Foto Hensa
Episode
14. SINOPSIS MASA LALUKU
Sudah 20
tahun aku merasa kehilangan Diana Faria, kekasihku yang harus dipanggil oleh
Yang Maha Punya hanya seminggu sebelum hari pernikahan kami. Merasa kehilangan
selama 20 tahun adalah waktu yang lama. Seperti apa cintaku kepada Diana Faria
sehingga selama 20 tahun itu aku benar-benar menutup pintu untuk seorang
wanita. Sungguh bagiku Diana Faria adalah wanita yang tidak akan mudah
tergantikan. Saat itu Diana Faria adalah calon istriku, calon ibu dari anak-anakku.
Diana Faria mungkin bukan cinta pertamaku namun saat itu dialah cinta
terakhirku. Jika aku harus mengakui cinta pertamaku adalah Kinanti Puspitasari.
Malam
sebelum kejadian kecelakaan lalu lintas itu aku sempat bersama Diana Faria di
Beranda rumahnya. Sekaligus itulah malam terkahir aku berbincang dengannya.
Topik perbincangan kami waktu itu adalah tentang anak laki-laki dan perempuan.
“Diana
apa yang kau inginkan jika nanti dikaruniai seorang anak?” tanyaku.
“Aku
maunya anak laki-laki biar bisa menyaingi kegantengan Ayahnya!” kata Diana
sambil tersenyum manis.
“Kalau
begitu aku ingin anak perempuan biar bisa mengalahkan kecantikan Ibunya!”
kataku tidak mau kalah. Kami akhirnya hanya tertawa riang karena tidak ada yang
mau mengalah.
Malam
itu Diana begitu riang tidak seperti biasanya. Aku hanya berfikir wajar karena
hari pernikahan kami hanya tinggal seminggu lagi. Namun pada saat aku
berpamitan pulang tiba-tiba Diana memegang tanganku begitu erat seakan tidak
mau melepaskanku.
“Alan.
Aku sangat bahagia. Kita sebentar lagi menjadi suami istri. Cinta kita mendapat
izin dan restu dari Allah. Alhamdulillah” suara Diana sangat menyentuh
perasaanku. Wajahnya yang cantik itu begitu memukau. Matanya yang bening
menatapku. Tatapan teduh yang damai. Namun ada setitik air mata di sana.
Mungkin airmata terharu. Kubiarkan air
mata itu jatuh di kedua pipinya mengalir pelan-pelan. Aku lepaskan pegangan tangannya yang erat
menggenggam tanganku. Lalu aku mencium keningnya dengan penuh cinta.
“Alan
aku takut kehilanganmu” kembali suara Diana pelan penuh haru.
“Aku
selalu ada untukmu” kataku menenteramkan hatinya.
Malam
itu, entah kenapa seperti ada perasaan gundah dalam hati Diana Faria.
Pertanyaan ini baru terjawab ketika esok siangnya aku harus menerima kabar
menyedihkan itu. Di ruang ICU itu aku masih sempat memeluk Diana Faria untuk yang
terakhir kalinya sebelum dibawa untuk dimandikan. Prosesi pemakamanpun berjalan dengan lancar. Aku
masih duduk di hadapan makam Diana Faria walaupun suasana di makam itu sudah sepi.
Saat itu aku hanya bisa berdoa dan berusaha untuk ikhlas walaupun rasanya tidak
mudah. Hanya Allah yang mampu membukakan hatiku.
Di
tengah-tengah karirku dan pengabdianku sebagai seorang Dosen, ternyata Allah
telah mengirim seorang gadis bernama Daisy Listya seorang mahasiswi di fakultasku
sendiri. Seorang gadis cantik, cerdas, berkepribadian luhur, memiliki prinsip
hidup. Dialah yang telah membuka dan
mencairkan kebekuan hatiku. Gadis ini telah menyadarkanku dari mimpi buruk yang
panjang. Daisy Listya memang akhirnya bukan menjadi teman hidupku karena seusai
Wisuda Sarjana, gadis ini akhirnya
bertunangan dengan pria lain bahkan mereka berjodoh sampai jenjang pernikahan.
Aku memang tidak mampu berbuat apa-apa, namun bagaimanapun juga bagiku, seorang
Daisy Listya adalah gadis yang telah mampu membuka hati ini menjadi merasa
hidup kembali. Jika ada pepatah mencintai itu tidak harus memiliki maka inilah
realita yang harus kuhadapi. Benarkah cinta itu menjadi sangat tinggi nilainya
ketika harus mencintai tapi tidak harus memiliki?. Benarkah? Belum pernah aku
menemukan jawabannya.
Sekali
lagi dalam kegalauan hati ini, Kinanti Puspitasari selalu hadir untuk
menenteramkan hati. Kinanti seakan selalu ada pada saat aku memerlukannya.
Sepenggal
kisah itu seakan masih lengkap terbayang dibenakku. Daisy Listya dan Kinanti
Puspitasari adalah dua wanita yang saat ini selalu menggugah kedalaman hatiku.
Walau disana di tempat terdalam ada Diana Faria yang tidak mungkin terlupakan
namun masih ada ruang lain untuk dua wanita cantik berbudi luhur yakni Daisy
Listya dan Kinanti Puspitasari.
Aku
teringat saat dialog terakhir dengan Listya setahun yang lalu di Laboratorium
Ruang HPLC. Saat itu aku harus berani mengambil suatu keputusan tentang isi
hatiku kepada Daisy Listya. Saat itu aku hanya ingin agar Listya sekedar tahu
saja apa sebenarnya yang selama ini aku rasakan. Aku hanya mengatakan kejujuran
hatiku.
“Listya.
Saya ingin mengatakan sesuatu!” kataku sambil kupegang kedua tangannya. Saat
itu Listya hanya menatapku penuh haru seakan akan dia seperti sudah tahu apa
yang mau kukatakan.
“Saya
ingin mengatakan kepadamu siapa yang telah menggugah hati yang selama ini
tertidur dua puluh tahun!” kataku perlahan. Saat itu Listya hanya terdiam
menatapku.
“Orang
yang telah menggugah hati saya itu bukan Kinanti Puspitasari. Dia adalah
seorang wanita yang lembut hatinya, ramah dan santun tutur katanya, manis
senyumnya. Wajahnya memiliki aura kecantikan yang tulus dan sekarang orangnya
ada di depanku ini!” kataku sambil kutatap tajam Listya.
Aku
waktu itu hanya tertegun diam dan terdengar bibir Listya menyebut namaku pelan
sambil memandangku dengan mata yang berkaca-kaca. Ternyata diluar dugaanku,
Listya juga memiliki perasaan yang sama. Wanita ini sudah sejak lama
mencintaiku. Oh Tuhan.
“Pak
Alan sesungguhnya cinta itu mulai tumbuh saat saya menjadi mahasiswi bimbingan Bapak.
Sejak saya tahu kalau Bapak ternyata masih sendiri. Saya juga bisa merasakan
perhatian Bapak begitu besar kepada saya. Waktu itu banyak mimpi yang ingin
saya raih banyak harapan yang ingin saya dapat tapi ternyata saya hanya
mendapatkan takdir yang sekarang ini harus saya jalani!” kata Listya berusaha
tegar.
Sepenggal
dialog yang terjadi setahun yang lalu. Saat saat mengharukan itu terjadi ketika
ruang dari dua hati saling terbuka. Hati Daisy Listya dan hati Alan Erlangga
bertaut namun tidak pada waktu yang tepat karena Listya sudah menjadi istri
dari Rizal Anugerah.
Tiada
terasa waktu begitu cepat berlalu dan kini Listya sudah rampung menyelesaikan
Pendidikan Profesi Apotekernya. Sejak itu aku sudah tidak pernah lagi bertemu
dengan Listya. Hampir tidak ada lagi komunikasi biarpun hanya sms apalagi
bertemu muka. Saat ini mungkin Listya sudah menjadi seorang Apoteker. Entah
dimana Listya bekerja. Apakah di Malang tempat tinggal bersama suaminya?. Atau
di mana. Entahlah.
Aku
hanya teringat akan pesan terakhirnya agar aku menikahi Kinanti Puspitasari.
Namun pesan inipun akhirnya tidak bisa aku wujudkan. Sewaktu aku ceritakan hal ini
kepada Kinanti, wanita cantik ini hanya tertegun, diam membisu tak ada satu
katapun keluar dari bibirnya. Kinanti malah terisak mendengar cerita yang
dramatis itu.
”Alan
aku bisa merasakan betapa besarnya cinta Listya kepadamu. Curahan hati Listya
kepadaku saat itu membuatku terharu!” suara Kinanti. Aku juga hanya bisa
mengangguk ketika Kinanti berkata bahwa Listya layak mendapat kebahagiaan
dariku.
Jika
saat ini kehidupan rumah tangga Listya tidak bahagia itu karena Listya memang
hanya mencintaiku. Pendapat Kinanti yang satu ini membuatku benar-benar merasa
resah.
”Alan
maafkan karena aku tidak bisa menggantikan cinta Listya. Cintanya sangat luhur
kepadamu. Bagiku yang terbaik buatmu adalah sahabatmu!” ini suara Kinanti yang
keluar dari relung hatinya terdalam. Sudah sering aku mendengarnya namun kali
ini seperti ada hal yang nampak tersembunyi dalam hati Kinanti.
Memang
dalam setahun terakhir ini aku berhubungan akrab dengan Kinanti bak seorang
sahabat lama. Jika ada waktu aku sempatkan berkunjung ke rumah Kinanti di
Bandung sekalian juga menjenguk Ibu. Selama di Bandung pun acara rutin kami
hanya ngobrol di rumah atau kadang pergi ke tempat kuliner yang dulu sering
kami kunjungi. Hubungan dalam setahun ini hanya datar saja. Aku tidak bisa
mewujudkan pesan Listya agar aku menikahi Kinanti karena memang Kinanti sendiri
merasa tidak bisa mewakili ketulusan cinta Listya.
”Alan maafkan karena aku tidak bisa menggantikan cinta
Listya. Cintanya sangat luhur kepadamu. Bagiku yang terbaik buatmu adalah
sahabatmu!”
Kata
kata Kinanti itu selalu terngiang dalam telingaku. Cinta Listya terlalu luhur
untuk diwujudkan dalam pernikahan dengan Kinanti. Sungguh aku seakan membentur
lagi sebuah karang dari sikap tegas Kinanti yang hanya ingin sebagai sahabat
terbaikku. Lalu sebaiknya bagaimana aku bersikap? Apalagi Listya bagiku sekarang sudah bukan
lagi harapan. Daisy Listya sudah menjadi masa laluku sama halnya dengan Diana
Faria. Siapakah masa depanku?. Kinanti Puspitasari?.
BERSAMBUNG
Episode 15
No comments:
Post a Comment