi kuliah yang hadir sekitar 50 orang lebih mahasiswa. Seharusnya aku tidak merasa kesepian. Mungkin karena aku sudah tidak lagi menemukan Daisy Listya diantara mahasiswa tersebut. Ya mungkin itu. Daisy Listya yang sudah menjadi masa lalu. Tiba-tiba ponselku berdering. Oh Kinanti.
“Assalaamu alaikum Kinan!” sapaku.
“Wa alaikum salaam..Alan sedang sibuk ya!”
“Tidak juga aku baru saja mengisi kuliah sekarang sudah di Ruang kerjaku! Aku sedang melamun” kataku.
“Melamun tentang Listya?” suara Kinanti menebak.
“Kok kamu tahu?. Tidak juga karena selain Listya juga melamun tentang Kinanti Puspitasari!” kataku mulai menggoda. Terdengar suara tawa kecilnya Kinanti diseberang telpon sana. Aku juga ikut tertawa.
“Alan jangan coba coba merayuku ya aku sudah hafal rayuan playboy mu!” kembali suara Kinanti sambil tertawa.
“Okey Kinan aku sudah kehilangan akal bagaimana caranya merayumu!” kataku. Suara tawa kecil Kinanti masih terdengar menimpali kata kataku ini.
“Alan kamu pasti kaget sekarang aku sedang di Malang!”.
“Kinan jangan bercanda ah!”
“Benar kan kamu pasti kaget! Pasti lebih kaget lagi sekarang aku bersama Listya!” kata Kinanti mantap. Sungguh benar-benar aku tercengang benarkah?
“Hah Kinan sudahlah jangan bercanda begitu!”  kataku tenang namun sebenarnya sangat penasaran apa benar Kinanti sedang bersama Listya di Kota Malang.
“Kalau kamu tidak percaya ini handphone ini aku berikan kepada Listya biar kamu bisa ngomong sendiri!” kembali suara Kinanti membuatku bertambah penasaran.
“Assalaamu alaikum pak Alan. Masih hafal suara saya?” suara lembut yang sangat kurindukan setiap saat dan saat ini ada dalam telingaku. Ya suara Daisy Listya.
“Listya wa alaikum salam!” aku rasanya agak gugup juga mungkin karena rasa rindu yang sudah sekian lama kepadanya.
“Bagaimana kabar pak?”
“Alhamdulillah baik baik Lis. Bagaimana juga kabarmu dan Mas Rizal?”
“Alhamdulillah kami juga baik baik. Rasanya lama sekali kita tidak jumpa ya Pak sejak terakhir acara pelepasan Program Profesi Apoteker itu!”
“Iya Listya sudah lama sekali namun yang penting kita masih saling mendoakan dari jauh!”  kataku. Rasanya dialog ini begitu kaku. Aku kembali teringat kenangan indah bersama Daisy Listya. Jika teringat semuanya maka aku merasakan hanya ada kepedihan dalam hati ini.

Rupanya Kinanti sedang ada acara seminar di salah satu Hotel di Malang. Kinanti menyempatkan menelpon Listya dan mereka bertemu di Hotel itu. Setelah acara seminar itu Kinanti langsung kembali ke Bandung melalui Bandara Juanda. Sebenarnya Kinanti ingin bermalam di Surabaya sekalian bertemu denganku namun besoknya Kinanti ada acara Raker di Bandung. Bagaimanapun pembicaraan singkat dengan Listya melalui HP Kinanti itu bagiku hanya menambah rasa pedih karena ketidak berdayaanku memiliki cinta Listya. Aku masih berharap ada cerita lanjutan dari Kinanti tentang Daisy Listya sewaktu mereka bertemu di Malang.

Minggu depan aku harus ke Bandung kebetulan di akhir pekan itu Ibuku ulang tahun. Saat itu adalah waktu yang baik untuk mengajak Kinanti bertemu Ibu dan sekalian juga bisa ketemu adik-adikku yang lain. Biarlah rencana ini tidak aku ceritakan kepada Kinanti. Saat nanti di Bandung aku akan memberi kejutan kepadanya. Saat itu pula mudah-mudahan aku bisa mendengar cerita lengkap dari Kinanti tentang Listya.

Ternyata tidak mudah untuk melupakanmu Daisy Listya.


BERSAMBUNG Episode 16

Tuesday, April 19, 2016

EPISODE CINTA DAISY LISTYA (14)

Foto Hensa



Episode 14. SINOPSIS MASA LALUKU

Sudah 20 tahun aku merasa kehilangan Diana Faria, kekasihku yang harus dipanggil oleh Yang Maha Punya hanya seminggu sebelum hari pernikahan kami. Merasa kehilangan selama 20 tahun adalah waktu yang lama. Seperti apa cintaku kepada Diana Faria sehingga selama 20 tahun itu aku benar-benar menutup pintu untuk seorang wanita. Sungguh bagiku Diana Faria adalah wanita yang tidak akan mudah tergantikan. Saat itu Diana Faria adalah calon istriku, calon ibu dari anak-anakku. Diana Faria mungkin bukan cinta pertamaku namun saat itu dialah cinta terakhirku. Jika aku harus mengakui cinta pertamaku adalah Kinanti Puspitasari.

Malam sebelum kejadian kecelakaan lalu lintas itu aku sempat bersama Diana Faria di Beranda rumahnya. Sekaligus itulah malam terkahir aku berbincang dengannya. Topik perbincangan kami waktu itu adalah tentang anak laki-laki dan perempuan.
“Diana apa yang kau inginkan jika nanti dikaruniai seorang anak?” tanyaku.
“Aku maunya anak laki-laki biar bisa menyaingi kegantengan Ayahnya!” kata Diana sambil tersenyum manis.
“Kalau begitu aku ingin anak perempuan biar bisa mengalahkan kecantikan Ibunya!” kataku tidak mau kalah. Kami akhirnya hanya tertawa riang karena tidak ada yang mau mengalah.
Malam itu Diana begitu riang tidak seperti biasanya. Aku hanya berfikir wajar karena hari pernikahan kami hanya tinggal seminggu lagi. Namun pada saat aku berpamitan pulang tiba-tiba Diana memegang tanganku begitu erat seakan tidak mau melepaskanku.
“Alan. Aku sangat bahagia. Kita sebentar lagi menjadi suami istri. Cinta kita mendapat izin dan restu dari Allah. Alhamdulillah” suara Diana sangat menyentuh perasaanku. Wajahnya yang cantik itu begitu memukau. Matanya yang bening menatapku. Tatapan teduh yang damai. Namun ada setitik air mata di sana. Mungkin  airmata terharu. Kubiarkan air mata itu jatuh di kedua pipinya mengalir pelan-pelan.  Aku lepaskan pegangan tangannya yang erat menggenggam tanganku. Lalu aku mencium keningnya dengan penuh cinta.
“Alan aku takut kehilanganmu” kembali suara Diana pelan penuh haru.
“Aku selalu ada untukmu” kataku menenteramkan hatinya.

Malam itu, entah kenapa seperti ada perasaan gundah dalam hati Diana Faria. Pertanyaan ini baru terjawab ketika esok siangnya aku harus menerima kabar menyedihkan itu. Di ruang ICU itu aku masih sempat memeluk Diana Faria untuk yang terakhir kalinya sebelum dibawa untuk dimandikan.  Prosesi pemakamanpun berjalan dengan lancar. Aku masih duduk di hadapan makam Diana Faria walaupun suasana di makam itu sudah sepi. Saat itu aku hanya bisa berdoa dan berusaha untuk ikhlas walaupun rasanya tidak mudah. Hanya Allah yang mampu membukakan hatiku.

Di tengah-tengah karirku dan pengabdianku sebagai seorang Dosen, ternyata Allah telah mengirim seorang gadis bernama Daisy Listya seorang mahasiswi di fakultasku sendiri. Seorang gadis cantik, cerdas, berkepribadian luhur, memiliki prinsip hidup. Dialah yang  telah membuka dan mencairkan kebekuan hatiku. Gadis ini telah menyadarkanku dari mimpi buruk yang panjang. Daisy Listya memang akhirnya bukan menjadi teman hidupku karena seusai Wisuda Sarjana, gadis ini  akhirnya bertunangan dengan pria lain bahkan mereka berjodoh sampai jenjang pernikahan. Aku memang tidak mampu berbuat apa-apa, namun bagaimanapun juga bagiku, seorang Daisy Listya adalah gadis yang telah mampu membuka hati ini menjadi merasa hidup kembali. Jika ada pepatah mencintai itu tidak harus memiliki maka inilah realita yang harus kuhadapi. Benarkah cinta itu menjadi sangat tinggi nilainya ketika harus mencintai tapi tidak harus memiliki?. Benarkah? Belum pernah aku menemukan jawabannya.

Sekali lagi dalam kegalauan hati ini, Kinanti Puspitasari selalu hadir untuk menenteramkan hati. Kinanti seakan selalu ada pada saat aku memerlukannya.  
Sepenggal kisah itu seakan masih lengkap terbayang dibenakku. Daisy Listya dan Kinanti Puspitasari adalah dua wanita yang saat ini selalu menggugah kedalaman hatiku. Walau disana di tempat terdalam ada Diana Faria yang tidak mungkin terlupakan namun masih ada ruang lain untuk dua wanita cantik berbudi luhur yakni Daisy Listya dan Kinanti Puspitasari.

Aku teringat saat dialog terakhir dengan Listya setahun yang lalu di Laboratorium Ruang HPLC. Saat itu aku harus berani mengambil suatu keputusan tentang isi hatiku kepada Daisy Listya. Saat itu aku hanya ingin agar Listya sekedar tahu saja apa sebenarnya yang selama ini aku rasakan. Aku hanya mengatakan kejujuran hatiku.
“Listya. Saya ingin mengatakan sesuatu!” kataku sambil kupegang kedua tangannya. Saat itu Listya hanya menatapku penuh haru seakan akan dia seperti sudah tahu apa yang mau kukatakan.
“Saya ingin mengatakan kepadamu siapa yang telah menggugah hati yang selama ini tertidur dua puluh tahun!” kataku perlahan. Saat itu Listya hanya terdiam menatapku.
“Orang yang telah menggugah hati saya itu bukan Kinanti Puspitasari. Dia adalah seorang wanita yang lembut hatinya, ramah dan santun tutur katanya, manis senyumnya. Wajahnya memiliki aura kecantikan yang tulus dan sekarang orangnya ada di depanku ini!” kataku sambil kutatap tajam Listya.
Aku waktu itu hanya tertegun diam dan terdengar bibir Listya menyebut namaku pelan sambil memandangku dengan mata yang berkaca-kaca. Ternyata diluar dugaanku, Listya juga memiliki perasaan yang sama. Wanita ini sudah sejak lama mencintaiku. Oh Tuhan.
“Pak Alan sesungguhnya cinta itu mulai tumbuh saat saya menjadi mahasiswi bimbingan Bapak. Sejak saya tahu kalau Bapak ternyata masih sendiri. Saya juga bisa merasakan perhatian Bapak begitu besar kepada saya. Waktu itu banyak mimpi yang ingin saya raih banyak harapan yang ingin saya dapat tapi ternyata saya hanya mendapatkan takdir yang sekarang ini harus saya jalani!” kata Listya berusaha tegar.
Sepenggal dialog yang terjadi setahun yang lalu. Saat saat mengharukan itu terjadi ketika ruang dari dua hati saling terbuka. Hati Daisy Listya dan hati Alan Erlangga bertaut namun tidak pada waktu yang tepat karena Listya sudah menjadi istri dari Rizal Anugerah.

Tiada terasa waktu begitu cepat berlalu dan kini Listya sudah rampung menyelesaikan Pendidikan Profesi Apotekernya. Sejak itu aku sudah tidak pernah lagi bertemu dengan Listya. Hampir tidak ada lagi komunikasi biarpun hanya sms apalagi bertemu muka. Saat ini mungkin Listya sudah menjadi seorang Apoteker. Entah dimana Listya bekerja. Apakah di Malang tempat tinggal bersama suaminya?. Atau di mana. Entahlah.
Aku hanya teringat akan pesan terakhirnya agar aku menikahi Kinanti Puspitasari. Namun pesan inipun akhirnya tidak bisa aku wujudkan. Sewaktu aku ceritakan hal ini kepada Kinanti, wanita cantik ini hanya tertegun, diam membisu tak ada satu katapun keluar dari bibirnya. Kinanti malah terisak mendengar cerita yang dramatis itu.
”Alan aku bisa merasakan betapa besarnya cinta Listya kepadamu. Curahan hati Listya kepadaku saat itu membuatku terharu!” suara Kinanti. Aku juga hanya bisa mengangguk ketika Kinanti berkata bahwa Listya layak mendapat kebahagiaan dariku.
Jika saat ini kehidupan rumah tangga Listya tidak bahagia itu karena Listya memang hanya mencintaiku. Pendapat Kinanti yang satu ini membuatku benar-benar merasa resah.
”Alan maafkan karena aku tidak bisa menggantikan cinta Listya. Cintanya sangat luhur kepadamu. Bagiku yang terbaik buatmu adalah sahabatmu!” ini suara Kinanti yang keluar dari relung hatinya terdalam. Sudah sering aku mendengarnya namun kali ini seperti ada hal yang nampak tersembunyi dalam hati Kinanti.

Memang dalam setahun terakhir ini aku berhubungan akrab dengan Kinanti bak seorang sahabat lama. Jika ada waktu aku sempatkan berkunjung ke rumah Kinanti di Bandung sekalian juga menjenguk Ibu. Selama di Bandung pun acara rutin kami hanya ngobrol di rumah atau kadang pergi ke tempat kuliner yang dulu sering kami kunjungi. Hubungan dalam setahun ini hanya datar saja. Aku tidak bisa mewujudkan pesan Listya agar aku menikahi Kinanti karena memang Kinanti sendiri merasa tidak bisa mewakili ketulusan cinta Listya.

”Alan maafkan karena aku tidak bisa menggantikan cinta Listya. Cintanya sangat luhur kepadamu. Bagiku yang terbaik buatmu adalah sahabatmu!”
Kata kata Kinanti itu selalu terngiang dalam telingaku. Cinta Listya terlalu luhur untuk diwujudkan dalam pernikahan dengan Kinanti. Sungguh aku seakan membentur lagi sebuah karang dari sikap tegas Kinanti yang hanya ingin sebagai sahabat terbaikku. Lalu sebaiknya bagaimana aku bersikap?  Apalagi Listya bagiku sekarang sudah bukan lagi harapan. Daisy Listya sudah menjadi masa laluku sama halnya dengan Diana Faria. Siapakah masa depanku?. Kinanti Puspitasari?.


BERSAMBUNG Episode 15