Foto Hensa
Tantangan
100 Hari Menulis Novel FC
EPISODE CINTA DAISY LISTYA
Oleh
Hendro Santoso (Peserta Nomor 27)
Episode
15
KINANTI
DI HATIKU
Pada
usia yang ke 45 ini, Kinanti masih tetap
cantik walaupun kini sudah memiliki putri yang berusia remaja. Kinanti lebih
muda setahun dari usiaku. Memiliki wajah khas Sunda dengan
kulit kuning langsat. Matanya yang indah dan senyumnya yang ramah menambah
karakter kecantikannya semakin sempurna. Wanita diciptakan Allah untuk cantik
dan kecantikan yang sejati adalah kecantikan yang bisa dirasakan dengan hati.
Wanita tidak boleh menyalahi kodratnya untuk cantik.
Aku
teringat saat Kinanti remaja SMA dulu. Gadis ceria yang cerdas, cantik, ramah
penuh dengan pesona. Saat itu tahun
masih 80- 90 an ketika kami masih duduk di kelas dua SMA. Masih terbayang
Kinanti dengan seragam putih abu abunya adalah seorang gadis remaja ibarat
bunga yang sedang mekar. Harum bunga dan keindahannya menyebar kemana mana.
Tentu banyak kumbang di sekitarnya yang ingin hinggap untuk meraih sari madunya.
Salah satunya adalah aku. Memang sewaktu SMA dulu aku sangat mengagumi
kecantikan Kinanti dan kepribadiannya yang lembut. Aku teringat waktu itu
mencoba untuk mendekati Kinanti bukan untuk main-main seperti terhadap
gadis-gadis lainnya. Kinanti adalah gadis yang istimewa bagiku. Sebenarnya aku
mengutarakan cintaku pada Kinanti waktu itu benar-benar keluar dari lubuk
hatiku yang terdalam. Namun aku juga memaklumi saat Kinanti menolak dengan
halus karena memang reputasiku yang membuat Kinanti tidak percaya padaku. Aku
jadi teringat ketika pertama kali lagi bertemu dengan Kinanti di sebuah
Simposium Farmakologi di Bandung, ada
dialog yang menarik.
“Ngomong-ngomong kamu jadinya sama siapa?. Arinta, Riana,
Jesica, Eva, Dian, Dinda, Anita...ha ha ha cewek-cewekmu masih ada dalam
daftarku. Buntutmu sudah berapa?. Dulu pernah bilang mau bikin anak yang
banyak!”kata Kinanti saat itu dengan
nada canda.
Waktu
itu aku hanya tertawa ketika Kinanti menyebut nama-nama gadis yang pernah
menjadi pacarku. Memang masa-masa SMA selalu penuh dengan kenangan. Entah sudah
berapa puluh tahun aku tidak bertemu dengan Arinta, Riana, Jesica, Eva, Dian,
Dinda dan Anita. Terakhir aku bertemu Arinta dalam Reuni. Saat itu Kinanti
tidak hadir dalam reuni SMA tersebut. Aku lupa reuni itu tahun berapa yang
jelas aku sudah menjadi Dosen di Surabaya dan Diana Faria masih
mendampingiku. Saat itu Arinta
didampingi suaminya. Mereka kelihatan bahagia. Riana dan Jesica juga saat reuni
itu hadir. Eva, Dian, Dinda dan Anita sampai sekarang aku belum pernah bertemu,
mudah-mudahan mereka berbahagia dengan keluarganya masing-masing. Bagiku
lembaran masa SMA itu indah ataukah malah lembaran hitam karena sering
menyakiti hati wanita?. Aku sudah memohon ampunanNya dan berusaha melupakan
lembar-lembar hitamnya. Jika saat itu Kinanti Puspitasari menolak cintaku tentu
sangat wajar karena itu dalam pikiran Kinanti cinta Alan Erlangga ini yang ke
berapa. Sebenarnya bagi wanita cukup hanya mengharapkan cinta terakhir dari
seorang lelaki tidak pernah peduli cinta yang keberapa. Namun apa betul
begitu?. Aku tidak tahu.
“Alan
lebih baik kita bersahabat seperti selama ini!” kata Kinanti saat itu.
Penolakkan yang sangat halus dan Kinanti adalah satu satu gadis saat itu yang
tidak bisa aku tundukkan. Cap playboy Alan Erlangga saat itu yang telah merusak
pendekatanku kepada Kinanti. Aku benar-benar ditolak oleh Kinanti. Sebenarnya inilah cinta pertamaku
yang kandas. Kinanti adalah cinta pertamaku. Ya benar. Aku baru menemukan lagi
cintaku ketika Diana Faria memberikannya kepadaku dengan ketulusan sepenuh
hatinya. Ketika hidupku penuh dengan cinta ini ternyata Allah menghendaki cinta
yang lain. Allah pun mengambil apa yang dimilikiNya. Aku harus rela kehilangan cintaku lalu ketika aku
menemukan sebuah cinta dalam diri Daisy Listya ternyata Allah pun memiliki
rencana yang lain. Apakah aku harus kembali menyentuh cinta pertamaku dari
seorang Kinanti Puspitasari?. Pertanyaan sesungguhnya sudah terjawab karena
Kinanti sudah bersikap tegas. Coba simak apa yang dikatakannya kepadaku.
”Alan
maafkan karena aku tidak bisa menggantikan cinta Listya. Cintanya sangat luhur
kepadamu. Bagiku yang terbaik buatmu adalah sahabatmu!”
Aku
pikir benar apa kata Kinanti lebih baik bersahabat. Hubungan yang tulus tanpa
pamrih adalah persahabatan. Paling tidak hubungan yang tidak pernah berujung
pada kebencian adalah persahabatan. Cinta dan benci perbedaannya hanya tipis
sekali dalam hubungan kekasih seperti sebuah kata bijak "Cintailah apa yang
kau cintai sewajarnya, mungkin suatu hari ia akan menjadi sesuatu yang kau
benci. Bencilah apa yang kau benci sewajarnya, mungkin suatu hari ia akan
menjadi sesuatu yang kau cintai"
Entah
kenapa aku tiba tiba saja teringat teman Kinanti sesama rekan dosen di Kampus
namanya Eko Priotomo. Kinanti mengenalnya sudah cukup lama karena dulu sama
sama mengambil program S3. Eko Priotomo juga sudah dikenal baik oleh keluarga
Kinanti. Sekarang Eko berstatus seorang duda hampir tiga tahun yang lalu
istrinya sudah tiada karena penyakit kanker payudara. Eko memiliki dua orang
anak putra dan putri seusia Intan. Eko ini sudah mencoba ingin melamar Kinanti
untuk menjadikannya sebagai teman hidup Eko. Namun Kinanti tidak bersedia atau
mungkin belum bersedia.
“Tidak
semudah itu Alan. Sudah lama aku mencoba meyakinkan diriku namun selalu saja
aku tidak mampu menemukan jawabannya, ” demikian kata Kinanti waktu itu ketika
aku menanyakan kesiapannya untuk menerima lamaran Eko. Sebenarnya apa yang
kurang dari Eko Priotomo. Seorang Doktor Farmasi lulusan luar negeri, dosen di
sebuah Perguruan Tinggi Top di Bandung. Kesan pertama ketika aku pertama kali
mengenalnya, Eko adalah seorang yang ramah. Saat itu aku diperkenalkan oleh
Kinanti ketika aku berkunjung ke rumah Kinanti dan kebetulan Eko ada di sana.
“Oh ini
pak Alan yang sering diceritakan mbak Kinan itu?” kata Eko.
“Wah pak
Eko, apa betul Kinan suka menceritakan saya?” kataku sambil melirik Kinanti.
Nampaknya Kinanti bereaksi cepat dengan raut wajah tersipu.
“Alan
maksud Mas Eko, aku pernah bercerita tentang kamu, teman sekolahku dulu yang
sekarang masih tetap jomblo padahal dulu ceweknya banyak!” kata Kinanti melirik
kepadaku sambil tersenyum. Mendengar ini aku tertawa demikian pula Eko.
Begitulah salah satu keakraban Eko. Aku sendiri heran mengapa Kinanti
menghindari lamaran Eko. Apakah mungkin masih mencintai mendiang suaminya?. Ya
mungkin juga seorang wanita tidak mudah melupakan semua kenangan indah dalam
hidupnya apalagi kenangan kebahagiaan bersama suami tercinta.
Tiga
tahun sudah Kinanti menyendiri. Tiga tahun tidak ada artinya apa apa
dibandingkan tahun tahun sebelumnya ketika mendiang suaminya masih
mendampinginya. Memang tidak mudah melupakan kenangan indah itu. Mungkin saat
ini bagi Kinanti belum ada seorang lelaki yang layak mengisi ruang kosong
dihatinya yang dulu diisi cinta mendiang suaminya. Kinanti Puspitasari wanita
tegar mandiri dengan karirnya yang sukses. Reputasinya sebagai dosen sangat
berkelas karena kecerdasannya. Wanita
cantik seperti Kinanti harus mendapatkan Pendamping yang layak dan setara dengannya.
Aku pikir Eko Priotomo memenuhi kriteria setara tersebut namun Kinanti telah
menampiknya. Lalu sebenarnya siapa yang sedang kau tunggu Kinanti?.
Beberapa
hari terakhir ini aku merasakan Kampus ini begitu sepi. Padahal setiap aku
mengisi kuliah yang hadir sekitar 50 orang lebih mahasiswa. Seharusnya aku
tidak merasa kesepian. Mungkin karena aku sudah tidak lagi menemukan Daisy
Listya diantara mahasiswa tersebut. Ya mungkin itu. Daisy Listya yang sudah menjadi
masa lalu. Tiba-tiba ponselku berdering. Oh Kinanti.
“Assalaamu
alaikum Kinan!” sapaku.
“Wa
alaikum salaam..Alan sedang sibuk ya!”
“Tidak
juga aku baru saja mengisi kuliah sekarang sudah di Ruang kerjaku! Aku sedang
melamun” kataku.
“Melamun
tentang Listya?” suara Kinanti menebak.
“Kok
kamu tahu?. Tidak juga karena selain Listya juga melamun tentang Kinanti
Puspitasari!” kataku mulai menggoda. Terdengar suara tawa kecilnya Kinanti
diseberang telpon sana. Aku juga ikut tertawa.
“Alan
jangan coba coba merayuku ya aku sudah hafal rayuan playboy mu!” kembali suara
Kinanti sambil tertawa.
“Okey
Kinan aku sudah kehilangan akal bagaimana caranya merayumu!” kataku. Suara tawa
kecil Kinanti masih terdengar menimpali kata kataku ini.
“Alan
kamu pasti kaget sekarang aku sedang di Malang!”.
“Kinan
jangan bercanda ah!”
“Benar
kan kamu pasti kaget! Pasti lebih kaget lagi sekarang aku bersama Listya!” kata
Kinanti mantap. Sungguh benar-benar aku tercengang benarkah?
“Hah
Kinan sudahlah jangan bercanda begitu!” kataku tenang namun sebenarnya sangat
penasaran apa benar Kinanti sedang bersama Listya di Kota Malang.
“Kalau
kamu tidak percaya ini handphone ini aku berikan kepada Listya biar kamu bisa
ngomong sendiri!” kembali suara Kinanti membuatku bertambah penasaran.
“Assalaamu
alaikum pak Alan. Masih hafal suara saya?” suara lembut yang sangat kurindukan
setiap saat dan saat ini ada dalam telingaku. Ya suara Daisy Listya.
“Listya
wa alaikum salam!” aku rasanya agak gugup juga mungkin karena rasa rindu yang
sudah sekian lama kepadanya.
“Bagaimana
kabar pak?”
“Alhamdulillah
baik baik Lis. Bagaimana juga kabarmu dan Mas Rizal?”
“Alhamdulillah
kami juga baik baik. Rasanya lama sekali kita tidak jumpa ya Pak sejak terakhir
acara pelepasan Program Profesi Apoteker itu!”
“Iya
Listya sudah lama sekali namun yang penting kita masih saling mendoakan dari
jauh!” kataku. Rasanya dialog ini begitu
kaku. Aku kembali teringat kenangan indah bersama Daisy Listya. Jika teringat
semuanya maka aku merasakan hanya ada kepedihan dalam hati ini.
Rupanya
Kinanti sedang ada acara seminar di salah satu Hotel di Malang. Kinanti
menyempatkan menelpon Listya dan mereka bertemu di Hotel itu. Setelah acara
seminar itu Kinanti langsung kembali ke Bandung melalui Bandara Juanda.
Sebenarnya Kinanti ingin bermalam di Surabaya sekalian bertemu denganku namun
besoknya Kinanti ada acara Raker di Bandung. Bagaimanapun pembicaraan singkat
dengan Listya melalui HP Kinanti itu bagiku hanya menambah rasa pedih karena
ketidak berdayaanku memiliki cinta Listya. Aku masih berharap ada cerita
lanjutan dari Kinanti tentang Daisy Listya sewaktu mereka bertemu di Malang.
Minggu
depan aku harus ke Bandung kebetulan di akhir pekan itu Ibuku ulang tahun. Saat
itu adalah waktu yang baik untuk mengajak Kinanti bertemu Ibu dan sekalian juga
bisa ketemu adik-adikku yang lain. Biarlah rencana ini tidak aku ceritakan
kepada Kinanti. Saat nanti di Bandung aku akan memberi kejutan kepadanya. Saat
itu pula mudah-mudahan aku bisa mendengar cerita lengkap dari Kinanti tentang
Listya.
Ternyata
tidak mudah untuk melupakanmu Daisy Listya.
BERSAMBUNG
Episode 16
No comments:
Post a Comment