Tuesday, April 19, 2016

EPISODE CINTA DAISY LISTYA (14)

Foto Hensa



Episode 14. SINOPSIS MASA LALUKU

Sudah 20 tahun aku merasa kehilangan Diana Faria, kekasihku yang harus dipanggil oleh Yang Maha Punya hanya seminggu sebelum hari pernikahan kami. Merasa kehilangan selama 20 tahun adalah waktu yang lama. Seperti apa cintaku kepada Diana Faria sehingga selama 20 tahun itu aku benar-benar menutup pintu untuk seorang wanita. Sungguh bagiku Diana Faria adalah wanita yang tidak akan mudah tergantikan. Saat itu Diana Faria adalah calon istriku, calon ibu dari anak-anakku. Diana Faria mungkin bukan cinta pertamaku namun saat itu dialah cinta terakhirku. Jika aku harus mengakui cinta pertamaku adalah Kinanti Puspitasari.

Malam sebelum kejadian kecelakaan lalu lintas itu aku sempat bersama Diana Faria di Beranda rumahnya. Sekaligus itulah malam terkahir aku berbincang dengannya. Topik perbincangan kami waktu itu adalah tentang anak laki-laki dan perempuan.
“Diana apa yang kau inginkan jika nanti dikaruniai seorang anak?” tanyaku.
“Aku maunya anak laki-laki biar bisa menyaingi kegantengan Ayahnya!” kata Diana sambil tersenyum manis.
“Kalau begitu aku ingin anak perempuan biar bisa mengalahkan kecantikan Ibunya!” kataku tidak mau kalah. Kami akhirnya hanya tertawa riang karena tidak ada yang mau mengalah.
Malam itu Diana begitu riang tidak seperti biasanya. Aku hanya berfikir wajar karena hari pernikahan kami hanya tinggal seminggu lagi. Namun pada saat aku berpamitan pulang tiba-tiba Diana memegang tanganku begitu erat seakan tidak mau melepaskanku.
“Alan. Aku sangat bahagia. Kita sebentar lagi menjadi suami istri. Cinta kita mendapat izin dan restu dari Allah. Alhamdulillah” suara Diana sangat menyentuh perasaanku. Wajahnya yang cantik itu begitu memukau. Matanya yang bening menatapku. Tatapan teduh yang damai. Namun ada setitik air mata di sana. Mungkin  airmata terharu. Kubiarkan air mata itu jatuh di kedua pipinya mengalir pelan-pelan.  Aku lepaskan pegangan tangannya yang erat menggenggam tanganku. Lalu aku mencium keningnya dengan penuh cinta.
“Alan aku takut kehilanganmu” kembali suara Diana pelan penuh haru.
“Aku selalu ada untukmu” kataku menenteramkan hatinya.

Malam itu, entah kenapa seperti ada perasaan gundah dalam hati Diana Faria. Pertanyaan ini baru terjawab ketika esok siangnya aku harus menerima kabar menyedihkan itu. Di ruang ICU itu aku masih sempat memeluk Diana Faria untuk yang terakhir kalinya sebelum dibawa untuk dimandikan.  Prosesi pemakamanpun berjalan dengan lancar. Aku masih duduk di hadapan makam Diana Faria walaupun suasana di makam itu sudah sepi. Saat itu aku hanya bisa berdoa dan berusaha untuk ikhlas walaupun rasanya tidak mudah. Hanya Allah yang mampu membukakan hatiku.

Di tengah-tengah karirku dan pengabdianku sebagai seorang Dosen, ternyata Allah telah mengirim seorang gadis bernama Daisy Listya seorang mahasiswi di fakultasku sendiri. Seorang gadis cantik, cerdas, berkepribadian luhur, memiliki prinsip hidup. Dialah yang  telah membuka dan mencairkan kebekuan hatiku. Gadis ini telah menyadarkanku dari mimpi buruk yang panjang. Daisy Listya memang akhirnya bukan menjadi teman hidupku karena seusai Wisuda Sarjana, gadis ini  akhirnya bertunangan dengan pria lain bahkan mereka berjodoh sampai jenjang pernikahan. Aku memang tidak mampu berbuat apa-apa, namun bagaimanapun juga bagiku, seorang Daisy Listya adalah gadis yang telah mampu membuka hati ini menjadi merasa hidup kembali. Jika ada pepatah mencintai itu tidak harus memiliki maka inilah realita yang harus kuhadapi. Benarkah cinta itu menjadi sangat tinggi nilainya ketika harus mencintai tapi tidak harus memiliki?. Benarkah? Belum pernah aku menemukan jawabannya.

Sekali lagi dalam kegalauan hati ini, Kinanti Puspitasari selalu hadir untuk menenteramkan hati. Kinanti seakan selalu ada pada saat aku memerlukannya.  
Sepenggal kisah itu seakan masih lengkap terbayang dibenakku. Daisy Listya dan Kinanti Puspitasari adalah dua wanita yang saat ini selalu menggugah kedalaman hatiku. Walau disana di tempat terdalam ada Diana Faria yang tidak mungkin terlupakan namun masih ada ruang lain untuk dua wanita cantik berbudi luhur yakni Daisy Listya dan Kinanti Puspitasari.

Aku teringat saat dialog terakhir dengan Listya setahun yang lalu di Laboratorium Ruang HPLC. Saat itu aku harus berani mengambil suatu keputusan tentang isi hatiku kepada Daisy Listya. Saat itu aku hanya ingin agar Listya sekedar tahu saja apa sebenarnya yang selama ini aku rasakan. Aku hanya mengatakan kejujuran hatiku.
“Listya. Saya ingin mengatakan sesuatu!” kataku sambil kupegang kedua tangannya. Saat itu Listya hanya menatapku penuh haru seakan akan dia seperti sudah tahu apa yang mau kukatakan.
“Saya ingin mengatakan kepadamu siapa yang telah menggugah hati yang selama ini tertidur dua puluh tahun!” kataku perlahan. Saat itu Listya hanya terdiam menatapku.
“Orang yang telah menggugah hati saya itu bukan Kinanti Puspitasari. Dia adalah seorang wanita yang lembut hatinya, ramah dan santun tutur katanya, manis senyumnya. Wajahnya memiliki aura kecantikan yang tulus dan sekarang orangnya ada di depanku ini!” kataku sambil kutatap tajam Listya.
Aku waktu itu hanya tertegun diam dan terdengar bibir Listya menyebut namaku pelan sambil memandangku dengan mata yang berkaca-kaca. Ternyata diluar dugaanku, Listya juga memiliki perasaan yang sama. Wanita ini sudah sejak lama mencintaiku. Oh Tuhan.
“Pak Alan sesungguhnya cinta itu mulai tumbuh saat saya menjadi mahasiswi bimbingan Bapak. Sejak saya tahu kalau Bapak ternyata masih sendiri. Saya juga bisa merasakan perhatian Bapak begitu besar kepada saya. Waktu itu banyak mimpi yang ingin saya raih banyak harapan yang ingin saya dapat tapi ternyata saya hanya mendapatkan takdir yang sekarang ini harus saya jalani!” kata Listya berusaha tegar.
Sepenggal dialog yang terjadi setahun yang lalu. Saat saat mengharukan itu terjadi ketika ruang dari dua hati saling terbuka. Hati Daisy Listya dan hati Alan Erlangga bertaut namun tidak pada waktu yang tepat karena Listya sudah menjadi istri dari Rizal Anugerah.

Tiada terasa waktu begitu cepat berlalu dan kini Listya sudah rampung menyelesaikan Pendidikan Profesi Apotekernya. Sejak itu aku sudah tidak pernah lagi bertemu dengan Listya. Hampir tidak ada lagi komunikasi biarpun hanya sms apalagi bertemu muka. Saat ini mungkin Listya sudah menjadi seorang Apoteker. Entah dimana Listya bekerja. Apakah di Malang tempat tinggal bersama suaminya?. Atau di mana. Entahlah.
Aku hanya teringat akan pesan terakhirnya agar aku menikahi Kinanti Puspitasari. Namun pesan inipun akhirnya tidak bisa aku wujudkan. Sewaktu aku ceritakan hal ini kepada Kinanti, wanita cantik ini hanya tertegun, diam membisu tak ada satu katapun keluar dari bibirnya. Kinanti malah terisak mendengar cerita yang dramatis itu.
”Alan aku bisa merasakan betapa besarnya cinta Listya kepadamu. Curahan hati Listya kepadaku saat itu membuatku terharu!” suara Kinanti. Aku juga hanya bisa mengangguk ketika Kinanti berkata bahwa Listya layak mendapat kebahagiaan dariku.
Jika saat ini kehidupan rumah tangga Listya tidak bahagia itu karena Listya memang hanya mencintaiku. Pendapat Kinanti yang satu ini membuatku benar-benar merasa resah.
”Alan maafkan karena aku tidak bisa menggantikan cinta Listya. Cintanya sangat luhur kepadamu. Bagiku yang terbaik buatmu adalah sahabatmu!” ini suara Kinanti yang keluar dari relung hatinya terdalam. Sudah sering aku mendengarnya namun kali ini seperti ada hal yang nampak tersembunyi dalam hati Kinanti.

Memang dalam setahun terakhir ini aku berhubungan akrab dengan Kinanti bak seorang sahabat lama. Jika ada waktu aku sempatkan berkunjung ke rumah Kinanti di Bandung sekalian juga menjenguk Ibu. Selama di Bandung pun acara rutin kami hanya ngobrol di rumah atau kadang pergi ke tempat kuliner yang dulu sering kami kunjungi. Hubungan dalam setahun ini hanya datar saja. Aku tidak bisa mewujudkan pesan Listya agar aku menikahi Kinanti karena memang Kinanti sendiri merasa tidak bisa mewakili ketulusan cinta Listya.

”Alan maafkan karena aku tidak bisa menggantikan cinta Listya. Cintanya sangat luhur kepadamu. Bagiku yang terbaik buatmu adalah sahabatmu!”
Kata kata Kinanti itu selalu terngiang dalam telingaku. Cinta Listya terlalu luhur untuk diwujudkan dalam pernikahan dengan Kinanti. Sungguh aku seakan membentur lagi sebuah karang dari sikap tegas Kinanti yang hanya ingin sebagai sahabat terbaikku. Lalu sebaiknya bagaimana aku bersikap?  Apalagi Listya bagiku sekarang sudah bukan lagi harapan. Daisy Listya sudah menjadi masa laluku sama halnya dengan Diana Faria. Siapakah masa depanku?. Kinanti Puspitasari?.


BERSAMBUNG Episode 15

No comments: